Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA TAHUN HIDUP BAKTI 2 Februari 2015

Bacaan Ekaristi : Ibr 2:14-18; Luk 2:22-40)

Paus Fransiskus mempersembahkan Misa pada hari Senin sore, 2 Februari 2015, pada Pesta Yesus Dipersembahkan di Bait Allah, di Basilika Santo Petrus, Vatikan. Misa yang berkaitan dengan Tahun Hidup Bakti. Berikut adalah homili Bapa Suci dalam Misa tersebut.

************************************

Di depan mata kita, kita dapat melukiskan Bunda Maria ketika ia berjalan, membawa Bayi Yesus dalam pelukannya. Ia membawa-Nya ke Bait Allah; ia mempersembahkan-Nya kepada umat; ia membawa-Nya untuk bertemu umat-Nya.

Pelukan Bunda Maria seperti "tangga" yang padanya Putra Allah datang turun kepada kita, tangga perendahan Allah. Inilah apa yang kita dengar dalam bacaan pertama, dari Surat Ibrani: Kristus menjadi "seperti saudara-saudara-Nya dalam segala hal, supaya Ia menjadi  Imam Besar yang penuh belas kasihan dan setia"  (Ibr 2:17). Ini adalah jalan ganda yang diambil oleh Yesus: Ia turun, Ia menjadi seperti kita, agar kemudian naik bersama kita kepada Bapa, menjadikan kita seperti diri-Nya.

Dalam hati kita, kita dapat merenungkan gerakan ganda ini dengan membayangkan adegan Injil dari Maria yang memasuki Bait Allah memegang anak dalam pelukannya. Ibu yang berjalan, namun Sang Putralah yang pergi di depannya. Ia membawa-Nya, namun Ia sedang membimbingnya sepanjang jalan Allah yang datang kepada kita agar kita bisa pergi kepada-Nya.

Yesus mengarungi jalan yang sama seperti yang kita lakukan, dan menunjukkan kepada kita sebuah jalan baru, "jalan yang baru dan yang hidup" (Ibr 10:20) yang adalah diri-Nya. Bagi kita juga, sebagai para pelaku hidup bakti, Ia membukakan sebuah jalan.

Seluruhnya lima kali Injil berbicara kepada kita tentang ketaatan Maria dan Yosef terhadap "hukum Tuhan" (bdk. Luk 2:22-24,27,39). Yesus datang bukan untuk melakukan kehendak-Nya sendiri, melainkan kehendak Bapa. Jalan ini, Ia mengatakan kepada kita, adalah "makanan"-Nya (bdk. Yoh 4:34). Dengan jalan yang sama, semua orang yang mengikuti Yesus harus menjalani jalan ketaatan tersebut, mencontoh "perendahan" Tuhan dengan merendahkan diri mereka dan menjadikan kepunyaan mereka kehendak Bapa, bahkan hingga mengosongkan diri dan merendahkan diri (bdk. Flp 2:7-8). Bagi seorang religius, berkembang adalah merendahkan dirinya dalam pelayanan. Sebuah jalan seperti jalan Yesus, yang "tidak menganggap kesetaraan dengan Allah sesuatu yang harus dipertahankan" : merendahkan dirinya, menjadikan dirinya seorang hamba, untuk melayani.

Jalan ini, maka, mengambil bentuk aturan, yang ditandai dengan karisma sang pendiri. Bagi kita semua, aturan terpenting tetaplah Injil, perendahan diri Kristus ini, pun Roh Kudus, dalam daya cipta-Nya yang tak terbatas, juga memberikan ungkapannya dalam berbagai aturan hidup bakti, meskipun semua ini lahir dari sequela Christi, dari jalan merendahkan diri dalam pelayanan ini.

Melalui "hukum" ini para pelaku hidup bakti mampu mencapai kebijaksanaan, yang bukan merupakan sikap yang tak berwujud, tetapi sebuah karya dan sebuah karunia Roh Kudus, tanda dan bukti darinya adalah sukacita. Ya, keceriaan kaum religius merupakan konsekuensi dari perjalanan perendahan diri ini bersama Yesus: dan ketika kita sedih, akan ada baiknya kita bertanya bagaimana kita sedang menghayati dimensi kenotis ini.

