tag:blogger.com,1999:blog-73552999332103584682024-03-13T14:05:02.634+07:00PAUS DALAM MISAMenimba Kekayaan Rohani Gereja Katolik dari Homili PausUnknownnoreply@blogger.comBlogger1206125tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-71266161836504304592024-02-15T04:57:00.004+07:002024-02-15T04:59:31.223+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RABU ABU 14 Februari 2024 : KEMBALI KE HATI<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 18.6667px; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU6GB16xS9C7q3o_reBj-80_1yFbtRtVu-bDoaJQlFi9aTJsObMmGtKprynak-SseClOdnBa7zooqjPHSw5l15cnUBc6ZldJRr0Vpu2BA1zN8b1z0B-y5PvO1Hkwr06G9UgYek9_46vGcXM8HuXeq8LPvLK0hK7HtzhPaLXp8QFGDYLa4ZwEyidaN-aaD4/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiU6GB16xS9C7q3o_reBj-80_1yFbtRtVu-bDoaJQlFi9aTJsObMmGtKprynak-SseClOdnBa7zooqjPHSw5l15cnUBc6ZldJRr0Vpu2BA1zN8b1z0B-y5PvO1Hkwr06G9UgYek9_46vGcXM8HuXeq8LPvLK0hK7HtzhPaLXp8QFGDYLa4ZwEyidaN-aaD4/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">Bacaan
Ekaristi : Yl. 2:12-18; Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17; 2Kor. 5:20-6:2; Mat.
6:1-6,16-18.</span><div><span style="font-family: Constantia, serif;"><span style="font-size: 18.6667px;"><br /></span></span><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Ketika
kamu memberi sedekah, berdoa atau berpuasa, lakukanlah semua ini dengan
tersembunyi karena Bapamu melihat yang tersembunyi (bdk. Mat 6:4). “Masuklah ke
dalam kamarmu”: ini adalah ajakan yang disampaikan Yesus kepada kita
masing-masing pada awal perjalanan Masa Prapaskah.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Masuk
ke dalam kamar berarti kembali ke hati, sebagaimana diperingatkan Nabi Yoel
(lih. Yoel 2:12). Masuk ke dalam kamar berarti melakukan perjalanan dari luar
menuju ke dalam, sehingga seluruh hidup kita, termasuk hubungan kita dengan
Alah, tidak hanya sekadar tampilan lahiriah, bingkai tanpa gambar, selubung jiwa,
melainkan lahir dari dalam dan mencerminkan gerakan hati, keinginan terdalam,
pikiran, perasaan, inti pribadi kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Maka,
Masa Prapaskah menenggelamkan kita dalam bejana pemurnian dan perampasan diri:
Masa Prapaskah membantu kita menyingkirkan semua kosmetik yang kita gunakan
agar terlihat rapi, lebih baik dari yang sebenarnya. Kembali ke hati berarti
kembali ke jatidiri kita dan menampilkannya apa adanya, telanjang dan tak
berdaya, di hadapan Allah. Masa Prapaskah berarti melihat ke dalam diri kita dan
mengakui jatidiri kita yang sebenarnya, melepaskan topeng yang sering kita
pakai, memperlambat langkah hidup kita yang sangat gelisah serta menerima
kehidupan dan kebenaran tentang siapa diri kita. Hidup bukan sebuah permainan;
Masa Prapaskah mengajak kita untuk turun panggung dan kembali ke hati, kepada
kenyataan siapa diri kita: kembali ke hati dan kebenaran.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Itulah
sebabnya malam ini, dalam semangat doa dan kerendahan hati, kita menerima abu
di kepala kita. Gerakan ini dimaksudkan untuk mengingatkan kita akan kenyataan
hakiki hidup kita: kita hanya debu dan hidup kita berlalu seperti angin (bdk.
Mzm 39:6; 144:4). Namun Tuhan – Dia dan hanya Dia – tidak membiarkannya lenyap;
Ia mengumpulkan dan membentuk debu kita, jangan sampai tersapu oleh angin kehidupan
atau tenggelam dalam jurang kematian.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Abu
yang ditaruh di kepala kita mengundang kita untuk menemukan kembali rahasia
kehidupan. Abu mengatakan kepada kita bahwa selama kita terus melindungi hati
dan menyembunyikan diri kita di balik topeng, agar tampak tiada duanya, batin
kita akan hampa dan gersang. Sebaliknya, ketika kita berani menundukkan kepala
untuk mencari ke dalam, kita akan menemukan kehadiran Allah yang mengasihi dan
selalu mengasihi kita. Pada akhirnya perisai yang telah kamu bangun untuk dirimu
akan hancur berantakan dan kamu akan bisa merasakan dirimu dikasihi dengan
kasih abadi.</span><br />
<br /><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudari,
saudara, saya, kamu, kita masing-masing, dikasihi dengan kasih abadi. Kita
adalah abu yang di atasnya Allah menghembuskan nafas kehidupan-Nya, kita adalah
bumi yang Ia bentuk dengan tangan-Nya (bdk. Kej 2:7; Mzm 119:73), abu yang
darinya kita akan bangkit untuk hidup tanpa akhir. dipersiapkan bagi kita sejak
kekekalan (bdk. Yes 26:9). Dan jika, di dalam abu yang merupakan diri kita, api
kasih Allah menyala, maka kita akan menemukan bahwa kita memang telah dibentuk
oleh kasih itu dan pada gilirannya dipanggil untuk mengasihi orang lain.
Mengasihi saudara-saudari di sekitar kita, menaruh perhatian kepada orang lain,
merasakan kasih sayang, menunjukkan belas kasihan, berbagi segenap diri kita
dan segenap milik kepada mereka yang membutuhkan. Sedekah, doa dan puasa bukan
sekadar pengamalan lahiriah; ketiga adalah jalan menuju ke hati, ke inti
kehidupan Kristiani. Ketiganya menyadarkan kita bahwa kita adalah abu yang
dikasihi oleh Allah, dan ketiganya memampukan kita untuk menyebarkan kasih
tersebut di atas “abu” begitu banyak situasi dalam kehidupan kita sehari-hari,
sehingga di dalamnya harapan, kepercayaan, dan sukacita dapat terlahir kembali.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Santo
Anselmus dari Aosta telah mewariskan kepada kita kata-kata penyemangat ini yang
dapat kita jadikan kata-kata kita pada malam ini: “Larilah sejenak dari
kesibukanmu sehari-hari, sembunyilah sejenak dari pikiranmu yang gelisah.
Putuskanlah dirimu dari kekhawatiran dan masalahmu dan kurangilah kesibukan
tugas dan pekerjaanmu. Luangkanlah sedikit waktu untuk Allah dan
beristirahatlah sejenak di dalam Dia. Masuklah ke dalam relung batin pikiranmu.
Tutuplah semuanya kecuali Allah dan apa pun yang membantumu mencari Dia; dan
ketika kamu sudah menutup pintu, carilah Dia. Bicaralah sekarang kepada Allah
dan katakanlah dengan segenap hatimu: Aku mencari wajah-Mu; wajah-Mu, ya Tuhan,
aku menginginkannya” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Proslogion</i>, 1).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita mendengarkan, sepanjang Masa Prapaskah ini, suara Tuhan yang tidak
bosan-bosannya diulang-ulang: masuklah ke dalam kamarmu, kembalilah ke hatimu.
Ini adalah undangan bermanfaat bagi kita, yang sering kali hidup di permukaan,
yang sangat perlu untuk diperhatikan, yang terus-menerus perlu dikagumi dan
dihargai. Tanpa menyadarinya, kita mendapati diri kita tidak lagi memiliki
“relung batin” di mana kita dapat berhenti dan peduli terhadap diri kita,
tenggelam dalam dunia di mana segala sesuatu, termasuk emosi dan perasaan
terdalam kita, harus menjadi “sosial” – tetapi bagaimana bisa sesuatu menjadi
“sosial” jika tidak datang dari hati? Bahkan pengalaman yang paling tragis dan
menyakitkan pun berisiko tidak memiliki tempat yang tenang untuk menyimpannya.
Semuanya harus disingkapkan, dipamerkan, dijadikan bahan gosip saat ini. Tetapi
Tuhan berkata kepada kita: Masuklah ke dalam rahasia itu, kembalilah ke pusat
dirimu. Tepatnya di sana, di mana begitu banyak ketakutan, perasaan bersalah
dan dosa mengintai, justru di sanalah Tuhan turun untuk menyembuhkan dan
menyucikanmu. Marilah kita masuk ke dalam relung batin kita: di sana Tuhan
bersemayam, di sana kelemahan kita diterima dan kita dikasihi tanpa syarat.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita kembali, saudara-saudari. Marilah kita kembali kepada Allah dengan segenap
hati. Selama pekan-pekan Prapaskah ini, marilah kita menyediakan ruang untuk
doa adorasi dalam hati, yang di dalamnya kita mengalami kehadiran Tuhan,
seperti Musa, seperti Elia, seperti Maria, seperti Yesus. Pernahkah kita
menyadari bahwa kita telah kehilangan rasa penyembahan? Marilah kita kembali
menyembah. Marilah kita menyendengkan telinga hati kita kepada Dia yang, dalam
diam, ingin mengatakan kepada kita: “Akulah Allahmu – Allah yang penuh belas
kasihan dan kasih sayang, Allah yang mengampuni dan mengasihi, Allah yang penuh
kelembutan dan perhatian… Jangan menghakimi dirimu. Jangan mengutuk dirimu.
Jangan menyangkal dirimu. Perkenankanlah kasih-Ku menyentuh sudut hatimu yang
terdalam dan paling tersembunyi serta menyingkapkan kepadamu kecantikanmu,
keindahan yang telah hilang dari pandanganmu, namun akan terlihat lagi olehmu
dalam terang kerahiman-Ku.” Tuhan sedang memanggil kita: “Marilah,
perkenankanlah Aku menghapus air matamu, dan perkenankanlah mulut-Ku mendekat
ke telingamu dan mengatakan kepadamu: Aku mengasihimu, Aku mengasihimu, Aku
mengasihimu” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">H. Nouwen, Jalan Menuju
Fajar, New York, 1988, 157-158</i>). Apakah kita percaya bahwa Tuhan mengasihi
kita, Tuhan mengasihiku?</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
janganlah kita takut melepaskan diri dari keterikatan duniawi dan kembali ke
hati, kembali ke hal yang penting. Marilah kita memikirkan Santo Fransiskus,
yang setelah menelanjangi dirinya, memeluk Bapa di surga dengan segenap
keberadaannya. Marilah kita akui siapa diri kita: abu yang dikasihi Allah,
dipanggil menjadi abu yang mengasihi Allah. Berkat Dia, kita akan dilahirkan
kembali dari abu dosa menuju kehidupan baru di dalam Yesus Kristus dan Roh
Kudus.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____</span><br />
<br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 15 Februari 2024)</span></b></p><p></p></div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-9218835041867020792024-02-11T20:24:00.002+07:002024-02-11T20:24:43.115+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA VI (MISA KANONISASI BEATA MARÍA ANTONIA DE PAZ DE SAN JOSÉ) 11 Februari 2024 : KETAKUTAN, PRASANGKA DAN KEAGAMAAN YANG KELIRU<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd_L9C9CFyKNg1IBl133OK1XkE0BzCmBXS_Ww-D8KMPaxvgvwM8FL62klEEiQsIkzYkBjHUVbvkI3y0dOPAcjn-K8L_M5uxR-Wc_z3ErptEsqJW957yW2hxGM2yAKaFB8RNYraQujp_MC1POM0kwfUEZacS9vetWbwt1GSpvkWVOowpwn6VFyQdiFlbdsX/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhd_L9C9CFyKNg1IBl133OK1XkE0BzCmBXS_Ww-D8KMPaxvgvwM8FL62klEEiQsIkzYkBjHUVbvkI3y0dOPAcjn-K8L_M5uxR-Wc_z3ErptEsqJW957yW2hxGM2yAKaFB8RNYraQujp_MC1POM0kwfUEZacS9vetWbwt1GSpvkWVOowpwn6VFyQdiFlbdsX/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Im. 13:1-2,45-46; Mzm. 32:1-2,5,11; 1Kor. 10:31-11:1; Mrk. 1:40-45.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Bacaan
Pertama (bdk. Im 13:1-2.45-46) dan Bacaan Injil (bdk. Mrk 1:40-45) berbicara
tentang kusta : suatu penyakit yang menyebabkan fisik orang yang terkenanya
semakin merosot dan, tragisnya, bahkan hingga saat ini, di beberapa tempat
menyebabkan mereka dikucilkan. Kusta dan pengucilan. Inilah penyakit yang ingin
dibebaskan Yesus dari orang yang ditemui-Nya dalam Bacaan Injil. Marilah kita
melihat keadaannya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Orang
yang menderita sakit kusta tersebut terpaksa tinggal di luar kota. Meski
penyakit tersebut membuatnya lemah, alih-alih dibantu oleh orang-orang
sebangsanya, ia malah ditinggalkan serta semakin terluka oleh pengucilan dan
penolakan. Mengapa? Pertama, karena takut, takut tertular penyakit tersebut dan
menemui akhir yang sama: “Allah melarang hal itu terjadi juga pada kita! Kita
jangan mengambil risiko, tetapi menjaga jarak!” Takut. Kemudian, prasangka:
“Jika ia mengidap penyakit yang mengerikan ini” – sebagaimana dipikirkan orang
– “pastinya karena Allah sedang menghukumnya atas dosa yang dilakukannya; jadi
ia pantas mendapatkannya!”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Inilah
prasangka. Dan yang terakhir, karena keagamaan yang keliru: pada masa itu ada
anggapan bahwa menyentuh orang mati membuat seseorang menjadi najis, dan orang
yang terkena kusta seperti orang mati yang sedang berjalan. Diperkirakan bahwa
sedikit saja kontak dengan mereka akan membuat seseorang menjadi najis seperti
mereka. Kasus keagamaan yang melenceng, yang membangun penghalang dan mengubur
rasa kasihan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Ketakutan,
prasangka, dan keagamaan palsu. Inilah tiga penyebab ketidakadilan yang luar
biasa. Tiga “penyakit kusta jiwa” yang menyebabkan orang lemah menderita dan
kemudian dikucilkan begitu saja. Saudara-saudari, janganlah kita berpikir bahwa
ini hanya peninggalan masa lalu. Berapa banyak orang sedang menderita yang kita
temui di trotoar kota kita! Dan betapa banyak ketakutan, prasangka dan
ketidakkonsistenan, bahkan di antara orang beriman dan menyebut diri mereka
kristiani, terus menerus melukai mereka! Di zaman kita juga, terdapat
kasus-kasus pengucilan yang mencolok, hambatan-hambatan yang perlu dirobohkan,
dan bentuk-bentuk “kusta” yang harus disembuhkan. Tetapi bagaimana caranya?
Bagaimana kita bisa melakukannya? Apa yang dilakukan Yesus? Ia melakukan dua
hal: ia menyentuh dan menyembuhkan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hal
pertama: Ia menyentuh orang itu. Yesus menanggapi seruan minta tolongnya (bdk.
ayat 40); Ia merasa kasihan, Ia berhenti, Ia mengulurkan tangan-Nya dan
menyentuhnya (bdk. ayat 41), Ia mengetahui sepenuhnya bahwa dengan melakukan
hal itu Ia pada gilirannya akan menjadi “sampah masyarakat”. Anehnya, peran
tersebut kini terbalik: setelah sembuh, orang yang sakit kusta tersebut dapat
pergi kepada imam dan diterima kembali di dalam komunitas; Yesus, sebaliknya,
tidak dapat lagi masuk ke dalam kota mana pun (bdk. ayat 45). Tuhan bisa saja
menghindari menyentuh orang itu; melakukan “penyembuhan jarak jauh” sudah
cukup. Namun itu bukanlah cara Kristus. Cara-Nya adalah kasih yang mendekatkan
diri kepada orang-orang yang menderita, berkontak dengan mereka dan menyentuh
luka-luka mereka. Kedekatan Allah; Yesus dekat dengan kita, Allah dekat dengan
kita. Allah kita, saudara-saudari terkasih, tidak tinggal jauh di surga, namun
di dalam Yesus, Ia menjadi manusia untuk menyentuh kemiskinan kita. Dan di
hadapan kasus terburuk “kusta”, yaitu dosa, Ia tidak segan-segan wafat di kayu
salib, di luar tembok kota, ditolak seperti orang berdosa, seperti penderita
sakit kusta, menyentuh kedalaman kenyataan kemanusiaan kita. Seorang santo
pernah menulis : “Ia menjadi penderita kusta demi kita”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Apakah
kita yang mengasihi dan mengikuti Yesus mampu mencontoh “sentuhan”-Nya? Hal itu
tidak mudah dilakukan, dan kita harus waspada jangan sampai hati kita menyimpan
naluri yang bertentangan dengan sikap-Nya yang “mendekat” dan “menjadi
pemberian” bagi orang lain. Misalnya saja ketika kita menarik diri dari orang
lain dan hanya memikirkan diri kita; ketika kita mereduksi dunia di sekitar
kita hingga ke batas “zona nyaman” kita; ketika kita meyakini bahwa masalahnya
selalu dan hanya pada orang lain… Dalam kasus seperti ini, kita perlu penuh
perhatian, karena diagnosanya jelas: “kusta jiwa”: penyakit yang membutakan
kita terhadap cinta dan kasih sayang, penyakit yang membuat kita dihancurkan
oleh “kanker” keegoisan, prasangka, ketidakpedulian dan intoleransi. Marilah
kita juga waspada, saudara-saudari, karena seperti gejala awal penyakit kusta
yang muncul di kulit, jika kita tidak segera melakukan campur tangan maka
infeksinya akan semakin membesar dan berakibat fatal. Dalam menghadapi bahaya
ini, kemungkinan penyakit dalam jiwa kita, kita bertanya pada diri kita apakah
ada obatnya?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Di
sini kita dibantu oleh hal kedua yang dilakukan Yesus: Ia menyembuhkan (bdk.
ayat 42). “Sentuhan”-Nya bukan hanya pertanda kedekatan, tetapi juga awal dari
proses penyembuhan. Kedekatan adalah gaya Allah: Allah selalu dekat, penuh
kasih sayang dan lembut. Kedekatan, kasih sayang dan kelembutan. Ini adalah
gaya Allah. Apakah kita terbuka terhadap gaya Allah? Begitu kita membiarkan
diri kita disentuh oleh Yesus, kita mulai menyembuhkan diri kita sendiri, di
dalam hati kita. Jika kita memperkenankan diri kita disentuh oleh-Nya dalam doa
dan penyembahan, jika kita memperkenankan Dia bertindak di dalam diri kita
melalui Sabda dan sakramen-sakramen-Nya, maka kontak tersebut benar-benar mengubah
diri kita. Kontak tersebut menyembuhkan kita dari dosa, membebaskan kita dari
sikap mementingkan diri sendiri, dan mengubah diri kita melampaui apa pun yang
dapat kita capai dengan diri dan usaha kita. Luka-luka kita – luka hati dan
jiwa –, penyakit jiwa kita, perlu dibawa kepada Yesus. Doa dapat mewujudkan hal
ini: bukan doa sebagai serangkaian rumusan yang abstrak dan berulang-ulang,
melainkan doa yang sepenuh hati dan hidup yang menempatkan kesengsaraan,
kelemahan, kegagalan, dan ketakutan kita di kaki Kristus. Marilah kita
renungkan dan tanyakan pada diri kita: Apakah aku memperkenankan Yesus
menyentuh “penyakit kusta”-ku untuk menyembuhkanku?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Melalui
“sentuhan” Yesus, hal terbaik diri kita dilahirkan kembali: jaringan hati kita
beregenerasi; darah kreatif kita terdorong, diisi dengan cinta, mulai mengalir
kembali; luka akibat kesalahan masa lalu kita sembuh serta kulit hubungan kita
menjadi segar dan sehat. Keindahan yang kita miliki, keindahan diri kita,
dipulihkan. Berkat kasih Kristus, kita menemukan kembali sukacita dalam
memberikan diri kita kepada orang lain, tanpa rasa takut dan prasangka,
meninggalkan keagamaan yang membosankan dan tidak berwujud serta mengalami
kemampuan baru untuk mencintai orang lain secara murah hati dan tanpa pamrih.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kemudian,
sebagaimana diceritakan dalam perikop Kitab Suci yang luar biasa (bdk. Yeh
37:1-14), dari apa yang tampak seperti lembah tulang-tulang kering, tubuh-tubuh
yang hidup muncul serta komunitas saudara-saudari dilahirkan kembali dan
diselamatkan. Namun, adalah sebuah khayalan jika kita berpikir bahwa mukjizat
ini terjadi dengan cara yang megah dan spektakuler. Mukjizat paling sering
terjadi dalam amal kasih tersembunyi yang dilakukan setiap hari di dalam
keluarga kita, di tempat kerja, paroki dan sekolah, di jalanan, di kantor dan
toko kita. Sebuah amal kasih yang tidak mencari ketenaran dan tidak membutuhkan
tepuk tangan, karena cinta saja sudah cukup (bdk. Santo Agustinus, Enn. dalam
Mazmur 118, 8, 3). Yesus memperjelas hal ini hari ini, ketika Ia memerintahkan
orang tersebut, yang kini telah sembuh, untuk “tidak mengatakan apa pun kepada
siapa pun” (ayat 44): kedekatan dan kehati-hatian. Saudara-saudari, begitulah
Allah mengasihi kita, dan jika kita memperkenankan diri kita disentuh oleh-Nya,
kita pun, dengan kuasa Roh-Nya, akan mampu menjadi saksi kasih-Nya yang
menyelamatkan!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hari
ini, kita merenungkan kehidupan María Antonia de San José, “Mama Antula”. Ia
adalah seorang “pelancong” Roh. Ia melakukan perjalanan ribuan kilometer dengan
berjalan kaki, melintasi gurun dan jalan berbahaya, untuk membawa Allah kepada
orang lain. Ia adalah teladan semangat dan keberanian kerasulan. Ketika para
Yesuit diusir, Roh Kudus menyalakan api misioner dalam dirinya yang
berlandaskan kepercayaan pada Penyelenggaraan Ilahi dan ketekunan. Ia memohon
perantaraan Santo Yosef dan, agar tidak terlalu melelahkannya; ia juga memohon
perantaraan Santo Gaetano Thiene. Inilah bagaimana devosi kepada Santo Gaetano
Thiene diperkenalkan; gambarnya pertama kali tiba di Buenos Aires pada abad
kedelapan belas. Terima kasih kepada Mama Antula, santa ini, pengantara
Penyelenggaraan Ilahi, berhasil melintasi rumah-rumah, lingkungan sekitar,
transportasi umum, toko-toko, pabrik-pabrik dan hati-hati untuk menawarkan
kehidupan yang bermartabat melalui kerja, keadilan dan makanan sehari-hari di
atas meja orang miskin. Marilah kita berdoa agar María Antonia, Santa María
Antonia de Paz de San José, sudi membantu kita. Semoga Allah memberkati semua
orang!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">______<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi - Bogor, 11 Februari 2024)<o:p></o:p></span></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-70205819269581479442024-02-03T13:45:00.004+07:002024-02-03T13:46:25.832+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PESTA YESUS DIPERSEMBAHKAN DI BAIT ALLAH (HARI HIDUP BAKTI KE-28) 2 Februari 2024 : DUA KENDALA YANG MEMBUAT KITA KEHILANGAN KEMAMPUAN UNTUK MENANTI<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPnv4ZN1Vx46GprXMeGdKe2z8I6IzYErrcF2MmQlspIT0_NiVMZQYSPZFm-b0AxRqwopSi_iTQg708Wh7CD9GC7OExAL4C20DLHKwLdcDt_lQUXqvj_kcEleJEzQVN-uhZv7z6LxDYzO5aSrSPM4mhSMpQxWB4JR9j8sURzCQl6v8O62M86UY131EMp5Ud/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhPnv4ZN1Vx46GprXMeGdKe2z8I6IzYErrcF2MmQlspIT0_NiVMZQYSPZFm-b0AxRqwopSi_iTQg708Wh7CD9GC7OExAL4C20DLHKwLdcDt_lQUXqvj_kcEleJEzQVN-uhZv7z6LxDYzO5aSrSPM4mhSMpQxWB4JR9j8sURzCQl6v8O62M86UY131EMp5Ud/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14.0pt;">Bacaan
Ekaristi : Mal 3:1-4; Mzm 24:7.8.9.10; Luk 2:22-40.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14.0pt;"><br /></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Seraya
orang-orang menantikan keselamatan Tuhan, para nabi mewartakan kedatangan-Nya,
sebagaimana diwartakan oleh nabi Maleakhi, “Tiba-tiba Tuhan yang kamu cari itu
akan datang ke bait-Nya! Utusan Perjanjian yang kamu inginkan itu,
sesungguhnya, Ia datang" (3:1). Simeon dan Hana adalah gambaran dan sosok
kerinduan ini. Ketika melihat Tuhan memasuki bait-Nya, keduanya diterangi oleh
Roh Kudus dan mengenali anak yang digendong Maria tersebut. Mereka telah
menantikan Dia sepanjang hidup mereka: Simeon, “seorang yang benar dan saleh
yang menantikan penghiburan bagi Israel dan Roh Kudus ada di atasnya” (Luk
2:25); Hana, yang “tidak pernah meninggalkan Bait Allah” (Luk 2:37).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Ada
baiknya kita menelaah kedua orang tua ini yang sabar menanti, tetap
berjaga-jaga dan bertekun dalam doa. Hati mereka tetap berjaga, laksana nyala
api abadi. Mereka sudah lanjut usia, namun berjiwa muda. Keduanya tidak
membiarkan hari-hari melelahkan mereka, karena mata mereka tetap tertuju pada
Allah dalam pengharapan (bdk. Mzm 145:15). Terpaku pada Allah dalam
pengharapan, selalu dalam pengharapan. Sepanjang perjalanan hidup, mereka
pernah mengalami kesukaran dan kekecewaan, namun mereka tidak menyerah kalah:
mereka belum “memensiunkan” harapan. Ketika mereka merenungkan anak itu, mereka
menyadari bahwa waktunya telah tiba, nubuat telah tergenapi, Ia yang mereka
cari dan dambakan, Mesias segala bangsa, telah tiba. Dengan tetap berjaga dalam
pengharapan akan Tuhan, mereka mampu menyambut kebaruan kedatangan-Nya.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
menantikan Allah juga penting bagi kita, bagi perjalanan iman kita. Setiap hari
Tuhan mengunjungi kita, berbicara kepada kita, menyatakan diri-Nya dengan cara
yang tidak terduga dan, pada akhir kehidupan dan waktu, Ia akan datang. Ia
sendiri menasihati kita untuk tetap berjaga, waspada, dan bertekun dalam
penantian. Memang, hal terburuk yang bisa terjadi pada kita adalah membiarkan
“semangat kita tertidur”, membiarkan hati tertidur, membius jiwa, mengunci
harapan di sudut gelap kekecewaan dan kepasrahan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
memikirkanmu, saudara-saudari para pelaku hidup bakti, dan tentang karunia yang
kamu miliki; saya memikirkan kita sebagai umat Kristiani dewasa ini: apakah
kita masih mampu menanti? Bukankah kita kadang-kadang terlalu sibuk dengan diri
kita sendiri, dengan berbagai hal, dan dengan irama kehidupan sehari-hari yang
padat, sampai-sampai melupakan Allah yang selalu datang? Bukankah kita terlalu
terpesona dengan perbuatan baik kita, yang bahkan berisiko mengubah kehidupan
beragama dan kristiani menjadi “banyak hal yang harus dilakukan” dan
mengabaikan untuk mencari Tuhan setiap hari? Bukankah kita terkadang mengambil
risiko merencanakan kehidupan pribadi dan bermasyarakat dengan memperhitungkan
peluang keberhasilan, alih-alih memupuk benih kecil yang dipercayakan kepada
kita dengan suka cita dan kerendahan hati, dengan kesabaran orang yang menabur
tanpa mengharapkan apa pun dan orang yang tahu bagaimana menanti waktu Allah
dan memperkenankan-Nya mengejutkan kita? Kadang-kadang kita harus menyadari
bahwa kita telah kehilangan kemampuan untuk menanti. Hal ini disebabkan oleh
beberapa kendala, dan saya ingin menyoroti dua di antaranya.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kendala
pertama yang membuat kita kehilangan kemampuan menanti adalah mengabaikan
kehidupan batin. Inilah yang terjadi ketika keletihan mengalahkan keheranan,
ketika kebiasaan menggantikan antusiasme, ketika kita kehilangan ketekunan
dalam perjalanan rohani, ketika pengalaman-pengalaman buruk, perselisihank atau
buah yang tampaknya tertunda mengubah kita menjadi orang-orang yang getir dan
sakit hati. Terus memikirkan kepahitan tidak baik karena dalam keluarga rohani,
seperti halnya dalam komunitas dan keluarga mana pun, orang-orang yang pahit
dan “berwajah masam” sedang mengempis, orang-orang yang seolah-olah memiliki
cuka di dalam hatinya. Maka kita perlu memulihkan rahmat yang hilang: kembali
dan, melalui peningkatan kehidupan batin, kembali ke semangat kerendahan hati
yang penuh sukacita, rasa syukur yang hening. Hal ini dipupuk oleh penyembahan,
jerih payah lutut dan hati, doa yang berwujud pergumulan dan pengantaraan, yang
mampu membangkitkan kembali kerinduan akan Allah, cinta awal, keheranan di hari
pertama, rasa penantian.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kendala
kedua adalah beradaptasi dengan gaya hidup duniawi, yang pada akhirnya
menggantikan Injil. Dunia kita sering kali berjalan dengan sangat cepat, yang
mengagung-agungkan “segalanya dan saat ini”, yang tenggelam dalam aktivisme dan
berusaha menghilangkan ketakutan dan kegelisahan hidup di kuil-kuil
konsumerisme kafir atau hiburan dengan segala cara. Dalam konteks seperti ini,
di mana keheningan disingkirkan dan hilang, menanti bukanlah hal yang mudah,
karena memerlukan sikap pasif yang sehat, keberanian untuk memperlambat
langkah, tidak kewalahan dengan aktivitas, memberikan ruang dalam diri kita
untuk tindakan Allah. Ini adalah pelajaran mistisisme kristiani. Maka marilah
kita berhati-hati agar roh dunia tidak masuk ke dalam komunitas rohani kita,
kehidupan gerejawi dan perjalanan pribadi kita, jika tidak maka kita tidak akan
menghasilkan buah. Kehidupan kristiani dan perutusan kerasulan memerlukan
pengalaman penantian. Matang dalam doa dan kesetiaan sehari-hari, penantian
membebaskan kita dari mitos efisiensi, dari obsesi terhadap kinerja dan,
terutama, dari kepura-puraan yang menyingkirkan Allah, karena Ia selalu datang
dengan cara yang tidak terduga, Ia selalu datang pada waktu yang tidak kita
pilih dan dengan cara yang tidak kita duga.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Sebagaimana
dinyatakan mistikus dan filsuf Prancis, Simone Weil, kita adalah mempelai
perempuan yang menanti di malam hari kedatangan mempelai laki-laki, dan: “Peran
calon istri adalah menanti…. Merindukan Allah dan meninggalkan segala sesuatu
yang lain, hanya itu saja yang bisa menyelamatkan kita” (Menanti Allah, Milan
1991, 196). Saudari-saudari, dalam doa marilah kita membina semangat menantikan
Tuhan dan belajar tentang “kepasifan Roh” secara tepat: dengan demikian, kita
akan mampu membuka diri terhadap kebaruan Allah.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Seperti
Simeon, marilah kita juga menggendong anak ini, Allah kebaruan dan kejutan.
Dengan menyambut Tuhan, masa lalu terbuka terhadap masa depan, hal lama dalam
diri kita terbuka terhadap hal baru yang dibangkitkan-Nya. Ini tidak mudah,
kita tahu ini, karena dalam kehidupan beragama seperti dalam kehidupan setiap
umat kristiani, sulit untuk melawan “kekuatan lama”. “Tidaklah mudah bagi
manusia lama kita untuk menyambut sang anak, yang baru – menyambut yang baru,
di masa tua kita menyambut yang baru – … Kebaruan Allah menampilkan dirinya
sebagai seorang anak dan kita, dengan semua kebiasaan, ketakutan, perasaan
was-was, iri hati kita, – marilah kita memikirkan iri hati! – khawatir,
bertatap muka dengan anak ini. Akankah kita merangkul anak tersebut, menyambut
anak tersebut, memberikan ruang bagi anak tersebut? Akankah kebaruan ini
benar-benar masuk ke dalam kehidupan kita atau justru kita akan mencoba
menggabungkan yang lama dan yang baru, berusaha membiarkan diri kita diganggu
sesedikit mungkin oleh kehadiran kebaruan Allah?” (C.M. Martini, Sesuatu yang
Sangat Pribadi. Meditasi Tentang Doa, Milan 2009, 32-33).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
pertanyaan-pertanyaan ini ditujukan untuk kita, untuk kita masing-masing, untuk
komunitas kita, dan untuk Gereja. Biarlah kita gelisah, marilah kita digerakkan
oleh Roh, seperti Simeon dan Hana. Jika, seperti mereka, kita hidup dalam
pengharapan, menjaga kehidupan batin kita dan selaras dengan Injil, jika,
seperti mereka, kita hidup dalam pengharapan, kita akan memeluk Yesus, yang
merupakan terang dan pengharapan kehidupan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____</span><br />
<br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 3 Februari 2024)</span></b></p><p></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-10425298011658845472024-01-22T02:26:00.001+07:002024-01-22T02:26:22.538+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA III (HARI MINGGU SABDA ALLAH) 21 Januari 2024 : KITA TIDAK BISA HIDUP TANPA SABDA ALLAH SERTA KUASANYA YANG TEDUH DAN SEDERHANA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigQ1Wzo9zrqSoqK7tyeaEaQnA09srRfj36spFH9hwEdVLierIkiNOr9jHh3UBSPdwXVWPc4Ax8OO3rdItZFeAcujzkIeUR_Bm3Y2jKdfiG6IUu1BUnXi5G9pJUXXF7vhvvUbO8W8Pt6nNcuHe63h4BgUSzhmlS3IY1O8NqnggYhWwRbP7Ve3579PAkAgr5/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigQ1Wzo9zrqSoqK7tyeaEaQnA09srRfj36spFH9hwEdVLierIkiNOr9jHh3UBSPdwXVWPc4Ax8OO3rdItZFeAcujzkIeUR_Bm3Y2jKdfiG6IUu1BUnXi5G9pJUXXF7vhvvUbO8W8Pt6nNcuHe63h4BgUSzhmlS3IY1O8NqnggYhWwRbP7Ve3579PAkAgr5/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Yun. 3:1-5,10; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; 1Kor. 7:29-31; Mrk. 1:14-20.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kita
baru saja mendengar Yesus berkata kepada mereka : “Mari, ikutlah Aku … Lalu
mereka segera meninggalkan jala mereka dan mengikuti Dia” (Mrk 1:17-18). Sabda
Allah mempunyai kuasa yang sangat besar, sebagaimana kita dengar dalam Bacaan
Pertama: “Datanglah firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kalinya, 'Pergilah
segera ke Niniwe ... dan serukanlah kepadanya ... Yunuspun segera pergi ke
Niniwe, sesuai dengan firman Tuhan" (Yun 3:1-3). Sabda Allah melancarkan
kuasa Roh Kudus, sebuah kuasa yang menarik manusia kepada Allah, seperti
nelayan muda yang dilanda oleh perkataan Yesus itu, dan mengutus orang lain,
seperti Yunus, kepada mereka yang jauh dari Tuhan. Sabda menarik kita kepada
Allah dan mengutus kita kepada orang lain : sabda menarik kita kepada Allah dan
mengutus kita kepada orang lain: begitulah cara Sabda bekerja. Sabda tidak
membuat kita mementingkan diri sendiri, namun melapangkan hati, mengubah perjalanan,
menjungkirbalikkan kebiasaan, membuka skenario baru dan menyingkapkan cakrawala
yang tak terpikirkan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
itulah apa yang ingin dilakukan sabda Allah dalam diri kita masing-masing.
Seperti halnya murid-murid pertama yang, setelah mendengar perkataan Yesus,
meninggalkan jala mereka dan memulai petualangan yang luar biasa, demikian
pula, di tepi pantai kehidupan kita, di samping perahu keluarga kita dan jala
pekerjaan kita sehari-hari, sabda Allah membuat kita mendengar panggilan Yesus.
Sabda Allah memanggil kita untuk berangkat bersama-Nya demi kepentingan orang
lain. Sabda Allah menjadikan kita misionaris, utusan dan saksi Allah bagi dunia
yang tenggelam dalam kata-kata, namun haus akan sabda sejati yang seringkali terabaikan.
