Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MIGRAN DAN PENGUNGSI SEDUNIA KE-104 14 Januari 2018

Bacaan Ekaristi : 1Sam 3:3b-10.19; Mzm 40:2.4ab.7-8a.8b-9.10; 1Kor 6:13c-15a.17-20; Yoh 1:35-42

Tahun ini saya ingin merayakan Hari Migran dan Pengungsi Sedunia dengan Misa yang mengundang dan menyambut kalian khususnya para migran, para pengungsi dan para pencari suaka. Beberapa dari kalian baru saja tiba di Italia, ada juga yang telah lama menetap dan bekerja di sini, dan ada juga yang merupakan "generasi kedua".

Kepada semua orang dalam pertemuan ini, Sabda Allah telah bergema dan hari ini mengundang kita untuk memperdalam panggilan khusus yang dialamatkan Tuhan kepada kita masing-masing. Sebagaimana Ia memanggil Samuel (bdk. 1Sam 3:3b-10,19), Ia memanggil nama kita dan meminta kita untuk menghormati kenyataan bahwa kita masing-masing telah diciptakan sebagai makhluk yang unik dan tidak dapat terulang, masing-masing berbeda satu sama lain dan masing-masing dengan peran tunggal dalam sejarah dunia. Dalam Injil (bdk. Yoh 1:35-42), kedua murid Yohanes bertanya kepada Yesus, "Di manakah Engkau tinggal?" (ayat 38), menyiratkan bahwa jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan keputusan mereka atas Sang Guru dari Nazaret. Jawaban Yesus, " "Marilah dan kamu akan melihatnya!" (ayat 39) membuka sebuah perjumpaan pribadi yang membutuhkan waktu yang memadai untuk menyambut, memahami dan mengenal orang lain.

Dalam Pesan untuk Hari Migran dan Pengungsi Sedunia ini saya telah menulis, "Setiap orang asing yang mengetuk pintu kita adalah kesempatan untuk berjumpa dengan Yesus Kristus, yang menyamakan diri-Nya dengan orang asing yang disambut dan ditolak di setiap masa (Mat 25:35-43)". Dan bagi orang asing, migran, pengungsi, pencari suaka dan orang yang kehilangan tempat tinggal, setiap pintu di tanah yang baru juga merupakan kesempatan berjumpa Yesus. Ajakan-Nya "Marilah dan kamu akan melihatnya!" dialamatkan hari ini kepada kita semua, kepada komunitas-komunitas setempat dan kepada para pendatang baru. Ajakan tersebut adalah sebuah ajakan untuk mengatasi ketakutan kita agar bisa menjumpai orang lain, menyambut, memahami dan mengenalnya. Ajakan tersebut adalah sebuah ajakan yang menawarkan kesempatan untuk mendekati orang lain dan melihat di mana dan bagaimana ia tinggal. Di dunia sekarang ini, bagi para pendatang baru, menyambut, memahami dan mengenal berarti memahami dan menghormati hukum, budaya dan tradisi negara-negara yang menerima mereka. Bahkan tercakup di dalamnya memahami ketakutan dan kekhawatiran mereka terhadap masa depan. Bagi komunitas-komunitas setempat, menyambut, memahami dan mengenal para pendatang baru berarti membuka diri mereka tanpa berprasangka terhadap kekayaan keragaman mereka, memahami harapan dan potensi para pendatang baru serta ketakutan dan kerentanan mereka.

Perjumpaan sejati dengan orang lain tidak berakhir dengan penyambutan, tetapi melibatkan kita semua dalam tiga tindakan lanjutan yang saya jelaskan dalam Pesan untuk Hari Migran dan Pengungsi Sedunia ini : melindungi, memberdayakan dan menyatupadukan. Dalam perjumpaan sejati dengan sesama, apakah kita mampu mengenal Yesus Kristus yang sedang meminta untuk disambut, dilindungi, diberdayakan dan disatupadukan? Sebagaimana kita diajarkan oleh perumpamaan Injil tentang penghakiman terakhir : Tuhan lapar, haus, telanjang, sakit, orang asing dan di dalam penjara - oleh beberapa orang Ia ditolong dan oleh orang lainnya tidak (bdk. Mat 25:31-46). Perjumpaan sejati dengan Kristus ini adalah sumber keselamatan, sebuah keselamatan yang seharusnya diwartakan dan dibawa kepada semua orang, seperti yang ditunjukkan oleh rasul Andreas kepada kita. Setelah menyatakan kepada saudaranya Simon, ""Kami telah menemukan Mesias" (Yoh 1:41), Andreas membawanya kepada Yesus sehingga Simon dapat memiliki pengalaman perjumpaan yang sama.

Tidaklah mudah masuk ke dalam budaya lain, menempatkan diri pada posisi orang-orang yang sangat berbeda dari kita, memahami pemikiran mereka dan pengalaman mereka. Akibatnya kita sering menolak untuk berjumpa orang lain dan membangun penghalang untuk membela diri kita. Komunitas-komunitas setempat terkadang takut bahwa para pendatang baru akan mengganggu tatanan yang telah terbentuk, akan 'mencuri' sesuatu yang telah lama mereka usahakan untuk dibangun. Dan para pendatang baru juga memiliki ketakutan : mereka takut akan perseteruan, penghakiman, diskriminasi, kegagalan. Ketakutan-ketakutan ini sah-sah saja, berdasarkan keraguan-keraguan yang bisa dipahami sepenuhnya dari sudut pandang manusiawi. Memiliki keraguan dan ketakutan bukanlah sebuah dosa. Dosanya adalah membiarkan ketakutan ini menentukan tanggapan kita, membatasi pilihan kita, membahayakan rasa hormat dan kemurahan hati, menyuburkan permusuhan dan penolakan. Dosanya adalah menolak berjumpa orang lain, orang yang berbeda, sesama, padahal inilah sesungguhnya kesempatan istimewa untuk berjumpa Tuhan.

Dari perjumpaan dengan Yesus yang hadir di dalam diri orang-orang miskin, orang-orang yang ditolak, para pengungsi, para pencari suaka ini, mengalir doa kita hari ini. Sebuah doa timbal balik : para migran dan para pengungsi mendoakan komunitas-komunitas setempat, dan komunitas-komunitas setempat mendoakan para pendatang baru dan para migran yang telah lebih lama berada di sana. Kepada pengantaraan keibuan Bunda Maria, kita mempercayakan harapan seluruh migran dan pengungsi sedunia dan aspirasi komunitas-komunitas yang menyambut mereka. Dengan cara ini, menanggapi perintah utama kasih dan perintah mengasihi sesama, semoga kita semua belajar untuk mengasihi orang lain, orang asing, sebagaimana kita mengasihi diri kita sendiri.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.