Dalam Kisah Persembahan Yesus, kebijaksanaan diwakili oleh dua orang tua, Simeon dan Hana: orang-orang yang patuh kepada Roh Kudus (Ia disebut 4 kali), yang dibimbing oleh-Nya, diilhami oleh-Nya. Tuhan memberikan mereka kebijaksanaan sebagai buah dari sebuah perjalanan panjang di sepanjang jalan ketaatan kepada hukum-Nya, sebuah ketaatan yang juga merendahkan hati dan merendahkan diri - bahkan juga menjaga dan menjamin harapan - dan sekarang mereka memiliki daya cipta, karena mereka dipenuhi dengan Roh Kudus. Mereka bahkan membuat semacam liturgi di sekitar Sang Putra saat Ia datang ke Bait Allah. Simeon memuji Tuhan dan Hana "memberitakan" keselamatan (bdk. Luk 2:28-32,38). Seperti dengan Maria, orang tua itu memegang Sang Putra, namun ternyata Sang Putralah yang menuntun orang tua tersebut. Liturgi Vesper Pertama pesta hari ini menempatkan hal ini dengan jelas dan ringkas: "senex puerum portabat, puer autem senem regebat". Maria, ibu muda, dan Simeon, orang tua yang baik hati, memegang Sang Putra dalam pelukan mereka, namun Sang Putralah yang menuntun mereka berdua.

Aneh: di sini bukan orang-orang muda yang memiliki daya cipta: orang muda, seperti Maria dan Yosef, mengikuti hukum Tuhan, jalan ketaatan. Dan Tuhan mengalihkan ketaatan menjadi kebijaksanaan dengan karya Roh Kudus-Nya. Kadang-kadang Allah dapat memberikan karunia kebijaksanaan kepada seorang muda, tetapi selalu sebagai buah ketaatan dan kepatuhan kepada Roh. Ketaatan dan kepatuhan ini bukanlah sesuatu yang bersifat teoritis; itu juga merupakan pokok bagi kekayaan penjelmaan Sang Sabda: kepatuhan dan ketaatan kepada seorang pendiri, kepatuhan dan ketaatan kepada sebuah aturan tertentu, kepatuhan dan ketaatan kepada atasannya, kepatuhan dan ketaatan kepada Gereja. Itu selalu merupakan kepatuhan dan ketaatan dalam sesuatu yang nyata.

Dalam bertekun bersama di sepanjang jalan ketaatan, kebijaksanaan pribadi dan kelompok matang, dan dengan demikian juga memungkinkan untuk menyesuaikan aturan-aturan terhadap zaman. Karena "aggiornamento" sejati adalah buah kebijaksanaan yang ditempa dalam kepatuhan dan ketaatan.

Penguatan dan pembaharuan hidup bakti adalah hasil dari kasih yang besar bagi aturan, dan juga kemampuan untuk melihat ke dan mengindahkan para tetua tarekat. Dengan jalan ini, "simpanan", karisma masing-masing keluarga religius, yang dilestarikan dengan ketaatan dan dengan kebijaksanaan, bekerja bersama-sama. Dan, sepanjang perjalanan ini, kita dilestarikan dari menjalani penyucian kita secara tidak sungguh-sungguh dan dalam arti yang tidak menjelma, seolah-olah itu adalah sebuah aliran Gnosis, yang akan mengurangi dirinya sendiri menjadi sebuah "karikatur" kehidupan religius,yang di dalamnya diwujudkan sebuah sequela - sebuah berikut - yang tanpa pengorbanan, sebuah doa yang tanpa perjumpaan, sebuah kehidupan persaudaraan yang tanpa persekutuan, sebuah ketaatan tanpa kepercayaan, sebuah amal tanpa transendensi.

Hari ini kita juga, seperti Maria dan Simeon, ingin membawa Yesus dalam pelukan kita, membawa-Nya kepada umat-Nya. Tentunya kita akan mampu melakukannya jika kita masuk ke dalam misteri yang di dalamnya Yesus sendiri adalah pemandu kita. Marilah kita membawa orang lain kepada Yesus, tetapi marilah kita juga membiarkan diri kita dibimbing oleh-Nya. Ini adalah apa yang seharusnya kita lakukan: memandu yang mereka sendiri pandu.

Semoga Tuhan, melalui perantaraan Maria Bunda kita, Santo Yosef serta Santo Simeon dan Santa Hana, memberikan kepada kita semua apa yang kita mohon dalam doa pembukaan hari ini: "dipersembahkan [kepada-Nya] dengan sepenuhnya diperbaharui dalam roh". Amin.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.