Gereja hidup dari dinamika ini: dipanggil oleh Kristus dan tertarik kepada-Nya,
Gereja diutus ke dunia untuk memberi kesaksian tentang Dia. Inilah dinamika dalam
Gereja.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kita
tidak bisa hidup tanpa sabda Allah serta kuasanya yang teduh dan sederhana,
yang seolah-olah dalam dialog pribadi, menyentuh hati, berkesan dalam jiwa dan
memperbaharuinya dengan damai Yesus, yang pada gilirannya membuat kita peduli
terhadap orang lain. Jika kita memandang sahabat-sahabat Allah, para saksi
Injil sepanjang sejarah dan orang-orang kudus, kita melihat bahwa sabda Allah
sangat menentukan bagi mereka masing-masing. Kita memikirkan tentang biarawan
pertama, Santo Antonius, yang, karena terkesan dengan bacaan Injil ketika
sedang merayakan Misa, meninggalkan segalanya demi Tuhan. Kita memikirkan Santo
Agustinus, yang hidupnya mengalami perubahan yang menentukan ketika sabda Allah
membawa kesembuhan dalam hatinya. Kita memikirkan Santa Theresia dari
Kanak-kanak Yesus, yang menemukan panggilannya dengan membaca surat-surat Santo
Paulus. Dan kita juga memikirkan santo yang namanya saya sandang, Fransiskus
dari Asisi, yang, setelah berdoa, membaca Injil bahwa Yesus mengutus
murid-murid-Nya untuk berkhotbah dan berseru: “Itulah apa yang Kuinginkan;
itulah apa yang Kumohon, itulah apa yang ingin Kulakukan dengan segenap hati!”
(<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Thomas dari Celano, Vita Prima, IX, 22</i>).
Hidup mereka diubah oleh sabda kehidupan, oleh sabda Tuhan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Namun
saya bertanya-tanya: bagaimana bisa, bagi banyak dari kita, hal yang sama tidak
terjadi? Kita sering mendengar sabda Allah, namun masuk ke satu telinga dan
keluar di telinga yang lain: mengapa? Mungkin karena, sebagaimana dijelaskan
oleh para saksi di atas, kita perlu berhenti bersikap “tuli” terhadap sabda
Allah. Ini merupakan risiko bagi kita semua: karena terbebani oleh rentetan
kata-kata, kita membiarkan sabda Allah berlalu begitu saja: kita mendengarnya,
namun kita gagal mendengarkannya; kita mendengarkannya, namun kita tidak
menyimpannya; kita menyimpannya, namun kita tidak membiarkannya mendorong kita
untuk berubah. Melebihi segalanya, kita membacanya tetapi kita tidak berdoa
dengannya, padahal “doa harus menyertai pembacaan Kitab suci, supaya
terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dei Verbum</i>, 25). Kita jangan melupakan dua aspek dasariah doa
Kristiani: mendengarkan sabda dan menyembah Tuhan. Marilah kita memberikan
ruang untuk membaca sabda Yesus dengan penuh doa. Kemudian kita akan mempunyai
pengalaman yang sama seperti murid-murid pertama itu. Kembali ke Injil hari
ini, kita melihat dua hal yang terjadi setelah Yesus berbicara: “mereka
meninggalkan jala mereka dan mengikuti Dia” (Mrk 1:18). Mereka meninggalkan dan
mengikuti. Marilah kita renungkan secara singkat kedua hal ini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Mereka
meninggalkan. Apa yang mereka tinggalkan? Perahu dan jala mereka, mau dikatakan
itulah kehidupan yang mereka jalani selama ini. Betapa seringnya kita berjuang
untuk meninggalkan rasa aman, rutinitas kita, karena hal ini menjerat kita
seperti ikan dalam jala. Namun mereka yang menanggapi sabda akan mengalami
kesembuhan dari jerat masa lalu, karena sabda yang hidup memberikan makna baru
dalam kehidupan mereka dan memulihkan ingatan mereka yang terluka dengan
mencangkokkan ke dalamnya ingatan akan Allah dan karya-karya-Nya bagi kita.
Kitab Suci meneguhkan kita dalam kebaikan dan mengingatkan kita siapa diri kita
sebenarnya: anak-anak Allah, yang diselamatkan dan dikasihi. “Sabda Tuhan yang
harum” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Santo Fransiskus dari Asisi,
Surat kepada Umat Beriman</i>) ibarat madu, memberi rasa pada hidup kita dan
membuat kita merasakan manisnya Allah. Sabda Tuhan menyehatkan jiwa,
menyingkirkan rasa takut dan mengatasi kesepian. Sebagaimana sabda Tuhan
menuntun para murid untuk meninggalkan kehidupan monoton yang berpusat pada
perahu dan jala, sabda Tuhan juga memperbarui iman kita, memurnikannya,
membebaskannya dari sampah dan membawanya kembali ke asal-usulnya, sumber Injil
yang murni. Ketika menceritakan hal-hal menakjubkan yang telah dilakukan Allah
bagi kita, Kitab Suci melancarkan iman yang lumpuh dan membuat kita menikmati
kembali kehidupan Kristiani sebagaimana adanya: kisah cinta dengan Tuhan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Para
murid meninggalkan dan kemudian mengikuti. Mengikuti jejak sang Guru, mereka
bergerak maju. Karena sabda Kristus tidak hanya membebaskan kita dari beban
yang kita tanggung, dulu dan sekarang; sabda Kristus juga membuat kita dewasa
dalam kebenaran dan amal kasih. Sabda Kristus menghidupkan hati, menantangnya,
memurnikannya dari kemunafikan dan memenuhinya dengan harapan. Kitab Suci juga
membuktikan bahwa sabda nyata dan efektif : “seperti hujan dan salju” bagi
tanah (bdk. Yes 55:10-11), seperti pedang bermata dua yang “menilai pikiran dan
niat hati” (Ibr 4:12), dan benih yang tidak fana (1Ptr 1:23), yang kecil dan
tersembunyi, namun bertunas dan menghasilkan buah (bdk. Mat 13). “Demikian
besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi putra-putri Gereja
menjadi kekuatan iman” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Dei Verbum</i>,
21).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudara,
semoga Hari Minggu Sabda Allah menolong kita untuk kembali dengan sukacita
kepada sumber iman kita, yang lahir dari mendengarkan Yesus, Sabda Allah yang
hidup. Semoga kita, yang dihujani oleh kata-kata tentang Gereja, terbantu untuk
menemukan kembali sabda kehidupan yang bergema dalam Gereja! Jika tidak, kita
akhirnya lebih banyak berbicara tentang diri kita daripada tentang Dia, dan
sering kali kita berkonsentrasi pada pikiran dan masalah kita dibandingkan pada
Kristus dan sabda-Nya. Marilah kita kembali ke sumber, untuk menawarkan kepada
dunia air kehidupan yang dirindukan dan tidak dapat ditemukan, dan sementara
masyarakat dan media sosial mencerminkan kekerasan kata-kata, marilah kita
mendekat kepada, dan memupuk, sabda Allah yang teduh yang membawa keselamatan,
lemah lembut, tidak bersuara lantang dan masuk ke dalam hati kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Terakhir,
marilah kita mengajukan pada diri kita beberapa pertanyaan. Ruang apa yang
kubuat untuk sabda Allah di tempat tinggalku? Di tengah banyaknya buku, majalah,
televisi dan telepon, di manakah Kitab Suci? Di kamarku, apakah Injil mudah
dijangkau? Apakah aku membacanya setiap hari agar setia pada jalan hidupku?
Apakah aku membawa salinan kecil Injil agar aku dapat membacanya? Saya sering
berbicara tentang Injil yang selalu kita bawa, di saku dan tas kita, di telepon
genggam kita. Jika Kristus lebih kusayangi daripada apa pun, bagaimana aku bisa
meninggalkan Dia di rumah dan tidak membawa sabda-Nya bersamaku? Dan satu
pertanyaan terakhir: Sudahkah aku membaca setidaknya salah satu dari keempat
Injil? Injil adalah kitab kehidupan. Sederhana dan singkat, namun banyak orang
percaya bahkan belum pernah membaca satu pun Injil dari awal sampai akhir.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
Allah, menurut Kitab Suci, adalah “sumber keindahan” (Keb 13:3). Marilah kita
memperkenankan diri kita ditaklukkan oleh keindahan yang dihadirkan sabda Allah
ke dalam hidup kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 21 Januari 2024)</span><o:p></o:p></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-14318088902177126192024-01-07T03:00:00.005+07:002024-01-07T03:01:24.797+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN 6 Januari 2024 : PARA MAJUS MELAYANGKAN MATA KE LANGIT, NAMUN MEREKA MENGINJAKKAN KAKI BUMI, DAN HATI MEREKA TERTUNDUK DALAM PENYEMBAHAN<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrVFhvIJXFwbwYQ0VzK-9iwndWhiE_w7RoPVmOBGJcLQPoP0Rizg0BFeEyGsI2nh6RohQYpoWa4IGbhz2uNSI63qNmpjtI6tNSU0gsid9cXp-KkKAFJgmkDrMDTL0aC-pnYIIyabafkbAuHorUEs3EiEFymcipE5FRwioz82OVa5svxBmPioM9W7bnEfKv/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjrVFhvIJXFwbwYQ0VzK-9iwndWhiE_w7RoPVmOBGJcLQPoP0Rizg0BFeEyGsI2nh6RohQYpoWa4IGbhz2uNSI63qNmpjtI6tNSU0gsid9cXp-KkKAFJgmkDrMDTL0aC-pnYIIyabafkbAuHorUEs3EiEFymcipE5FRwioz82OVa5svxBmPioM9W7bnEfKv/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Yes. 60:1-6; Mzm. 72:1-2,7-8,10-11,12-13. Ef. 3:2-3a,5-6; Mat. 2:1-12.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Para
Majus berangkat mencari Sang Raja yang baru saja dilahirkan. Mereka adalah
gambaran orang-orang di dunia yang sedang melakukan perjalanan mencari Allah,
gambaran orang-orang asing yang kini dituntun ke gunung Tuhan (bdk. Yes
56:6-7), gambaran orang-orang yang sekarang, dari jauh, dapat mendengar pesan
keselamatan (bdk. Yes 33:13), gambaran semua orang yang hilang dan sekarang
mendengar isyarat suara yang bersahabat. Karena kini, dalam rupa Bayi Betlehem,
kemuliaan Tuhan telah dinyatakan kepada seluruh bangsa (bdk. Yes 40:5) dan
“semua orang akan melihat keselamatan dari Allah” (Luk 3:6). Ini adalah
peziarahan umat manusia, kita masing-masing, bergerak dari kejauhan menuju
kedekatan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Para
Majus melayangkan mata ke langit, namun mereka menginjakkan kaki bumi, dan hati
mereka tertunduk dalam penyembahan. Perkenankanlah saya mengulangi hal ini : mereka
melayangkan mata ke langit, mereka menginjakkan kaki di bumi dan hati mereka
tertunduk dalam penyembahan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Pertama,
mereka melayangkan mata ke langit. Para Majus dipenuhi dengan kerinduan akan
hal yang tak terbatas, sehingga mereka menatap bintang-bintang di langit senja.
Mereka tidak melewatkan hidup mereka dengan hanya menatap kaki mereka,
mementingkan diri sendiri, terkekang oleh cakrawala duniawi, berjalan lamban
dalam kepasrahan atau ratapan. Mereka mengangkat kepala tinggi-tinggi dan
menantikan terang yang dapat menerangi makna kehidupan mereka, keselamatan yang
datang dari tempat tinggi. Mereka kemudian melihat sebuah bintang, lebih terang
dari bintang lainnya, yang membuat mereka terpesona dan membuat mereka memulai
perjalanan. Di sini kita melihat kunci untuk menemukan makna kehidupan kita
yang sebenarnya: jika kita tetap tertutup dalam batasan sempit hal-hal duniawi,
jika kita tercampakkan, kepala tertunduk, tersandera oleh kegagalan dan
penyesalan; jika kita haus akan kekayaan dan kenyamanan duniawi – yang ada saat
ini dan sirna di esok hari – alih-alih menjadi pencari kehidupan dan cinta,
hidup kita perlahan-lahan kehilangan cahayanya. Para Majus yang masih merupakan
orang asing dan belum berjumpa Yesus, mengajarkan kita untuk menatap ke tempat
tinggi, melayangkan mata ke langit, ke gunung-gunung, yang darinya pertolongan
kita akan datang, karena pertolongan kita berasal dari Tuhan (bdk. Mzm 121:1-2).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
marilah kita melayangkan mata ke langit! Kita perlu mengangkat pandangan kita
ke tempat tinggi, agar dapat melihat kenyataan dari tempat tinggi. Kita
membutuhkan hal ini dalam perjalanan hidup kita, kita perlu membiarkan diri
kita berjalan dalam persahabatan dengan Tuhan, kita membutuhkan kasih-Nya untuk
menopang kita, dan cahaya sabda-Nya untuk membimbing kita, seperti bintang di
malam hari. Kita perlu memulai perjalanan ini, sehingga iman kita tidak hanya
sekadar kumpulan ibadah keagamaan atau sekadar penampilan lahiriah, namun malah
menjadi api yang menyala-nyala di dalam diri kita, menjadikan kita pencari
wajah Tuhan yang penuh gairah dan saksi-saksi Injil-Nya. Kita membutuhkan hal
ini di dalam Gereja, di mana, alih-alih terpecah menjadi beberapa kelompok
berdasarkan gagasan kita, kita dipanggil untuk menempatkan kembali Allah
sebagai pusat. Kita perlu melepaskan ideologi-ideologi gerejawi agar kita dapat
menemukan makna Gereja induk yang kudus, kebiasaan gerejawi. Ideologi gerejawi,
tidak; panggilan gerejawi, ya. Tuhan, bukan gagasan atau proyek kitai, harus
menjadi pusat. Marilah kita berangkat kembali dari Allah; marilah kita memohon
kepada-Nya keberanian untuk tidak putus asa dalam menghadapi kesulitan,
kekuatan untuk mengatasi segala rintangan, kegembiraan untuk hidup dalam
persekutuan yang rukun.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Para
Majus tidak hanya memandangi bintang-bintang, benda-benda di tempat tinggi;
mereka juga memiliki kaki yang melakukan perjalanan di bumi. Mereka berangkat
ke Yerusalem dan bertanya, “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru
dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk
menyembah Dia” (Mat 2:2). Satu hal: kaki mereka terhubung dengan kontemplasi.
Bintang yang bersinar di langit mengutus mereka untuk melakukan perjalanan
keliling dunia. Melayangkan pandangan mereka ke tempat tinggi, mereka dituntun
untuk menurunkannya ke dunia ini. Mencari Allah, mereka dituntun untuk
menemukannya dalam diri manusia, dalam diri seorang Anak kecil yang terbaring
di palungan. Karena di sanalah Allah yang Maha Besar menyatakan diri-Nya: dalam
yang kecil, yang tak terhingga kecilnya. Kita memerlukan kebijaksanaan, kita
memerlukan pertolongan Roh Kudus, untuk memahami besar kecilnya perwujudan
Allah.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
marilah kita terus melangkahkan kaki kita di muka bumi ini! Karunia iman
diberikan kepada kita bukan untuk terus memandang ke langit (bdk. Kis 1:11),
namun untuk melakukan perjalanan di sepanjang jalan dunia sebagai saksi Injil.
Terang yang menerangi hidup kita, Tuhan Yesus, diberikan kepada kita bukan
untuk menghangatkan malam kita, namun untuk membiarkan sinar terang menerobos
bayang-bayang gelap yang menyelimuti begitu banyak situasi di masyarakat kita.
Kita menemukan Allah yang datang mengunjungi kita, bukan dengan menikmati teori
agama yang elegan, namun dengan melakukan perjalanan, mencari tanda-tanda
kehadiran-Nya dalam kehidupan sehari-hari, dan yang terpenting dengan berjumpa
dan menjamah tubuh saudara-saudari kita. Merenungkan Allah memang indah, namun
baru membuahkan hasil jika kita mengambil risiko, risiko pelayanan membawa
Allah kepada sesama. Para Majus berangkat mencari Allah, Allah yang agung, dan
mereka menemukan seorang anak. Hal ini penting: menemukan Allah dalam daging
dan tulang, dalam wajah orang-orang yang kita jumpai setiap hari, dan khususnya
dalam diri orang-orang miskin. Para Majus mengajarkan kita bahwa perjumpaan
dengan Allah selalu membuka kita pada kenyataan yang lebih besar, yang membuat
kita mengubah cara hidup dan mengubah rupa dunia kita. Paus Benediktus XVI
mengatakan, “Ketika harapan sejati tidak ada, kebahagiaan dicari dengan
mabuk-mabukan, dalam hal-hal yang berlebihan, secara berlebihan, dan kita
merusak diri kita dan dunia… Oleh karena itu, kita membutuhkan orang-orang yang
membina harapan besar dan dengan demikian memiliki keberanian besar: keberanian
para Majus, yang melakukan perjalanan jauh mengikuti sebuah bintang, dan mampu
berlutut di hadapan seorang Anak dan memberikan kepada-Nya hadiah-hadiah
berharga yang mereka bawa” (Homili, 6 Januari 2008).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Yang
terakhir, marilah kita juga memikirkan bahwa para Majus memiliki hati yang
tertunduk dalam penyembahan. Mereka mengamati bintang di langit, namun mereka
tidak berlindung pada pengabdian dunia lain; mereka berangkat, tetapi mereka
tidak berkelana seperti wisatawan yang tidak mempunyai tujuan. Mereka datang ke
Betlehem, dan ketika mereka melihat anak itu, “mereka sujud menyembah Dia” (Mat
2:11). Kemudian mereka membuka tempat harta benda mereka dan mempersembahkan
kepada-Nya emas, dupa dan mur. “Dengan pemberian mistik ini mereka
memberitahukan jatidiri orang yang mereka sembah: dengan emas, mereka
menyatakan bahwa Ia adalah seorang Raja; dengan dupa, Ia adalah Allah; dengan
mur, Ia ditakdirkan untuk mati” (SANTO GREGORY THE GREAT, Hom. X dalam
Evangelia, 6). Seorang Raja yang datang untuk melayani kita, seorang Dewa yang
menjadi manusia. Di hadapan misteri ini, kita dipanggil untuk menundukkan hati
dan bertekuk lutut dalam beribadah: menyembah Tuhan yang datang dalam
kekecilan, yang diam di rumah kita, yang mati demi cinta. Tuhan yang, “meskipun
dimanifestasikan oleh besarnya langit dan tanda-tanda bintang, memilih untuk
ditemukan… di bawah atap yang rendah. Dalam tubuh lemah seorang anak yang baru
lahir, dibungkus dengan lampin, dia disembah oleh orang Majus dan menimbulkan
ketakutan pada orang jahat” (Santo Agustinus, Khotbah. 200). Saudara-saudari,
kita telah kehilangan kebiasaan melakukan penyembahan, kita telah kehilangan
kemampuan yang membuat kita memyembah. Marilah kita menemukan kembali selera
kita akan doa penyembahan. Marilah kita mengakui Yesus sebagai Allah dan Tuhan
kita, serta menyembah Dia. Hari ini para Majus mengundang kita untuk menyembah
Dia. Saat ini ada kekurangan penyembahan di antara kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
seperti para Majus, marilah kita melayangkan pandangan kita ke surga, marilah
kita berangkat mencari Tuhan, marilah kita menundukkan hati dalam penyembahan.
Memandang ke langit, memulai perjalanan dan menyembah-Nya. Dan marilah kita
memohon rahmat agar tidak pernah putus asa: keberanian menjadi pencari Allah,
manusia pengharapan, pemimpi yang berani menatap langit, keberanian ketekunan
dalam perjalanan menyusuri jalan dunia dengan keletihan perjalanan nyata, dan
keberanian untuk menyembah, keberanian untuk menatap Tuhan yang mencerahkan
setiap manusia. Semoga Tuhan menganugerahkan kita rahmat ini, terutama rahmat
untuk mengetahui bagaimana cara menyembah.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_______</span><br />
<br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14.0pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 6 Januari 2024)</span></b></p><p></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-20035733743699368222024-01-01T19:44:00.004+07:002024-01-01T19:47:31.752+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA SANTA MARIA BUNDA ALLAH (HARI PERDAMAIAN SEDUNIA KE-57) 1 Januari 2024 : KEGENAPAN WAKTU<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_8dl1tmbgCPERUlKSC34Wfpx5zhSziUga5yGZnxH43UB2OyCS5z5NtRt5GpRXox4eAXEBBgNKVGc0OlivtD6mWXs6Glsrn_BmrcnQvMZLYHqFspQA5pGTsihD3fEgD5n6erBifiUkLyYT2C9EHM3LGfHVOpIiknnBPzvbYa9TRm7opJhSdzjJRiG3lhoi/s750/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="422" data-original-width="750" height="180" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_8dl1tmbgCPERUlKSC34Wfpx5zhSziUga5yGZnxH43UB2OyCS5z5NtRt5GpRXox4eAXEBBgNKVGc0OlivtD6mWXs6Glsrn_BmrcnQvMZLYHqFspQA5pGTsihD3fEgD5n6erBifiUkLyYT2C9EHM3LGfHVOpIiknnBPzvbYa9TRm7opJhSdzjJRiG3lhoi/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Bil. 6:22-27; Mzm. 67:2-3,5,6,8; Gal. 4:4-7; Luk. 2:16-21.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kata-kata
Rasul Paulus menerangi permulaan tahun baru: “Setelah genap waktunya, Allah
mengutus Putra-Nya yang lahir dari seorang perempuan” (Gal. 4:4). Ungkapan
“genap waktunya” sungguh mengejutkan. Pada zaman dulu, merupakan kebiasaan
untuk mengukur waktu dengan mengosongkan dan mengisi amphorae: ketika amphorae
kosong, periode waktu baru dimulai, yang berakhir ketika amphorae sudah penuh.
Inilah kepenuhan waktu: ketika amphora sejarah penuh, rahmat ilahi melimpah:
Tuhan menjadi manusia dan melakukannya dalam nama seorang perempuan, Maria. Dia
adalah jalan yang dipilih oleh Tuhan; dialah titik kedatangan banyak orang dan
generasi yang, “setetes demi setetes”, telah mempersiapkan kedatangan Tuhan ke
dunia. Oleh karena itu, Ibu berada di jantung waktu: Tuhan berkenan membuat
sejarah berputar melalui dirinya, sang perempuan. Dengan kata ini, Kitab Suci
merujuk kita pada asal usul, pada Kejadian, dan menyarankan bahwa Ibu dengan
Anak menandai ciptaan baru, permulaan baru. Oleh karena itu, pada awal masa
keselamatan ada Bunda Allah yang kudus, Bunda Suci kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kata-kata
Rasul Paulus menerangi permulaan tahun baru ini: “Setelah genap waktunya, Allah
mengutus Putra-Nya yang lahir dari seorang perempuan” (Gal. 4:4). Ungkapan
”genap waktunya” sungguh mengejutkan. Pada zaman dulu, waktu diukur dengan
menggunakan jambanganair; berlalunya waktu ditandai dengan berapa lama waktu
yang dibutuhkan untuk mengisi jambangan kosong. Oleh karena itu makna ungkapan
“genap waktunya” : begitu jambangan sejarah terisi, rahmat ilahi pun melimpah.
Allah menjadi manusia dan Ia melakukannya melalui seorang perempuan, Maria.
Maria adalah sarana yang dipilih Allah, puncak dari garis panjang individu dan
generasi tersebut yang “setetes demi setetes” bersiap menyambut kedatangan
Tuhan ke dalam dunia. Maka, Bunda Maria berdiri di tengah-tengah misteri waktu.
Allah berkenan untuk membalikkan sejarah melalui dia, perempuan itu. Dengan
satu kata, “perempuan”, Kitab Suci membawa kita kembali ke permulaan, ke Kitab
Kejadian, dan menyadarkan kita bahwa ibu dan anak menandai ciptaan baru,
permulaan baru. Jadi, pada awal masa keselamatan, ada Bunda Allah yang kudus,
Bunda kita yang kudus.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Oleh
karena itu, sudah sepantasnya tahun dibuka dengan memohon kepadanya; Sudah
sepantasnya umat Allah yang setia memujinya dengan sukacita, sebagaimana pernah
dilakukan oleh umat kristiani yang pemberani di Efesus, sebagai Bunda Allah
yang kudus. Karena kata-kata ini, Bunda Allah, mengungkapkan kepastian penuh
sukacita bahwa Tuhan, seorang Anak mungil dalam gendongan ibu-Nya, telah mempersatukan
diri-Nya selamanya dengan kemanusiaan kita, hingga titik di mana kemanusiaan
bukan lagi milik kita saja, melainkan milik-Nya juga. Bunda Allah: sebuah
ungkapan sederhana yang mengakui perjanjian kekal Tuhan dengan kita. Bunda
Allah: sebuah dogma iman, tetapi juga sebuah “dogma harapan”; Allah di dalam
manusia, dan manusia di dalam Allah, selamanya. Bunda Allah yang kudus.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Setelah
genap waktunya, Bapa mengutus Putra-Nya yang lahir dari seorang perempuan.
Namun Santo Paulus juga berbicara tentang pengutusan kedua : “Allah telah
menyuruh Roh Putra-Nya ke dalam hati kita, yang berseru, ‘Ya Abba, ya Bapa!’”
(Gal. 4:6). Dalam pengutusan Roh Kudus, Bunda Maria juga memainkan peran
sentral : Roh Kudus akan turun atasnya pada saat Kabar Sukacita (bdk. Luk
1:35); kemudian, pada saat kelahiran Gereja, Ia turun atas para rasul yang
berkumpul dalam doa “bersama Maria, ibu Yesus” (Kis 1:14). Penerimaan Maria
terhadap karya Roh Kudus memberikan kepada kita karunia terbesar: ia
“memungkinkan Tuhan Yang Maha Mulia menjadi saudara kita” (Thomas dari Celano,
<i>Vita secunda</i>, CL, 198: FF 786), sehingga Roh Kudus dapat berseru dalam hati
kita: “Ya Abba, ya Bapa!” Keibuan Maria adalah jalan yang menuntun kita menuju
kelembutan kebapaan Allah, jalan yang paling dekat, langsung dan termudah.
Inilah “gaya” Allah: kedekatan, kasih sayang, dan kelembutan. Sesungguhnya
Bunda Maria menuntun kita kepada permulaan dan pokok iman, yang bukan sekadar
teori atau tugas, melainkan karunia tak terbatas yang menjadikan kita putra dan
putri terkasih, tabernakel kasih Bapa. Oleh karena itu, menyambut Bunda Maria
ke dalam hidup kita bukanlah soal devosi melainkan syarat iman: “Jika kita
ingin menjadi umat Kristiani, kita harus menjadi 'pengikut Maria'” (Santo
Paulus VI, <i>Homili di Cagliari</i>, 24 April 1970), yaitu “anak-anak Maria”.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Gereja
membutuhkan Maria untuk memulihkan wajah perempuannya, semakin sepenuhnya
menyerupai perempuan, perawan dan ibu, yang menjadi teladan dan gambaran
sempurnanya (bdk. <i>Lumen Gentium</i>, 63), memberi ruang bagi perempuan dan menjadi
“generatif” melalui pelayanan pastoral yang ditandai dengan keprihatinan dan
kepedulian, kesabaran dan keberanian keibuan. Dunia juga perlu bergantung pada
para ibu dan perempuan untuk menemukan kedamaian, keluar dari jalinan kekerasan
dan kebencian, serta sekali lagi melihat segala sesuatunya dengan mata dan hati
manusiawi. Setiap masyarakat perlu menerima karunia yang dimiliki oleh
perempuan, setiap perempuan: menghormati, membela dan menghargai perempuan,
dengan kesadaran bahwa siapapun yang menyakiti seorang perempuan yang belum
bersuami, berarti mencemarkan nama Allah, yang “lahir dari seorang perempuan”.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Sama
seperti Maria yang memainkan peran menentukan dalam kegenapan waktu, perempuan
juga menentukan kehidupan kita masing-masing, karena tidak ada seorang pun yang
mengenal dengan lebih baik daripada seorang ibu mengenal tahap-tahap
pertumbuhan dan kebutuhan mendesak anak-anaknya. Maria menunjukkan kepada kita
hal ini dalam “permulaan” yang lain: tanda pertama yang dilakukan Yesus, pada
pesta perkawinan di Kana. Di sana, dialah yang menyadari bahwa anggur telah
habis, dan memohon kepada Yesus (bdk. Yoh 2:3). Kebutuhan anak-anaknya
menggerakkan Maria, sang ibu, untuk memohon agar Yesus turun tangan. Di Kana,
Yesus berkata, “'Isilah tempayan-tempayan itu penuh dengan air'. Mereka pun
mengisinya sampai penuh” (Yoh. 2:7). Maria mengetahui kebutuhan kita; ia berdoa
agar rahmat melimpah dalam kehidupan kita dan membimbing mereka menuju
penggenapan sejati. Saudara-saudara, kita semua mempunyai kekurangan, masa-masa
kesepian, kekosongan batin yang menuntut untuk diisi. Kita masing-masing
mengetahui hal ini dengan baik. Siapa yang dapat mengisi kekosongan kita kalau
bukan Maria, Bunda penggenapan? Kapan pun kita tergoda untuk menarik diri, marilah
kita berlari ke arahnya; kapanpun kita tidak mampu lagi melepaskan ikatan dalam
hidup kita, marilah kita berlindung padanya. Saat ini, yang kehilangan
kedamaian, membutuhkan seorang ibu yang dapat mempersatukan kembali keluarga
umat manusia. Marilah kita memandang Maria, untuk menjadi seniman persatuan.
Marilah kita melakukan hal ini dengan kreativitas dan kepedulian keibuannya
terhadap anak-anaknya. Karena ia mempersatukan dan menghibur mereka; ia
mendengarkan kesusahan dan mengeringkan air mata mereka. Dan marilah kita
melihat ikon lembut Madonna [dari Biara Montevergine]. Begitulah sikap ibu
kita: betapa lembutnya dia menjaga dan mendekatkan kita. Ia peduli pada kita
dan tetap dekat dengan kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita mempercayakan tahun yang datang ini kepada Bunda Allah. Marilah kita
mempersembahkan hidup kita kepadanya. Dengan cinta yang lembut, ia akan membuka
mata kita terhadap kegenapan. Sebab ia akan menuntun kita kepada Yesus, yang
adalah “kegenapan waktu”, kegenapan setiap waktu, kegenapan waktu kita, kegenapan
setiap kita. Memang benar, sebagaimana pernah ditulis : “Bukan kegenapan waktu
yang menyebabkan diutusnya Putra Allah, tetapi diutusnya Putra yang
menghasilkan kegenapan waktu” (bdk. Martin Luther, <i>Vorlesung über den
Galaterbrief</i> 1516-1517, 18). Saudara-saudari, semoga tahun ini dipenuhi dengan
penghiburan Tuhan! Semoga tahun ini dipenuhi dengan kelembutan cinta keibuan
Maria, Bunda Allah yang kudus.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Sekarang
saya mengajak kita semua bersama-sama untuk menyerukan tiga kali : Bunda Allah yang kudus! Bunda Allah yang kudus! Bunda Allah yang kudus!</span><br />
<span style="white-space: pre-wrap;">______</span><br />
<br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 1 Januari 2024)</span></b></p><p></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-83235577792603364582023-12-25T08:36:00.002+07:002023-12-25T08:37:04.560+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA MALAM NATAL 24 Desember 2023 : MEMAKNAI CACAH JIWA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKUi29QQWU0yACwgjO4IN5CV7EuYfIJ9y9eAuLfzy0RAoeTLnX-xEdq1OZSR4sx6EN4nomPB2YROEhFVTUIMkVcmi48t7L2Q_O4QwHyCfVt8NlGtnBdvqiNfXH8eEBQbYn1B2mZEGekcq8O6EE6rUpNazgx7SQ5eBpdVcjxWsmaKP9d2kiVuDo3dExVtrR/s1080/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="718" data-original-width="1080" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKUi29QQWU0yACwgjO4IN5CV7EuYfIJ9y9eAuLfzy0RAoeTLnX-xEdq1OZSR4sx6EN4nomPB2YROEhFVTUIMkVcmi48t7L2Q_O4QwHyCfVt8NlGtnBdvqiNfXH8eEBQbYn1B2mZEGekcq8O6EE6rUpNazgx7SQ5eBpdVcjxWsmaKP9d2kiVuDo3dExVtrR/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Yes. 9:1-6; Mzm. 96:1-2a,2b-3,11-12,13; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">“Cacah
jiwa semua orang di seluruh dunia” (bdk. Luk 2:1). Inilah konteks kelahiran
Yesus, dan Bacaan Injil menegaskan hal ini. Cacah jiwa mungkin disebutkan
secara sepintas, namun justru dicatat dengan cermat. Dan dengan cara ini,
muncul perbedaan yang sangat besar. Ketika kaisar menghitung jumlah penduduk
dunia, Allah memasuki dunia secara sembunyi-sembunyi. Sementara mereka yang
menjalankan kekuasaan berusaha untuk mengambil tempat mereka di antara
orang-orang besar dalam sejarah, Raja sejarah memilih jalan kekecilan. Tak
seorang pun dari kalangan berkuasa memperhatikan-Nya: hanya sejumlah kecil
gembala, yang terpinggirkan dalam kehidupan sosial.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Cacah
jiwa menunjukkan sesuatu yang lain. Dalam Kitab Suci, pelaksanaan cacah jiwa
berakibat buruk. Raja Daud, yang tergoda oleh jumlah penduduk yang besar dan
perasaan tidak mampu mencukupi dirinya sendiri, melakukan dosa besar dengan
memerintahkan dilakukannya pendaftaran semua orang. Ia ingin tahu seberapa kuat
dirinya. Setelah sekitar sembilan bulan, ia mengetahui berapa banyak orang yang
dapat menggunakan pedang (bdk. 2 Sam 24:1-9). Tuhan murka dan rakyat menderita.
Tetapi pada malam ini, Yesus, “Putra Daud”, setelah sembilan bulan di dalam
rahim Maria, lahir di Betlehem, kota Daud. Ia tidak memberikan hukuman terhadap
Cacah jiwa tersebut, tetapi dengan rendah hati membiarkan diri-Nya didaftarkan
sebagai salah seorang dari sekian banyak orang. Di sini kita melihat, bukan
allah yang murka dan penghajar, melainkan Allah belas kasihan, yang mengambil
rupa manusia dan memasuki dunia dalam kelemahan, yang dimaklumatkan : “damai
sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya” (Luk. 2:14). Malam
ini, hati kita berada di Betlehem, tempat Sang Raja Damai sekali lagi ditolak
oleh nalar perang yang sia-sia, oleh bentrokan senjata yang bahkan hingga saat
ini menghalangi-Nya untuk menemukan ruang di dunia (bdk. Luk 2:7).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Singkatnya,
cacah jiwa di seluruh dunia mengejawantahkan benang merah yang sangat manusiawi
sepanjang sejarah: pencarian kekuasaan dan keperkasaan duniawi, ketenaran dan
kemuliaan, yang mengukur segala sesuatu berdasarkan keberhasilan, hasil, jumlah
dan angka, dunia yang terobsesi dengan prestasi. Tetapi cacah jiwa juga
mengejawantahkan cara Yesus, yang datang mencari kita melalui kedagingan. Ia
bukan allah pencapaian, tetapi Allah penjelmaan. Ia tidak menyingkirkan
ketidakadilan dari atas dengan menunjukkan kekuasaan, tetapi dari bawah, dengan
menunjukkan kasih. Ia tidak muncul dengan kekuasaan yang tak terbatas, tetapi
turun ke perbatasan-perbatasan sempit kehidupan kita. Ia tidak menghindari
kelemahan kita, tetapi menjadikan kelemahan itu kelemahan-Nya.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
malam ini kita mungkin bertanya pada diri kita sendiri: Allah manakah yang kita
percayai? Allah penjelmaan atau allah pencapaian? Karena selalu ada risiko kita
merayakan Natal sambil memikirkan Allah dalam istilah kafir, sebagai penguasa
yang berkuasa di angkasa; allah yang dikaitkan dengan kekuasaan, keberhasilan
duniawi, dan penyembahan berhala konsumerisme. Dengan gambaran palsu tentang
tuhan yang jauh dan pemurka yang memperlakukan orang baik dengan baik dan orang
jahat dengan buruk; tuhan yang diciptakan menurut gambar dan rupa kita, berguna
untuk menyelesaikan masalah kita dan menyingkirkan penyakit kita. Sebaliknya,
Allah tidak menggunakan tongkat ajaib; Ia bukan allah perdagangan yang
menjanjikan “semuanya sekaligus”. Ia tidak menyelamatkan kita dengan menekan
sebuah tombol, tetapi mendekatkan kita, mengubah dunia kita dari hati. Tetapi
betapa tertanam kuatnya gagasan duniawi tentang sosok tuhan yang jauh,
menguasai, tak tergoyahkan, dan berkuasa yang membantu diri-Nya untuk mengatasi
sosok lainnya! Seringkali gambaran ini tertanam dalam diri kita. Tetapi bukan
itu masalahnya : Allah kita dilahirkan untuk semua orang, pada saat cacah jiwa
di seluruh dunia.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Maka,
marilah kita memandang kepada “Allah yang hidup dan benar” (1 Tes. 1:9). Allah
yang melampaui segala perhitungan manusiawi tetapi membiarkan diri-Nya dihitung
berdasarkan perhitungan kita. Allah yang merevolusi sejarah dengan menjadi
bagian dari sejarah. Allah yang begitu menghormati kita sehingga membiarkan
kita menolak-Nya; yang menghapus dosa dengan menanggungnya di atas diri-Nya;
yang tidak menyingkirkan penderitaan tetapi mengubah rupanya; yang tidak
menyingkirkan permasalahan dalam hidup kita tetapi memberikan pengharapan yang
lebih besar dari segala permasalahan kita. Allah sangat ingin merangkul hidup
kita sehingga, meskipun Ia tidak terbatas, Ia menjadi terbatas demi kita. Dalam
kebesaran-Nya, ia memilih menjadi kecil; dalam kebenaran-Nya, Ia tunduk pada
ketidakadilan kita. Saudara-saudari, inilah keheranan Natal: bukan campuran
emosi yang tidak menyenangkan dan kepuasan duniawi, tetapi kelembutan sesosok
Allah yang belum pernah terjadi sebelumnya yang menyelamatkan dunia dengan
menjelma. Marilah kita merenungkan Sang Anak, marilah kita merenungkan
palungan, tempat tidur-Nya, yang oleh para malaikat disebut “tanda” bagi kita
(bdk. Luk 2:12). Sebab sesungguhnya itulah tanda yang menampakkan wajah Allah,
wajah kasih sayang dan belas kasihan, yang keperkasaan-Nya selalu ditunjukkan
dan hanya dalam kasih. Ia menjadikan diri-Nya dekat, lembut, dan penuh kasih
sayang. Inilah cara Allah: kedekatan, kasih sayang, kelembutan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
marilah kita heran akan fakta bahwa Ia “telah menjadi manusia” (Yoh. 1:14).
