Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 11 April 2016 : ORANG-ORANG YANG HATINYA TERTUTUP TERHADAP KEBENARAN ALLAH

Bacaan Ekaristi : Kis 6:8-15; Mzm 119:23-24,26-27,29-30; Yoh 6:22-29

Paus Fransiskus memperingatkan agar tidak menghakimi orang-orang berdasarkan penafsiran yang salah dari Sabda Allah dan Hukum Allah. Bapa Suci menawarkan permenungan akan tema ini dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi, 11 April 2016, di Casa Santa Marta, Vatikan.

Paus Fransiskus menarik permenungannya dari Bacaan Pertama liturgi hari itu (Kis 6:8-15) yang di dalamnya para ahli Taurat menuduh Stefanus mengucapkan "kata-kata hujat terhadap Musa dan Allah" karena mereka "tidak sanggup melawan hikmatnya dan Roh yang mendorong dia berbicara". Mereka bahkan menghasut saksi-saksi palsu untuk menguatkan tuntuntan mereka, beliau berkata.

"Hati mereka, tertutup terhadap kebenaran Allah, hanya berpegang pada kebenaran Hukum, mengambilnya secara 'harafiah', dan tidak menemukan jalan keluar selain dalam kebohongan-kebohongan, kesaksian-kesaksian palsu dan kematian", beliau berkata.

Paus Fransiskus menunjukkan bahwa Yesus telah menegur mereka karena sikap ini, karena "nenek moyang mereka telah membunuh para nabi", dan mereka sekarang sedang membangun tugu-tugu peringatan para nabi tersebut. Beliau mengatakan bahwa tanggapan "para ahli huruf" tersebut lebih sinis ketimbang munafik tatkala mereka mengatakan bahwa jika mereka berada di zaman nenek moyang mereka, mereka tidak akan melakukan hal yang sama. Jadi - Paus Fransiskus mengatakan - mereka mencuci tangan mereka dari segala sesuatunya dan menilai diri mereka murni.

Tetapi, beliau melanjutkan: "hati tertutup terhadap Sabda Allah, ia tertutup terhadap kebenaran, dan ia tertutup terhadap utusan Allah yang membawa nubuat sehingga umat Allah bisa berjalan maju".

Paus Fransiskus mengatakan: "Sungguh menyakitkan ketika saya membaca bagian kecil dari Injil Matius itu, ketika Yudas, yang telah menyesal, pergi kepada para imam dan berkata : 'Aku telah berdosa' dan ingin memberikan ... dan memberi mereka uang. 'Siapa yang peduli! - mereka mengatakan kepadanya : itu bukan urusan kami!'. Mereka menutup hati mereka di hadapan orang yang malang, yang menyesal ini, yang tidak tahu apa yang harus dilakukan. Serta ia pergi dan menggantung diri. Dan apa yang mereka lakukan ketika Yudas gantung diri? Mereka berbicara di antara mereka sendiri dan mengatakan : "Apakah ia orang yang malang? Tidak! Uang ini adalah harga darah, mereka seharusnya tidak memasuki Bait Allah ... dan mereka mengacu pada aturan ini dan itu ... Para ahli surat tersebut".

Kehidupan seseorang tidak ada kaitannya dengan mereka, Paus Fransiskus mengamati, mereka tidak peduli akan penyesalan Yudas. Injil, beliau melanjutkan, mengatakan bahwa Yudas kembali menyesal. Tetapi yang penting untuk mereka "adalah hukum, begitu banyak kata-kata dan hal yang telah mereka bangun". Ini - beliau berkata - menunjukkan kekerasan hati mereka. Kebodohan hati merekalah yang tidak sanggup melawan hikmat kebenaran Stefanus sehingga mereka pergi mencari saksi-saksi palsu untuk menghakiminya. Stefanus - Paus Fransiskus melanjutkan - menemui ajal seperti semua nabi, seperti Yesus. Dan hal ini terulang dalam sejarah Gereja : "Sejarah memberitahu kita tentang banyak orang yang dihakimi dan dibunuh, meskipun mereka tidak bersalah. Dihakimi menurut Sabda Allah, menentang Sabda Allah. Marilah kita memikirkan perburuan penyihir atau Santa Jeanne d’Arc, dan banyak orang lain yang dibakar sampai mati, dihukum karena menurut para hakim mereka tidak sejalan dengan Sabda Allah", beliau berkata.

Paus Fransiskus menunjukkan bahwa Yesus sendiri menemui ajal di kayu salib karena telah percaya kepada Allah dan menaati Sabda-Nya. Beliau mengingatkan umat beriman akan kata-kata kelembutan Yesus ketika Ia berkata kepada murid-murid di Jalan ke Emaus : "Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu, sehingga kamu tidak percaya segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi!"

Beliau mengakhir homilinya dengan mengatakan: "Marilah kita mohon kepada Tuhan untuk memandang kebodohan besar hati kita dan kebodohan kecil hati kita dengan kelembutan yang sama, untuk membelai kita dengan lembut dan mengatakan kepada kita : 'Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu' dan mulai menjelaskan berbagai hal kepada kita".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.