Manusia: kata itu sendiri membangkitkan kelemahan manusiawi kita. Bacaan Injil
menggunakan kata ini untuk menunjukkan kepada kita bahwa Allah sepenuhnya
mengambil alih kondisi kemanusiaan kita. Mengapa Ia bertindak sejauh itu?
Karena Ia peduli pada kita, karena Ia mengasihi kita sampai-sampai Ia
menganggap kita lebih berharga dari siapa pun. Saudara terkasih, saudari
terkasih, bagi Allah, yang mengubah sejarah melalui cacah jiwa, kamu bukan
sebuah angka, tetapi sebuah wajah. Namamu tertulis dalam hati-Nya. Tetapi jika
kamu melihat ke dalam hatimu, dan memikirkan kekuranganmui dan dunia yang begitu
menghakimi dan tidak mengampuni ini, kamu mungkin merasa sulit untuk merayakan
Natal ini. Kamu mungkin berpikir segalanya berjalan buruk, atau merasa tidak
puas dengan keterbatasan, kegagalan, masalah, dan dosa-dosamu. Tetapi hari ini,
perkenankanlah Yesus mengambil prakarsa. Ia berkata kepadamu, “Demi engkau, Aku
telah menjadi manusia; demi engkau, aku menjadi seperti engkau”. Jadi mengapa
tetap terjebak dalam masalahmu? Seperti para gembala, yang meninggalkan kawanan
dombanya, tinggalkanlah penjara kesedihanmu dan rangkullah kasih lembut Allah
yang menjadi seorang anak. Singkirkan topeng dan baju besimu; serahkanlah
kekhawatiranmu kepada-Nya dan Ia akan memeliharamu (bdk. Mzm 55:23). Ia menjadi
manusia; Ia tidak mencari pencapaianmu tetapi hatimu yang terbuka dan percaya.
Di dalam Dia, kamu akan menemukan kembali siapa dirimu yang sebenarnya: putra
atau putri Allah yang terkasih. Sekarang kamu dapat mempercayainya, karena
malam ini Tuhan telah lahir untuk menerangi hidupmu; mata-Nya bersinar dengan
kasihi demi kamu. Kita sulit mempercayai hal ini, bahwa mata Allah bersinar
dengan kasihi demi kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kristus
tidak melihat angka, tetapi wajah. Tetapi, siapa yang memandang-Nya di tengah
banyaknya gangguan dan hiruk pikuk dunia yang sibuk dan acuh tak acuh? Siapa
yang sedang mengamati? Di Betlehem, ketika orang banyak terjebak dalam
kegairahan cacah jiwa, datang dan pergi, memenuhi penginapan, dan terlibat
dalam percakapan kecil, ada beberapa orang yang dekat dengan Yesus: Maria dan
Yusuf, para gembala, dan kemudian para Majus.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita belajar dari mereka. Mereka berdiri menatap Yesus, dengan hati tertuju
kepada-Nya. Mereka tidak berbicara, mereka menyembah. Malam ini,
saudara-saudari, adalah saat adorasi, saat penyembahan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Penyembahan
adalah cara untuk merangkul penjelmaan. Sebab dalam keheningan itulah Yesus,
Sabda Bapa, menjadi manusia dalam hidup kita. Marilah kita lakukan seperti yang
mereka lakukan di Betlehem, sebuah kota yang namanya berarti “Rumah Roti”.
Marilah kita berdiri di hadapan Dia yang adalah Roti Hidup. Marilah kita
menemukan kembali penyembahan, karena penyembahan bukan menyia-nyiakan waktu,
tetapi menjadikan waktu kita sebagai tempat bersemayamnya Allah. Menemukan
kembali penyembahan berarti membiarkan benih penjelmaan berkembang di dalam
diri kita; bahkan bekerja sama dalam pekerjaan Tuhan, yang bagaikan ragi,
mengubah dunia. Menyembah berarti menjadi pengantara, melakukan perbaikan,
memperkenankan Allah menyelaraskan kembali sejarah. Seperti pernah ditulis oleh
seorang penutur kisah-kisah epik yang hebat kepada putranya, “Aku persembahkan
kepadamu satu hal besar yang patut dicintai di dunia : Sakramen Mahakudus… Di
sana kamu akan menemukan percintaan, kemuliaan, kehormatan, kesetiaan, dan
jalan sejati segenap kasihmu di dunia” (<i>J.R.R. TOLKIEN, Surat 43, Maret 1941</i>).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
malam ini kasih mengubah sejarah. Tuhan, jadikanlah diri kami percaya pada
kekuatan kasih-Mu, yang sangat berbeda dengan kekuatan dunia. Tuhan, jadikanlah
kami, seperti Maria, Yusuf, para gembala, dan para Majus, berkumpul di
sekitar-Mu dan menyembah-Mu. Karena Engkau telah menyelaraskan diri kami dengan
diri-Mu, kami akan menjadi saksi di hadapan dunia tentang keindahan raut
wajah-Mu.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">______</span><br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-size: medium; white-space: pre-wrap;">(Peter Suriadi - Bogor, 25 Desember 2023)</span><o:p></o:p></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-11930215882496175202023-11-20T16:36:00.003+07:002023-11-20T16:39:39.438+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XXXIII (HARI ORANG MISKIN SEDUNIA VII) 19 November 2023 : PERJALANAN YESUS DAN PERJALANAN HIDUP KITA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify; white-space-collapse: preserve;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXBR-MAyVye3_RAVePBjlqZCh6xAyysFLFZHEQiMx9gwEHthdiwLL-5DWFAUDi0pHLOk5jXf7AeHj-OHQ0i-w2kOZxZf8olvuPXZK19hTN0HFmemoTZTUJSN8puELpGNsQM-dVW8DPjsLbwzHHxmX8lNrlSX083DzhKWiE4fP8z6Ozi8iNiE1WMdliCtEj/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgXBR-MAyVye3_RAVePBjlqZCh6xAyysFLFZHEQiMx9gwEHthdiwLL-5DWFAUDi0pHLOk5jXf7AeHj-OHQ0i-w2kOZxZf8olvuPXZK19hTN0HFmemoTZTUJSN8puELpGNsQM-dVW8DPjsLbwzHHxmX8lNrlSX083DzhKWiE4fP8z6Ozi8iNiE1WMdliCtEj/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify; white-space-collapse: preserve;">Bacaan Ekaristi : Ams. 31:10-13,19-20,30-31; </span><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify; white-space-collapse: preserve;">Mzm. 128:1-2,3,4-5; 1Tes. 5:1-6; Mat. 25:14-30.</span><br /><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">
<br />
<span style="white-space: pre-wrap;">Tiga orang mendapati diri mereka diberi
sejumlah besar uang, berkat kemurahan hati majikan mereka, yang akan bepergian melakukan perjalanan jauh. Sang tuan akan kembali suatu hari nanti dan memanggil para hambanya itu, percaya bahwa ia akan bersukacita bersama mereka atas upaya mereka telah melipatgandakan hartanya dan menghasilkan buah. Perumpamaan yang baru saja kita dengarkan (bdk. Mat 25:14-30) mengajak kita untuk merenungkan dua perjalanan : perjalanan Yesus dan perjalanan hidup kita.</span><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Perjalanan
Yesus. Pada awal perumpamaan ini, Tuhan berbicara tentang “seorang yang mau
bepergian. Ia memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada
mereka” (ayat 14). “Perjalanan” ini mengingatkan kita pada perjalanan Kristus
sendiri, dalam penjelmaan, kebangkitan, dan kenaikan-Nya ke surga. Kristus,
yang turun dari Bapa untuk tinggal di antara kita, melalui kematian-Nya
menghancurkan kematian dan setelah bangkit dari kematian, kembali kepada Bapa.
Maka, pada akhir perutusan-Nya di bumi, Yesus melakukan “perjalanan pulang”
kepada Bapa. Tetapi sebelum berangkat, Ia meninggalkan kita harta-Nya, sebuah
“modal” yang sesungguhnya. Ia meninggalkan kita diri-Nya dalam Ekaristi. Ia
meninggalkan kita sabda kehidupan-Nya, Ia memberi kita Bunda-Nya yang kudus
untuk menjadi Bunda kita, dan Ia membagikan karunia-karunia Roh Kudus agar kita
dapat melanjutkan karya-Nya di bumi. Bacaan Injil memberitahu kita bahwa
“talenta-talenta” ini diberikan “menurut kesanggupan masing-masing” (ayat 15)
dan dengan demikian untuk perutusan pribadi yang dipercayakan Tuhan kepada kita
dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam masyarakat dan Gereja. Rasul Paulus
mengatakan hal yang sama : “Tetapi, kepada kita masing-masing telah diberikan
anugerah menurut ukuran pemberian Kristus. Itulah sebabnya dikatakan, 'Tatkala
Ia naik ke tempat tinggi, Ia membawa tawanan-tawanan; Ia memberikan
pemberian-pemberian kepada manusia'” (Ef. 4:7-8).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita melihat sekali lagi kepada Yesus, yang menerima segala sesuatu dari tangan
Bapa, tetapi tidak menyimpan harta ini untuk diri-Nya sendiri : “Ia tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan,
melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba” (Fil 2:6-7). Ia mengenakan kemanusiaan kita yang lemah. Sebagai orang
Samaria yang baik hati, Ia menuangkan minyak ke atas luka kita. Ia menjadi
miskin supaya kita menjadi kaya (2Kor. 8:9), dan ditinggikan di kayu salib.
“Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita' (2 Kor
5:21). Karena kita. Yesus hidup untuk kita, karena kita. Itulah tujuan
perjalanan-Nya di dunia, sebelum kembali kepada Bapa.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Perumpamaan
hari ini juga memberitahu kita bahwa “lama sesudah itu pulanglah tuan
hamba-hamba itu lalu mengadakan perhitungan dengan mereka” (Mat 25:19).
Perjalanan pertama Yesus menuju Bapa akan diikuti oleh perjalanan lainnya, di
akhir zaman, ketika Ia akan kembali dalam kemuliaan dan menemui kita sekali
lagi, untuk “mengadakan perhitungan” sejarah dan membawa kita ke dalam sukacita
kehidupan kekal. Maka kita perlu bertanya pada diri kita sendiri : Dalam
keadaan apa Tuhan akan mendapati kita ketika Ia datang kembali? Bagaimana aku
akan menghadap-Nya pada waktu yang ditentukan?</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Pertanyaan
ini membawa kita pada permenungan kedua: perjalanan hidup kita. Jalan mana yang
akan kita ambil dalam hidup kita: jalan Yesus, yang hidup-Nya sungguh merupakan
karunia, atau jalan keegoisan? Jalan dengan tangan terbuka memberi kepada orang
lain, memberikan diri kita, atau tangan tertutup agar kita punya lebih banyak
harta benda dan hanya peduli pada diri kita sendiri? Perumpamaan tersebut
memberitahu kita bahwa, menurut kesanggupan dan kemungkinan, kita masing-masing
telah menerima “talenta” tertentu. Agar kita tidak disesatkan oleh istilah
umum, kita perlu menyadari bahwa “talenta” itu bukan merupakan kesanggupan
kita, melainkan sebagaimana telah kita katakan, karunia Tuhan yang ditinggalkan
Kristus kepada kita ketika Ia kembali kepada Bapa. Bersama dengan karunia
tersebut, Ia telah memberikan kepada kita Roh-Nya, yang di dalamnya kita
menjadi anak-anak Allah dan berkat Roh itulah kita dapat menghabiskan hidup
kita dengan memberikan kesaksian tentang Injil dan bekerja demi kedatangan
kerajaan Allah. “Modal” yang sangat besar yang kita simpan adalah kasih Tuhan,
landasan hidup dan sumber kekuatan kita dalam perjalanan kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Akibatnya,
kita harus bertanya pada diri kita : Apa yang kulakukan dengan “talenta” ini
dalam perjalanan hidupku? Perumpamaan tersebut menceritakan kepada kita bahwa
dua hamba yang pertama melipatgandakan nilai pemberian yang telah mereka
terima, sedangkan hamba yang ketiga, bukannya mempercayai tuannya yang telah
memberinya talenta, malahan menjadi takut, dilumpuhkan oleh rasa takut. Menolak
mengambil risiko, tidak mempertaruhkan diri, ia akhirnya mengubur talentanya.
Hal ini juga berlaku bagi kita. Kita bisa melipatgandakan harta yang telah
diberikan kepada kita, dan menjadikan hidup kita sebagai persembahan kasih demi
sesama. Atau kita bisa menjalani kehidupan kita yang dihalangi oleh gambaran palsu
tentang Allah, dan karena takut mengubur harta yang kita terima, hanya
memikirkan diri kita, tidak peduli pada apa pun kecuali kenyamanan dan
kepentingan kita, tetap tidak berkomitmen dan tidak terlibat. Pertanyaannya
sangat jelas: dua hamba pertama mengambil risiko melalui transaksi mereka. Dan
pertanyaan yang harus kita ajukan adalah : “Apakah aku mengambil risiko dalam
hidupku? Apakah aku mengambil risiko melalui kekuatan imanku? Sebagai seorang
kristiani, apakah aku tahu cara mengambil risiko atau apakah aku menutup diri
karena takut atau pengecut?</span><br />
<br /><br /><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14.0pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">Saudara-saudari,
pada Hari Orang Miskin Sedunia ini perumpamaan tentang talenta merupakan sebuah
panggilan untuk menelaah semangat kita dalam menghadapi perjalanan hidup kita.
Kita telah menerima dari Tuhan karunia kasih-Nya dan kita dipanggil untuk
menjadi karunia bagi orang lain. Kasih Yesus yang merawat kita, balsem belas
kasihan-Nya, kasih sayang-Nya yang merawat luka-luka kita, nyala Roh yang
memenuhi hati kita dengan sukacita dan harapan – semua ini adalah harta yang
tidak bisa kita simpan begitu saja untuk diri kita, digunakan untuk tujuan kita
sendiri atau dikubur di bawah tanah. Dicurahi dengan karunia, pada gilirannya
kita dipanggil untuk menjadikan diri kita karunia. Kita yang sudah menerima banyak
karunia harus menjadikan diri kita sebagai karunia bagi orang lain. Gambaran
yang digunakan dalam perumpamaan ini sangat jelas: jika kita tidak menyebarkan
kasih ke sekeliling kita, hidup kita akan tenggelam dalam kegelapan; jika kita
tidak memanfaatkan talenta yang kita terima dengan baik, hidup kita akan
terkubur di dalam tanah, seolah-olah kita sudah mati (bdk. ayat 25.30).
Saudara-saudara, begitu banyak umat kristiani yang “terkubur di bawah tanah”!
Banyak umat kristiani yang menghayati iman mereka seolah-olah mereka hidup di
bawah tanah!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Maka
marilah kita berpikir tentang semua bentuk kemiskinan material, budaya dan
spiritual yang ada di dunia kita, tentang penderitaan besar yang terjadi di
kota-kota kita, tentang orang-orang miskin yang terlupakan yang jeritan
penderitaannya tidak terdengar dalam ketidakpedulian pada umumnya dari
masyarakat yang sibuk dan terbagi-bagi perhatiannya. Ketika kita berpikir
tentang kemiskinan, kita tidak boleh melupakan keleluasaannya: kemiskinan
bersifat tersendiri; kemiskinan menyembunyikan dirinya. Kita harus berani pergi
dan mencarinya. Marilah kita memikirkan mereka yang tertindas, letih atau
terpinggirkan, para korban perang dan mereka yang terpaksa meninggalkan tanah
air mereka dengan mempertaruhkan nyawa, mereka yang kelaparan dan mereka yang
tidak memiliki pekerjaan dan tanpa harapan. Begitu banyak kemiskinan setiap
hari: bukan hanya satu, dua, atau tiga, melainkan banyak sekali. Jumlah
penduduk miskin sangat banyak. Ketika kita memikirkan betapa banyaknya orang miskin
di tengah-tengah kita, pesan Bacaan Injil hari ini jelas: janganlah kita
menguburkan harta Tuhan! Marilah kita menebarkan harta amal kasih, berbagi roti
dan memperbanyak kasih kita! Kemiskinan adalah sebuah skandal. Ketika Tuhan
datang kembali, Ia akan melakukan perhitungan dengan kita dan – seperti
kata-kata Santo Ambrosius – Ia akan berkata kepada kita: “Mengapa kamu
membiarkan begitu banyak orang miskin mati kelaparan padahal kamu memiliki emas
untuk membeli makanan bagi mereka? Mengapa begitu banyak budak yang dijual dan
dianiaya oleh musuh, tanpa ada yang berusaha menebusnya?” (De Officiis: PL 16,
148-149). </span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita berdoa agar kita masing-masing, sesuai dengan karunia yang kita terima dan
perutusan yang dipercayakan kepada kita, dapat berusaha “membuat amal kasih
membuahkan hasil” dan mendekatkan diri kepada orang miskin. Marilah kita berdoa
agar di akhir perjalanan kita, setelah menyambut Kristus dalam diri
saudara-saudari kita yang dengan mereka Ia menyatakan diri-Nya (bdk. Mat
25:40), kita juga dapat mendengarnya dikatakan kepada kita: “<span style="font-size: 14pt; line-height: 115%;">Bagus,
hai hambaku yang baik dan setia ... Masuklah ke dalam kebahagiaan tuanmu</span>” (Mat 25:21).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">______</span><br />
<br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: .0001pt; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14.0pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 20 November 2023)</span></b></p><p></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-61353301663679528562023-11-04T22:41:00.002+07:002023-11-04T22:41:51.918+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PENGENANGAN ARWAH SEMUA ORANG BERIMAN DI PEMAKAMAN PERANG, ROMA, 2 November 2023 : KENANGAN DAN HARAPAN<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn4FG-TxRKyCLEa92hQnghfPF8nvdjFjycQAklTac696WMliAGy8gopvMuu4mGsA05RySwVOATZjdv2nYcK9DAmxxGzyALZUr_ASx450lU4hGEQ5HbmoXXA2ePkZOMpajpCf3krTP1e_4DYh5o9CVIhhxBL9zfanXpmTBE_oIsJmITugpgAZcU-NBWI062/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgn4FG-TxRKyCLEa92hQnghfPF8nvdjFjycQAklTac696WMliAGy8gopvMuu4mGsA05RySwVOATZjdv2nYcK9DAmxxGzyALZUr_ASx450lU4hGEQ5HbmoXXA2ePkZOMpajpCf3krTP1e_4DYh5o9CVIhhxBL9zfanXpmTBE_oIsJmITugpgAZcU-NBWI062/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : 2Mak. 12:43-46; Mzm. 143:1-2,5-6,7ab,8ab.10; 1Kor. 15:20-24a.25-28; Yoh. 6:37-40.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Perayaan
seperti hari ini membawa kita kepada dua pemikiran : kenangan dan harapan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kenangan
akan orang-orang yang telah mendahului kita, yang menghabiskan kehidupan
mereka, yang telah mengakhiri kehidupan ini; kenangan akan begitu banyak orang
yang telah berbuat baik kepada kita : di dalam keluarga, di antara teman-teman
... Dan juga kenangan akan orang-orang yang tidak berbuat banyak kebaikan,
tetapi diterima dalam kenangan Allah, dalam kemurahan Allah. Sebuah misteri
kemurahan Tuhan yang besar.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dan
kemudian, harapan. Hari ini adalah kenangan untuk melihat ke depan, untuk
melihat jalan kita, jalur kita. Kita sedang berjalan menuju perjumpaan dengan
Tuhan dan dengan semua orang. Dan kita harus memohonkan kepada Tuhan rahmat
harapan ini : harapan yang tidak pernah menipu; harapan itulah keutamaan
sehari-hari yang menuntun kita maju, yang membantu kita menyelesaikan masalah
dan mencari jalan keluar. Tetapi selalu maju, maju. Harapan yang berbuah itu,
harapan teologis setiap hari, setiap saat itu : saya akan menyebutnya sebagai
keutamaan teologis “dapur,” karena keutamaan tersebut ada di tangan dan selalu
membantu kita. Harapan yang tidak menipu : kita hidup dalam ketegangan antara
kenangan dan harapan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
ingin berhenti sejenak pada sesuatu yang terjadi pada saya di pintu masuk. Saya
melihat usia para prajurit yang gugur ini. Kebanyakan berusia antara 20 dan 30
tahun. Kehidupan yang terpenggal, kehidupan tanpa masa depan. Dan saya
memikirkan para ayah, para ibu yang menerima surat itu: “Nyonya, saya mendapat
kehormatan untuk memberitahumu bahwa kamu memiliki seorang putra yang menjadi
pahlawan”. “Ya, pahlawan, tetapi mereka telah mengambilnya dariku!” Berapa
banyak air mata dalam kehidupan yang terpenggal itu. Dan saya tidak dapat
menghindari memikirkan peperangan yang terjadi saat ini. Hal yang sama terjadi
saat ini: begitu banyak kaum muda, dan kaum yang tidak terlalu muda. Dalam
peperangan di dunia, termasuk peperangan yang paling dekat dengan kita, di
Eropa dan sekitarnya: berapa banyak yang tewas! Hidup dihancurkan tanpa
disadari.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hari
ini, dengan memikirkan orang yang meninggal, memelihara kenangan terhadap orang
yang meninggal dan memelihara harapan, kita memohon perdamaian kepada Tuhan,
agar manusia tidak lagi saling membunuh dalam peperangan. Begitu banyak orang
tak berdosa yang tewas, begitu banyak tentara yang kehilangan nyawa. Tetapi
ini, mengapa? Peperangan selalu merupakan kekalahan, selalu. Tidak ada
kemenangan sepenuhnya, tidak. Ya, yang satu mengalahkan yang lain, tetapi
dibalik itu selalu ada kekalahan dengan harga yang harus dibayar. Marilah kita
berdoa kepada Tuhan untuk orang mati kita, untuk semua orang. Semoga Tuhan
menerima semuanya. Dan marilah kita juga berdoa agar Tuhan mengasihani kita dan
memberi kita harapan : harapan untuk maju dan agar kita semua menyertai Dia
ketika Dia memanggil kita. Semoga.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_______</span><br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="white-space: pre-wrap;">(Peter
Suriadi - Bogor, 4 November 2023)</span><o:p></o:p></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-18228546766041795532023-11-03T21:26:00.005+07:002023-11-03T21:26:50.005+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PERINGATAN ARWAH PAUS BENEDIKTUS XVI SERTA PARA KARDINAL DAN PARA USKUP YANG MENINGGAL DALAM SETAHUN TERAKHIR 3 November 2023 : BELAS KASIHAN DAN KERENDAHAN HATI<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg07ivd9AbKLe_kv8iTS5ZrG46v_33TPukMz9jtdneyCXEnPmhhoZtvEP6Gj-WxmY9lZZ7Pyc5t3f-5MBWMy0EenEkuty72cOIqH2Vi0H_d2hPmDRHMVBhwtX56PH9oBeenaz6SOK-B8rwh3FaZbts8jAda4d38aukacGrSQwoXYLDOIdlbXN02zsNMd_dM/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg07ivd9AbKLe_kv8iTS5ZrG46v_33TPukMz9jtdneyCXEnPmhhoZtvEP6Gj-WxmY9lZZ7Pyc5t3f-5MBWMy0EenEkuty72cOIqH2Vi0H_d2hPmDRHMVBhwtX56PH9oBeenaz6SOK-B8rwh3FaZbts8jAda4d38aukacGrSQwoXYLDOIdlbXN02zsNMd_dM/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Ayb 19:1,23-27a; Rm 5:17-21; Luk 7:11-17.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Yesus
akan memasuki kota Nain; para murid dan “orang banyak yang
berbondong-bondong" pergi bersama Dia (bdk. Luk 7:11). Saat Ia mendekati
pintu gerbang kota, arak-arakan lain sedang dilakukan, tetapi dengan arah
berlawanan : arak-arakan tersebut akan menguburkan anak tunggal seorang ibu
yang sudah menjanda. Bacaan Injil memberitahu kita bahwa, “Ketika Tuhan melihat
janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan” (Luk 7:13). Yesus melihat
apa yang terjadi dan hati-Nya tergerak oleh belas kasihan. Benediktus XVI, yang
kita peringati hari ini, bersama dengan para kardinal dan para uskup yang
meninggal dalam setahun terakhir, menulis dalam dnsiklik pertamanya bahwa
program Yesus adalah “hati yang melihat” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Deus
Caritas Est</i>, 31). Berapa kali beliau mengingatkan kita iman pada dasarnya
bukanlah sebuah gagasan yang harus dipahami atau sebuah aturan moral yang harus
diikuti, tetapi sesosok pribadi yang harus dijumpai. Pribadi tersebut adalah
Yesus Kristus, yang hati-Nya berdebar karena mengasihi kita, yang mata-Nya
memandang iba penderitaan kita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Tuhan
berhenti di hadapan tragedi kematian. Penting untuk dicatat bahwa inilah
pertama kalinya Injil Lukas menyebut Yesus “Tuhan” : “tergeraklah hati Tuhan
oleh belas kasihan”. Ia disebut Tuhan – Allah yang menjalankan kekuasaan atas
segala sesuatu – karena Ia menunjukkan belas kasihan kepada seorang ibu yang
menjanda yang kehilangan, bersamaan dengan putra tunggalnya, alasan untuk
hidup. Di sini kita melihat Allah kita, yang keilahiannya bersinar saat kita
merasakan duka dan duka, karena hati-Nya penuh belas kasihan. Kebangkitan
pemuda itu, karunia kehidupan yang mengalahkan kematian, bersumber tepat di
sana, dalam belas kasihan Tuhan, yang tergerak oleh kematian, penyebab terbesar
penderitaan kita. Betapa pentingnya menyampaikan juga rasa belas kasih kepada
semua orang yang berduka atas kematian orang-orang yang mereka cintai!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Belas
kasihan Yesus nyata. Bacaan Injil memberitahu kita bahwa “sambil menghampiri
usungan itu Ia menyentuhnya” (bdk. Luk 7:14). Ia tidak perlu melakukan hal itu,
dan bagaimanapun juga, pada masa itu, menyentuh jenazah orang yang sudah
meninggal dianggap najis, menajiskan orang yang melakukannya. Tetapi Yesus
tidak peduli akan hal itu; belas kasihan-Nya membuat-Nya menjangkau semua orang
yang menderita. Itulah “gaya” Allah, "gaya" kedekatan, kasih sayang,
dan kelembutan. Dan satu dari sedikit kata. Kristus tidak mulai berkhotbah
tentang kematian, tetapi sekadar memberitahu ibu pemuda tersebut : “Jangan
menangis!” (Luk 7:13). Mengapa? Apakah menangis itu salah? Tidak, Yesus sendiri
menangis dalam keempat Injil. Ia berkata kepada ibunya, “Jangan menangis”,
karena bersama Tuhan air mata tidak bertahan selamanya; air mata memiliki
kesudahan. Yesus adalah Allah yang, seperti dinubuatkan Kitab Suci, akan “menelan
maut” dan “menghapuskan air mata dari semua muka” (Yes 25:8; bdk. Why 21:4). Ia
telah menghapuskan air mata kita dengan menjadikan air mata-Nya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Di
sini, kita melihat belas kasihan Tuhan, yang menuntun-Nya untuk membangkitkan
anak laki-laki itu. Tetapi di sini, tidak seperti mukjizat lain yang
dilakukan-Nya, Yesus tidak terlebih dahulu meminta sang ibu untuk beriman.
Mengapa mukjizat yang luar biasa dan tidak biasa ini terjadi? Karena mukjizat
tersebut ada hubungannya dengan anak yatim dan janda, mereka yang menurut Kitab
Suci, dan juga orang asing, dianggap paling kesepian dan terlantar, tidak punya
siapa pun yang bisa dipercaya selain Allah. Janda, anak yatim, orang asing :
inilah orang-orang yang paling dekat dan berkenan kepada Allah. Kita tidak bisa
dekat dan berkenan kepada Allah jika kita mengabaikan mereka yang menikmati
perlindungan dan kasih-Nya yang istimewa, karena suatu hari nanti merekalah
yang akan menyambut kita di surga : janda, anak yatim, orang asing.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dengan
juga mempertimbangkan hal-hal tersebut, kita menemukan poin penting lainnya,
yang akan saya rangkum menjadi kata kedua hari ini : kerendahan hati. Sebab
anak yatim dan janda adalah orang-orang yang “rendah hati” yang paling unggul :
mereka yang meletakkan seluruh pengharapan mereka pada Tuhan dan bukan pada
diri mereka, telah menjadikan Allah sebagai pusat kehidupan mereka. Mereka
tidak lagi mengandalkan kekuatan mereka sendiri, tetapi Dia dan perhatian-Nya
yang tiada henti. Dengan menolak segala anggapan bahwa mereka bisa mencukupi
diri sendiri, mereka menyadari membutuhkan Allah dan meletakkan kepercayaan
mereka kepada-Nya. Orang-orang yang rendah hati, yang miskin di hadapan Allah,
yang mengungkapkan kepada kita “kekecilan” yang sangat berkenan kepada Tuhan,
jalan yang menuntun ke surga. Allah mencari orang-orang yang rendah hati, yaitu
orang-orang yang berharap kepada-Nya serta bukan pada diri dan rencana mereka.
Saudara-saudari terkasih, inilah kerendahan hati Kristiani, yang bukan sekadar
keutamaan di antara keutamaan-keutamaan lain, tetapi sifat dasar kehidupan :
meyakini diri kita membutuhkan Allah, memberikan ruang bagi-Nya dan meletakkan
segenap kepercayaan kita pada-Nya. Inilah kerendahan hati Kristiani.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Allah
berkenan terhadap kerendahan hati karena kerendahan hati memungkinkan-Nya
berinteraksi dengan kita. Terlebih lagi, Allah berkenan terhadap kerendahan
hati karena Ia sendiri rendah hati. Ia datang kepada kita; Ia merendahkan
diri-Nya; Ia tidak memaksakan diri-Nya; Ia memberi ruang kepada kita. Allah
tidak hanya rendah hati; Ia adalah kerendahan hati itu sendiri. “Tuhan,
Engkaulah kerendahan hati” adalah doa Santo Fransiskus dari Asisi (bdk. Lodi:
FF 261). Kita berpikir tentang Bapa, yang nama-Nya sepenuhnya mengacu pada
Putra, bukan pada diri-Nya sendiri, dan tentang Putra, yang nama-Nya sepenuhnya
berhubungan dengan Bapa. Allah mengasihi mereka yang tidak menempatkan diri
mereka sebagai pusat: orang yang rendah hati, yang paling mirip dengan-Nya.
Itulah sebabnya, sebagaimana dikatakan Yesus, “Sebab siapa yang meninggikan
diri, akan direndahkan” (Luk 14:11). Saya ingin mengingat kata-kata pertama
yang diucapkan Paus Benediktus tentang dirinya setelah beliau terpilih :
“seorang pekerja yang rendah hati di kebun anggur Tuhan”. Memang benar, umat
Kristiani, khususnya Paus, para kardinal dan para uskup, dipanggil untuk
menjadi pekerja yang rendah hati: melayani, bukan dilayani dan mengutamakan
hasil kebun anggur Tuhan di atas keuntungan pribadi mereka. Menyerahkan diri
kita demi Gereja Yesus sungguh merupakan suatu hal yang baik!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
marilah kita memohon kepada Allah agar memberi kita tatapan penuh kasih dan
kerendahan hati. Semoga kita tidak pernah bosan mengajukan hal ini, karena
melalui belas kasihan dan kerendahan hati Tuhan memberikan kepada kita nyawa-Nya,
yang mengatasi maut. Marilah kita mendoakan saudara-saudara kita tercinta yang
telah meninggal dunia. Hati mereka bersifat pastoral, penuh kasih sayang dan
rendah hati, karena Tuhan adalah pusat kehidupan mereka. Di dalam Dia semoga
mereka menemukan kedamaian abadi. Semoga mereka bersukacita bersama Maria, yang
ditinggikan Tuhan yang melihat kerendahan hatinya (bdk. Luk 1:48).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">____</span><br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="white-space: pre-wrap;">(Peter
Suriadi - Bogor, 3 November 2023)</span><o:p></o:p></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-59053750471095128912023-10-29T21:56:00.002+07:002023-10-29T21:57:04.565+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XXX (PENUTUPAN SIDANG UMUM BIASA SINODE PARA USKUP) 29 Oktober 2023 : KITA MENGASIHI ALLAH MELALUI PENYEMBAHAN DAN PELAYANAN<p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwIcOn4e3gP5HSAr4t2mu0ApTjypXa4w9NX3gM8D0gk3hMIIBnYRMk5cMccfPRnVFB5rYU47aBkBmOCf8Uuy0Vzx3NwwcKGIbFgdZxBH7vtxrNgNbbIKkMUGZwvH0itDgRMrotmw_BskZVeih0Nmdbfaoz0Nhyo9IjbGlj08Qssaa3apK6nw9LODEy0kEw/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwIcOn4e3gP5HSAr4t2mu0ApTjypXa4w9NX3gM8D0gk3hMIIBnYRMk5cMccfPRnVFB5rYU47aBkBmOCf8Uuy0Vzx3NwwcKGIbFgdZxBH7vtxrNgNbbIKkMUGZwvH0itDgRMrotmw_BskZVeih0Nmdbfaoz0Nhyo9IjbGlj08Qssaa3apK6nw9LODEy0kEw/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 18.6667px; text-align: justify;">Bacaan Ekaristi : Kel. 22:21-27; Mzm. 18:2-3a,3bc-4,47,51ab; 1Tes. 1:5c-10; Mat. 22:34-40.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 18.6667px; text-align: justify;"><br /></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Seorang
ahli Taurat datang kepada Yesus dengan berdalih, untuk mencobai Dia. Tetapi,
pertanyaan yang ia ajukan adalah pertanyaan yang penting dan bertahan lama,
yang terkadang muncul dalam hati kita dan dalam kehidupan Gereja : “Perintah
manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" (Mat 22:36). Kita juga, yang
tenggelam dalam arus Tradisi yang hidup, dapat bertanya : “Apa hal yang paling
penting? Apa kekuatan pendorongnya?” Prinsip apakah yang lebih penting untuk
dijadikan panduan segala sesuatu? Jawaban Yesus jelas: “Kasihilah Tuhan,
Allahmu, dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dan dengan segenap akal
budimu. Itulah perintah yang terutama dan yang pertama. Perintah yang kedua,
yang sama dengan itu ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”
(Mat 22:37-39).</span><o:p></o:p></p>
<p></p><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara
para kardinal, para uskup dan para imam, para rohaniwan dan rohaniwati, saudara
dan saudari terkasih, di akhir tahap perjalanan kita ini, penting untuk melihat
“prinsip dan landasan” yang sungguh menjadi awal mula segala sesuatu : dengan
mengasihi. Mengasihi Allah dengan segenap kehidupan kita dan mengasihi sesama
seperti diri kita sendiri. Bukan strategi kita, perhitungan manusiawi kita,
jalan dunia, tetapi kasih kepada Allah dan sesama: itulah inti dari segala sesuatu.
Dan bagaimana kita menyalurkan momentum kasih ini? Saya akan mengusulkan dua
kata kerja, dua gerakan hati, yang ingin saya renungkan: menyembah dan
melayani. Kita mengasihi Allah melalui penyembahan dan pelayanan.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kata
kerja pertama, menyembah. Mengasihi berarti menyembah. Penyembahan adalah
tanggapan pertama yang dapat kita berikan terhadap kasih Allah yang cuma-cuma
dan menakjubkan. Keheranan penyembahan, keajaiban penyembahan, merupakan
sesuatu yang hakiki dalam kehidupan Gereja, terutama pada zaman kita dewasa ini
di mana kita telah meninggalkan praktek penyembahan. Menyembah Allah berarti
mengakui dalam iman bahwa hanya Dialah Tuhan dan kehidupan kita masing-masing,
perjalanan Gereja dan hasil akhir sejarah semuanya bergantung pada kelembutan kasih-Nya.
Ia memberi makna pada kehidupan kita.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dalam
menyembah Allah, kita menemukan kembali bahwa kita bebas. Itulah sebabnya Kitab
Suci sering kali mengaitkan mengasihi Allah dengan perjuangan melawan segala
bentuk penyembahan berhala. Mereka yang menyembah Allah menolak berhala-hala
karena justru Allah memerdekakan, berhala-hala memperbudak. Berhala-hala menipu
kita dan tidak pernah mewujudkan apa yang dijanjikannya, karena berhala-hala
adalah “buatan tangan manusia” (Mzm 115:4). Kitab Suci tegas berkaitan dengan
penyembahan berhala, karena berhala-hala dibuat dan dimanipulasi oleh manusia,
sedangkan Allah, Allah yang hidup, hadir dan transenden; Ia “tidak seperti yang
kubayangkan, yang tidak bergantung pada apa yang kuharapkan dari-Nya dan yang
dengan demikian dapat menggagalkan harapanku, justru karena Ia tetap hidup.
Bukti bahwa kita tidak selalu memiliki gagasan yang benar tentang Allah yakni
kadang-kadang kita kecewa: Kita berpikir: 'Aku mengharapkan satu hal, aku
membayangkan Allah akan berperilaku seperti ini, tetapi aku salah'. Tetapi
dengan cara ini, kita kembali ke jalan penyembahan berhala, menginginkan Tuhan
bertindak sesuai dengan gambaran yang kita miliki tentang Dia” (C.M. Martini, <i style="mso-bidi-font-style: normal;">I grandi della Bibbia. Esercizi spirituali
con l’Antico Testamento</i>, Fiorentina, 2022, 826-827). Kita selalu berisiko
berpikir bahwa kita bisa “mengendalikan Allah”, bahwa kita bisa membatasi
kasih-Nya pada agenda kita. Sebaliknya, cara Ia bertindak selalu tidak dapat
diduga, melampaui pemikiran kita, dan akibatnya cara bertindak Allah menuntut
keheranan dan penyembahan. Keheranan sangat penting!</span><br />
<br /><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
</p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kita
harus terus-menerus berjuang melawan segala jenis penyembahan berhala; bukan
hanya hal-hal duniawi, yang seringkali berasal dari keangkuhan, seperti nafsu
akan kesuksesan, egoisme, keserakahan akan uang – jangan lupa iblis masuk
“melalui kantong”, godaan karirisme; tetapi juga bentuk-bentuk penyembahan
berhala yang disamarkan sebagai spiritualitas – spiritualitasku :
gagasan-gagasan keagamaanku, keterampilan pastoralku ... Marilah kita waspada,
jangan sampai kita menemukan bahwa kita menempatkan diri kita sebagai pusatnya
dan bukan Dia. Dan marilah kita kembali menyembah. Semoga penyembahan menjadi
pusat perhatian kita sebagai para gembala : marilah kita meluangkan waktu
setiap hari untuk menjalin keintiman dengan Yesus Sang Gembala yang baik, dan
menyembah Dia yang ada di dalam tabernakel. Semoga Gereja menyembah : di setiap
keuskupan, di setiap paroki, di setiap komunitas, marilah kita menyembah Tuhan!
Hanya dengan cara inilah kita akan berpaling kepada Yesus dan bukan kepada diri
kita. Karena hanya melalui penyembahan yang teduh Sabda Allah akan hidup dalam
perkataan kita; hanya di hadirat-Nya kita akan dimurnikan, diubah rupa, dan
diperbarui oleh api Roh-Nya. Saudara-saudari, marilah kita menyembah Tuhan
Yesus!</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kata
kerja kedua adalah melayani. Mengasihi berarti melayani. Dalam perintah agung,
Kristus mengikat Allah dan sesama sehingga mereka tidak akan pernah terputus.
Tidak akan ada pengalaman keagamaan sejati yang tuli terhadap jeritan dunia.
Tidak ada kasih kepada Allah tanpa kepedulian dan keprihatinan terhadap sesama
kita; jika tidak, kita berisiko menjadi orang Farisi. Kita mungkin punya banyak
gagasan bagus tentang bagaimana mereformasi Gereja, tetapi marilah kita ingat:
menyembah Allah dan mengasihi saudara-saudari kita dengan kasih-Nya, itulah
reformasi besar dan abadi. Menjadi Gereja yang menyembah dan Gereja yang
melayani, membasuh kaki umat manusia yang terluka, mendampingi mereka yang
rapuh, lemah dan terpinggirkan, pergi keluar dengan penuh kasih menjumpai
orang-orang miskin. Kita mendengar pada Bacaan Pertama bagaimana Allah
memerintahkan hal ini.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
saya memikirkan para korban kekejaman perang; penderitaan para migran,
penderitaan tersembunyi dari mereka yang hidup sendirian dan dalam kemiskinan;
mereka yang tertimpa beban hidup; mereka yang tidak punya air mata lagi untuk
ditumpahkan, mereka yang tidak punya suara. Dan saya juga memikirkan betapa
seringnya, di balik kata-kata manis dan janji-janji menarik, orang
dieksploitasi atau tidak ada tindakan yang dilakukan untuk mencegah hal
tersebut terjadi. Mengeksploitasi kelompok yang rentan adalah dosa besar, dosa
besar yang merusak persaudaraan dan menghancurkan masyarakat. Sebagai murid Yesus,
kita ingin membawa ke dunia jenis ragi yang berbeda, yaitu ragi Injil.
Mendahulukan Allah dan, bersama-sama Dia, orang-orang yang sangat Ia kasihi:
kaum miskin dan kaum lemah.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari
sekalian, inilah Gereja yang mana kita dipanggil untuk “memimpikan” : sebuah
Gereja yang menjadi pelayan bagi semua orang, pelayan bagi saudara-saudari kita
yang terkecil. Gereja yang tidak pernah menuntut pengakuan atas “perilaku
baik”, tetapi menerima, melayani, mengasihi, dan mengampuni. Sebuah Gereja
dengan pintu terbuka yang merupakan surga belas kasihan. “Orang yang penuh
belas kasihan”, kata Yohanes Krisostomus, “adalah seperti pelabuhan bagi mereka
yang membutuhkan; dan pelabuhan menerima semua orang yang melarikan diri dari
kapal karam, dan membebaskan mereka dari bahaya, baik mereka yang jahat maupun
yang baik; siapapun mereka yang berada dalam bahaya akan diterima di tempat
perlindungan. Demikian pula, jika kamu melihat seseorang terdampar di darat
karena kemiskinan, janganlah kamu menghakiminya atau menuntut penjelasan,
tetapi singkirkanlah kesusahannya” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">In
pauperem Lazarum</i>, II, 5).</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudara,
Sidang Umum Sinode kini telah selesai. Dalam “percakapan Roh” ini, kita telah
mengalami kehadiran Tuhan yang penuh kasih dan menemukan indahnya persaudaraan.
Kita telah saling mendengarkan dan yang terpenting, dalam keberagaman latar
belakang dan keprihatinan, kita telah mendengarkan Roh Kudus. Saat ini kita
tidak melihat hasil proses ini sepenuhnya, tetapi dengan pandangan jauh ke
depan kita memandang cakrawala yang terbuka di hadapan kita. Tuhan akan
membimbing kita dan membantu kita menjadi Gereja yang semakin sinodal dan
misioner, Gereja yang menyembah Allah dan melayani orang-orang di zaman kita,
yang berjalan maju untuk membawa sukacita Injil yang menghibur kepada semua
orang.</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
saya berterima kasih atas semua yang telah kamu lakukan selama Sinode dan atas
semua yang terus kamu lakukan. Terima kasih atas perjalanan yang telah kita
lalui bersama, atas pendengaran dan dialogmu. Sebagai ungkapan terima kasih,
saya juga ingin memanjatkan doa untuk kita semua: semoga kita bertumbuh dalam
penyembahan kita kepada Allah dan dalam pelayanan kita kepada sesama. Menyembah
dan melayani. Semoga Tuhan menyertai kita. Marilah kita berjalan maju dengan sukacita!</span><o:p></o:p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____</span><br />
<br /></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0.0001pt;"><b><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 29 Oktober 2023)</span><o:p></o:p></b></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;">
<br /></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-9732619424499475402023-10-05T21:25:00.004+07:002023-10-05T21:25:38.258+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PEMBUKAAN SIDANG UMUM BIASA SINODE PARA USKUP 4 Oktober 2023 : TATAPAN YESUS<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqJzIexQFuU3dd_yPUB8UE0BHApRm6HLnKx7rL3sKxMpInFKyNvodW5e7yiv_nHodPEl_nhgYzVj0zmAR2TNyaqEkFiJJqDSJu3cm1BtRtvkkpvvA-I2gs35SZwk9qeLZDfw2lrwGIBSkTB955P60isii2iNQN2kxfTooPhOM4qjkuYd8ECoy1eTHfKCOz/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgqJzIexQFuU3dd_yPUB8UE0BHApRm6HLnKx7rL3sKxMpInFKyNvodW5e7yiv_nHodPEl_nhgYzVj0zmAR2TNyaqEkFiJJqDSJu3cm1BtRtvkkpvvA-I2gs35SZwk9qeLZDfw2lrwGIBSkTB955P60isii2iNQN2kxfTooPhOM4qjkuYd8ECoy1eTHfKCOz/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Gal 6:14-18; Mat 11:25-30.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Bacaan Injil yang baru saja kita dengar
didahului oleh kisah tentang saat sulit dalam perutusan Yesus, yang mungkin
kita sebut sebagai “kehancuran pastoral”. Yohanes Pembaptis meragukan apakah
Yesus benar-benar Mesias; begitu banyak kota yang Ia lewati, meskipun berbagai
mukjizat yang Ia lakukan, tidak bertobat; orang-orang menuduh-Nya sebagai
seorang pelahap dan peminum, padahal tadinya mereka mengeluh tentang Yohanes
Pembaptis karena ia terlalu keras (bdk. Mat 11:2-24). Tetapi kita melihat bahwa
Yesus tidak membiarkan diri-Nya diliputi kesedihan, melainkan menengadah ke
langit dan bersyukur kepada Bapa karena Ia telah menyatakan misteri Kerajaan
Allah kepada orang kecil : “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan
bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai,
tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil” (Mat 11:25). Maka, di saat-saat
kesedihan, Yesus memiliki tatapan yang mampu melihat lebih jauh: Ia memuji
kebijaksanaan Bapa dan mampu melihat kebaikan yang tumbuh tak terlihat, benih
Sabda yang disambut oleh orang-orang kecil, terang Kerajaan Allah yang
menunjukkan jalan bahkan di malam hari.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Saudara para kardinal yang terkasih,
saudara para uskup, para saudara dan saudari, kita sedang menghadiri pembukaan
Sidang Umum Sinode. Di sini kita tidak memerlukan visi yang murni alami, yang
berupa strategi manusiawi, perhitungan politis, atau pertarungan ideologis.
Jika Sinode memperkenankan hal ini terjadi, “pihak lain” akan membukakan pintu
untuknya. Ini tidak kita perlukan. Ki9ta di sini bukan untuk melaksanakan rapat
dewan perwakilan rakyat atau rencana reformasi. Sinode, saudara dan saudari
terkasih, bukan sebuah dewan perwakilan rakyat. Roh Kudus adalah tokoh
utamanya. Kita di sini bukan untuk membentuk dewan perwakilan rakyat tetapi
berjalan bersama dengan tatapan Yesus, yang bersyukur kepada Bapa dan menyambut
orang-orang yang letih lesu dan berbeban berat. Maka marilah kita mulai dari
tatapan Yesus, yaitu tatapan penuh berkat dan menyambut.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: Constantia; mso-fareast-font-family: Constantia;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";">
</span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Marilah kita lihat aspek pertama :
tatapan yang penuh syukur. Sekalipun mengalami penolakan dan melihat di
sekeliling begitu banyak kekerasan hati, Kristus tidak membiarkan diri-Nya
terpenjara oleh kekecewaan, Ia tidak menjadi getir, Ia tidak berhenti memuji;
hati-Nya, yang berlandaskan keutamaan Bapa, tetap tenang bahkan di tengah badai.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Tatapan Tuhan yang penuh syukur ini juga mengajak kita
menjadi Gereja yang, dengan hati gembira, merenungkan perbuatan Allah dan
melakukan pembedaan roh terhadap masa kini. Dan Gereja yang, di tengah
gelombang zaman yang kadang-kadang bergejolak, tidak berkecil hati, tidak
mencari celah ideologis, tidak membentengi diri di balik anggapan yang sudah
ada sebelumnya, tidak menyerah pada penyelesaian yang mudah, tidak membiarkan
dunia mendikte agendanya. Inilah kebijaksanaan rohani Gereja, yang dirangkum
dengan teduh oleh Santo Yohanes XXIII : “Pertama-tama, Gereja tidak boleh
menyimpang dari warisan suci kebenaran yang diterima dari para Bapa. Tetapi
pada saat yang sama Gereja harus selalu melihat ke masa kini, pada
kondisi-kondisi baru dan bentuk-bentuk kehidupan baru yang diperkenalkan ke
dalam dunia modern yang telah membuka jalan-jalan baru bagi kerasulan Katolik”
(Pidato pada Pembukaan Konsili Ekumenis Vatikan II, 11 Oktober 1962).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Tatapan Yesus yang penuh syukur mengajak kita menjadi Gereja
yang tidak menghadapi tantangan dan persoalan masa kini dengan semangat
memecah-belah dan suka bertengkar, tetapi sebaliknya, mengarahkan pandangan
kepada Allah yang mempersatukan dan, dengan rasa heran dan rendah hati,
bersyukur dan menyembah-Nya. , mengakui-Nya sebagai satu-satunya Tuhannya. Kita
adalah milik-Nya dan – ingatlah – kita ada hanya untuk melahirkan-Nya ke dunia.
Sebagaimana dikatakan Rasul Paulus kepada kita, kita “sekali-kali tidak mau
bermegah, selain dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus” (Gal. 6:14). Ini cukup
bagi kita; Ia cukup bagi kita. Kita tidak menginginkan kemegahan duniawi; kita
tidak ingin menjadikan diri kita menarik di mata dunia, tetapi ingin
menjangkaunya dengan penghiburan Injil, memberikan kesaksian tentang kasih
Allah yang tak terbatas, dengan cara yang lebih baik dan kepada semua orang.
Memang benar, sebagaimana dikatakan Benediktus XVI, tepatnya ketika berbicara
di hadapan sidang sinode, “pertanyaan bagi kita adalah ini : Allah telah
bersabda, Ia sungguh telah memecah keheningan yang besar, Ia telah menunjukkan
diri-Nya, tetapi bagaimana kita dapat menyampaikan kenyataan ini kepada
bangsa-bangsa dewasa ini, sehingga menjadi keselamatan?” (Permenungan,
Kongregasi Umum I Sidang Umum Biasa XIII Sinode Para Uskup, 8 Oktober 2012).
Ini adalah pertanyaan dasariah. Dan inilah tugas utama Sinode : memfokuskan
kembali tatapan kita kepada Allah, menjadi Gereja yang memandang umat manusia
dengan penuh belas kasihan. Sebuah Gereja yang bersatu dan bersaudara – atau
setidaknya berupaya untuk bersatu dan bersaudara –, yang mendengarkan dan
berdialog; sebuah Gereja yang memberkati dan memberi semangat, yang membantu
mereka yang mencari Tuhan, yang dengan penuh kasih membangkitkan semangat
mereka yang acuh tak acuh, yang membuka jalan untuk menarik orang ke dalam
keindahan iman. Sebuah Gereja yang berpusat pada Allah dan oleh karena itu,
tidak terpecah belah secara internal dan tidak pernah bersikap kasar secara
eksternal. Sebuah Gereja yang mengambil risiko dalam mengikut Yesus. Inilah
yang diinginkan Yesus dari Gereja, mempelai perempuan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: Constantia; mso-fareast-font-family: Constantia;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Setelah merenungkan tatapan yang penuh syukur, kini marilah
kita melihat tatapan Kristus yang menyambut. Ketika orang-orang yang menganggap
dirinya bijak tidak menyadari karya Allah, Yesus bersukacita di dalam Bapa
karena Ia menyatakan diri-Nya kepada orang-orang kecil, orang-orang sederhana,
dan orang-orang yang miskin di hadapan Allah. Suatu ketika ada suatu masalah di
sebuah paroki dan hal itu dibicarakan oleh umat. Inilah yang mereka katakan
pada saya. Seorang perempuan yang sangat renta, seorang perempuan yang berasal
dari masyarakat yang praktis buta huruf, turun tangan, seolah-olah ia adalah
seorang teolog, dan dengan kelembutan dan kebijaksanaan rohani yang besar
memberikan wawasannya. Saya mengingat dengan gembira saat tersebut sebagai
penyataan diri Tuhan. Terlintas dalam benak saya untuk bertanya kepadanya :
“Katakanlah kepada saya, Nyonya, di manakah kamu belajar teologi, bersama Royo
Marín, seorang teolog hebatkah?” Orang bijak di antara kita mempunyai keyakinan
seperti ini. Sepanjang hidup-Nya, Yesus memberikan tatapan yang menyambut
kepada mereka yang paling lemah, yang menderita, dan yang terbuang. Khususnya
kepada mereka, Ia menyampaikan kata-kata yang kita dengar : “"Marilah
kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan
kepadamu” (Mat 11:28).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Tatapan Yesus yang menyambut ini juga mengajak kita untuk
menjadi sebuah Gereja yang menyambut, bukan sebuah Gereja yang pintunya
tertutup. Di masa yang begitu rumit seperti sekarang ini, muncul
tantangan-tantangan budaya dan pastoral baru yang memerlukan sikap batin yang
hangat dan ramah sehingga kita saling dapat bertemu tanpa rasa takut. Dalam
dialog sinode, dalam “perjalanan Roh Kudus” yang indah yang kita jalani bersama
sebagai Umat Allah, kita dapat bertumbuh dalam kesatuan dan persahabatan dengan
Tuhan untuk melihat tantangan-tantangan dewasa ini dengan tatapan-Nya; menjadi,
dengan menggunakan ungkapan halus Santo Paulus VI, sebuah Gereja yang
“menjadikan dirinya bahan perbincangan” (Ensiklik Ecclesiam Suam, 65). Gereja
“dengan kuk yang lemah lembut” (bdk. Mat 11:30), yang tidak membebani dan
mengulangi kepada setiap orang: “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan
berbeban berat, yang tersesat atau merasa jauh, yang telah menutup pintu
harapan : Gereja ada di sini untukmu!” Pintu Gereja terbuka untuk semua orang,
semua orang, semua orang!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: Constantia; mso-fareast-font-family: Constantia;"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Saudara dan saudari, Umat Allah yang kudus, dalam menghadapi
kesulitan dan tantangan yang ada di depan, tatapan Yesus yang penuh syukur dan
menyambut mencegah kita jatuh ke dalam godaan-godaan berbahaya: menjadi sebuah
Gereja yang kaku – sebuah tempat tugas tertentu –, yang mempersenjatai diri
melawan dunia dan melihat ke belakang; menjadi sebuah Gereja yang suam-suam
kuku, yang menyerah pada mode dunia; menjadi Gereja yang letih lesu,
menyerahkan diri pada dirinya sendiri. Dalam Kitab Wahyu, Tuhan bersabda, “Aku
berdiri di depan pintu dan mengetuknya supaya dibukakan”; tetapi seringkali,
saudara dan saudari, Ia berdiri di depan pintu sambil mengetuk pintu tetapi
dari dalam Gereja sehingga kita dapat memperkenankan-Nya keluar bersama Gereja
untuk mewartakan Injil-Nya.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Marilah kita berjalan bersama : rendah hati, bersemangat dan
gembira. Marilah kita mengikuti jejak Santo Fransiskus dari Asisi, santo
kemiskinan dan perdamaian, “orang dungu Allah” yang mengenakan stigmata Yesus
di dalam tubuhnya dan, untuk mengenakannya, ia menanggalkan segalanya. Betapa
sulitnya bagi kita semua untuk melakukan pengosongan diri lahir dan batin ini.
Hal serupa juga berlaku bagi lembaga-lembaga. Santo Bonaventura menceritakan
bahwa ketika ia sedang berdoa, Yesus yang tersalib berkata kepadanya, “Pergilah
dan perbaikilah gereja-Nu” (Legenda maior, II, 1). Sinode berfungsi untuk
mengingatkan kita akan hal ini : Bunda kita, Gereja, selalu membutuhkan
pemurnian, “diperbaiki”, karena kita adalah umat yang terdiri dari para pendosa
yang telah diampuni – kedua unsurnya: para pendosa yang telah diampuni –, yang
selalu butuh kembali ke sumbernya yaitu Yesus dan menempatkan diri kita kembali
pada jalan Roh untuk menjangkau semua orang dengan Injil-Nya. Fransiskus dari
Asisi, di masa pergulatan dan perpecahan besar, antara kekuatan duniawi dan
agama, antara lembaga Gereja dan aliran sesat, antara umat Kristiani dan umat
beriman lainnya, tidak mengkritik atau menyerang siapa pun. Ia hanya
menggunakan senjata Injil: kerendahan hati dan persatuan, doa dan amal kasih.
Marilah kita melakukan hal yang sama: kerendahan hati, persatuan, doa dan amal
kasih!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">Dan jika umat Allah yang kudus bersama para gembalanya dari
seluruh dunia mempunyai pengharapan, harapan dan bahkan ketakutan terhadap sinode
yang sedang kita mulai, marilah kita terus mengingat bahwa sinode bukan sebuah
ajang pertemuan politik, melainkan sebuah pertemuan dalam Roh; bukan dewan
perwakilan rakyat yang terkutub-kutub, tetapi tempat kasih karunia dan
persekutuan. Roh Kudus sering kali menghancurkan harapan kita untuk menciptakan
sesuatu yang baru yang melampaui prediksi dan negativitas kita. Mungkin saya
dapat mengatakan bahwa momen-momen Sinode yang lebih bermanfaat adalah
momen-momen yang terhubung dengan doa, suasana doa, yang melaluinya Tuhan
bekerja di dalam diri kita. Marilah kita membuka diri kita kepada-Nya dan
berseru kepada-Nya, sang tokoh utama, Roh Kudus. Marilah kita
memperkenankan-Nya menjadi tokoh utama Sinode! Dan marilah kita berjalan
bersama-Nya, dengan penuh kepercayaan dan sukacita.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: "Times New Roman";">_____</span><br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="white-space: pre-wrap;">(Peter
Suriadi - Bogor, 4 Oktober 2023)</span><o:p></o:p></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-53722893980470984202023-09-24T16:32:00.002+07:002023-09-24T16:32:35.640+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI STADION VÉLODROME, MARSEILLE (PRANCIS) 23 September 2023 : LONJAKAN IMAN<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKabvebyXyYRCTHmtrCNsVmcsUIWcVPw5kKqUNGOEk8-LlrRBYi7gj75lGs03PqQ64HS872grlAuCy1_uanmnprnlhJoOm0HGvE35LbJIjBV2aLHIdKbp_djWpMopel87_tv0G31D4EkpPTL9z8tDa7RVJdx3jjU_lXlqZAHi1I72lJxxN0wdfaI_5lMju/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjKabvebyXyYRCTHmtrCNsVmcsUIWcVPw5kKqUNGOEk8-LlrRBYi7gj75lGs03PqQ64HS872grlAuCy1_uanmnprnlhJoOm0HGvE35LbJIjBV2aLHIdKbp_djWpMopel87_tv0G31D4EkpPTL9z8tDa7RVJdx3jjU_lXlqZAHi1I72lJxxN0wdfaI_5lMju/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 18.6667px; text-align: justify;">Bacaan Ekaristi : 2 Sam 6:1-15; Luk 1:39-45.</span><p></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kitab
Suci memberitahu kita bahwa, setelah mendirikan kerajaannya, Raja Daud
memutuskan untuk mengangkut Tabut Perjanjian ke Yerusalem. Setelah memanggil
orang-orang, ia bangkit dan berangkat membawa Tabut Perjanjian; dalam
perjalanan, ia dan orang-orang menari-nari di depannya, bersukacita di hadapan
Tuhan (bdk. 2 Sam 6:1-15). Dengan latar belakang adegan inilah penginjil Lukas
menceritakan kunjungan Maria kepada sanaknya Elisabet. Maria juga bangkit dan
berangkat ke wilayah Yerusalem, dan ketika ia memasuki rumah Elisabet, anak
yang dikandungnya, menyadari kedatangan Mesias, melonjak kegirangan dan mulai
menari-nari seperti yang dilakukan Daud di depan Tabut Perjanjian (bdk. Luk
1:39-45).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kemudian
Maria ditampilkan sebagai Tabut Perjanjian yang sesungguhnya, yang
memperkenalkan Tuhan yang menjelma ke dalam dunia. Ia adalah Perawan muda yang
pergi menemui perempuan tua yang mandul dan, dengan membawa Yesus, menjadi
tanda kunjungan Tuhan yang mengatasi segala kemandulan. Ia adalah Bunda yang
pergi ke pegunungan Yehuda, untuk memberitahu kita bahwa Tuhan sedang mencari
kita dengan kasih-Nya, sehingga kita dapat kegirangan dengan penuh sukacita.
Allahlah yang sedang berangkat!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dalam
diri kedua perempuan ini, Maria dan Elisabet, kunjungan Tuhan kepada umat
manusia terungkap. Yang satu muda dan yang satu lagi tua, yang satu masih
perawan dan yang satu lagi mandul, namun keduanya mengandung dengan cara yang
“mustahil”. Inilah karya Allah dalam kehidupan kita; Ia membuat mungkin bahkan
apa yang tampak mustahil, Ia menghasilkan kehidupan bahkan di tengah kemandulan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
marilah kita bertanya pada diri kita dengan jujur, dari hati: Percayakah kita
bahwa Allah sedang bekerja dalam kehidupan kita? Apakah kita percaya bahwa
Allah, dengan cara yang tersembunyi dan seringkali tidak dapat diduga,
bertindak dalam sejarah, mempertunjukkan keheranan, dan sedang bekerja bahkan
dalam masyarakat kita yang ditandai oleh sekularisme duniawi dan
ketidakpedulian terhadap agama tertentu?</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Ada
cara untuk membedakan apakah kita mempunyai kepercayaan kepada Tuhan atau
tidak. Apa caranya? Bacaan Injil mengatakan bahwa “ketika Elisabet mendengar
salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya” (ayat 41). Ini tandanya:
melonjak kegirangan. Siapa pun yang percaya, siapa pun yang berdoa, siapa pun
yang menyambut Tuhan akan melonjak dalam Roh, dan merasakan ada sesuatu yang
sedang bergerak di dalam batinnya, dan “menari-nari” dengan penuh sukacita.
Saya ingin membahas hal ini : lonjakan iman.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Pengalaman
iman, yang pertama dan terutama, menimbulkan suatu lonjakan tertentu dalam
menghadapi kehidupan. Melonjak berarti “menyentuh batin”, merasakan getaran
batin, merasakan ada sesuatu yang bergerak di dalam hati kita. Hal ini
kebalikan dari hati yang datar dan dingin, terbiasa hidup tenang, terbungkus
dalam ketidakpedulian dan menjadi kedap air. Hati yang demikian menjadi mengeras
dan tidak peka terhadap segala hal dan siapa pun, bahkan terhadap tragisnya
pencampakkan kehidupan manusia, yang saat ini terlihat dalam penolakan terhadap
banyak imigran, terhadap banyak sekali anak-anak yang masih dalam kandungan,
dan orang-orang lanjut usia yang terlantar. Hati yang dingin dan datar menyeret
kehidupan secara mekanis, tanpa nafsu, tanpa dorongan, tanpa hasrat. Dalam
masyarakat Eropa, kita bisa menjadi sakit karena semua ini dan menderita
sinisme, kekecewaan, kepasrahan, ketidakpastian, dan kesedihan yang menyeluruh
– semua ini tergabung : kesedihan, kesedihan yang tersembunyi di dalam hati
manusia tersebut. Seseorang menyebut watak ini sebagai “hasrat yang
menyedihkan” dan ditemukan pada orang-orang yang tidak “melonjak dalam
menghadapi kehidupan”.</span><br />
<br />
<span style="white-space: pre-wrap;">Sebaliknya, mereka yang dilahirkan dalam
iman akan mengenali kehadiran Tuhan, seperti bayi dalam rahim Elisabet. Mereka
mengenali karya-Nya seiring fajar menyingsing dan menerima pandangan baru untuk
melihat kenyataan. Bahkan di tengah kerja keras, permasalahan dan penderitaan,
setiap hari mereka menyadari kunjungan Allah di antara kita serta merasa
ditemani dan didukung oleh-Nya. Berhadapan dengan misteri kehidupan dan
tantangan masyarakat, mereka yang beriman memiliki semangat dalam langkah mereka,
hasrat, mimpi untuk dikembangkan, minat yang mendorong mereka untuk berkomitmen
secara pribadi. Sekarang kita masing-masing dapat bertanya pada diri kita :
apakah aku merasakan hal-hal ini? Apakah aku mempunyai hal-hal ini? Mereka yang
seperti ini tahu bahwa dalam segala hal Tuhan hadir, memanggil dan mengajak
mereka untuk bersaksi tentang Injil dengan lemah lembut, guna membangun dunia
baru, dengan menggunakan karunia dan karisma yang telah mereka terima.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Selain
memampukan kita untuk melonjak dalam menghadapi kehidupan, pengalaman iman juga
mendorong kita untuk melonjak ke arah sesama kita. Memang benar, dalam misteri
kunjungan Maria kepada Elisabet, kita melihat bahwa kunjungan Allah tidak
terjadi melalui peristiwa-peristiwa surgawi yang luar biasa, melainkan dalam
sebuah perjumpaan yang sederhana. Allah datang ke ambang pintu sebuah rumah
keluarga, dalam pelukan lembut antara dua perempuan, dalam jalinan dua
kehamilan yang penuh keheranan dan harapan. Di sana kita melihat kepedulian
Maria, keheranan Elisabet, dan sukacita berbagi.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita selalu mengingat hal ini dalam Gereja : Allah itu relasional dan sering
mengunjungi kita melalui perjumpaan antarmanusia, ketika kita tahu bagaimana
bersikap terbuka terhadap orang lain, ketika ada “gejolak” dalam diri kita yang
memihak kepada orang-orang yang berpapasan dengan kita setiap hari, dan ketika
hati kita tidak tetap tenang dan tidak peka terhadap luka-luka orang yang
rapuh. Kota-kota besar kita dan banyak negara Eropa seperti Perancis, di mana
berbagai budaya dan agama hidup berdampingan, merupakan kekuatan yang kuat
melawan individualisme, keegoisan dan penolakan yang berlebihan yang
menimbulkan kesepian dan penderitaan. Marilah kita belajar dari Yesus bagaimana
menggerakkan diri kita untuk membantu orang-orang yang tinggal di sekitar kita.
Marilah kita belajar dari Dia yang tergerak hati-Nya oleh belas kasihan di
hadapan orang banyak yang letih dan lelah (bdk. Mrk 6:34) dan “melonjak o0leh
belas kasihan” di hadapan orang-orang yang terluka yang kita temui. Sebagaimana
didesak oleh salah seorang santo besarmu, Vinsensius a Paulo, “maka kita
hendaknya melembutkan hati kita dan menyadarkan hati kita akan penderitaan dan
kesengsaraan sesama kita. Kita harus memohon kepada Allah untuk memberikan
kepada kita roh belas kasihan yang merupakan Roh Allah sendiri,” sampai pada
titik mengakui bahwa orang miskin adalah “tuan dan guru kita” (Korespondensi,
wawancara, dokumen, Paris 1920-25, 341; 392-393).</span><br />
<br />
<span style="white-space: pre-wrap;">Saudara-saudari, saya memikirkan banyak
“kegaduhan” di Prancis, dengan sejarahnya yang kaya akan kekudusan dan budaya;
para seniman dan pemikir yang telah menginspirasi banyak generasi. Saat ini
juga, kehidupan kita dan kehidupan Gereja, Prancis dan Eropa membutuhkan hal
ini: rahmat sebuah lonjakan maju, sebuah lonjakan baru dalam iman, kasih dan
harapan. Kita perlu mengobarkan kembali semangat dan antusiasme kita, untuk
membangkitkan kembali keinginan kita untuk berkomitmen pada persaudaraan. Kita
perlu sekali lagi mengambil risiko untuk mengasihi keluarga kita dan berani
mengasihi yang paling lemah, dan menemukan kembali dalam Injil rahmat yang
mengubah rupa yang membuat kehidupan menjadi indah.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita memandang Maria, yang menyusahkan diri dengan memulai suatu perjalanan dan
yang mengajari kita bahwa inilah jalan Allah: Ia menyusahkan kita, membuat kita
bergerak dan membuat kita “melonjak”, serupa dengan pengalaman Elisabet. Kita
ingin menjadi umat Kristiani yang berjumpa Allah dalam doa, dan saudara-saudari
kita dalam kasih; umat Kristiani yang melonjak, berdenyut, dan menerima api Roh
Kudus dan kemudian membiarkan diri mereka terkobar oleh pertanyaan-pertanyaan
di zaman kita, oleh tantangan-tantangan di Mediterania, oleh jeritan kaum
miskin – dan oleh “utopia-utopia suci” persaudaraan dan perdamaian yang menunggu
untuk diwujudkan.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
bersamamu, saya berdoa kepada Bunda Maria, Notre Dame de la Garde, agar ia
menjaga hidupmu, agar ia menjaga Prancis dan menjaga seluruh Eropa, serta agar
ia membuat kita melonjak ke dalam Roh. Saya ingin memanjatkan doa ini dengan
menggunakan kata-kata Paul Claudel: “Aku melihat gereja, buka…. Aku tidak
mempunyai apa pun untuk ditawarkan dan tidak ada yang perlu ditanyakan. Aku
datang, Bunda, hanya untuk memandangmu. Memandangmu, menangis bahagia,
mengetahui bahwa aku adalah putramu, dan bahwa kamu ada di sana…. Bersamamu,
Maria, di tempat di mana kamu berada…. Karena kamu ada di sana, selalu… Karena
kamu Maria semata … Karena kamu ada semata… Bunda Yesus Kristus, syukur
kepadamu (“Perawan di Waktu Malam”, Puisi Perang 1914-1916, Paris, 1992).</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">[Kata Perpisahan di
Akhir Misa Kudus]</span><o:p></o:p></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Yang
Mulia, saya berterima kasih atas kata-katamu dan saudara-saudari, saya
berterima kasih kepada kamu semua, atas kehadiran dan doamu : terima kasih!</span><br />
<br />
<span style="white-space: pre-wrap;">Setelah kunjungan ini berakhir, saya ingin
mengucapkan terima kasih atas sambutan hangat yang saya terima, serta atas
seluruh upaya dan persiapan yang dilakukan selama kunjungan ini. Saya berterima
kasih kepada Presiden Republik Prancis dan, melalui dia, saya menyampaikan
salam ramah kepada semua pria dan wanita di Prancis. Saya menyapa Perdana
Menteri yang datang menyambut saya di bandara dan saya juga menyapa pihak
berwenang yang hadir, khususnya Walikota Marseille.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
merangkul seluruh Gereja Marseille, dengan paroki dan komunitas keagamaannya,
berbagai lembaga pendidikan dan organisasi amalnya. Keuskupan Agung ini adalah
keuskupan pertama di dunia yang dikonsekrasikan kepada Hati Kudus Yesus, pada
saat wabah penyakit merebak pada tahun 1720. Oleh karena itu, di dalam
hatimulah ada tanda kasih Allah yang lembut, juga di tengah “epidemi
ketidakpedulian” yang terjadi saat ini. Terima kasih atas pelayananmu yang
lembut dan penuh komitmen, yang menjadi saksi kedekatan dan kasih sayang Tuhan!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Beberapa
dari kami datang ke sini dari berbagai penjuru Prancis : <i style="mso-bidi-font-style: normal;">merci à vous</i>! Saya ingin menyapa saudara-saudari dari Nice, yang
didampingi oleh uskup dan walikota mereka. Saya mengingat serangan mengerikan
yang terjadi pada tanggal 14 Juli 2016, dan kamu adalah orang-orang yang
selamat. Marilah kita dengan penuh doa mengenang semua orang yang kehilangan
nyawa dalam tragedi tersebut, serta semua aksi teroris yang dilakukan di
Prancis dan di seluruh belahan dunia. Terorisme itu pengecut. Janganlah kita
bosan berdoa untuk perdamaian di wilayah yang dilanda perang, dan khususnya
bagi rakyat Ukraina yang dilanda perang.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dengan
sepenuh hati saya menyapa orang sakit, anak-anak, dan orang tua, yang merupakan
kenangan peradaban. Saya terutama memikirkan mereka yang berada dalam kesulitan
dan semua pekerja di kota ini: Jacques Loew, imam pekerja pertama di Prancis,
bekerja di pelabuhan Marseille. Semoga martabat pekerja dihormati, ditinggikan
dan dilindungi!</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari
terkasih, saya akan mengingat perjumpaan hari-hari ini dalam hati saya. Semoga
Notre Dame de la Garde menjaga kota ini, yang merupakan mosaik harapan, seluruh
keluargamu, dan kamu masing-masing. Saya memberkatimu. Mohon jangan lupa untuk
mendoakan saya. Pekerjaan ini tidak mudah! Terima kasih.</span><o:p></o:p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">____</span><br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="white-space: pre-wrap;">(Peter
Suriadi - Bogor, 24 September 2023)<o:p></o:p></span></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-81867060719408159812023-09-04T21:13:00.005+07:002023-09-04T21:13:59.150+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI STEPPE ARENA, ULAANBAATAR, MONGOLIA 3 September 2023 : IMAN KRISTIANI ADALAH JAWABAN ATAS KEHAUSAN AKAN KASIH<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9rINplZ6Tlg2obA7IZmjAGxdAyjY2nsX0iQL6Lqck9iXPEyI2vveagaxiCn8k58gkbvzBU0Sp3acz7haDdQpWTuZh5XAiGb9QzyjYIm2GkGa6LwOb_EwnflMtL9klyiBtWkdRX5Pq4WE_s2zv3BtEPtNkqRrlyB-Cx3FI_peQgkJ5oVyuKzRM9KoTmqCT/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg9rINplZ6Tlg2obA7IZmjAGxdAyjY2nsX0iQL6Lqck9iXPEyI2vveagaxiCn8k58gkbvzBU0Sp3acz7haDdQpWTuZh5XAiGb9QzyjYIm2GkGa6LwOb_EwnflMtL9klyiBtWkdRX5Pq4WE_s2zv3BtEPtNkqRrlyB-Cx3FI_peQgkJ5oVyuKzRM9KoTmqCT/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Yer. 20:7-9; Mzm. 63:2,3-4,5-6,8-9; Rm. 12:1-2; Mat. 16:21-27.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dengan
kata-kata Mazmur Tanggapan, kita berdoa : “ Ya Allah, ... jiwaku haus
kepada-Mu, tubuhku letih merindukan Engkau, seperti tanah yang kering dan
kehausan, tiada berair” (Mzm 63:2). Permohonan yang luar biasa ini menyertai
perjalanan kita menjalani kehidupan, di tengah seluruh padang gurun yang harus
kita lalui. Justru di padang gurun itulah kita mendengar kabar baik bahwa kita
tidak sendirian dalam perjalanan kita; masa-masa kekeringan tersebut tidak
dapat memandulkan kehidupan kita selamanya; jeritan kehausan kita bukan tidak
terdengar. Allah Bapa telah mengutus Putra-Nya untuk memberi kita air hidup Roh
Kudus untuk memuaskan jiwa kita (bdk. Yoh 4:10). Yesus, sebagaimana kita dengar
dalam Bacaan Injil, menunjukkan kepada kita cara untuk memuaskan kehausan kita.
Kehausan kita dipuaskan dengan jalan kasih, yang Ia ikuti bahkan hingga di kayu
salib, dan yang melaluinya Ia memanggil kita untuk mengikuti-Nya, dengan
mengurbankan nyawa kita agar memperoleh kepuasan tersebut (bdk. Mat 16:24-25).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita renungkan bersama dua hal ini : kehausan yang ada di dalam diri kita, dan
kasih yang memuaskan kehausan tersebut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Pertama,
kita dipanggil untuk mengakui kehausan dalam diri kita. Pemazmur berseru kepada
Allah dalam kekeringannya, karena hidupnya laksana padang gurun. Kata-katanya
bergema terutama di negeri seperti Mongolia : negeri yang luas, kaya akan
sejarah dan budaya, namun juga ditandai dengan kegersangan padang rumput yang
luas dan padang gurun. Banyak di antara kamu yang memahami kepuasan dan
kehausan dalam perjalanan, yang membangkitkan aspek dasariah spiritualitas
biblis yang diwakili oleh Abraham dan, dalam arti yang lebih luas, oleh umat
Israel dan tentu saja setiap murid Tuhan. Karena kita semua adalah “pengembara
Allah”, pengembara yang mencari kebahagiaan, pengembara yang haus akan kasih.
Maka padang gurun yang dibicarakan Pemazmur adalah kehidupan kita. Kita adalah
tanah kering yang haus akan air segar, air yang dapat memuaskan dahaga terdalam
kita. Hati kita rindu untuk menemukan rahasia kebahagiaan sejati, kebahagiaan
yang bahkan di tengah kegersangan keberadaan, dapat menemani dan menopang kita.
Jauh di dalam diri kita, kita mempunyai kehausan akan kebahagiaan yang tak
terpuaskan; kita mencari makna dan arah dalam kehidupan kita, alasan atas semua
yang kita lakukan setiap hari. Meebihi segalanya, kita haus akan kasih, karena
hanya kasih yang benar-benar dapat memuaskan kita, memberi kita kepuasan; hanya
kasih yang bisa membuat kita bahagia, mengilhami kepastian batin, dan
memungkinkan kita menikmati indahnya kehidupan. Saudara dan saudari terkasih,
iman Kristiani adalah jawaban terhadap kehausan ini; sungguh, tanpa
mengabaikannya atau berusaha menggantinya dengan obat penenang atau pengganti.
Karena di dalam kehausan inilah terdapat misteri besar kemanusiaan kita:
kehausan ini membuka hati kita kepada Allah yang hidup, Allah kasih, yang
datang menjumpai kita dan menjadikan kita anak-anak-Nya, saudara saudari satu
sama lain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hal
ini membawa kita pada hal kedua: kasih yang memuaskan kehausan kita. Yang
pertama adalah kehausan kita yang dalam dan menyangkut keberadaan, dan kini
kita merenungkan kasih yang memuaskan kehausan kita. Inilah pokok iman
Kristiani : Allah, yang adalah Kasih, telah mendekat kepadamu, kepadaku, kepada
semua orang, dalam Putra-Nya Yesus, dan ingin ambil bagian dalam hidupmu,
pekerjaanmu, impianmu dan kehausanmu akan kebahagiaan. Memang benar bahwa,
kadang-kadang, kita merasa seperti “tanah yang kering dan kehausan, tiada
berair”, tetapi juga benar bahwa Allah peduli terhadap kita dan menawarkan
kepada kita air yang jernih dan menyegarkan, air hidup Roh Kudus, yang memancar
di dalam diri kita untuk memperbaharui dan membebaskan kita dari risiko kekeringan.
Yesus memberi kita air tersebut. Sebagaimana dikatakan Santo Agustinus kepada
kita, “…jika kita mengenali diri kita sebagai orang yang haus, kita juga dapat
mengenali diri kita sebagai orang yang memuaskan kehausan” (Tentang Mazmur,
63:1). Memang kalau dalam kehidupan ini kita sering mengalami padang gurun yang
sarat kesepian, keletihan, dan kehampaan, hendaknya kita juga ingat, bersama
Agustinus, bahwa, “jangan sampai kita pingsan di padang gurun ini, maka Allah
akan menyegarkan kita dengan embun sabda-Nya… Benar, Ia membuat kita merasa
haus, namun kemudian datang untuk memuaskan kehausan tersebut… Allah telah
berbelas kasihan kepada kita; Ia telah membukakan kita jalan raya di padang
gurun : Tuhan kita Yesus Kristus”. Dan itulah jalan melewati padang gurun
kehidupan kita. “Ia telah menawarkan kepada kita sumber penghiburan di padang
gurun: para pengkhotbah firman-Nya. Ia telah menawarkan kita air di padang
gurun tersebut, dengan memenuhi para pengkhotbah itu dengan Roh Kudus, sehingga
menciptakan, di dalamnya, sumber air yang memancar hingga kehidupan kekal”
(idem., 1, 6). Kata-kata ini, para sahabat terkasih, berbicara kepadamu tentang
sejarahmu. Di tengah padang gurun kehidupan dan kesulitan yang terkait dengan
komunitas kecil, Tuhan telah memastikan bahwa kamu tidak kekurangan air
sabda-Nya, terutama terima kasih kepada para pengkhotbah dan misionaris yang,
diurapi oleh Roh Kudus, menaburkan benih keindahannya di antaramu. Sabda
tersebut senantiasa membawa kita kembali pada hal yang penting, pada pokok iman
kita: memperkenankan diri kita dikasihi Allah dan pada gilirannya menjadikan
kehidupan kita sebagai persembahan kasih. Karena hanya kasih yang benar-benar
memuaskan kehausan kita. Janganlah kita lupa: hanya kasih yang sungguh dapat
memuaskan kehausan kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hal
itulah yang dikatakan Yesus kepada rasul Petrus dalam Bacaan Injil hari ini.
Petrus tidak bisa menerima kenyataan bahwa Yesus harus menderita, didakwa para
pemuka umat, menjalani sengsara-Nya dan kemudian wafat di kayu salib. Petrus
bereaksi, ia memprotes, ia mencoba meyakinkan Yesus bahwa Yesus keliru, karena,
dalam pikiran Petrus – dan kita juga sering mempunyai gagasan yang sama –
Mesias tidak mungkin berakhir dengan kegagalan, wafat di kayu salib laksana
penjahat yang ditinggalkan Allah. Tuhan kemudian menegur Petrus karena ia
memikirkan “apa yang dipikirkan dunia”, dan bukan apa yang dipikirkan Allah
(bdk. Mat 16:21-23). Jika kita berpikir bahwa kesuksesan, kekuasaan, atau
materi sudah cukup untuk memuaskan kehausan dalam hidup kita, maka kita
memikirkan apa yang dipikirkan dunia. Keduniawian semacam itu tidak membuahkan
hasil; memang, hal ini membuat kita semakin haus. Yesus justru menunjukkan
caranya kepada kita: "Jika seseorang mau menjadi pengikut-Ku, ia harus
menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. Sebab siapa yang mau
menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; siapa yang <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan memperolehnya”
(Mat 16:24-25).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara
dan saudari terkasih, hal ini tentu saja merupakan cara <span style="mso-bidi-font-weight: bold;"><span data-delight-asset="1458941660890033" data-delight="true">terbaik</span></span>:
memeluk salib Kristus. Pokok kekristenan adalah sebuah pesan yang menakjubkan
dan luar biasa. Jika kamu kehilangan nyawamu, jika kamu memberikannya sebagai
persembahan yang murah hati dalam pelayanan, jika kamu mempertaruhkannya dengan
memilih untuk mengasihi, jika kamu menjadikannya sebagai karunia cuma-cuma
untuk orang lain, maka karunia tersebut akan kembali kepadamu dalam kelimpahan,
dan kamu akan diliputi oleh sukacita tiada akhir, kedamaian hati, dan kekuatan
serta dukungan batin; dan kita membutuhkan kedamaian batin.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Inilah
kebenaran yang diinginkan Yesus untuk kita temukan, kebenaran yang ingin Ia
ungkapkan kepada kamu semua dan negeri Mongolia ini. Kamu tidak perlu menjadi
terkenal, kaya atau berkuasa untuk menjadi bahagia. Tidak! Hanya kasih yang
memuaskan kehausan hati kita, hanya kasih yang menyembuhkan luka-luka kita,
hanya kasih yang memberikan sukacita sejati. Inilah cara yang diajarkan Yesus
kepada kita; inilah jalan yang Ia buka di hadapan kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Semoga
kita juga, saudara dan saudari terkasih, mengindahkan apa yang dikatakan Tuhan
kepada Petrus atas jawabannya : “Enyahlah Iblis” (Mat 16:23). Dengan kata lain,
jadilah murid-Ku, ikutilah jejak langkah-Ku dan berhentilah memikirkan apa yang
dipikirkan dunia. Jika kita melakukan hal ini, dengan rahmat Kristus dan Roh
Kudus, kita akan mampu menempuh jalan kasih. Bahkan ketika kasih menuntut kita
untuk menyangkal diri kita, melawan bentuk-bentuk keegoisan pribadi dan
duniawi, dan mengambil risiko menjalani kehidupan persaudaraan sejati. Memang
benar bahwa semua hal ini membutuhkan usaha dan pengorbanan, dan terkadang
memikul salib, bahkan sungguh sangat benar bahwa, ketika kita kehilangan nyawa
kita demi Injil, Tuhan akan mengembalikannya kepada kita secara berlimpah,
dalam bentuk kepenuhan kasih dan sukacita untuk selama-lamanya.<br />
<br />
[Sapaan Paus Fransiskus di akhir Misa Kudus]<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
ingin menggunakan kesempatan ini, di hadapan dua saudara uskup ini – Uskup
Emeritus Hong Kong (Kardinal John Tong Hon) dan Uskup Hong Kong saat ini
(Stephen Chow) – untuk menyampaikan salam yang tulus kepada rakyat Tiongkok
yang mulia. Saya menyampaikan harapan baik saya kepada mereka semua : selalu
bergerak maju, selalu bergerak maju! Dan kepada umat Katolik Tiongkok: saya
memintamu untuk menjadi umat Kristiani yang baik dan warga negara yang baik.
Kepada kamu semua, terima kasih.<br />
<br />
Terima kasih, Yang Mulia, atas kata-katamu yang ramah, dan terima kasih atas
pemberianmu! Kamu menyebutkan bahwa pada hari-hari ini kamu dapat merasakan
betapa saya sangat menyayangi umat Tuhan di Mongolia. Itu benar: Saya memulai
peziarahan ini dengan penuh harap, dengan keinginan untuk bertemu dengan kamu
semua dan mengenalmu. Sekarang saya bersyukur kepada Allah karenamu, karena
melalui dirimu, Ia berkenan menggunakan apa yang kecil untuk mencapai hal-hal
besar. Terima kasih, karena kamu adalah umat Kristiani yang baik dan warga
negara yang jujur. Majulah, dengan lembut dan tanpa rasa takut, sadari
kedekatan dan dorongan seluruh Gereja, dan yang terpenting adalah tatapan Tuhan
yang lembut, yang tidak melupakan siapa pun dan memandang dengan kasih kepada
setiap anak-anak-Nya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
menyapa saudara-saudara saya para uskup, para imam, para pelaku hidup bakti,
dan semua sahabat yang datang ke sini dari berbagai negara, khususnya dari berbagai
wilayah di benua Asia yang luas, di mana saya merasa dihormati. Saya memeluk
kamu semua dengan penuh kasih sayang. Secara khusus saya berterima kasih kepada
semua orang yang membantu Gereja lokal dengan dukungan spiritual dan material.<br />
<br />
Saat ini, delegasi penting Pemerintah Mongolia telah hadir di setiap acara.
Saya mengucapkan terima kasih kepada Presiden dan Pemerintah Mongolia atas
sambutan dan keramahtamahan mereka, serta atas segala persiapan yang telah
dilakukan. Saya merasakan secara langsung keramahan tradisionalmu; terima
kasih!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
juga menyampaikan salam hangat kepada saudara-saudari kita yang beragama
kristiani lainnya dan penganut agama lain. Semoga kita terus bertumbuh semakin
dekat dalam persaudaraan, sebagai benih perdamaian di dunia yang secara tragis
hancur karena banyaknya peperangan dan pertikaian.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Terima
kasih yang sebesar-besarnya juga saya sampaikan kepada semua orang yang telah
bekerja keras dan dalam jangka waktu yang lama, sehingga perjalanan saya dapat
terlaksana dan berhasil, dan kepada semua orang yang telah mempersiapkannya
dengan doa-doa mereka.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Yang
Mulia, kamu mengingatkan kami bahwa dalam bahasa Mongolia kata “Terima kasih”
berasal dari kata kerja “bergembira ria”. Ucapan terima kasih saya sangat cocok
dengan wawasan bahasa lokal yang luar biasa ini, karena penuh dengan sukacita.
Ucapan “terima kasih” yang sebesar-besarnya kepada rakyat Mongolia, atas
karunia persahabatan yang saya terima pada hari-hari ini, atas kemampuanmu yang
tulus dalam menghargai aspek kehidupan yang paling sederhana sekalipun, dengan
bijak menjaga hubungan dan tradisi, serta membina kehidupan sehari-hari dengan
kepedulian dan perhatian.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Misa
itu sendiri merupakan cara mengucap syukur : “Ekaristi”. Merayakan Misa di
negeri ini mengingatkan saya pada doa yang dipanjatkan oleh Pastor Pierre
Teilhard de Chardin, SJ, kepada Allah tepat seratus tahun yang lalu, di padang
gurun Ordos, tidak jauh dari sini. Ia berdoa : “Ya Allah, aku bersujud di
hadirat-Mu di dalam alam semesta yang kini menjadi kobaran api yang hidup: di
hadapan raut muka semua orang yang akan kujumpai hari ini, semua yang terjadi
padaku, semua yang kucapai, hanya Engkaulah yang aku inginkan, Engkau aku
tunggu”. Pastor Teilhard de Chardin terlibat dalam penelitian geologi. Ia
sangat ingin merayakan Misa Kudus, namun kekurangan roti dan anggur. Maka ia
menyusun “Misa di Dunia”, mengungkapkan persembahannya dengan kata-kata
berikut: “Terimalah, ya Tuhan, hosti yang merangkul segalanya ini, yang segenap
ciptaan-Mu, tergerak oleh daya tarik-Mu, persembahkan kepada-Mu pada awal hari
yang baru ini”. Doa serupa telah terbentuk dalam dirinya ketika ia bertugas
sebagai pembawa tandu di garis depan selama Perang Dunia I. Imam ini, yang
sering disalahpahami, memiliki naluri bahwa “Ekaristi selalu dirayakan di altar
dunia” dan merupakan “pusat kehidupan alam semesta, pusat yang berkelimpahan
kasih dan kehidupan yang tiada habisnya” (Laudato Sì', 236), bahkan di masa
seperti sekarang ini, yang ditandai dengan pertikaian dan peperangan. Maka,
marilah kita berdoa pada hari ini, seturut kata-kata Pastor Teilhard de
Chardin: “Sabda yang bercahaya, Kekuatan yang menyala-nyala, Engkau yang
membentuk berbagai macam hal untuk memberikan kehidupan ke dalamnya, aku berdoa
kepada-Mu, serahkan kepada kami tangan-Mu itu - yang penuh kuasa, perhatian,
ada di mana-mana”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari
Mongolia yang terkasih, terima kasih atas kesaksianmu. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Bayarlalaa</i>! [Terima kasih!]. Semoga Allah memberkatimu. Kamu ada di
hatiku, dan di hatiku kamu akan tetap ada. Tolong ingatlah aku, dalam doamu dan
dalam pikiranmu. Terima kasih.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 3 September
2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-60324739597654747712023-08-08T17:56:00.002+07:002023-08-08T17:56:26.161+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PESTA YESUS MENAMPAKKAN KEMULIAAN-NYA (HARI ORANG MUDA SEDUNIA) DI PARQUE TEJO, LISBON (PORTUGAL) 6 Agustus 2023 : BERCAHAYA, MENDENGARKAN DAN JANGAN TAKUT<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbR3IqePC5mD1OjBpKGHLMvqi7OgN31sZA6EHZgHNj8CQmUZMZ4Ieg94fL21HZ3u9VzvaJoT925h4AUjtUrQZGgBlPf0S67i7AxHow_vM1N6Rg6xl5Do87yiYGay45Ylj9PYxlv4v-caNfzBv0Xc0CBFJaAviQnfKydhps8ULhLiB4OcCfF0o7zc0GxcnF/s800/_CV%20Ling%20Ling%20(1)%20(1).jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="533" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhbR3IqePC5mD1OjBpKGHLMvqi7OgN31sZA6EHZgHNj8CQmUZMZ4Ieg94fL21HZ3u9VzvaJoT925h4AUjtUrQZGgBlPf0S67i7AxHow_vM1N6Rg6xl5Do87yiYGay45Ylj9PYxlv4v-caNfzBv0Xc0CBFJaAviQnfKydhps8ULhLiB4OcCfF0o7zc0GxcnF/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1)%20(1).jpg" width="213" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Dan. 7:9-10,13-14; Mzm. 97:1-2,5-6,9; 2Ptr. 1:16-19; Mat. 17:1-9.</span></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif";"><span style="font-size: 18.6667px;"><br /></span><span style="font-size: 14pt;">
Setelah hari-hari yang menyenangkan ini, tentu saja kita ingin mengulangi
kata-kata Rasul Petrus di atas gunung perubahan rupa : “Tuhan, sungguh baik
kita berada di tempat ini!” (Mat 17:4). Memang, alangkah baiknya ambil bagian
dalam pengalaman ini bersama Yesus, bersama yang lainnya, dan berdoa bersama
dengan hati yang penuh sukacita. Sekarang, kita juga dapat mengajukan
pertanyaan penting: Apa yang akan kita bawa kembali saat kita melanjutkan
kehidupan sehari-hari kita?</span><o:p style="font-size: 14pt;"></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Saya ingin menjawab pertanyaan ini dengan tiga kata kerja, yang diambil dari
Bacaan Injil yang telah kita dengar : bercahaya, mendengar, dan tidak takut.
Apa yang akan kita bawa kembali? Saya akan menjawab dengan tiga kata ini :
bercahaya, mendengarkan dan jangan takut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Kata yang pertama : bercahaya. Yesus berubah rupa. Bacaan Injil memberitahu
kita : "wajah-Nya bercahaya seperti matahari" (Mat 17:2). Sesaat
sebelum ini, Ia telah meramalkan sengsara dan wafat-Nya di kayu salib,
menghancurkan gambaran para murid tentang Mesias yang berkuasa dan duniawi,
serta mengecewakan harapan mereka. Sekarang, untuk membantu mereka merangkul
rencana kasih Allah bagi kita masing-masing, Yesus membawa tiga murid, Petrus,
Yakobus, dan Yohanes, serta memimpin mereka ke atas gunung, di mana Ia berubah
rupa. Melalui pancaran cahaya yang cemerlang ini, Yesus mempersiapkan para
murid untuk malam kelam sengsara-Nya.<br />
<br />
Para sahabat muda yang terkasih, hari ini kita juga membutuhkan pancaran cahaya
ini, sehingga dapat memenuhi diri kita dengan harapan saat kita menghadapi
banyak kegagalan setiap hari dan kegelapan yang melanda hidup, serta
menanggapinya dengan terang kebangkitan Yesus. Karena Ia adalah terang yang
tidak pernah terbenam, terang yang bercahaya bahkan di tengah malam. Seperti
dikatakan imam Ezra, Allah telah membuat mata kita bercahaya (bdk. Ezr 9:8).
Allah kita membuat bercahaya : Ia membuat bercahaya visi kita, hati kita,
pikiran kita, keinginan kita untuk melakukan sesuatu dengan hidup kita. Terang
Allah selalu bercahaya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Tetapi, saya ingin mengatakan kepadamu bahwa kita tidak memancarkan cahaya
dengan menempatkan diri kita pada lampu sorot, karena jenis cahaya itu
menyilaukan. Tidak, kita tidak dapat menerangi orang lain dengan memproyeksikan
citra diri kita yang sempurna, tertata rapi, beradab, atau tampak berkuasa dan
sukses, kuat tetapi tanpa cahaya. Tidak, kita memancarkan cahaya – kita
bercahaya – dengan menyambut Yesus ke dalam hati kita dan belajar untuk mengasihi
seperti Dia. Mengasihi seperti Yesus : itulah yang membuat kita bercahaya,
membuat kita melakukan karya kasih. Para sahabat, saya mengatakan yang
sebenarnya: setiap kali kamu melakukan karya kasih, kamu bercahaya. Tetapi
ketika kamu berhenti mengasihi orang lain dan menjadi egois, kamu memadamkan
cahayamu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Kata kerja kedua adalah mendengarkan. Di gunung, awan cerah menaungi para
murid. Dan apa yang dikatakannya kepada kita, awan tempat asal Bapa berbicara?
“Inilah Putra-Ku yang terkasih… dengarkanlah Dia!” (Mat 17:5). Dengarkanlah
Dia. Mendengarkan Yesus, itulah rahasia hidup. Dengarkanlah apa yang dikatakan
Yesus kepadamu. "Tetapi aku tidak tahu apa yang dikatakan-Nya
kepadaku". Nah, ambillah Injil dan bacalah di sana apa yang dikatakan Yesus,
apa yang dikatakan-Nya ke dalam hatimu. Karena Ia memiliki kata-kata kehidupan
kekal untuk kita, Ia mengungkapkan Allah adalah Bapa kita, Allah adalah kasih.
Ia menunjukkan kepada kita jalan kasih. Dengarkanlah Yesus; sebaliknya, bahkan
jika kita berangkat dengan niat baik di sepanjang jalan yang tampaknya kasih,
pada akhirnya jalan itu akan terlihat sebagai keegoisan yang disamarkan sebagai
kasih. Berhati-hatilah terhadap keegoisan yang disamarkan sebagai kasih!
Dengarkanlah Yesus, karena Ia akan menunjukkan jalan mana yang merupakan jalan
kasih. Dengarkanlah Dia.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Kata pertama: bercahaya, jadi berseri-seri; maka, dengarkanlah agar tidak
mengambil jalan yang salah; akhirnya kata ketiga: jangan takut. Jangan takut.
Kita sering menemukan kata-kata ini di dalam Kitab Suci, di dalam Injil:
“Jangan takut”. Ini adalah kata-kata terakhir yang diucapkan Yesus kepada para
murid pada saat peristiwa perubahan rupa : "Jangan takut!" (Mat
17:7).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Sebagai orang muda, kamu telah mengalami hari-hari penuh sukacita ini – saya
akan mengatakan tentang kemuliaan, dan memang pertemuan kita telah menjadi
semacam kemuliaan. Kamu memiliki impian yang <span style="mso-bidi-font-weight: bold;"><span data-delight-asset="1458941660890033" data-delight="true">hebat</span></span>,
tetapi sering kali takut impian itu mungkin tidak menjadi kenyataan; terkadang
kamu berpikir bahwa kamu tidak siap menghadapi tantangan, yang merupakan
semacam pesimisme yang terkadang dapat mengalahkan diri kita. Sebagai orang
muda, saat ini kamu mungkin tergoda untuk berkecil hati, berpikir kamu gagal,
atau menyamarkan rasa sakitmu dengan senyuman. Sebagai orang muda, kamu ingin
mengubah dunia – dan sangat baik jika kamu ingin mengubah dunia – kamu ingin
bekerja untuk keadilan dan perdamaian. Kamu mencurahkan seluruh energi dan
kreativitas hidupmu untuk hal ini, tetapi tampaknya masih belum cukup. Tetapi,
Gereja dan dunia membutuhkanmu, orang muda, sama seperti bumi membutuhkan
hujan. Kepada kamu semua, orang muda yang terkasih, yang adalah masa kini dan
masa depan, ya untuk kamu semua, Yesus sekarang berkata, “Jangan takut”,
“Jangan takut!”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Sekarang, dalam keheningan sejenak, kamu masing-masing mengulangi kata-kata
ini, di dalam hatimu : “Jangan takut!”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Orang muda yang terkasih, saya ingin menatap matamu masing-masing dan berkata :
Jangan takut. Saya akan memberitahumu hal lain, juga hal yang sangat indah:
bukan lagi saya, tetapi Yesus sendiri yang sekarang melihatmu. Ia mengetahui
setiap hatimu, setiap hidupmu; Ia tahu sukacitamu, kesedihanmu, kesuksesan dan
kegagalanmu. Ia tahu hatimu. Hari ini, Ia berkata kepadamu, di sini di Lisbon,
pada Hari Orang Muda Sedunia ini: “Jangan takut, kuatkan hati, jangan takut!”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">______<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 8 Agustus 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-33155933415140773302023-07-23T18:27:00.003+07:002023-07-23T18:27:58.594+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XVI (HARI KAKEK-NENEK DAN LANSIA SEDUNIA III) 23 JulI 2023 : TUMBUH BERSAMA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigZHo1QdbkoYRXSMZiGL-8R7llkhmya46TclurLZdvj6UTOwkvY4Hffgjje6lDiH_4dBCbq_vjXeK69fd79dBeRdo6jATKIbXs34WqbumNN6ylc8EOQnof64nrpCpMcbKjRncyysgr7V3LygfW13PLmcZb2d_jIkkfuluCIpYXvL6rGtCmBsSVI2d2YIg_/s800/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEigZHo1QdbkoYRXSMZiGL-8R7llkhmya46TclurLZdvj6UTOwkvY4Hffgjje6lDiH_4dBCbq_vjXeK69fd79dBeRdo6jATKIbXs34WqbumNN6ylc8EOQnof64nrpCpMcbKjRncyysgr7V3LygfW13PLmcZb2d_jIkkfuluCIpYXvL6rGtCmBsSVI2d2YIg_/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Keb. 12:13,16-19; Rm. 8:26-27; Mat. 13:24-43.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Yesus
menggunakan perumpamaan untuk mengajarkan kita Kerajaan Allah. Ia menceritakan
kisah-kisah sederhana yang menyentuh hati para pendengar-Nya. Bahasa semacam
itu, penuh gambaran, mirip dengan bahasa yang sering digunakan kakek-nenek
kepada cucu mereka, mungkin sambil memangkunya. Dengan cara ini mereka mewariskan
suatu kebijaksanaan yang penting bagi kehidupan. Memikirkan kakek-nenek dan
para lansia kita, yang akarnya dibutuhkan kaum muda untuk bertumbuh menjadi
dewasa, saya ingin membaca ulang tiga kisah perumpamaan yang terkandung dalam
Bacaan Injil hari ini, dimulai dengan satu aspek yang sama : tumbuh bersama.<br />
<br />
Dalam perumpamaan pertama, gandum dan lalang tumbuh bersama, di ladang yang
sama (bdk. Mat 13:24-30). Gambaran ini membantu kita untuk melihat hal-hal
secara realistis: dalam sejarah manusia, seperti dalam hidup kita
masing-masing, ada campuran cahaya dan bayangan, cinta dan keegoisan. Kebaikan
dan kejahatan bahkan saling terkait sampai-sampai tampak tak terpisahkan.
Pendekatan realistis ini membantu kita melihat sejarah tanpa ideologi, tanpa
optimisme yang mandul atau pesimisme yang beracun. Umat Kristiani, yang
termotivasi oleh pengharapan akan Allah, bukanlah orang yang pesimis; mereka
juga tidak secara naif hidup dalam dongeng, berpura-pura tidak melihat
kejahatan dan mengatakan bahwa “semuanya baik-baik saja”. Tidak, umat Kristiani
realistis: mereka tahu bahwa ada gandum dan lalang di dunia. Melihat kehidupan
mereka sendiri, mereka menyadari bahwa kejahatan tidak hanya datang dari
"luar", tidak selalu kesalahan orang lain, tidak perlu "menciptakan"
musuh yang harus dilawan untuk menghindari melihat ke dalam diri mereka
sendiri. Mereka menyadari bahwa kejahatan datang dari dalam, dalam pergulatan
batin yang kita semua alami.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Tetapi,
perumpamaan tersebut menimbulkan pertanyaan : Ketika kita melihat “gandum” dan
“lalang” hidup berdampingan di dunia, apa yang harus kita lakukan? Bagaimana
seharusnya kita bereaksi? Dalam narasinya, para hamba ingin segera mencabut
lalang (bdk. ayat 28). Sikap ini muncul dari niat baik, tetapi bersifat
menuruti kata hati dan bahkan agresif. Mereka menipu diri mereka sendiri dengan
berpikir bahwa mereka dapat mencabut kejahatan dengan usaha mereka sendiri
untuk membuat hal-hal menjadi murni. Memang, kita sering melihat godaan untuk
mewujudkan “masyarakat yang murni” atau “Gereja yang murni”, sedangkan dalam
bekerja untuk mencapai kemurnian ini, kita berisiko menjadi tidak sabar, keras
kepala, bahkan melakukan kekerasan terhadap mereka yang telah jatuh ke dalam
kesesatan. Dengan cara ini, bersama dengan lalang kita mencabut gandum yang
baik dan menghalangi orang untuk bergerak maju, bertumbuh dan berubah.
Sebaliknya, marilah kita mendengarkan apa yang dikatakan Yesus : “Biarlah
keduanya tumbuh bersama sampai waktu menuai” (Mat 13:30). Alangkah indahnya
daya pandang Allah ini, cara-Nya mengajar kita tentang belas kasihan. Ini
mengundang kita untuk bersabar dengan orang lain, dan – dalam keluarga kita,
dalam Gereja dan dalam masyarakat – menerima kelemahan, keterlambatan dan
keterbatasan, bukan untuk membiarkan diri kita menjadi terbiasa dengannya atau
mengabaikannya, tetapi belajar bertindak dengan hormat, merawat gandum yang
baik dengan lembut dan sabar. Kita juga harus ingat bahwa pemurnian hati dan
kemenangan yang pasti atas kejahatan pada dasarnya adalah karya Allah. Dan
kita, mengatasi godaan untuk memisahkan gandum dari lalang, dipanggil untuk
memahami cara dan waktu <span style="mso-bidi-font-weight: bold;"><span data-delight-asset="1458941660890033" data-delight="true">terbaik</span></span>
untuk bertindak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Di
sini saya memikirkan kakek-nenek dan para lansia kita, yang telah melakukan
perjalanan jauh sepanjang perjalanan hidup. Jika mereka melihat ke belakang,
mereka melihat begitu banyak hal indah yang berhasil mereka lakukan. Tetapi
mereka juga melihat kekalahan, kesalahan, hal-hal yang – seperti yang mereka
katakan – “jika aku kembali, aku tidak akan melakukannya lagi”. Tetapi hari ini
Tuhan menawarkan kita kata-kata lembut yang mengundang kita untuk menerima
misteri kehidupan dengan ketenangan dan kesabaran, menyerahkan penghakiman
kepada-Nya, dan tidak menjalani kehidupan yang penuh penyesalan dan rasa
bersalah. Seolah-olah Yesus ingin berkata kepada kita : “Lihatlah gandum yang
baik yang tumbuh di sepanjang jalan hidupmu dan biarkan ia terus tumbuh, percayakan
segalanya kepada-Ku, karena Aku selalu mengampuni : pada akhirnya, kebaikan
akan lebih kuat daripada kejahatan”. Usia tua memang merupakan masa yang
terberkati, karena masa untuk diperdamaikan, masa untuk melihat dengan lembut
cahaya yang bersinar meskipun ada bayang-bayang, yakin dengan harapan bahwa
gandum yang baik yang ditabur oleh Allah akan menang atas lalang yang ingin
diwabahkan iblis ke dalam hati kita.<br />
<br />
Marilah kita beralih ke perumpamaan kedua. Yesus memberitahu kita bahwa
kerajaan surga adalah karya Allah yang bertindak diam-diam dalam perjalanan
sejarah, sampai-sampai tampak kecil dan tidak terlihat, seperti biji sesawi
yang kecil. Tetapi, apabila sudah tumbuh, “sesawi itu lebih besar dari pada
sayuran yang lain, bahkan menjadi pohon, sehingga burung-burung di udara datang
bersarang pada cabang-cabangnya" (Mat 13:32). Saudara-saudari, hidup kita
juga seperti ini, karena kita datang ke dunia begitu kecil; kita menjadi
dewasa, lalu menjadi tua. Pada mulanya kita seperti biji yang kecil; kemudian
kita dipelihara oleh harapan, dan rencana serta impian kita terwujud, yang
terindah apabila kita menjadi seperti pohon yang tidak hidup untuk dirinya
sendiri tetapi memberi keteduhan bagi semua yang menginginkannya dan menawarkan
ruang bagi mereka yang ingin membangun sarang di sana. Jadi pada akhirnya yang
tumbuh bersama dalam perumpamaan ini adalah pohon yang dewasa dan burung-burung
kecil.<br />
<br />
Di sini saya memikirkan kakek-nenek kita: alangkah indahnya pohon-pohon yang
tumbuh subur ini, yang di “cabang-cabang” mereka anak-anak dan cucu-cucu
membangun “sarang” mereka sendiri, mempelajari kehangatan rumah dan mengalami
kelembutan pelukan. Ini adalah tentang tumbuh bersama: pohon yang menghijau dan
anak-anak kecil yang membutuhkan sarang, para kakek-nenek dengan anak dan cucu
mereka, kaum tua dengan kaum muda. Saudara-saudari, alangkah kita sangat
membutuhkan ikatan baru antara kaum muda dan kaum tua, agar getah orang-orang
yang memiliki pengalaman hidup yang panjang di belakang mereka dapat
menyuburkan tunas-tunas harapan orang-orang yang sedang tumbuh. Dalam
pertukaran yang bermanfaat ini kita dapat mempelajari keindahan hidup,
membangun masyarakat persaudaraan, dan dalam Gereja dimungkinkan untuk saling
berjumpa dan berdialog di antara tradisi dan kebaruan Roh.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Akhirnya
perumpamaan ketiga, di mana ragi dan tepung tumbuh bersama (bdk. Mat 13:33).
Pencampuran ini membuat seluruh adonan mengembang. Yesus menggunakan kata kerja
“mencampur”. Hal ini mengingatkan kita pada “seni” atau “mistik"
"hidup bersama, berbaur dan bertemu, saling merangkul dan mendukung satu
sama lain ... Keluar dari diri kita sendiri dan bergabung dengan orang lain” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Evangelii Gaudium</i>, 87). Ini adalah cara
untuk mengatasi individualisme dan keegoisan, serta membangun dunia yang lebih
manusiawi dan bersaudara. Sabda Allah hari ini sungguh mengajak kita untuk
waspada agar tidak meminggirkan lansia dalam keluarga atau kehidupan kita.
Marilah kita berhati-hati, agar kepadatan kota kita tidak menjadi “pusat
kesepian”; agar para politisi, yang dipanggil untuk memenuhi kebutuhan yang
paling rapuh, tidak pernah melupakan lansia atau membiarkan pasar membuang
mereka sebagai “limbah yang tidak menguntungkan”. Semoga kita tidak mengejar
utopia efisiensi dan kinerja dengan kecepatan penuh, jangan sampai kita menjadi
tidak mampu melambat untuk menemani mereka yang berjuang untuk mengikutinya.
Tolong, marilah kita berbaur dan tumbuh bersama.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
sabda Allah memanggil kita untuk tidak memisahkan diri, menutup diri atau
berpikir kita bisa melakukannya sendiri, tetapibertumbuh bersama. Marilah kita
saling mendengarkan, berbicara bersama dan saling mendukung. Janganlah kita
melupakan para kakek-nenek atau para lansia kita, karena begitu sering kita
diangkat, kembali ke jalur yang benar, hati kita merasa dikasihi dan
disembuhkan, semuanya berkat belaian mereka. Mereka telah berkorban untuk kita,
dan kita tidak dapat membiarkan mereka menurunkan daftar prioritas kita.
Marilah kita tumbuh bersama, marilah kita maju bersama. Semoga Tuhan memberkati
perjalanan kita!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">____<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 23 Juli 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-14226506109020227002023-06-29T17:47:00.003+07:002023-07-01T03:13:22.465+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA SANTO PETRUS DAN SANTO PAULUS, RASUL 29 Juni 2023 : IKUTLAH YESUS DAN BERITAKANLAH SABDA-NYA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPquoFII_1VuS6J5-95b2HkctykQV716bKmAXiYaJehpv-vIJ6g4__5A5JlxM88aUdnHjlijVOjgeoCpEMtMqXM7oSPFjZS8dnuTypRh8m3iYNkAst8nrG_eSG6IU8eKvl3f4I35ghU9CEFZPOCTtzoHvzMU2I7O1KS8r0nGUdxvOfSwYbb7R81sZ_Wk9K/s1080/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1080" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiPquoFII_1VuS6J5-95b2HkctykQV716bKmAXiYaJehpv-vIJ6g4__5A5JlxM88aUdnHjlijVOjgeoCpEMtMqXM7oSPFjZS8dnuTypRh8m3iYNkAst8nrG_eSG6IU8eKvl3f4I35ghU9CEFZPOCTtzoHvzMU2I7O1KS8r0nGUdxvOfSwYbb7R81sZ_Wk9K/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" width="320" /></a></div><br />Bacaan Ekaristi : Kis. 12:1-11; Mzm. 34:2-3,4-5,6-7,8-9; 2Tim. 4:6-8,17-18; Mat. 16:13-19.</span></div><div><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"><br /></span></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">
Petrus dan Paulus : dua rasul yang mengasihi Tuhan, dua pilar iman Gereja.
Seraya kita merenungkan kehidupan mereka, Bacaan Injil hari ini menunjukkan
kepada kita pertanyaan yang diajukan Yesus kepada murid-murid-Nya : “Menurut
kamu siapakah Aku ini?” (Mat 16:15). Ini adalah pertanyaan hakiki dan
terpenting : Siapakah Yesus bagiku? Siapakah Yesus dalam hidupku? Marilah kita
lihat bagaimana kedua rasul itu menjawab pertanyaan tersebut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Jawaban Petrus dapat dirangkum dalam satu kata : mengikuti. Petrus tahu apa
artinya mengikuti Tuhan. Pada hari itu di Kaisarea Filipi, Petrus menjawab
pertanyaan Yesus dengan pernyataan iman yang bagus : “Engkau adalah Mesias,
Anak Allah yang hidup” (Mat 16:16). Jawaban yang sempurna, akurat, tepat dan,
bahkan bisa kita katakan, jawaban "katekese" yang sempurna. Namun
jawaban itu sendiri adalah buah dari sebuah perjalanan. Karena hanya setelah
pengalaman yang mendebarkan mengikuti Tuhan, berjalan bersama-Nya dan di
belakang-Nya untuk beberapa saat, barulah Petrus sampai kepada kedewasaan
rohani yang membawanya, berkat rahmat, berkat rahmat semata, untuk melakukan
pengakuan iman yang begitu gamblang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Penginjil Matius juga memberitahu kita bahwa semuanya dimulai ketika pada suatu
hari ketika Yesus berjalan menyusur Danau Galilea, Ia memanggil Petrus dan Andreas,
saudaranya, "dan mereka pun segera meninggalkan jalan mereka dan mengikuti
Dia" (Mat 4:20) . Petrus meninggalkan segalanya untuk mengikuti Tuhan.
Bacaan Injil menekankan bahwa ia melakukannya "segera". Petrus tidak
memberitahu Yesus bahwa ia akan memikirkannya; ia tidak memperhitungkan pro dan
kontra; ia tidak mengajukan alibi untuk menunda keputusan. Sebaliknya, ia
meninggalkan jalanya dan mengikuti Yesus, tanpa menuntut jaminan apa pun
sebelumnya. Ia harus mempelajari segala sesuatu hari demi hari, sebagai seorang
murid, seorang pengikut Yesus, berjalan mengikuti jejak langkah-Nya. Bukan
suatu kebetulan, kata-kata terakhir Yesus kepada Petrus yang tercatat dalam
keempat Injil adalah : "Ikutlah Aku" (Yoh 21:22). Mengikuti.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Petrus memberitahu kita bahwa menjawab pertanyaan – “Siapakah Yesus bagiku” –
tidaklah cukup dengan rumusan doktrinal yang tidak bercela atau serangkaian
gagasan yang terbentuk sebelumnya. Tidak. Hanya dengan mengikuti Tuhan kita
mengenal-Nya setiap hari, hanya dengan menjadi murid-Nya dan mendengarkan
kata-kata-Nya kita menjadi sahabat-Nya dan mengalami kasih-Nya yang sedang
mengubah rupa. Kata “segera” tersebut juga bermakna bagi kita. Banyak hal lain
yang bisa ditunda dalam hidup, tetapi mengikuti Yesus tidak bisa ditunda; jika
menyangkut Dia, kita tidak boleh ragu atau mencari alasan. Kita perlu
berhati-hati juga, karena beberapa alasan disamarkan sebagai alasan rohani,
seperti misalnya ketika kita berkata, “Aku tidak layak”, “Aku tidak memilikinya
dalam diriku”, “Apa yang dapat kulakukan?” Ini adalah salah satu tipu muslihat
iblis: tipu muslihat iblis merampas kepercayaan kita akan rahmat Allah dengan
membuat kita berpikir bahwa segala sesuatu tergantung pada kemampuan kita
sendiri.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Melepaskan diri kita dari seluruh bentuk jaminan duniawi, “segera”, dan kembali
mengikuti Yesus setiap hari: demikianlah tuntutan yang diajukan Petrus kepada
kita hari ini. Ia mengundang kita untuk menjadi “Gereja yang mengikuti”. Gereja
yang berusaha untuk menjadi murid Tuhan, pelayan Injil yang hina. Hanya dengan
cara ini Gereja mampu berdialog dengan semua orang dan menjadi tempat
pendampingan, kedekatan dan harapan bagi manusia di zaman kita. Hanya dengan
cara ini mereka yang jauh dari kita, mereka yang sering memandang kita dengan
ketidakberanian atau ketidakpedulian, akan menyadari, mengutip kata-kata Paus
Benediktus, “Gereja adalah tempat perjumpaan kita dengan Sang Putra Allah yang
hidup dan dengan demikian tempat perjumpaan kita satu sama lain” (<i style="mso-bidi-font-style: normal;">Homili Misa Hari Minggu Adven II</i>, 10
Desember 2006).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Kita sekarang sampai kepada Rasul bangsa-bangsa lain. Jika kata untuk
menjelaskan jawaban Petrus adalah mengikuti, kata untuk Paulus adalah
mewartakan, memberitakan Injil. Bagi Paulus juga, segala sesuatu dimulai dengan
rahmat, dengan prakarsa Tuhan sebelumnya. Di jalan menuju Damsyik, saat ia
memimpin penganiayaan sengit terhadap umat kristiani, menghalangi keyakinan
agamanya, Yesus yang bangkit bertemu dengannya dan membutakannya dengan
cahaya-Nya. Atau lebih tepatnya, berkat terang itu, Paulus menyadari betapa butanya
dia: terperangkap dalam kesombongan akan ketaatannya yang kaku, di dalam Yesus
ia menemukan penggenapan misteri keselamatan. Dibandingkan dengan pengetahuan
luhur tentang Kristus, ia menganggap semua jaminan manusiawi dan keagamaannya
sebagai "kerugian" (bdk. Flp 3:7-8). Paulus kemudian mengabdikan
hidupnya untuk melintasi darat dan laut, kota dan desa, tidak menghiraukan
penderitaan dan penganiayaan, demi memberitakan Yesus Kristus. Jika kita
melihat kehidupan Paulus, tampaknya semakin ia memberitakan Injil, semakin ia
bertumbuh dalam pengetahuan tentang Yesus. Dengan mewartakan Sabda kepada orang
lain, ia bisa mengintip lebih dalam ke kedalaman misteri Allah. Paulus kemudian
dapat menulis: “Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil!” (1 Kor 9:16).
Ia kemudian dapat mengaku : “Bagiku hidup adalah Kristus” (Flp 1:21).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Paulus memberitahu kita bahwa jawaban kita atas pertanyaan – “Siapakah Yesus
bagiku?” – bukanlah kesalehan yang diprivatisasi yang membuat kita damai dan
tidak peduli membawa Injil kepada orang lain. Rasul Paulus mengajar kita bahwa
kita bertumbuh dalam iman dan pengetahuan tentang misteri Kristus ketika kita
memberitakan dan bersaksi tentang Dia di hadapan orang lain. Ini selalu
terjadi: setiap kali kita menginjili, kita sendiri diinjili. Pengalaman
sehari-hari : setiap kali kita menginjili, kita sendiri diinjili. Perkataan
yang kita bawa kepada orang lain kembali kepada kita, karena seberapa banyak
kita memberi kepada orang lain, kita sendiri menerima lebih banyak lagi (bdk.
Luk 6:38). Inilah sesuatu yang juga diperlukan Gereja di zaman kita :
menempatkan pewartaan sebagai pusat, menjadi Gereja yang tidak pernah bosan
mengulangi : “Bagiku hidup adalah Kristus” dan “Celakalah aku, jika aku tidak
memberitakan Injil!". Gereja yang perlu memberitakan, sama seperti kita
membutuhkan oksigen untuk bernafas. Sebuah Gereja yang tidak dapat hidup tanpa
berbagi dengan orang lain pelukan kasih Allah dan sukacita Injil.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Saudara-saudari, kita merayakan Petrus dan Paulus. Jawaban mereka atas pertanyaan
penting dalam hidup – “Siapakah Yesus bagiku?” – adalah dengan mengikuti Dia
sebagai murid-murid-Nya dan dengan mewartakan Injil. Ada baiknya bagi kita
untuk bertumbuh sebagai Gereja dengan cara yang sama, dengan mengikuti Tuhan,
secara terus-menerus dan dengan rendah hati mencari Dia. Ada baiknya bagi kita
untuk menjadi Gereja yang juga terbuka, menemukan sukacita bukan dalam hal-hal
duniawi, tetapi dalam memberitakan Injil di hadapan dunia dan membuka hati
orang-orang di hadirat Allah. Membawa Tuhan Yesus ke mana-mana, dengan
kerendahan hati dan sukacita: di kota Roma kita, di dalam keluarga kita, di
dalam hubungan kita dan lingkungan kita, dalam masyarakat sipil, dalam Gereja,
dan kehidupan politik, di seluruh dunia, terutama di tempat-tempat di mana
kemiskinan, kebusukan dan marjinalisasi sangat mengakar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Hari ini, sejumlah Uskup Agung saudara kita menerima Pallium, tanda persekutuan
dengan Gereja Roma. Kepada mereka saya akan mengatakan : Jadilah rasul seperti
Petrus dan Paulus. Jadilah murid dalam mengikuti dan rasul dalam memberitakan.
Bawalah keindahan Injil ke mana-mana, bersama dengan seluruh Umat Allah.
Akhirnya, saya ingin menyampaikan salam penuh kasih kepada Delegasi Patriarkat
Ekumenis, yang dikirim ke sini oleh Saudara saya yang terkasih, Yang Mulia
Bartholomew. Terima kasih atas kehadiran Anda! Terima kasih. Semoga kita maju
bersama; maju bersama dalam mengikuti dan dalam memberitakan sabda, seraya kita
bertumbuh dalam persaudaraan. Semoga Petrus dan Paulus menyertai kita dan
menjadi perantara bagi kita semua.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 29 Juni 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-80491914740742717632023-05-28T21:34:00.004+07:002023-05-28T21:35:09.171+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENTAKOSTA 28 Mei 2023 : ROH KUDUS BERTINDAK DALAM TIGA CARA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8CFVGxFCJghgGA5rkQCFjwMg_fmqGRxTfF4La-JNk4Rb92xrs5-QpjMzX36Ww5HonIPdNqBfAXMlN6NqpOWeZwxiCXoAba46TN6Fddig2g5dSJaFrM97dRI_wz2C2eJFZ93bB4hCJ5HhsoY4YeYaR8EQIM8BPhAN4r1SEHeTZ0nNPqhLCIsAkcp0ZNg/s988/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="590" data-original-width="988" height="191" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8CFVGxFCJghgGA5rkQCFjwMg_fmqGRxTfF4La-JNk4Rb92xrs5-QpjMzX36Ww5HonIPdNqBfAXMlN6NqpOWeZwxiCXoAba46TN6Fddig2g5dSJaFrM97dRI_wz2C2eJFZ93bB4hCJ5HhsoY4YeYaR8EQIM8BPhAN4r1SEHeTZ0nNPqhLCIsAkcp0ZNg/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Kis. 2:1-11; Mzm. 104:1ab,24ac,29c-30,31,34; 1Kor. 12: 3b-7.12-13; Yoh. 20:19-23</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hari
ini sabda Allah menunjukkan kepada kita tindakan Roh Kudus. Kita melihat-Nya
bertindak dalam tiga cara : di dalam dunia yang Ia ciptakan, di dalam Gereja,
dan di dalam hati kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: Constantia; mso-fareast-font-family: Constantia;"><span style="mso-list: Ignore;">1.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Pertama, di dalam
dunia yang Ia ciptakan, dalam penciptaan. Sejak awal, Roh Kudus bekerja. Kita
berdoa dengan Mazmur (104:30) : "Apabila Engkau mengirim Roh-Mu, mereka
tercipta". Ia sebenarnya adalah Roh Pencipta (bdk. Santo Agustinus, dalam
Mzm. XXXII, 2.2), Roh Pencipta : selama berabad-abad Gereja telah memanggil-Nya
seperti itu. Tetapi kita dapat bertanya pada diri kita : Apa yang dilakukan Roh
dalam penciptaan dunia? Jika segala sesuatu berasal dari Bapa, dan jika segala
sesuatu diciptakan melalui Putra, apa kekhasan peranan Roh? Seorang Bapa Gereja
besar, Santo Basilius, menulis : “jika kamu berusaha mengenyahkan Roh dari
penciptaan, segala sesuatu menjadi membingungkan serta hidup mereka tampak
kacau dan tidak beraturan” (De Sancto Spiritu, XVI, 38). Itulah peranan Roh :
pada awal dan setiap saat, Ia mengubah kenyataan penciptaan dari
ketidakteraturan menjadi keteraturan, dari pertebaran menjadi keterpaduan, dari
kebingungan menjadi keselarasan. Kita akan selalu melihat cara bertindak
seperti ini dalam kehidupan Gereja. Singkatnya, Ia memberikan keselarasan
kepada dunia; dengan cara ini, Ia “mengarahkan peredaran zaman dan
memperbaharui muka bumi” (Gaudium et Spes, 26; Mzm 104:30). Ia memang
memperbarui bumi, tetapi dengarkanlah baik-baik : Ia melakukan ini bukan dengan
mengubah kenyataan, melainkan dengan menyelaraskannya. Itulah
"gaya"-Nya, karena dalam diri-Nya Ia adalah keselarasan : ipse
harmonia est (bdk. Santo Basilius, dalam Mzm. XXIX, 1).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Di dunia kita dewasa ini, ada begitu banyak
perselisihan, perpecahan yang begitu besar. Kita semua “terhubung”, namun
menemukan diri kita terputus satu sama lain, dibius oleh ketidakpedulian dan
diliputi oleh kesendirian. Begitu banyak perang, begitu banyak pertikaian :
tampaknya luar biasa kejahatan yang mampu kita lakukan! Namun pada
kenyataannya, yang mengobarkan permusuhan kita adalah roh perpecahan, iblis,
yang namanya berarti “pemecah belah”. Ya, mendahului dan melampaui kejahatan
kita, perpecahan kita, ada roh jahat yang adalah “penyesat seluruh dunia” (Why
12:9). Ia bersukacita dalam pertikaian, ketidakadilan, fitnah; itulah
sukacitanya. Untuk melawan kejahatan perselisihan, upaya kita semata untuk
menciptakan keselarasan tidaklah memadai. Oleh karena itu, Tuhan, pada puncak
Paskah-Nya dari kematian menuju kehidupan, pada puncak keselamatan, mencurahkan
Roh-Nya yang baik ke atas dunia ciptaan : Roh Kudus, yang menentang roh
perpecahan karena ia adalah keselarasan, Roh persatuan, pembawa kedamaian.
Marilah setiap hari kita memohonkan Roh atas seluruh dunia kita, hidup kita dan
perpecahan apa pun!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: Constantia; mso-fareast-font-family: Constantia;"><span style="mso-list: Ignore;">2.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Seiring dengan
karya-Nya dalam penciptaan, kita melihat Roh Kudus bekerja di dalam Gereja,
dimulai dengan hari Pentakosta. Kita memperhatikan, bagaimanapun, bahwa Roh
tidak meresmikan Gereja dengan menyediakan komunitas dengan aturan dan
peraturan, tetapi dengan turun ke atas masing-masing rasul: mereka
masing-masing menerima rahmat khusus dan aneka karisma. Kelimpahan aneka
karunia dapat menimbulkan kebingungan, tetapi, seperti dalam penciptaan, Roh
Kudus berkenan menciptakan keselarasan dari keanekaragaman. Keselarasan Roh
bukanlah tatanan yang mewajibkan dan seragam; dalam Gereja memang ada tatanan,
tetapi “tertata sesuai dengan keanekaragaman karunia Roh” (Santo Basilius, De
Spiritu Sancto, XVI, 39). Pada Pentakosta, Roh Kudus turun dalam lidah-lidah
api : Ia menganugerahkan kepada setiap orang kemampuan untuk berbicara dalam
bahasa lain (bdk. Kis 2:4) dan memahami dalam bahasa mereka sendiri apa yang
diucapkan orang lain (bdk. Kis 2:6.11). Singkatnya, Roh tidak menciptakan satu
bahasa, bahasa yang sama untuk semua orang. Ia tidak mengenyahkan perbedaan
atau budaya, tetapi menyelaraskan segala sesuatu tanpa memerosotkannya menjadi
keseragaman yang hambar. Dan ini harus membuat kita berhenti dan merenung pada
saat ini, ketika godaan “melangkah mundur” berusaha untuk menyeragamkan segala
sesuatu menjadi ajaran semata yang tampak tanpa hakekat. Marilah kita renungkan
hal ini: Roh tidak dimulai dengan program yang digariskan dengan jelas, seperti
yang kita kehendaki, yang begitu sering menjebak kita dalam rencana dan
rancangan kita. Tidak, Ia memulai dengan menganugerahkan karunia yang cuma-cuma
dan melimpah. Memang, pada hari Pentakosta tersebut, sebagaimana ditekankan
Kitab Suci, “semua orang dipenuhi dengan Roh Kudus” (Kis. 2:4). Semuanya
dipenuhi : begitulah kehidupan Gereja dimulai, bukan dari rencana yang tepat
dan terperinci, tetapi dari pengalaman bersama akan kasih Allah. Begitulah Roh
menciptakan keselarasan; Ia mengundang kita untuk mengagumi kasih dan
karunia-Nya yang ada pada orang lain. Sebagaimana dikatakan Santo Paulus kepada
kita : “Ada berbagai karunia, tetapi satu Roh. … Sebab, dalam satu Roh kita
semua telah dibaptis menjadi satu tubuh” (1 Kor 12:4.13). Melihat setiap
saudara dan saudari kita dalam iman sebagai bagian dari tubuh yang sama di mana
aku menjadi anggotanya: ini adalah pendekatan Roh yang selaras, ini adalah
jalan yang Ia tunjukkan kepada kita!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dan Sinode yang sedang berlangsung sekarang
adalah – dan seharusnya – sebuah perjalanan yang sesuai dengan Roh, bukan
sebuah dewan perwakilan rakyat untuk menuntut hak dan kebutuhan sesuai dengan
agenda dunia, juga bukan sebuah kesempatan untuk mengikuti ke mana pun angin
bertiup, tetapi kesempatan untuk taat pada nafas Roh. Karena di lautan sejarah,
Gereja berlayar hanya bersama-Nya, karena Ia adalah “jiwa Gereja” (Santo Paulus
VI, Amanat kepada Konsili Suci, 21 Juni 1976), jantung sinodalitas, kekuatan
pendorong penginjilan. Tanpa Dia, Gereja tidak bernyawa, iman hanya ajaran,
moralitas hanya kewajiban, karya pastoral hanya kerja keras. Kadang-kadang kita
mendengar orang-orang yang disebut para pemikir atau teolog, yang menyarankan
teori-teori yang tampaknya matematis yang membuat kita kedinginan karena tidak
memiliki Roh di dalamnya. Sebaliknya, dengan Roh, iman adalah kehidupan, kasih
Tuhan meyakinkan kita, dan harapan terlahir kembali. Marilah kita tempatkan kembali
Roh Kudus di pusat Gereja; jika tidak, hati kita tidak akan dikuasai oleh kasih
untuk Yesus, tetapi oleh kasih untuk diri kita sendiri. Marilah kita
menempatkan Roh pada awal dan pokok karya Sinode. Karena “Dialah yang paling
dibutuhkan Gereja dewasa ini! Marilah kita mengatakan kepada-Nya setiap hari :
Datanglah!” (bdk. ID., Audiensi Umum, 29 November 1972). Dan marilah kita
melakukan perjalanan bersama karena, seperti pada Pentakosta, Roh Kudus
berkenan turun ketika “semua berkumpul” (bdk. Kis 2:1). Ya, untuk mewujudkan
diri-Nya kepada dunia, Ia memilih waktu dan tempat di mana semua orang
berkumpul. Umat Allah, agar dipenuhi Roh, karenanya harus melakukan perjalanan
bersama, “melakukan Sinode”. Begitulah keselarasan dalam Gereja diperbaharui:
dengan melakukan perjalanan bersama dengan Roh sebagai pusatnya.
Saudara-saudari, marilah kita membangun keselarasan di dalam Gereja!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; mso-list: l0 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -18pt;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: Constantia; mso-fareast-font-family: Constantia;"><span style="mso-list: Ignore;">3.<span style="font: 7pt "Times New Roman";"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Terakhir, Roh Kudus
menciptakan keselarasan di dalam hati kita. Kita melihat hal ini dalam Bacaan
Injil, di mana Yesus, pada Paskah petang, mengembusi para murid dan berkata,
“Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Ia menganugerahkan Roh untuk tujuan yang
tepat : untuk mengampuni dosa, mendamaikan pikiran dan menyelaraskan hati yang
terluka oleh kejahatan, dihancurkan oleh luka, disesatkan oleh perasaan
bersalah. Hanya Roh yang memulihkan keselarasan di dalam hati, karena Dialah
yang menciptakan “keintiman dengan Allah” (Santo Basilius, De Spiritu Sancto,
XIX, 49). Jika kita menginginkan keselarasan marilah kita mencari Dia, ketimbang
pengganti duniawi. Marilah kita memohonkan Roh Kudus setiap hari. Marilah kita
awali hari kita dengan berdoa kepada-Nya. Marilah kita taat kepada-Nya!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dan hari ini, pada hari raya-Nya, marilah
kita bertanya pada diri kita : Apakah aku taat kepada keselarasan Roh? Atau
apakah aku mengejar rancanganku, gagasanku, tanpa membiarkan diriku dibentuk
dan diubah oleh-Nya? Apakah cara hidup imanku taat kepada Roh atau keras
kepala? Apakah aku dengan keras kepala terikat pada teks atau apa yang disebut
ajaran yang hanya ungkapan dingin kehidupan? Apakah aku cepat menghakimi?
Apakah aku menuding dan membanting pintu di depan orang lain, menganggap diriku
korban dari semua orang dan segala sesuatu? Atau apakah aku menyambut kekuatan
Roh yang selaras dan kreatif, “rahmat keutuhan” yang diilhami-Nya,
pengampunan-Nya yang memberi kita kedamaian? Dan pada gilirannya, apakah aku
mengampuni? Pengampunan memberi ruang bagi Roh untuk datang. Apakah aku membina
rekonsiliasi dan membangun persekutuan, atau apakah aku selalu menilai,
mencampuri masalah dan menyebabkan luka, dendam dan perpecahan? Apakah aku
mengampuni, mengembangkan rekonsiliasi dan membangun persekutuan? Jika dunia
terpecah belah, jika Gereja terkutub, jika hati hancur, janganlah kita membuang
waktu untuk mengkritik orang lain dan menjadi marah satu sama lain; sebaliknya,
marilah kita memohonkan Roh. Ia mampu menyelesaikan semua ini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Roh Kudus, Roh Yesus dan Roh Bapa, sumber
keselarasan yang tiada habisnya, kepada Engkau kami mempercayakan dunia; kepada
Engkau kami mempersembahkan Gereja dan hati kami. Datanglah, Roh Pencipta,
keselarasan umat manusia, perbaruilah muka bumi. Datanglah, Karunia dari
karunia-karunia, keselarasan Gereja, satukanlah kami di dalam Engkau.
Datanglah, Roh pengampunan dan keselarasan hati, ubah rupalah kami semampu
Engkau, melalui perantaraan Maria.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoListParagraphCxSpLast" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; margin-left: 18.0pt; margin-right: 0cm; margin-top: 0cm; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 28 Mei 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-13392526885013352322023-04-30T22:36:00.002+07:002023-04-30T22:36:31.147+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU PASKAH IV DI LAPANGAN KOSSUTH LAJOS, BUDAPEST (HUNGARIA) 30 April 2023 : RUPA SANG GEMBALA YANG BAIK DAN DUA HAL ISTIMEWA YANG IA PERBUAT TERHADAP DOMBA-DOMBA-NYA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipQSGWXQfhViP3Ax8Ke2VouhF9-K191b0OYw-7lR4JbdV3IcNz96mAsJtbrkal0A8Lkoi5mx_NIex5rLlap6MBErWRxlDvmWSY_uHveXa0fOXgTh_X2LCKaWrynx4luXW3xw-raxHJgJqKOer82MH_Xvb2woXgpQB6ag0HqJY_TRO5kZJbBazYolj1jA/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEipQSGWXQfhViP3Ax8Ke2VouhF9-K191b0OYw-7lR4JbdV3IcNz96mAsJtbrkal0A8Lkoi5mx_NIex5rLlap6MBErWRxlDvmWSY_uHveXa0fOXgTh_X2LCKaWrynx4luXW3xw-raxHJgJqKOer82MH_Xvb2woXgpQB6ag0HqJY_TRO5kZJbBazYolj1jA/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Kis. 2:14a,36-41; Mzm. 23:1-3a,3b-4,5,6; 1Ptr. 2:20b-25; Yoh. 10:1-10.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kata-kata
terakhir Yesus dalam Bacaan Injil yang baru saja kita dengar merangkum makna
perutusan-Nya : “Aku datang, supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya
dengan berlimpah-limpah” (Yoh 10:10). Itulah yang diperbuat oleh seorang
gembala yang baik : ia memberikan nyawanya untuk domba-dombanya. Yesus, seperti
seorang gembala yang pergi mencari kawanan dombanya, datang untuk menemukan
kita saat kita tersesat. Seperti seorang gembala, Ia datang untuk merenggut
kita dari kematian. Seperti seorang gembala yang mengenal masing-masing
dombanya dan mengasihi mereka dengan kelembutan yang tak terbatas, Ia membawa
kita kembali ke kandang domba Bapa dan menjadikan kita anak-anak-Nya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Maka,
marilah kita renungkan rupa Sang Gembala yang baik dan dua hal istimewa yang,
menurut Bacaan Injil, Ia perbuat terhadap domba-domba-Nya. Ia memanggil mereka
masing-masing menurut namanya, dan kemudian Ia menuntunnya keluar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Pertama,
“Ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya” (ayat 3). Sejarah
keselamatan tidak dimulai dari kita, dengan jasa, kemampuan dan tatanan kita.
Sejarah keselamatan dimulai dengan panggilan Allah, dengan keinginan-Nya untuk
datang kepada kita, dengan kepedulian-Nya terhadap kita masing-masing, dengan
limpahan kerahiman-Nya. Tuhan ingin menyelamatkan kita dari dosa dan kematian,
memberi kita hidup yang berkelimpahan dan sukacita tanpa akhir. Yesus datang
sebagai Gembala yang baik umat manusia, memanggil kita dan membawa kita pulang.
Dengan rasa syukur, kita semua bisa mengingat kembali kasih yang Ia tunjukkan
saat kita mengembara jauh dari-Nya. Ketika kita, seperti domba-domba, telah
“tersesat” dan kita masing-masing “mengambil jalannya sendiri” (Yes 53:6).
Yesus menanggung kesalahan dan dosa kita, menuntun kita kembali ke hati Bapa.
Inilah yang kita dengar dari Rasul Petrus dalam Bacaan Kedua hari ini : “Dahulu
kamu sesat seperti domba, tetapi sekarang kamu telah kembali kepada gembala dan
pemelihara jiwamu" (1Ptr 2:25). Hari ini juga, Yesus memanggil kita, dalam
setiap situasi, di setiap saat ketika kita merasa bingung dan takut, kewalahan
dan terbebani oleh kesedihan dan mengasihani diri sendiri. Ia datang kepada
kita sebagai Gembala yang baik, Ia memanggil kita menurut nama dan memberitahu
kita alangkah berharganya kita di mata-Nya. Ia menyembuhkan luka-luka kita,
menanggung kelemahan kita dan mengumpulkan kita ke dalam kesatuan kawanan
domba-Nya, sebagai anak-anak Bapa dan saudara-saudari satu sama lain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Maka,
saudara-saudari, pagi ini, di tempat ini, kita merasakan sukacita menjadi umat
Allah yang kudus. Kita semua lahir dari panggilannya. Ia memanggil kita
bersama-sama, sehingga kita menjadi umat-Nya, kawanan domba-Nya, Gereja-Nya.
Meskipun kita beragam dan berasal dari komunitas yang berbeda, Tuhan telah
mempersatukan kita, sehingga kasih-Nya yang besar dapat mendekap kita dalam
satu pelukan. Ada baiknya kita bersama-sama : para uskup dan para imam, kaum
religius dan kaum awam. Dan sungguh indah membagikan sukacita kita ini dengan
para delegasi ekumenis, para pemimpin komunitas Yahudi, perwakilan lembaga
sipil dan perwakilan diplomatik. Inilah arti kekatolikan : kita semua, yang
dipanggil menurut nama oleh Sang Gembala yang baik, dipanggil untuk menerima
dan menyebarkan kasih-Nya, menjadikan kandang domba-Nya menyertakan dan tidak
pernah mengecualikan siapapun. Oleh karena itu, kita semua dipanggil untuk
membina hubungan persaudaraan dan kerjasama, menghindari perpecahan, tidak
menarik diri ke dalam komunitas kita, tidak semata peduli menjaga wilayah
pribadi kita, melainkan membuka hati kita untuk saling mengasihi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Setelah
memanggil domba-domba-Nya, Sang Gembala “menuntunnya keluar” (Yoh 10:3).
Pertama, Ia membawa mereka ke kandang, memanggil mereka masing-masing menurut
namanya; sekarang Ia mengutus mereka keluar. Kita juga pertama-tama dikumpulkan
ke dalam keluarga Allah untuk menjadi umat-Nya; kemudian kita juga diutus ke
dunia agar, dengan berani dan tanpa rasa takut, kita dapat menjadi pewarta
Kabar Baik, saksi cinta yang telah memberi kita kelahiran baru. Kita dapat
menghargai proses “masuk” dan “keluar” ini dari gambaran lain yang dipergunakan
Yesus. Ia berkata, “Akulah pintu. Siapa yang masuk melalui Aku, ia akan
diselamatkan dan ia akan masuk dan keluar serta menemukan padang rumput” (ayat
9). Marilah kita dengarkan lagi kata-kata itu: “ia akan masuk dan keluar”. Di
satu sisi, Yesus adalah pintu yang terbuka lebar yang memampukan kita untuk
masuk ke dalam persekutuan Bapa dan mengalami kerahiman-Nya. Namun, sebagaimana
diketahui kita semua, pintu terbuka tidak hanya untuk masuk, tetapi juga untuk
keluar. Setelah membawa kita kembali ke pelukan Allah dan ke dalam Gereja,
Yesus adalah pintu yang membawa kita kembali ke dunia. Ia mendesak kita untuk
pergi menemui saudara dan saudari kita. Jangan pernah lupa bahwa kita semua,
tanpa kecuali, dipanggil untuk ini; kita dipanggil untuk keluar dari zona
nyaman kita dan menemukan keberanian untuk menjangkau seluruh pinggiran yang
memerlukan terang Injil (bdk. <i style="mso-bidi-font-style: normal;">Evangelii
Gaudium</i>, 20).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
“keluar” berarti kita, seperti Yesus, harus membuka pintu. Alangkah menyedihkan
dan menyakitkan melihat pintu yang tertutup. Pintu tertutup keegoisan kita
terhadap sesama kita; pintu tertutup individualisme kita di tengah masyarakat
yang semakin terasing; pintu tertutup ketidakpedulian kita terhadap orang yang
kurang mampu dan orang yang menderita; pintu yang kita tutup terhadap orang
asing atau orang yang tidak seperti kita, terhadap pendatang atau kaum miskin.
Pintu tertutup juga di dalam komunitas gerejawi kita : pintu tertutup bagi
sesamakita, tertutup bagi dunia, tertutup bagi orang yang “tidak karuan”,
tertutup bagi orang yang merindukan pengampunan Allah. Tolong, saudara-saudari,
marilah kita membuka pintu! Marilah kita berusaha – dalam perkataan, perbuatan,
dan kegiatan sehari-hari – seperti Yesus, menjadi sebuah pintu yang terbuka :
sebuah pintu yang tidak pernah tertutup di hadapan siapa pun, sebuah pintu yang
memampukan setiap orang untuk masuk dan mengalami keindahan kasih dan
pengampunan Tuhan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
ulangi hal ini terutama untuk diri saya sendiri dan saudara saya para uskup dan
para imam : bagi kita para gembala. Yesus memberitahu kita bahwa gembala yang
baik bukanlah perampok atau pencuri (bdk. Yoh 10:8). Dengan kata lain, ia tidak
memanfaatkan perannya; ia tidak memerintah atas kawanan domba yang dipercayakan
kepadanya; ia tidak menempati ruang milik kaum awam saudara dan saudarinya; ia
tidak menjalankan kewenangan yang tidak lentur. Saudara-saudara, marilah kita
saling mendorong untuk semakin membuka pintu : “fasilitator” rahmat Allah, sang
empunya kedekatan; marilah kita siap mempersembahkan hidup kita, sama seperti
Kristus, Tuhan kita dan segalanya kita, mengajar kita dengan tangan terentang
dari takhta salib dan setiap hari menunjukkan kita sebagai Roti hidup yang
dipecah-pecahkan bagi kita di altar. Saya mengatakan hal ini juga kepada kaum
awam saudara dan saudari kita, kepada para katekis dan para pekerja pastoral,
kepada orang-orang yang memiliki tanggung jawab politik dan sosial, dan kepada
orang-orang yang menjalani kehidupan sehari-hari mereka, yang terkadang tidak
mudah. Jadilah pintu terbuka! Perkenankanlah Tuhan sang empunya kehidupan
memasuki hati kita, dengan kata-kata penghiburan dan penyembuhan-Nya, sehingga
kita kemudian dapat keluar sebagai pintu terbuka di dalam masyarakat.
Bersikaplah terbuka dan menyertakan, dengan demikian, dan dengan cara ini,
tolonglah Hungaria bertumbuh dalam persaudaraan, yang merupakan jalan
perdamaian.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari
terkasih, Yesus Sang Gembala yang baik memanggil kita menurut nama dan
memperhatikan kita dengan kasih yang lembut tak terhingga. Ia adalah pintu, dan
semua yang masuk melalui Dia memiliki kehidupan yang kekal. Ia adalah masa
depan kita, masa depan “kehidupan yang berlimpah-limpah” (Yoh 10:10). Janganlah
pernah kita berputus asa. Janganlah kita pernah direnggut dari sukacita dan
kedamaian yang telah Ia berikan kepada kita. Janganlah kita pernah menarik diri
ke dalam masalah kita atau berpaling dari sesama kita dengan sikap acuh tak
acuh. Semoga Sang Gembala yang baik selalu menyertai kita : bersama-Nya,
kehidupan kita, keluarga kita, komunitas Kristiani kita dan seluruh Hungaria
akan berkembang dengan kehidupan yang baru dan berlimpah-limpah!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">______<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi - Bogor, 30 April 2023)</span><o:p></o:p></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-71281128438884663462023-04-09T09:25:00.006+07:002023-04-09T09:26:06.549+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA MALAM PASKAH 8 April 2023 : MARILAH KITA KEMBALI KE GALILEA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKK-dsyLsVXRV-i_d8IstzAjPgO5KImD0fweOZ_Q2yUKrE0uh7GgH_E7zez0vGf0MzSMomqi7i13qQQMnTT8NuCBTngf0-vpz3K1g9vrd1lX3cSbWAD9_ZejDGGfz6vqPectCIx9c54aTVkCBA43bf-QHRYv6zl99cue2m25WHEp-XiELGBByoJB6Amg/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgKK-dsyLsVXRV-i_d8IstzAjPgO5KImD0fweOZ_Q2yUKrE0uh7GgH_E7zez0vGf0MzSMomqi7i13qQQMnTT8NuCBTngf0-vpz3K1g9vrd1lX3cSbWAD9_ZejDGGfz6vqPectCIx9c54aTVkCBA43bf-QHRYv6zl99cue2m25WHEp-XiELGBByoJB6Amg/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Kej. 1:1-2:2; Mzm. 104:1-2a,5-6,10,12,13-14,24,35c atau Mzm. 33:4-5,6-7,12-13,20,22; Kej. 22:1-18; Mzm. 16:5,8,9-10,11; Kel. 14:15 - 15:1; MT Kel. 15:1-2,3-4,5-6,17-18; Yes. 54:5-14; Mzm. 30:2,4,5-6,11,12a,13b; Yes. 55:1-11; MT Yes. 12:2-3,4bcd,5-6; Bar. 3:9-15,32 - 4:4; Mzm. 19:8,9,10,11; Yeh. 36:16-17a,18-28; Mzm. 42:3,5bcd; 43:3,4 (kalau ada pembaptisan MT Yes. 12:2-3,4bcd,5-6 atau Mzm. 51:12-13,14-15,18-19); Rm. 6:3-11; Mzm. 118:1-2,16ab-17,22-23; Mat. 28:1-10.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Malam
berangsur sirna dan cahaya pertama fajar muncul di cakrawala saat para
perempuan berangkat menuju kubur Yesus. Mereka berjalan maju, bingung dan
cemas, hati mereka diliputi kesedihan atas kematian yang merenggut Orang yang
mereka kasihi. Tetapi setelah tiba dan melihat kubur yang kosong, mereka
berputar dan menelusuri kembali langkah mereka. Mereka meninggalkan kubur dan
lari kepada murid-murid untuk memberitahukan perubahan haluan : Yesus telah
bangkit dan menunggu mereka di Galilea. Dalam hidup mereka, para perempuan itu
mengalami Paskah sebagai Pesah, sebuah pelintasan. Mereka beralih dari berjalan
dengan sedih menuju kubur menjadi berlari kembali dengan penuh sukacita kepada para
murid untuk memberitahu mereka tidak hanya bahwa Tuhan telah bangkit, tetapi
juga bahwa mereka harus segera berangkat untuk mencapai suatu tujuan, Galilea.
Di sana mereka akan bertemu dengan Tuhan yang bangkit; di sanalah kebangkitan
akan menuntun mereka. Kelahiran kembali para murid, kebangkitan hati mereka,
melintasi Galilea. Marilah kita memasuki perjalanan para murid dari kubur
menuju Galilea.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Bacaan
Injil memberitahu kita bahwa para perempuan pergi “untuk menengok kubur” (Mat
28:1). Mereka berpikir bahwa mereka akan menemukan Yesus di tempat kematian dan
segalanya sudah berakhir, selamanya. Kadang-kadang kita juga mungkin berpikir
bahwa sukacita perjumpaan kita dengan Yesus adalah sesuatu yang berasal dari
masa lalu, sedangkan saat ini sebagian besar terdiri dari kubur yang tersegel :
kubur kekecewaan, kepahitan, dan kubur ketidakpercayaan, kubur kecemasan karena
berpikir bahwa “tidak ada lagi yang bisa dilakukan”, “hal-hal tidak akan pernah
berubah”, “lebih baik hidup untuk hari ini”, karena “tidak ada kepastian
tentang hari esok”. Jika kita menjadi mangsa dukacita, dibebani oleh kesedihan,
direndahkan oleh dosa, sakit hati oleh kegagalan, atau terganggu oleh beberapa
masalah, kita juga maklum dengan rasa pahit keletihan dan tidak adanya
sukacita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kadang-kadang,
kita mungkin merasa letih dengan rutinitas sehari-hari, letih mengambil risiko
di dunia yang dingin dan keras di mana hanya orang pandai dan kuat yang tampak
maju. Di lain waktu, kita mungkin merasa tidak berdaya dan putus asa di hadapan
kekuatan jahat, perselisihan yang menghancurkan hubungan, sikap perhitungan dan
ketidakpedulian yang tampaknya merajalela dalam masyarakat, kanker korupsi -
ada begitu banyak - penyebaran ketidakadilan, angin dingin peperangan. Kemudian
juga, kita mungkin berhadapan muka dengan kematian, karena kematian itu
merampas kehadiran orang-orang yang kita kasihi atau karena kita menghadapinya
dalam keadaan sakit atau kemerosotan yang serius. Maka mudah menyerah pada
kekecewaan, segera sesudah mata air harapan mengering. Dalam situasi ini atau
situasi serupa - kita masing-masing tahu jalan kita - jalan kita terhenti di
depan deretan kubur, dan kita berdiri di sana, dipenuhi dengan kesedihan dan
penyesalan, sendirian dan tidak berdaya, mengulangi pertanyaan, "Mengapa?"
Rantai "mengapa" itu. Namun, para perempuan pada Paskah tidak berdiri
membeku di depan kubur; sebaliknya, Bacaan Injil memberitahu kita, “Mereka
segera pergi dari kubur itu, dengan takut dan dengan sukacita yang besar dan
berlari cepat-cepat untuk memberitahukannya kepada murid-murid Yesus” (ayat 8).
Mereka membawa berita yang akan mengubah hidup dan sejarah selamanya: Kristus
telah bangkit! (ayat 6). Pada saat yang sama, mereka ingat untuk menyampaikan
panggilan Tuhan kepada para murid untuk pergi ke Galilea, karena di sana mereka
akan melihat Dia (bdk. ayat 7). Saudara-saudari, apa artinya pergi ke Galilea?
Dua hal : di satu pihak, meninggalkan ketertutupan Ruang Atas dan pergi ke
negeri bangsa-bangsa lain (bdk. Mat 4:15), keluar dari persembunyian dan membuka
diri untuk perutusan, meninggalkan rasa takut dan berangkat untuk masa depan.
Di sisi lain – dan ini sangat baik – kembali ke asal-usul, karena justru di
Galilea segalanya dimulai. Di sana Tuhan bertemu dan pertama kali memanggil
para murid. Jadi, pergi ke Galilea berarti kembali ke rahmat permulaan,
mendapatkan kembali ingatan yang menghidupkan kembali harapan, "kenangan
akan masa depan" yang dianugerahkan kepada kita oleh Yesus yang bangkit.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Maka,
inilah yang dilaksanakan Paskah Tuhan : Paskah Tuhan memotivasi kita untuk
bergerak maju, meninggalkan rasa kekalahan kita, menggulingkan batu kubur di
mana kita sering memenjarakan harapan kita, dan dengan percaya diri melihat
masa depan, karena Kristus telah bangkit dan telah mengubah haluan sejarah.
Tetapi, untuk melakukan hal ini, Paskah Tuhan membawa kita kembali ke masa lalu
kita; Paskah Tuhan membawa kita kembali ke Galilea, tempat kisah cinta kita
dengan Yesus dimulai, tempat panggilan pertama kita. Dengan kata lain, Paskah
Tuhan meminta kita untuk menghidupkan kembali saat tersebut, situasi tersebut,
pengalaman di mana kita bertemu Tuhan, mengalami kasih-Nya, dan menerima cara
baru yang bersinar untuk melihat diri kita, dunia di sekitar kita, dan misteri
kehidupan itu sendiri. Untuk bangkit kembali, memulai kembali, memulai
perjalanan, kita selalu perlu kembali ke Galilea, yaitu, berjalan pulang, bukan
kepada Yesus yang abstrak atau ideal, tetapi kepada ingatan perjumpaan pertama
kita dengan-Nya yang hidup, nyata, dan gamblang. Ya, saudara-saudari, untuk
maju kita perlu mundur, mengingat; untuk memiliki harapan, kita perlu
menghidupkan kembali ingatan kita. Inilah yang diminta untuk kita lakukan :
mengingat dan berjalan maju! Jika kamu memulihkan cinta pertama itu, keajaiban
dan sukacita perjumpaanmu dengan Allah, kamu akan terus maju. Jadi ingatlah,
dan teruslah bergerak maju. Ingatlah, dan teruslah bergerak maju.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Ingatlah
Galileamu dan berjalanlah ke sana, karena itu adalah "tempat" di mana
kamu mengenal Yesus secara pribadi, di mana Ia tidak lagi sekadar sosok lain
masa lalu yang jauh, tetapi pribadi yang hidup : bukan Allah yang jauh tetapi
Allah yang ada di sampingmu, yang melebihi siapapun mengenal dan mengasihimu.
Saudara-saudariku, ingatlah Galilea, Galileamu, dan panggilanmu. Ingat Sabda
Allah yang pada saat yang tepat berbicara langsung kepadamu. Ingatlah
pengalaman Roh yang penuh kuasa itu; sukacita pengampunan yang besar yang
dialami setelah pengakuan kita itu; saat doa yang intens dan tak terlupakan
itu; cahaya yang menyala di dalam dirimu dan mengubah hidupmu; perjumpaan itu,
peziarahan itu. ... Kita masing-masing mengetahui tempat kebangkitan batin
kita, permulaan dan landasan itu, tempat di mana segala sesuatunya berubah.
Kita tidak bisa meninggalkan hal ini di masa lalu; Tuhan yang bangkit mengundang
kita kembali ke sana untuk merayakan Paskah. Ingatlah Galileamu, ingatlah.<br />
<br />
Hari ini, hidupkanlah kembali ingatan itu. Kembali ke perjumpaan pertama itu.
Pikirkanlah kembali seperti apa, serta reka ulanglah konteks, waktu, dan
tempat. Ingatlah perasaan dan sensasi; lihatlah warnanya dan nikmatilah
rasanya. Karena, kamu tahu, saat kamu melupakan cinta pertama itu ketika kamu
gagal mengingat perjumpaan pertama itu, debu mulai mengendap di hatimu. Saat
itulah kamu mengalami kesedihan dan, seperti para murid, kamu melihat masa
depan kosong, seperti kubur dengan batu yang menutup seluruh harapan. Tetapi
hari ini, saudara-saudari, daya Paskah memanggilmu untuk menyingkirkan setiap
batu kekecewaan dan ketidakpercayaan. Tuhan adalah pakar dalam menggulingkan
batu dosa dan ketakutan. Ia ingin menerangi ingatanmu yang kudus, ingatanmu
yang paling indah, dan membuatmu menghidupkan kembali perjumpaan pertamamu
dengan-Nya. Ingatlah dan teruslah bergerak maju. Kembalilah kepada-Nya dan
temukanlah kembali rahmat kebangkitan Tuhan di dalam dirimu. Kembalilah ke Galilea,
kembalilah ke Galileamu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari
terkasih, marilah kita mengikuti Yesus ke Galilea, berjumpa dengan-Nya, dan
menyembah-Nya di sana, tempat Ia menunggu kita masing-masing. Marilah kita
menghidupkan kembali keindahan saat itu ketika kita menyadari bahwa Ia hidup
dan kita menjadikannya Tuhan atas hidup kita. Marilah kita kembali ke Galilea,
ke Galilea cinta pertama. Marilah kita masing-masing kembali ke Galilea kita,
ke tempat pertama kali kita berjumpa dengan-Nya. Marilah kita bangkit untuk
hidup baru!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 9 April 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-44844426489608960092023-04-08T14:57:00.006+07:002023-04-08T14:58:10.408+07:00KHOTBAH RANIERO KARDINAL CANTALAMESSA, OFMCAP DALAM IBADAT JUMAT AGUNG DI BASILIKA SANTO PETRUS VATIKAN 7 April 2023 : "WAFAT-MU, TUHAN, KAMI WARTAKAN!"<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8c8lvok0NCK-StYLaXjrRK449chWlselSAKJGEdkzTO1FngmDwivdnA83gnpF9osVM9GODd7lyKCrhvdK2yy4fUVE324Jd3w6Epv0VZUNUgRNuxHuqHAdFyKBvr7uP-isiwN5OV0H8ISylhMcTUvZXDcJiQNz9rTMOTjd3Xk1YJ67DbU7kwEEIzZ8VQ/s972/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="552" data-original-width="972" height="182" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi8c8lvok0NCK-StYLaXjrRK449chWlselSAKJGEdkzTO1FngmDwivdnA83gnpF9osVM9GODd7lyKCrhvdK2yy4fUVE324Jd3w6Epv0VZUNUgRNuxHuqHAdFyKBvr7uP-isiwN5OV0H8ISylhMcTUvZXDcJiQNz9rTMOTjd3Xk1YJ67DbU7kwEEIzZ8VQ/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Selama dua ribu tahun, Gereja telah mewartakan dan merayakan, pada hari ini, wafat Sang Putra Allah di kayu salib. Dalam setiap Misa, setelah konsekrasi, kita mengucapkan atau melantunkan: "Wafat-Mu, Tuhan, kami wartakan, kebangkitan-Mu kami muliakan, hingga Engkau datang".</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Namun
“wafat Allah” lainnya telah diwartakan selama satu setengah abad di dunia Barat
kita yang tidak lagi Kristiani. Ketika, di antara kaum terpelajar, kita
berbicara tentang "wafat Allah", wafat Allah yang lain ini - secara
ideologis dan bukan secara historis - yang dimaksudkan. Untuk mengikuti
perkembangan zaman, beberapa teolog bergegas membangun teologi di sekitarnya :
“Teologi wafat Allah".<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kita
tidak bisa berpura-pura mengabaikan keberadaan narasi yang berbeda ini, tanpa
menimbulkan kecurigaan banyak orang beriman. Wafat Tuhan yang berbeda ini telah
menemukan ungkapannya yang paling penuh dalam pemberitaan terkenal yang
dimasukkan Nietzsche ke dalam mulut "orang gila" yang tiba di kota
dengan terengah-engah : "'Di manakah Allah?'", ia berseru; "'Aku
akan memberitahumu. Kita telah membunuhnya - kamu dan aku... Tidak pernah ada
perbuatan yang lebih besar; dan siapa pun yang lahir setelah kita - demi
perbuatan ini, ia akan menjadi bagian dari sejarah yang lebih besar dari seluruh
sejarah hingga kini'".<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dengan
nalar kata-kata ini (dan, saya percaya, dengan harapan penulis) sejarah tidak
lagi dibagi menjadi sebelum Kristus dan sesudah Kristus, melainkan menjadi
sebelum Nietzsche dan sesudah Nietzsche. Rupanya, bukan tidak ada yang
menggantikan Allah, justru manusia, dan lebih tepatnya "manusia
unggul", atau "manusia yang jauh melampaui". Manusia baru ini
sekarang harus berseru - dengan perasaan puas dan bangga, serta bukan lagi
belas kasihan - : "Ecce homo!" - Inilah manusia sejati! Tetapi, tidak
butuh waktu lama untuk menyadari bahwa, jika dibiarkan sendirian, manusia
memang bukan apa-apa.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">"Apa
yang kita lakukan ketika kita melepaskan bumi ini dari mataharinya? Ke mana ia
bergerak sekarang? Ke mana kita bergerak? Jauh dari seluruh matahari? Apakah
kita tidak terus-menerus terjun? Mundur, ke samping, ke depan, ke segala arah?
Apakah masih ada naik atau turun? Apakah kita tidak tersesat seperti melalui
ketiadaan yang tak terbatas?"<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Jawaban
yang meyakinkan, tersirat, dari "orang gila" terhadap
pertanyaan-pertanyaan yang mengganggu ini adalah : "Tidak, karena manusia
akan melaksanakan tugas Allah hingga saat ini". Sebaliknya, jawaban kita
sebagai orang percaya adalah : “Ya, dan itulah yang terjadi dan sedang terjadi”
– mengembara seolah-olah melalui ketiadaan yang tak terbatas! Sangatlah penting
bahwa, tepat setelah pemikiran Nietzsche, beberapa orang telah mendefinisikan
keberadaan manusia sebagai "makhluk untuk kematian" dan menganggap
seluruh kemungkinan manusiawi yang dianggap benar sebagai "ketidaksahan
sejak awal".<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">"Melampaui
allah dan kejahatan," adalah seruan perang lainnya dari sang penulis. Di
luar allah dan kejahatan, bagaimanapun, hanya ada "keinginan untuk
berkuasa", dan kita secara dramatis kembali menyaksikan ke mana arahnya
...<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Bukan
hak kita untuk menilai hati seseorang yang hanya diketahui Allah. Bahkan
penulis pemberitaan itu memiliki andil dalam penderitaan hidupnya, dan
penderitaan mempersatukan kepada Kristus mungkin lebih dari sekadar cacian yang
terpisah daripada-Nya. Doa Yesus di kayu salib : “Ya Bapa, ampunilah mereka,
sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat” (Luk 23:34), tidak hanya
diucapkan mereka yang hadir di Kalvari hari itu!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Sebuah
gambaran yang kadang-kadang saya amati secara langsung muncul di benak saya
(yang saya harapkan telah menjadi kenyataan, tetapi sebenarnya, bagi penulis
pemberitaan itu!) : seorang anak yang marah berusaha meninju dan mencakar wajah
ayahnya dengan tinjunya, sampai, kelelahan, ia jatuh menangis ke dalam pelukan
ayahnya yang menenangkan dan mendekapnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Janganlah
kita menilai, saya ulangi, orang yang hanya dikenal Allah. Akibatnya,
bagaimanapun, pewartaannya itu telah kita dapat dan harus nilai. Pewartaannya
itu telah ditolak dengan cara dan nama yang paling beragam, hingga menjadi mode
dan suasana yang menguasai lingkaran intelektual dunia Barat
"pascamodern". Penyebut yang sama adalah relativisme total di setiap
bidang - etika, bahasa, filsafat, seni, dan, tentu saja, agama. Tidak ada lagi
yang berbentuk padat; semuanya berbentuk cair, atau bahkan menguap. Pada masa
Romantisisme, orang biasanya tenggelam dalam kemurungan, kini dalam nihilisme!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><br />
Sebagai orang beriman, kita bertugas untuk menunjukkan apa yang ada di balik,
atau di bawah, pewartaan itu, yaitu kedipan api kuno, letusan gunung berapi
yang tiba-tiba yang tidak pernah padam sejak awal dunia. Drama manusia juga
memiliki "prolog di surga", dalam "semangat penyangkalan"
yang tidak menerima keberadaan dalam rahmat orang lain. Sejak itu, Ia merekrut
pendukung perjuangannya, Adam dan Hawa yang naif menjadi korban pertamanya.
Kamu akan menjadi seperti Allah, tahu tentang yang baik dan yang jahat” (Kej
3:5)..<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Bagi
manusia modern semua ini hanyalah mitos etiologis untuk menjelaskan kejahatan
di dunia. Dan – dalam arti positif yang diberikan pada mitos hari ini –
begitulah adanya! Tetapi sejarah, sastra, dan pengalaman pribadi kita
memberitahu kita bahwa di balik "mitos" ini, ada kebenaran transenden
yang tidak dapat disampaikan oleh catatan sejarah atau penalaran filosofis apa
pun kepada kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Allah
tahu betapa angkuhnya kita dan datang membantu kita dengan mengosongkan
diri-Nya di hadapan kita. Kristus Yesus, "yang walaupun dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil
rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai
manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib" (Flp 2:6-8).<br />
<br />
"Allah? Kita membunuh-Nya : kamu dan aku!”, teriak "orang gila"
tersebut. Hal yang mengerikan ini, sebenarnya, pernah disadari sekali dalam
sejarah manusia, tetapi dalam pengertian yang sangat berbeda. Karena memang
benar, saudara-saudari : Kitalah – kamu dan aku yang telah membunuh Yesus dari
Nazaret! Ia wafat untuk dosa kita dan dosa seluruh dunia (1Yoh 2:2)!
Kebangkitan Kristus dari antara orang mati meyakinkan kita, bagaimanapun, bahwa
jika kita bertobat, jalan ini tidak mengarah pada kekalahan, tetapi pada
"titik tertinggi kehidupan" yang dicari dengan sia-sia di tempat
lain.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Mengapa
kita membicarakan semua ini selama liturgi Jumat Agung? Bukan untuk meyakinkan
kaum ateis bahwa Allah tidak wafat. Orang yang paling terkenal di antara mereka
menemukannya pada diri mereka sendiri, pada saat mereka menutup mata terhadap
cahaya - lebih baik, menuju kegelapan - dunia ini. Adapun mereka yang masih
hidup di antara kita, diperlukan cara selain kata-kata seorang pengkhotbah tua
untuk meyakinkan mereka. Berarti Tuhan tidak akan gagal mengabulkan mereka yang
memiliki hati yang terbuka terhadap kebenaran, yang kepada mereka kita akan
memohonkan pengantaraan dalam doa semesta berikut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Tidak,
tujuan sebenarnya adalah hal lain; tujuannya adalah untuk menjaga orang percaya
– siapa tahu, bahkan mungkin hanya satu atau dua mahasiswa – dari tarikan ke
dalam pusaran nihilisme yang merupakan “lubang hitam” sejati yang merupakan
alam semesta rohani. Tujuannya agar peringatan Dante Alighieri kembali bergema
di antara kita : Umat </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;"></span><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Kristiani, jadilah
semakin sungguh-sungguh dalam sikapmu; janganlah kamu seperti bulu di setiap
angin, dan berpikir tidak setiap air membasuhmu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Oleh
karena itu, marilah kita terus mengulangi, dengan rasa syukur yang tulus dan
semakin yakin dari sebelumnya, kata-kata yang kita wartakan dalam setiap Misa :
Wafat-Mu, Tuhan, kami wartakan, kebangkitan-Mu kami muliakan, hingga Engkau
datang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">____<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 8 April 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-78461349243525959792023-04-07T14:54:00.005+07:002023-04-07T23:19:19.607+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA KRISMA 6 April 2023 : DUA PENGURAPAN ROH KUDUS<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmnGBAKZV9GYHhFAFD9helMruYChZ5W7KEbo3bwWhskGV8X_7Bp74NI-fuZgvyIkZfqd-JQq0Qt3evSRRRevRGD-0r8nJtzOVYAC2CK-IzvTDjEBbh19HTJQyI9gHHktuYm7kwMQTUtUtIq-exUfwJeThDOX8vimfMC8QNzO7ERrTfeOXuFLFfD1MNdw/s800/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhmnGBAKZV9GYHhFAFD9helMruYChZ5W7KEbo3bwWhskGV8X_7Bp74NI-fuZgvyIkZfqd-JQq0Qt3evSRRRevRGD-0r8nJtzOVYAC2CK-IzvTDjEBbh19HTJQyI9gHHktuYm7kwMQTUtUtIq-exUfwJeThDOX8vimfMC8QNzO7ERrTfeOXuFLFfD1MNdw/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Yes. 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm. 89:21-22,25,27; Why. 1:5-8; Luk. 4:16-21.</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">“Roh
Tuhan ada pada-Ku” (Luk 4:18). Yesus memulai khotbah-Nya dengan ayat ini, yang
juga mengawali Bacaan Pertama hari ini (bdk. Yes 61:1). Jadi, pada mulanya Roh
Tuhan hadir.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudara
terkasih dalam jenjang imamat, hari ini saya ingin merenungkan bersamamu
tentang Roh Kudus. Karena tanpa Roh Tuhan, tidak akan ada kehidupan Kristiani;
tanpa pengurapan-Nya, tidak akan ada kekudusan. Ia pusatnya dan selayaknya hari
ini, pada hari ulang tahun imamat, kita mengakui kehadiran-Nya pada asal mula
pelayanan kita, serta asal mula kehidupan dan daya hidup setiap imam. Gereja
Bunda yang kudus mengajarkan kita untuk mengakui bahwa Roh Kudus adalah
“pemberi kehidupan”.<a href="#_ftn1" name="_ftnref1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Yesus memberitahu kita : “Rohlah yang memberi hidup” (Yoh 6:63). Ajaran-Nya
diambil oleh rasul Paulus, yang menulis bahwa “hukum yang tertulis mematikan,
tetapi Roh menghidupkan” (2 Kor 3:6) dan berbicara tentang “hukum Roh kehidupan
dalam Kristus Yesus” (Rm 8:2). Tanpa Roh Kudus, Gereja tidak akan menjadi
Mempelai Kristus yang hidup, tetapi, setidaknya, sebuah perkumpulan keagamaan.
Bukan Tubuh Kristus, tetapi bait suci yang dibangun oleh tangan manusia. Lalu
bagaimana kita membangun Gereja, jika tidak dimulai dengan kenyataan bahwa kita
adalah “bait Roh Kudus” yang “diam di dalam kita” (bdk. 1 Kor 6:19; 3:16)? Kita
tidak dapat mengunci Roh di luar rumah, atau memarkirnya di dalam beberapa zona
devosional. Setiap hari kita perlu mengatakan : “Datanglah, karena tanpa kekuatan-Mu,
kami tersesat”.<a href="#_ftn2" name="_ftnref2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Roh
Tuhan ada padaku. Kita masing-masing dapat mengatakan ini, bukan karena
anggapan, tetapi sebagai kenyataan. Segenap umat Kristiani, dan para imam
khususnya, dapat menerapkan pada diri mereka sendiri kata-kata berikut :
"Oleh karena TUHAN telah mengurapi aku" (Yes 61:1). Saudara-saudara
terkasih, terlepas dari segala jasa kita, dan dengan rahmat semata, kita telah
menerima pengurapan yang menjadikan kita bapa dan gembala di antara Umat Allah
yang kudus. Maka, marilah kita renungkan aspek Roh ini : pengurapan-Nya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Setelah
pengurapan awal-Nya, yang terjadi di dalam rahim Maria, Roh Kudus turun ke atas
Yesus di sungai Yordan. Setelah itu, seperti dijelaskan oleh Santo Basilius,
“setiap tindakan [Kristus] dilakukan dengan kehadiran bersama Roh Kudus”.<a href="#_ftn3" name="_ftnref3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[3]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Dalam kuasa pengurapan yang terakhir itu, Yesus berkhotbah dan mengerjakan
tanda-tanda; berkat pengurapan itu, “ada kuasa yang keluar daripada-Nya dan
semua orang disembuhkan-Nya” (Luk 6:19). Yesus dan Roh Kudus selalu bekerja
sama, bagaikan dua tangan Bapa<a href="#_ftn4" name="_ftnref4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
yang menjangkau untuk merangkul dan mengangkat kita. Dengan tangan itu, tangan
kita sendiri dimeteraikan, diurapi oleh Roh Kristus. Ya, saudara-saudaraku,
Tuhan tidak hanya memilih kita dan memanggil kita : Ia telah mencurahkan ke
atas diri kita pengurapan Roh Kudus, Roh Kudus juga turun ke atas para rasul.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Sekarang
marilah kita mengalihkan perhatian kita kepada mereka, kepada para rasul. Yesus
memilih mereka dan atas panggilan-Nya, mereka meninggalkan perahu, jala, dan
rumah mereka. Pengurapan Sabda mengubah hidup mereka. Dengan sangat antusias,
mereka mengikuti Sang Guru dan mulai berkhotbah, yakin bahwa mereka akan terus
mencapai hal-hal yang lebih besar. Kemudian datanglah Paskah. Semuanya tampak
terhenti: mereka bahkan menyangkal dan meninggalkan Guru mereka. Mereka
menyadari kegagalan mereka; mereka menyadari bahwa mereka tidak memahami-Nya.
Kata-kata yang diucapkan Petrus di halaman imam besar setelah Perjamuan
Terakhir - "Aku tidak kenal orang yang kamu sebut-sebut ini!" (Mrk
14:71) - bukan hanya upaya seturut kata hati untuk membela diri, tetapi
pengakuan ketidaktahuan rohani. Ia dan murid-murid yang lain mungkin
mengharapkan kehidupan kemenangan di balik Mesias yang menarik banyak orang dan
melakukan berbagai mukjizat, tetapi mereka gagal memahami skandal salib, yang
menyebabkan kepastian mereka runtuh. Yesus tahu bahwa, dengan sendirinya,
mereka tidak akan berhasil, jadi Ia berjanji untuk mengutus Sang Penolong
kepada mereka. Tepatnya “pengurapan kedua”, pada hari Pentakosta, yang mengubah
para murid dan menuntun mereka untuk tidak lagi menggembalakan diri mereka
sendiri tetapi menggembalakan kawanan domba Tuhan. Pengurapan dengan api itulah
yang memadamkan "kesalehan" yang berfokus pada diri dan kemampuan mereka
sendiri. Setelah menerima Roh Kudus, ketakutan dan kebimbangan Petrus sirna;
Yakobus dan Yohanes, dengan hasrat membara untuk memberikan hidup mereka, tidak
lagi mencari tempat terhormat (bdk. Mrk 10:35-45); murid-murid lain yang
meringkuk ketakutan di Ruang Atas, pergi ke dunia sebagai rasul.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudara
terkasih, hal serupa terjadi dalam kehidupan imamat dan kerasulan kita. Kita
juga mengalami pengurapan awal, yang dimulai dengan panggilan penuh kasih yang
memikat hati kita dan membawa kita dalam perjalanan; kuasa Roh Kudus turun ke
atas antusiasme kita yang tulus dan menguduskan kita. Kemudian, pada saat Allah
yang baik, kita masing-masing mengalami Paskah, yang melambangkan momen
kebenaran. Masa krisis mengambil berbagai bentuk. Cepat atau lambat, kita semua
mengalami kekecewaan, frustrasi, dan kelemahan; cita-cita kita tampaknya surut
di hadapan kenyataan tersebut, kekuatan kebiasaan tertentu mengambil alih, dan
kesulitan yang dulunya tampak tak terbayangkan tampaknya menantang kesetiaan
kita. Bagi kaum terurapi, tahapan ini adalah daerah aliran sungai. Kita bisa
keluar daripadanya dengan buruk, hanyut ke arah biasa-biasa saja dan memilih
rutinitas yang suram, di mana tiga godaan berbahaya bisa muncul. Godaan
kompromi, di mana kita puas hanya dengan melakukan apa yang seharusnya
dilakukan; godaan pengganti, di mana untuk menemukan kepuasan kita tidak
melihat pengurapan kita, tetapi di tempat lain; dan godaan keputusasaan, di
mana ketidakpuasan menyebabkan kelambanan. Ini adalah bahaya besar : seraya
penampilan lahiriah tetap utuh, kita menutup diri dan puas hanya dengan
bertahan. Keharuman pengurapan kita tidak lagi tercium dalam hidup kita; hati
kita tidak lagi mengembang tetapi mengerut, kecewa dan tidak terpesona.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Namun
krisis ini juga berpotensi menjadi titik balik dalam keimamatan kita, “tahap
kehidupan rohani yang menentukan, di mana pilihan terakhir harus dibuat antara
Yesus dan dunia, antara amal heroik dan biasa-biasa saja, antara salib dan
kenyamanan, antara kekudusan dan ketaatan pada kewajiban agama kita”.<a href="#_ftn5" name="_ftnref5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[5]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Momen yang dipenuhi rahmat ketika, seperti para murid pada Paskah, kita
dipanggil untuk “dengan cukup rendah hati mengakui bahwa kita telah dimenangkan
oleh Kristus yang menderita dan disalibkan, serta memulai perjalanan baru,
yaitu perjalanan Kristus. Roh Kudus, iman dan cinta yang kuat, namun tanpa
khayalan”.<a href="#_ftn6" name="_ftnref6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Saat yang tepat menyadarkan kita bahwa “tidaklah cukup meninggalkan perahu dan
jala untuk mengikuti Yesus selama waktu tertentu; saat yang tepat juga menuntut
pergi ke Kalvari, mempelajari pelajarannya dan menerima buahnya, serta bertekun
dengan pertolongan Roh Kudus sampai akhir hidup yang dimaksudkan untuk diakhiri
dalam kesempurnaan kasih ilahi”.<a href="#_ftn7" name="_ftnref7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Dengan pertolongan Roh Kudus : bagi kita seperti bagi para rasul, ini adalah
waktu “pengurapan kedua”, di mana Roh Kudus dicurahkan tidak lagi pada
antusiasme harapan dan impian kita, tetapi pada kebebasan situasi nyata kita.
Pengurapan yang menembus ke kedalaman kenyataan kita, di mana Roh Kudus
mengurapi kelemahan, keletihan dan kemiskinan batin kita. Pengurapan yang
membawa keharuman baru : pengurapan Roh Kudus, bukan pengurapan diri kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Hal
ini terjadi ketika kita mengakui kenyataan kelemahan kita. Itulah yang
“dikatakan oleh Roh kebenaran (Yoh 16:13) kepada kita untuk dilakukan; Ia
mendorong kita untuk melihat jauh ke dalam dan bertanya : Apakah pemenuhanku
bergantung pada kemampuanku, posisiku, pujian yang kuterima, promosiku, rasa
hormat dari atasan atau rekan kerjaku, kenyamanan yang mengelilingi diriku?
Atau pengurapan yang menyebarkan keharumannya di mana-mana dalam hidupku?
Saudara-saudara terkasih, kedewasaan imamat datang dari Roh Kudus dan dicapai
ketika Ia menjadi pelaku utama dalam hidup kita. Begitu hal itu terjadi,
semuanya berbalik, bahkan kekecewaan dan pengalaman pahit, karena kita tidak
lagi berusaha menemukan kebahagiaan dengan menyesuaikan rinciannya, tetapi
dengan memberikan diri kita sepenuhnya kepada Tuhan yang mengurapi kita dan
yang menginginkan pengurapan itu menembus kedalaman keberadaan kita. Kita
menemukan bahwa kehidupan rohani menjadi membebaskan dan menyenangkan, sekali
kita tidak lagi peduli untuk memelihara penampilan dan membuat perbaikan cepat,
tetapi menyerahkan prakarsa kepada Roh Kudus dan, dalam keterbukaan
rencana-Nya, menunjukkan kesediaan kita untuk melayani di manapun dan
bagaimanapun kita diminta. Imamat kita tidak tumbuh dengan perbaikan cepat tetapi
dengan limpahan rahmat!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Jika
kita membiarkan Roh Kebenaran bertindak di dalam diri kita, kita akan
memelihara pengurapan-Nya, karena berbagai ketidakbenaran yang dengannya
kehidupan kita dicobai akan terungkap. Dan Roh Kudus yang "membersihkan
apa yang najis", tanpa lelah akan menyarankan kepada kita "untuk
tidak menajiskan pengurapan kita", bahkan sedikit pun. Kita memikirkan
ungkapan Pengkhotbah, yang mengatakan bahwa “lalat yang mati menyebabkan urapan
dari pembuat urapan berbau busuk” (10:1). Memang benar, setiap bentuk kepalsuan
yang menyindir dirinya berbahaya : tidak boleh ditoleransi, tetapi dibawa ke
dalam terang Roh Kudus. Karena “betapa liciknya hati, lebih licik dari pada
segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya?” (Yer
17:9). Roh Kudus, hanya Dia, memulihkan penyelewengan kita (bdk. Hos 14:4).
Bagi kita, ini adalah perjuangan yang tak terhindarkan : sangat diperlukan,
seperti ditulis Santo Gregorius Agung, bahwa “mereka yang mewartakan sabda
Allah, pertama-tama harus memperhatikan cara hidup mereka; kemudian,
berdasarkan kehidupannya, ia dapat belajar apa yang harus dikatakan dan
bagaimana mengatakannya... Janganlah ada orang yang berani mengatakan lebih
dari apa yang pertama kali ia dengar di dalam hatinya”.<a href="#_ftn8" name="_ftnref8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Roh Kudus adalah guru batin yang harus kita dengarkan, sadari bahwa Ia ingin
mengurapi setiap bagian diri kita. Saudara-saudara, marilah kita menjaga
pengurapan kita, memohon Roh Kudus bukan sebagai tindakan kesalehan sesekali,
tetapi sebagai nafas setiap hari. Ditahbiskan oleh-Nya, aku dipanggil untuk
membenamkan diri di dalam Dia, membuat kehidupan-Nya menembus kegelapanku,
sehingga aku dapat menemukan kembali kebenaran tentang siapa dan apa diriku.
Marilah kita membiarkan diri kita didorong oleh-Nya untuk memerangi
ketidakbenaran yang bergumul di dalam diri kita. Dan marilah kita membiarkan
diri kita dilahirkan kembali daripada-Nya melalui penyembahan, karena ketika
kita menyembah Tuhan, Ia mencurahkan Roh-Nya ke dalam hati kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">“Roh
Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku; Ia telah mengutus Aku”,
demikian nas itu selanjutnya, untuk menyampaikan kabar baik, kebebasan,
kesembuhan dan rahmat (bdk. Yes 61:1-2; Luk 4:18-19): singkatnya, menyampaikan
keselarasan di mana pun juga. Setelah berbicara kepadamu tentang pengurapan,
saya ingin mengatakan sesuatu kepadamu tentang keselarasan yang merupakan
akibatnya. Karena Roh Kudus adalah keselarasan. Terutama di surga: Santo
Basilius mencatat bahwa "seluruh keselarasan yang luar biasa dan tak
terkatakan dalam pelayanan kepada Allah dan dalam simfoni timbal balik kekuatan
adikosmik, tidak mungkin dipertahankan, jika bukan karena otoritas Roh".<a href="#_ftn9" name="_ftnref9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[9]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Seperti halnya di bumi: di dalam Gereja, Roh Kudus adalah “keselarasan ilahi
dan musikal”<a href="#_ftn10" name="_ftnref10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
yang menyatukan semuanya. Ia membangkitkan keragaman karisma dan menyatukannya;
Ia menciptakan keselarasan bukan berdasarkan keseragaman, melainkan daya cipta
amal. Dengan cara ini, Ia menciptakan keselarasan dari keragaman. Pada saat
Konsili Vatikan II, yang merupakan karunia Roh Kudus, seorang teolog
menerbitkan sebuah penelitian di mana ia berbicara tentang Roh Kudus bukan
sebagai bentuk tunggal, tetapi sebagai bentuk jamak. Beliau menyarankan
memikirkan Roh Kudus sebagai pribadi ilahi yang tidak hanya dalam bentuk
tunggal tetapi dalam bentuk "jamak", sebagai "Kita Allah",
"Kita" Bapa dan Putra, karena Ia adalah ikatan mereka. Roh Kudus
dalam dirinya adalah kerukunan, persekutuan dan keselarasan.<a href="#_ftn11" name="_ftnref11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></a><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Menciptakan
keselarasan adalah apa yang diinginkan Roh Kudus, terutama melalui orang-orang
yang diurapi-Nya. Saudara-saudara, membangun keselarasan di antara kita bukan
sekadar cara yang baik untuk meningkatkan berfungsinya tatanan gerejawi, atau
masalah strategi atau kesantunan : menciptakan keselarasan merupakan tuntutan
intrinsik kehidupan Roh Kudus. Kita berdosa terhadap Roh Kudus yang adalah
persekutuan setiap kali kita menjadi, bahkan secara tidak sengaja, sarana
perpecahan; dan setiap kali kita memainkan permainan musuh, yang tidak pernah
terbuka, yang menyukai gosip dan sindiran, memicu pesta dan kelompok,
mengobarkan nostalgia masa lalu, ketidakpercayaan, pesimisme, dan ketakutan.
Tolong, marilah kita berhati-hati, untuk tidak mencemarkan pengurapan Roh Kudus
dan jubah Gereja Induk dengan perpecahan, pengutuban atau ketiadaan kasih dan
persekutuan. Marilah kita ingat bahwa Roh Kudus, sebagai "Kita
Allah", lebih memilih "bentuk" komunitas : kesediaan untuk kebutuhan
kita, kepatuhan untuk selera kita, kerendahan hati untuk klaim kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Keselarasan
bukanlah satu keutamaan di antara yang lainnya; keselarasan adalah sesuatu yang
lebih. Seperti ditulis Santo Gregorius Agung: “nilai keselarasan ditunjukkan
oleh kenyataan bahwa tanpanya, keutamaan lainnya tidak memiliki nilai apa pun”.<a href="#_ftn12" name="_ftnref12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></a>
Marilah kita saling membantu, saudara-saudara, untuk menjaga keselarasan, tidak
dimulai dari orang lain tetapi dari diri kita masing-masing. Marilah kita
bertanya pada diri kita sendiri : Dalam perkataanku, dalam komentarku, dalam
apa yang kukatakan dan tulis, apakah ada meterai Roh Kudus atau meterai dunia?
Apakah aku berpikir tentang kebaikan imam : jika umat melihat, dalam diri kita
juga, umat yang tidak puas dan tidak berkenan, yang mengkritik dan menuding, di
mana lagi mereka akan menemukan keselarasan? Berapa banyak orang yang gagal
mendekati kita, atau menjaga jarak, karena dalam Gereja mereka merasa tidak
diterima dan tidak dikasihi, dipandang dengan kecurigaan dan dihakimi? Dalam
nama Allah, marilah kita menyambut dan mengampuni, selalu! Dan marilah kita
ingat bahwa mudah tersinggung dan penuh keluhan tidak menghasilkan buah yang
baik, tetapi merusak pewartaan kita, karena merupakan kesaksian tandingan bagi
Allah, yang merupakan persekutuan yang selaras. Terutama, tidak berkenan bagi
Roh Kudus, sehingga rasul Paulus mendesak agar jangan mendukakan-Nya (bdk. Ef
4:30).<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudara
terkasih, saya meninggalkanmu dengan pemikiran yang saya sayangi ini, dan saya
menyimpulkan dengan dua kata sederhana dan penting : Terima kasih. Terima kasih
atas kesaksian dan pelayananmu. Terima kasih atas kebaikan tersembunyi yang
kamu lakukan, serta atas pengampunan dan penghiburan yang kamu berikan atas
nama Allah. Terima kasih atas pelayananmu, yang sering dilakukan dengan usaha
keras dan sedikit pengakuan. Semoga Roh Allah, yang tidak mengecewakan
orang-orang yang percaya kepada-Nya, memenuhimu dengan kedamaian dan
menyelesaikan pekerjaan baik yang telah Ia mulai di dalam dirimu, sehingga kamu
dapat menjadi saksi kenabian pengurapan-Nya dan para rasul keselarasan.<br />
______<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 6 April 2023)<o:p></o:p></b></span></p>
<div style="mso-element: footnote-list;"><!--[if !supportFootnotes]--><br clear="all" />
<hr align="left" size="1" width="33%" />
<!--[endif]-->
<div id="ftn1" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref1" name="_ftn1" style="mso-footnote-id: ftn1;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[1]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Syahadat Nicea-Konstantinopel.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn2" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref2" name="_ftn2" style="mso-footnote-id: ftn2;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[2]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Bdk. Sekuensia Hari Raya Pentakosta.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn3" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref3" name="_ftn3" style="mso-footnote-id: ftn3;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[3]</span></span></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">De Spiritu Sancto, 16.39.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn4" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref4" name="_ftn4" style="mso-footnote-id: ftn4;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[4]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Bdk. Ireneus, Melawan
Bidaah IV, 20, 1.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn5" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref5" name="_ftn5" style="mso-footnote-id: ftn5;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[5]</span></span></span></span></span></a><span style="text-align: left;">R. VOILLAUME, “La seconda chiamata”, dalam S. STEVEN, ed. La seconda chiama. Il coraggio della fragilità, Bologna. 2018, 15.</span></p>
</div>
<div id="ftn6" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref6" name="_ftn6" style="mso-footnote-id: ftn6;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[6]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">idem, 24.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn7" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref7" name="_ftn7" style="mso-footnote-id: ftn7;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[7]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">idem, 16.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn8" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref8" name="_ftn8" style="mso-footnote-id: ftn8;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[8]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Homili tentang
Yehezkiel, I, X, 13-14.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn9" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref9" name="_ftn9" style="mso-footnote-id: ftn9;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[9]</span></span></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">De Spiritu Sancto, XVI, 38.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn10" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref10" name="_ftn10" style="mso-footnote-id: ftn10;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[10]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Dalam Mzm. 29.1.<o:p></o:p></span></p>
</div>
<div id="ftn11" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref11" name="_ftn11" style="mso-footnote-id: ftn11;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[11]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Bdk. <o:p></o:p></span><span style="text-align: left;">H. MÜHLEN, Der Heilige Gest als Person. Ich-Du-Wir, Münster in W., 1963.</span></p>
</div>
<div id="ftn12" style="mso-element: footnote;">
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><a href="#_ftnref12" name="_ftn12" style="mso-footnote-id: ftn12;" title=""><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;"><span style="mso-special-character: footnote;"><!--[if !supportFootnotes]--><span class="MsoFootnoteReference"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt; line-height: 115%; mso-ansi-language: EN-US; mso-bidi-font-family: "Times New Roman"; mso-bidi-language: AR-SA; mso-bidi-theme-font: minor-bidi; mso-fareast-font-family: Calibri; mso-fareast-language: EN-US; mso-fareast-theme-font: minor-latin;">[12]</span></span><!--[endif]--></span></span></span></a><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 12pt;">Homili tentang
Yehezkiel, I, VIII, 8.<o:p></o:p></span></p>
</div>
</div>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-72393510619716230622023-04-07T02:48:00.002+07:002023-04-07T03:37:34.694+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI KAMIS PUTIH DI PENJARA ANAK CASAL DEL MARMO (ROMA) 6 APRIL 2023 : HIDUP ITU INDAH KETIKA KITA SALING MENOLONG<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIC6oK3ni2OsmTz9-a8fa3EutUlI81gVVCDWQ2BhTT7xHcwUW8xFSUne3cVIL9XC04dAJSaKKdjpnHC1wnonfcCF9lFvp_6UrV6eCH0swwTp16Ohzrq-RUeVLVeiKTmAeBZa78f1rcaZV5pVSFvg3AHjNyfDca3DrZHDaANhDBOqAGmOLZBxaP1p281g/s800/_CV%20Ling%20Ling.jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIC6oK3ni2OsmTz9-a8fa3EutUlI81gVVCDWQ2BhTT7xHcwUW8xFSUne3cVIL9XC04dAJSaKKdjpnHC1wnonfcCF9lFvp_6UrV6eCH0swwTp16Ohzrq-RUeVLVeiKTmAeBZa78f1rcaZV5pVSFvg3AHjNyfDca3DrZHDaANhDBOqAGmOLZBxaP1p281g/s320/_CV%20Ling%20Ling.jpg" width="320" /></a></div><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;">Bacaan Ekaristi :</span><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"> </span><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;">Kel. 12:1-8,11-14; Mzm. 116:12-13,15-16bc,17-18; 1Kor. 11:23-26; Yoh. 13:1-15.</span><br /><p></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Yang
menarik perhatian kita adalah bagaimana Yesus, sehari sebelum disalibkan,
melakukan perbuatan ini. Membasuh kaki merupakan kebiasaan pada masa itu karena
jalanan berdebu. Orang-orang yang berniat masuk dari luar dan, saat memasuki
sebuah rumah, sebelum makan, sebelum berkumpul, mereka akan membasuh kaki
mereka. Tetapi siapa yang akan membasuh kaki mereka? Para hamba, para budak –
karena ini adalah pekerjaan yang diserahkan kepada para budak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Marilah
kita bayangkan bagaimana para murid terheran-heran ketika mereka melihat Yesus
mulai melakukan tugas yang cocok untuk para budak ini … Ia ingin membuat mereka
memahami pesan untuk hari berikutnya ketika Ia akan wafat seperti seorang budak
demi membayar hutang kita semua. Jika kita mendengarkan hal-hal ini dari Yesus,
hidup akan menjadi begitu indah karena kita akan bergegas untuk saling menolong
alih-alih mendapatkan yang terbaik dari orang lain, saling mengambil
keuntungan, seperti yang diajarkan oleh para penipu. Saling menolong, menolong
sangat indah – ini adalah perilaku sejagat manusiawi yang lahir dari hati yang
mulia. Dan dengan perayaan hari ini, Yesus ingin mengajarkan kita hal ini :
keluhuran hati. Kita masing-masing kita dapat berkata : "Tetapi andaikan
Paus hanya mengetahui hal-hal yang kumiliki di dalam hatiku…." Tetapi
Yesus tahu itu, dan Ia mengasihi kita sama seperti kita mengasihi diri kita!
Dan Ia membasuh kaki kita masing-masing. Yesus tidak pernah terkejut dengan
kelemahan kita. Ia tidak pernah heran, karena Ia sudah membayarnya. Ia hanya ingin
menemani kita; Ia ingin memegang tangan kita sehingga hidup kita tidak terlalu
keras.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saya
juga akan melakukan perbuatan membasuh kaki, yang bukan merupakan cerita
rakyat, bukan. Kita semua dapat menganggapnya sebagai perilaku yang memberitahu
kita bagaimana kita harus memperlakukan satu sama lain. Dalam masyarakat, kita
melihat betapa banyak orang memanfaatkan orang lain; berapa banyak orang yang
terpojok dan tidak bisa keluar…. Berapa banyak ketidakadilan, berapa banyak
orang yang tidak memiliki pekerjaan, berapa banyak orang yang bekerja dan
dibayar setengahnya, berapa banyak orang yang tidak memiliki uang untuk membeli
obat, berapa banyak keluarga yang hancur, begitu banyak hal yang mengerikan….<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Dan
tidak ada seorang pun di antara kita yang bisa berkata, “Syukur kepada Allah
aku tidak seperti itu, lho”. “Jika aku tidak seperti itu, itu karena rahmat
Allah!” Kita masing-masing bisa tergelincir, kita masing-masing. Dan kesadaran
ini, kepastian bahwa kita masing-masing dapat tergelincir, inilah yang memberi
kita martabat – dengarkanlah kata ini – “martabat” sebagai orang-orang berdosa.
Dan Yesus menginginkan kita seperti ini, dan oleh karena hal ini Ia ingin
membasuh kaki [murid-murid-Nya] dan berkata: "Aku datang untuk
menyelamatkanmu, untuk melayanimu".<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Sekarang,
saya akan melakukan hal yang sama sebagai kenangan akan apa yang diajarkan
Yesus kepada kita, saling menolong dan dengan cara ini, hidup menjadi lebih
indah dan kita dapat melanjutkan seperti ini. Selama membasuh kaki – saya
berharap saya berhasil melakukannya karena saya tidak dapat berjalan dengan
baik – tetapi selama membasuh kaki, renungkan hal ini : “Yesus telah membasuh
kakiku. Yesus telah menyelamatkanku, dan aku mengalami kesulitan ini sekarang”.
Tetapi itu akan berlalu, tetapi Tuhan selalu di sampingmu, Ia tidak pernah
meninggalkan, tidak pernah. Pikirkanlah semua ini.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">(Peter Suriadi -
Bogor, 7 April 2023)<o:p></o:p></span></b></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-48015126710827108712023-04-03T05:02:00.005+07:002023-04-03T05:03:13.103+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU PALMA MENGENANGKAN SENGSARA TUHAN 2 April 2023 : YESUS MENGALAMI PENDERITAAN TUBUH, ROH DAN JIWA<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW2CsSAievGFUgLYJo6LY4OMJyP5EH1pZJH_JCBEG0oCMFnwtqnTZTxOZMTAB0r3U8-xNvPymZ2uSkwt_AuGqbM7FaNp0P7uC10lsWmbRdFJxCGpyWXvVPpT_NwP924OzLOvIE3J_NmmvUFd0Uve8eQvAfLMUcVm95wPEtjS4xZnrq_CRf8AxVxnMTJQ/s1081/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="720" data-original-width="1081" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjW2CsSAievGFUgLYJo6LY4OMJyP5EH1pZJH_JCBEG0oCMFnwtqnTZTxOZMTAB0r3U8-xNvPymZ2uSkwt_AuGqbM7FaNp0P7uC10lsWmbRdFJxCGpyWXvVPpT_NwP924OzLOvIE3J_NmmvUFd0Uve8eQvAfLMUcVm95wPEtjS4xZnrq_CRf8AxVxnMTJQ/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" width="320" /></a></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p><span style="font-size: 18.6667px;">Bacaan Ekaristi : Mat. 21:1-11; Yes. 50:4-7; Mzm. 22:8-9,17-18a,19-20,23-24; Flp. 2:6-11; Mat. 26:14-27:66 (Mat. 27:11-54).</span></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">“Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Mat 27:46). Inilah seruan yang
diulangi liturgi hari ini dalam Mazmur Tanggapan (bdk. Mzm 22:2), satu-satunya
seruan yang dibuat Yesus dari salib dalam Injil yang telah kita dengar. Kata-kata
itu membawa kita ke inti sengsara Kristus, puncak penderitaan yang Ia alami
demi keselamatan kita. "Mengapa Engkau meninggalkan Aku?".<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Penderitaan
Yesus sangat banyak, dan setiap kali kita mendengarkan Kisah Sengsara,
penderitaan itu menusuk hati kita. Ada penderitaan tubuh : marilah kita
pikirkan tentang tamparan dan pukulan, cambukan dan pemahkotaan dengan duri,
dan pada akhirnya, kekejaman penyaliban. Ada juga penderitaan jiwa :
pengkhianatan Yudas, penyangkalan Petrus, kutukan otoritas agama dan sipil,
ejekan para penjaga, ejekan di kaki salib, penolakan orang banyak, kegagalan
total dan pelarian para murid. Namun, di tengah semua duka ini, Yesus tetap
yakin akan satu hal : kedekatan Bapa. Namun sekarang, hal yang tak terpikirkan
telah terjadi. Sebelum wafat, Ia berseru : "Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa
Engkau meninggalkan Aku?" Ditinggalkannya Yesus.<br />
<br />
Inilah penderitaan yang paling membara dari seluruh penderitaan, penderitaan
roh. Pada saat yang paling tragis, Yesus mengalami ditinggalkan oleh Allah.
Sebelum saat itu, Ia tidak pernah memanggil Bapa dengan nama generik-Nya,
"Allah". Untuk menyampaikan dampak dari hal ini, Injil juga
melaporkan perkataan-Nya dalam bahasa Aram. Ini adalah satu-satunya perkataan
Yesus dari salib yang sampai kepada kita dalam bahasa aslinya. Peristiwa
sebenarnya adalah kehinaan yang ekstrim, ditinggalkan oleh Bapa, ditinggalkan
oleh Allah. Kita merasa sulit bahkan untuk memahami betapa besar penderitaan
yang Ia terima demi kasih-Nya kepada kita. Ia melihat gerbang surga tertutup,
Ia menemukan diri-Nya di ujung yang pahit, kapal karam kehidupan, runtuhnya
kepastian. Dan Ia berseru : "Mengapa?" Sebuah "mengapa"
yang mencakup setiap "mengapa" lainnya yang pernah diucapkan.
"Mengapa, Allah?".<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">“Allah-Ku,
Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” Dalam Kitab Suci, kata
"meninggalkan" sangat kuat. Kita mendengarnya pada saat-saat
kesakitan yang luar biasa : kasih yang gagal, atau ditolak atau dikhianati;
anak yang ditolak dan diaborsi; situasi penolakan, banyak janda dan anak yatim;
pernikahan yang kandas, bentuk pengucilan sosial, ketidakadilan dan penindasan;
kesendirian penyakit. Singkatnya, dalam pemutusan ikatan yang menyatukan kita
dengan orang lain secara drastis. Di sana, kata ini diucapkan :
"ditinggalkan". Kristus membawa semua ini ke kayu salib; di atas
bahu-Nya, Ia menanggung dosa dunia. Dan pada saat tertinggi, Yesus, Putra
tunggal Bapa yang terkasih, mengalami situasi yang sama sekali asing bagi
keberadaan-Nya: ditinggalkan, jauh dari Allah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Mengapa
harus sampai seperti ini? Ia melakukannya untuk kita. Tidak ada jawaban lain.
Untuk kita. Saudara-saudari, hari ini hal ini bukan sekadar pertunjukan. Kita
masing-masing, mendengar tentang ditinggalkannya Yesus, dapat berkata :
untukku. Ditinggalkan ini adalah harga yang Ia bayar untukku. Ia menjadi satu
dengan kita masing-masing untuk sepenuhnya dan secara definitif menjadi satu
dengan kita sampai kesudahan. Ia mengalami ditinggalkan agar tidak meninggalkan
kita menjadi mangsa keputusasaan, agar tetap berada di samping kita selamanya.
Ia melakukan hal ini untukku, untukmu, karena setiap kali kamu atau aku atau
orang lain tampaknya terjepit di dinding, tersesat di jalan buntu, terjun ke
jurang ditinggalkan, tersedot ke dalam angin puting beliung begitu banyak
"mengapa" tanpa jawaban, masih ada harapan : Yesus sendiri, untukmu,
untukku. Ini bukan kesudahan, karena Yesus ada di sana dan bahkan sekarang, Ia
ada di sampingmu. Ia menanggung jarak ditinggalkan untuk mengambil ke dalam
kasih-Nya setiap jarak yang bisa kita rasakan. Agar kita masing-masing dapat
mengatakan : dalam kegagalanku, dan kita masing-masing telah gagal
berkali-kali, dalam kesedihanku, setiap kali aku merasa dikhianati atau
dicampakkan orang lain, setiap kali aku merasa tersingkir atau telah
menyisihkan orang lain, setiap kali aku merasa ditinggalkan atau telah
meninggalkan orang lain, marilah kita memikirkan Yesus, yang ditinggalkan,
dikhianati dan dicampakkan. Di sana, kita menemukan-Nya. Ketika aku merasa
tersesat dan bingung, ketika aku merasa tidak dapat melanjutkan, Ia ada di
sampingku. Di tengah semua pertanyaan “mengapa...?”-ku yang belum terjawab, Ia
ada di sana.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Demikianlah
cara Tuhan menyelamatkan kita, dari dalam pertanyaan “mengapa?” kita. Dari
dalam pertanyaan itu, Ia membuka cakrawala harapan yang tidak mengecewakan. Di
kayu salib, bahkan saat Ia merasa benar-benar ditinggalkan – ini adalah tujuan
akhir – Yesus menolak untuk menyerah pada keputusasaan; sebaliknya, Ia berdoa
dan percaya. Ia berseru “mengapa?” dalam kata-kata pemazmur (22:2), dan menyerahkan
diri-Nya ke dalam tangan Bapa, terlepas dari seberapa jauh Ia rasakan (bdk. Luk
23:46) atau lebih tepatnya, seberapa jauh yang tidak Ia rasakan, karena justru
Ia merasa diri-Nya ditinggalkan. Pada saat ditinggalkan, Yesus terus percaya.
Pada saat ditinggalkan, Ia terus mengasihi murid-murid-Nya yang melarikan diri,
meninggalkan-Nya sendirian. Dalam ditinggalkan Ia mengampuni orang-orang yang
menyalibkan-Nya (ayat 34). Di sini kita melihat jurang dari banyak kejahatan
kita tenggelam dalam kasih yang lebih besar, akibatnya keterasingan kita
menjadi pengikutsertaan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
kasih seperti ini, merangkul kita sepenuhnya dan sampai kesudahan, kasih Yesus,
dapat mengubah hati kita yang keras menjadi hati daging Kasih-Nya adalah kasih
belas kasihan, kelembutan dan kasih sayang. Ini adalah gaya Allah : kedekatan,
kasih sayang dan kelembutan. Allah seperti ini. Kristus, dalam ditinggalkan,
menggerakkan kita untuk mencari dan mengasihi-Nya serta orang-orang yang
ditinggalkan. Karena di dalamnya kita tidak hanya melihat orang-orang yang
membutuhkan, tetapi Yesus sendiri, yang ditinggalkan : Yesus, yang
menyelamatkan kita dengan turun ke kedalaman keadaan manusiawi kita. Ia bersama
mereka masing-masing, ditinggalkan bahkan sampai wafat … Saya memikirkan
"orang jalanan" asal Jerman, yang meninggal di bawah barisan tiang
(Lapangan Santo Petrus), sendirian dan ditinggalkan. Ia adalah Yesus bagi kita
masing-masing. Begitu banyak orang yang membutuhkan kedekatan kita, begitu
banyak orang yang terlantar. Saya juga membutuhkan Yesus untuk membelai saya
dan mendekat kepada saya, serta karena alasan ini saya pergi untuk
menemukan-Nya dalam diri orang-orang yang ditinggalkan, di dalam diri
orang-orang yang kesepian. Ia ingin kita peduli terhadap saudara-saudari kita
yang paling mirip dengan-Nya, mereka yang mengalami penderitaan dan kesendirian
yang luar biasa. Hari ini, saudara-saudari terkasih, jumlah mereka sangat
banyak. Seluruh bangsa dieksploitasi dan ditinggalkan; orang miskin tinggal di
jalanan dan kita melihat ke arah lain; ada pendatang yang bukan lagi wajah
melainkan angka; ada narapidana yang tidak diakui; orang dianggap sebagai
masalah. Tak terhitung banyaknya orang terlantar di tengah-tengah kita, tidak
terlihat, tersembunyi, dicampakkan dengan sarung tangan putih: anak-anak yang
belum lahir, orang tua yang hidup sendiri : mereka mungkin ayah atau ibumu,
kakek atau nenekmu, ditinggal sendirian di panti jompo, orang sakit yang tidak
ada yang mengunjungi, orang cacat yang diabaikan, dan orang muda yang terbebani
oleh kekosongan batin yang besar, tanpa ada yang siap mendengarkan jeritan
penderitaan mereka. Dan mereka tidak menemukan jalan lain selain bunuh diri.
Ditinggalkan di zaman kita. “Kristus” di zaman kita.<br />
<br />
Yesus, dalam ditinggalkan, meminta kita untuk membuka mata dan hati kita kepada
semua orang yang menemukan diri mereka ditinggalkan. Bagi kita, sebagai murid
Tuhan yang “ditinggalkan”, tidak ada pria, wanita atau anak yang dapat dianggap
sebagai orang buangan, tidak ada yang dibiarkan sendiri. Marilah kita ingat
bahwa orang-orang yang ditolak dan dikucilkan adalah ikon Kristus yang hidup:
mereka mengingatkan kita akan kasih-Nya yang cuma-cuma, ditinggalkan-Nya yang
membebaskan kita dari setiap bentuk kesepian dan keterasingan. Saudara-saudari,
hari ini marilah kita memohon rahmat ini : mengasihi Yesus dalam
ditinggalkan-Nya dan mengasihi Yesus dalam ditinggalkan di sekitar kita.
Marilah kita mohon rahmat untuk melihat dan mengakui Tuhan yang terus berseru
dalam diri mereka. Semoga kita tidak membiarkan suara-Nya tidak terdengar di
tengah keheningan ketidakpedulian yang memekakkan telinga. Allah tidak
meninggalkan kita sendirian; marilah kita peduli, kemudian, terhadap mereka
yang merasa sendirian dan ditinggalkan. Kemudian, dan hanya pada saat itu, kita
akan menjadi sehati sepikiran dengan Dia yang, demi kita, "mengosongkan
diri-Nya" (Flp 2:7). Ia mengosongkan diri-Nya sepenuhnya untuk kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">______<br />
<br />
<b style="mso-bidi-font-weight: normal;">(Peter Suriadi - Bogor, 2 April 2023)<o:p></o:p></b></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-7355299933210358468.post-84777328060257379382023-02-23T21:56:00.005+07:002023-02-23T21:57:02.913+07:00HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RABU ABU DI BASILIKA SANTA SABINA 22 Februari 2023 : MASA PRAPASKAH ADALAH WAKTU PERKENANAN UNTUK KEMBALI KEPADA APA YANG PENTING<p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgt9aXHKwYVGbajlyuFY6-3wwAd1CtozwcT_7szxxU6ghKzVpUjq9Pq2KdU0n887oTYwh33dZq0x7cHzIQ2LQJJL5Tnhd9Vz-5nCFmV-BREXrAPJX3FLTLkqc_qSFsLmIRurKxuNOnHlrjE8zOHac12L-4aG4NETJwpEpT5J3IkeRqmCSUYOzexhZ59yw/s800/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="533" data-original-width="800" height="213" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgt9aXHKwYVGbajlyuFY6-3wwAd1CtozwcT_7szxxU6ghKzVpUjq9Pq2KdU0n887oTYwh33dZq0x7cHzIQ2LQJJL5Tnhd9Vz-5nCFmV-BREXrAPJX3FLTLkqc_qSFsLmIRurKxuNOnHlrjE8zOHac12L-4aG4NETJwpEpT5J3IkeRqmCSUYOzexhZ59yw/s320/_CV%20Ling%20Ling%20(1).jpg" width="320" /></a></div><p><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;">Bacaan Ekaristi : Yl. 2:12-18; Mzm. 51:3-4,5-6a,12-13,14,17; 2Kor. 5:20 - 6:2; Mat. 6:1-6,16-18.</span></p><div><span style="font-family: Constantia, "serif"; font-size: 14pt; text-align: justify;"><br /></span></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">
"Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari
ini adalah hari penyelamatan itu!” (2 Kor 6:2). Dengan kata-kata ini, Rasul
Paulus membantu kita memasuki semangat Masa Prapaskah. Masa Prapaskah memang
merupakan “waktu perkenanan” untuk kembali kepada apa yang penting, melepaskan
diri kita dari segala yang membebani kita, berdamai dengan Allah, dan
menyalakan kembali api Roh Kudus yang tersembunyi di bawah abu kemanusiaan kita
yang rapuh. Kembali kepada apa yang penting. Masa rahmat adalah masa ketika
kita melaksanakan apa yang diminta Tuhan dari kita di awal Bacaan Pertama hari
ini : “Berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu” (Yl 2:12). Kembali kepada
apa yang penting : kembali kepada Tuhan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Ritus
penerimaan abu berfungsi sebagai awal perjalanan kembali ini. Ritus penerimaan
abu menasihati kita untuk melakukan dua hal : kembali kepada kebenaran tentang
diri kita serta kembali kepada Allah dan saudara-saudari kita.<br />
<br />
Pertama, kembali kepada kebenaran tentang diri kita. Abu mengingatkan kita
siapa kita dan dari mana kita berasal. Abu membawa kita kembali kepada
kebenaran hakiki kehidupan kita : Tuhan adalah satu-satunya Allah dan kita
adalah buatan tangan-Nya. Itulah kebenaran tentang siapa kita. Kita memiliki
kehidupan, sedangkan Allah adalah kehidupan. Ia adalah Sang Pencipta, sedangkan
kita adalah tanah liat yang rapuh yang dibuat oleh tangan-Nya. Kita berasal
dari bumi dan membutuhkan surga; kita membutuhkan-Nya. Bersama Allah, kita akan
bangkit dari abu kita, tetapi tanpa Dia, kita hanyalah debu. Ketika kita dengan
rendah hati menundukkan kepala untuk menerima abu, kita diingatkan akan
kebenaran ini : kita adalah milik Tuhan; kita adalah milik-Nya. Karena Allah
“membentuk manusia dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam
hidungnya” (Kej 2:7); kita ada karena Ia menghembuskan nafas hidup ke dalam
diri kita. Sebagai Bapa yang lembut dan penuh belas kasihan, Allah juga
mengalami Masa Prapaskah, karena Ia memperhatikan kita; Ia menunggu kita; Ia
menunggu kita kembali. Dan Ia terus-menerus mendesak kita untuk tidak berputus
asa, bahkan ketika kita terbaring dalam debu kelemahan dan dosa kita, sebab
"Ia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu” (Mzm 103:14).
Marilah kita kembali mendengarkan kata-kata tersebut : Dia ingat, bahwa kita
ini debu. Allah tahu hal ini; tetapi kita sering melupakannya, dan berpikir
bahwa kita memadai, kuat dan tak terkalahkan tanpa Dia. Kita berdandan dan
berpikir kita lebih baik dari diri kita yang sebenarnya. Kita adalah debu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Jadi,
Masa Prapaskah adalah waktu untuk mengingatkan kita siapa Sang Pencipta dan
siapa ciptaan. Waktu untuk mewartakan bahwa Allah satu-satunya Tuhan,
menyingkirkan kepura-puraan memadai dan kebutuhan untuk menempatkan diri kita
sebagai pusat segala sesuatu, menjadi yang teratas, berpikir bahwa dengan
kemampuan kita, kita dapat berhasil dalam kehidupan dan mengubah rupa dunia di
sekitar kita. Sekarang adalah waktu perkenanan untuk bertobat, berhenti melihat
diri kita dan mulai melihat ke dalam diri kita. Berapa banyak gangguan dan
hal-hal sepele yang mengalihkan perhatian kita dari hal-hal yang benar-benar
penting! Seberapa sering kita terjebak dalam keinginan dan kebutuhan kita,
kehilangan pokok persoalan, dan gagal memahami makna sebenarnya dari kehidupan
kita di dunia ini! Masa Prapaskah adalah masa kebenaran, masa untuk melepaskan
topeng yang kita kenakan setiap hari agar tampil sempurna di mata dunia. Masa
Prapaskah adalah masa, sebagaimana dikatakan Yesus dalam Bacaan Injil, untuk
menentang kebohongan dan kemunafikan : bukan kebohongan dan kemunafikan sesama,
tetapi kebohongan dan kemunafikan kita : Kita menatap mata kebohongan dan kemunafikan
serta menentangnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Tetapi
ada langkah kedua : abu mengundang kita juga untuk kembali kepada Allah dan kepada
saudara-saudari kita. Begitu kita kembali kepada kebenaran tentang diri kita
dan mengingatkan diri kita bahwa kita tidak memadai, kita menyadari bahwa kita
ada hanya melalui hubungan : hubungan primordial kita dengan Tuhan dan hubungan
vital kita dengan sesama. Abu yang kita terima sore ini memberitahu kita bahwa
setiap anggapan memadai keliru dan pemujaan diri merusak, memenjarakan kita
dalam keterasingan dan kesepian : kita melihat cermin dan percaya bahwa kita
sempurna, pusat dunia. Sebaliknya, kehidupan adalah sebuah hubungan : kita
menerimanya dari Allah dan kedua orangtua kita, serta kita selalu dapat
menghidupkan dan memperbaruinya berkat Tuhan dan orang-orang yang Ia tempatkan
di samping kita. Maka, Masa Prapaskah adalah masa rahmat ketika kita dapat
membangun kembali hubungan kita dengan Allah dan sesama, membuka hati kita
dalam keheningan doa dan bangkit dari benteng memadai kita. Masa Prapaskah
adalah waktu perkenanan ketika kita dapat memutuskan belenggu individualisme
dan keterasingan kita, serta menemukan kembali, melalui perjumpaan dan
mendengarkan, rekan-rekan perjalanan kita setiap hari. Dan belajar sekali lagi
untuk mengasihi mereka sebagai saudara dan saudari.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Bagaimana
kita bisa melakukan hal ini? Untuk melakukan perjalanan ini, kembali kepada
kebenaran tentang diri kita serta kembali kepada Allah dan sesama, kita
dianjurkan untuk menempuh tiga jalan agung : sedekah, doa dan puasa. Ketiganya
adalah cara tradisional, dan tidak memerlukan hal-hal baru. Yesus mengatakannya
dengan jelas : sedekah, doa dan puasa. Ketiganya tidak hanya tentang ritus
lahiriah, ketiganya harus menjadi tindakan yang mengungkapkan pembaharuan hati
kita. Sedekah bukan tindakan tergesa-gesa yang dilakukan untuk menenangkan hati
nurani kita, mengimbangi ketidakseimbangan batin kita; sebaliknya, sedekah
adalah cara menjamah penderitaan kaum miskin dengan tangan dan hati kita. Doa
bukan ritual, tetapi dialog yang jujur </span><span style="font-family: "Times New Roman","serif"; font-size: 14pt;"></span><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">dan penuh kasih dengan Bapa. Puasa bukan
devosi yang pelik, tetapi isyarat yang kuat untuk mengingatkan diri kita apa
yang benar-benar penting dan apa yang hanya sesaat. Yesus memberikan “nasihat
yang tetap mempertahankan nilai yang bermanfaat bagi kita : isyarat lahiriah
harus selalu diimbangi dengan hati yang tulus dan perilaku yang konsisten. Sungguh,
apa gunanya mengoyak pakaian kita jika hati kita tetap jauh dari Tuhan, yaitu
dari kebaikan dan keadilan?” (Benediktus XVI, Homili Hari Rabu Abu, 1 Maret
2006). Terlalu sering, perilaku tubuh dan ritus kita tidak berdampak pada
kehidupan kita; keduanya tetap dangkal. Mungkin kita melakukannya hanya untuk
mendapatkan kekaguman atau penghargaan dari orang lain. Marilah kita mengingat
hal ini : dalam kehidupan pribadi kita, seperti dalam kehidupan Gereja,
tampilan lahiriah, penilaian manusiawi dan persetujuan dunia tidak berarti
apa-apa; satu-satunya hal yang benar-benar penting adalah kebenaran dan kasih
yang dipandang Allah semata.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Jika
kita berdiri dengan rendah hati di hadapan tatapan-Nya, maka sedekah, doa dan
puasa tidak hanya akan menjadi tampilan lahiriah, tetapi akan mengungkapkan
siapa diri kita yang sebenarnya : anak-anak Allah, saling bersaudara. Sedekah,
amal, akan menjadi tanda belas kasihan kita terhadap mereka yang membutuhkan,
dan membantu kita untuk kembali kepada sesama. Doa akan menyuarakan keinginan
kita yang mendalam untuk berjumpa dengan Bapa, dan akan membawa kita kembali
kepada-Nya. Puasa akan menjadi tempat latihan rohani di mana kita dengan senang
hati meninggalkan hal-hal berlebihan yang membebani kita, bertumbuh dalam
kebebasan batin dan kembali kepada kebenaran tentang diri kita. Berjumpa Bapa,
kebebasan batin, belas kasihan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari
terkasih, marilah kita menundukkan kepala, menerima abu, dan meringankan hati
kita. Marilah kita berangkat di jalan amal. Kita telah diberikan empat puluh
hari, “waktu perkenanan” untuk mengingatkan diri kita bahwa dunia lebih besar
daripada kebutuhan pribadi kita yang sempit, dan menemukan kembali sukacita,
bukan berupa mengumpulkan benda-benda materi, tetapi peduli terhadap orang
miskin dan menderita. Maka, marilah kita berangkat di jalan doa dan menggunakan
empat puluh hari ini untuk memulihkan keutamaan Allah dalam kehidupan kita dan
berdialog dengan-Nya dari hati, dan tidak hanya di saat-saat senggang. Marilah
kita memulai jalan puasa dan mempergunakan empat puluh hari ini untuk memeriksa
diri kita, membebaskan diri kita dari kediktatoran jadwal yang padat, agenda
yang sibuk dan kebutuhan yang dangkal, serta memilih hal-hal yang benar-benar
penting.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">Saudara-saudari,
marilah kita tidak mengabaikan rahmat masa suci ini, tetapi mengarahkan
pandangan kita pada salib dan berangkat, menanggapi dengan murah hati dorongan
kuat Masa Prapaskah. Di akhir perjalanan, kita akan berjumpa dengan Tuhan sang
empunya kehidupan dengan sukacita yang lebih besar, kita akan bertemu dengan
Dia, satu-satunya yang dapat membangkitkan kita dari abu kita.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><span style="font-family: "Constantia","serif"; font-size: 14pt;">_____
<br />
<br /><b>(Peter Suriadi - Bogor, 23 Februari 2023)</b><o:p></o:p></span></p>Unknownnoreply@blogger.com0