Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 7 Februari 2020 : TIDAK ADA KERENDAHAN HATI TANPA KEHINAAN

Bacaan Ekaristi : Sir. 47:2-11; Mzm. 18:31,47,50,51; Mrk. 6:14-29.

Dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi, 7 Februari 2020, di Casa Santa Marta, Vatikan, dengan mengacu pada Bacaan Injil liturgi hari itu (Mrk. 6:14-29), Paus Fransiskus berkaca pada kemartiran Yohanes Pembaptis dan Yesus yang wafat dengan jalan yang hina. Jangan "takut akan kehinaan". Marilah kita mohon kepada Tuhan untuk mengirimkan kepada kita “beberapa” jalan kehinaan untuk “membuat kita rendah hati”, sehingga kita dapat “meneladan Yesus dengan lebih baik”.


Berkaitan dengan pemenggalan kepada Santo Yohanes Pembaptis, Paus Fransiskus menjelaskan bagaimana ia diutus oleh Allah untuk menunjukkan "jalan Yesus". "Sang nabi terakhir" tersebut memiliki rahmat untuk mengatakan : "Inilah Mesias".

Paus Fransiskus menjelaskan bahwa tugas Yohanes Pembaptis bukanlah banyak berkhotbah bahwa Yesus akan datang, tetapi mempersiapkan orang-orang untuk menjadi para saksi Kristus dan memberikan kesaksian tersebut dengan kehidupannya. Memberikan kesaksian terhadap jalan yang dipilih oleh Tuhan untuk keselamatan kita adalah jalan kehinaan. Santo Paulus menjelaskan hal ini dengan sangat jelas dalam Surat kepada Umat di Filipi (2:8) : “Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib”. Dan wafat di kayu salib ini, jalan kebinasaan, jalan kehinaan ini juga merupakan jalan kita, jalan ke depan yang ditunjukkan Allah bagi umat Kristiani.

Bapa Suci menunjukkan bahwa baik Yohanes Pembaptis maupun Yesus memiliki “pencobaan kesombongan, kebanggaan”. Setelah berpuasa, Yesus dicobai oleh iblis di padang gurun; dan Yohanes dicobai di hadapan para ahli Taurat yang menanyakan apakah ia adalah Mesias. Ia bisa menjawabnya bahwa ia adalah “hamba-Nya”, namun ia “merendahkan dirinya”.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa keduanya memiliki kuasa atas orang-orang dan khotbah mereka “penuh kuasa”. Namun keduanya memiliki "saat-saat kerendahan hati", semacam "depresi manusiawi dan rohani". Yesus memiliki saat tersebut di Taman Zaitun, dan Yohanes yang berada dalam penjara dicobai oleh “larva keraguan” apakah Yesus benar-benar Mesias.

Keduanya "wafat dengan jalan yang paling hina". Yesus wafat di kayu salib, "kematian para penjahat yang paling jahat, mengerikan secara fisik dan moral", "telanjang di depan orang-orang" dan "di hadapan ibu-Nya". Yohanes Pembaptis dipenggal kepalanya di dalam penjara oleh seorang penjaga atas perintah seorang raja yang "menjadi lembek oleh kejahatan", "dirusak oleh tingkah seorang penari dan kebencian seorang perempuan sundal", kata Paus Fransiskus merujuk pada Herodias dan putrinya.

Paus Fransiskus menjelaskan bahwa Yohanes Pembaptis, nabi besar dan manusia terbesar yang yang dilahirkan oleh perempuan, sebagaimana Yesus memandangnya, maupun Putra Allah, keduanya memilih jalan kehinaan. Dan inilah jalan yang ditunjukkan keduanya kepada kita dan kita umat Kristiani harus mengikutinya. Sabda Bahagia menunjukkan jalan kerendahan hati ini.

Menekankan bahwa kita tidak dapat "rendah hati tanpa kehinaan", Bapa Suci mengundang umat Kristiani untuk belajar dari Bacaan Injil hari itu. Paus Fransiskus menjelaskan bahwa ketika kita berusaha memberi perhatian kepada diri kita sendiri di dalam Gereja dan di dalam komunitas guna memiliki posisi atau sesuatu adalah jalan dunia, jalan duniawi, bukan jalan Yesus. "Pencobaan mendaki" ini juga dapat terjadi pada para gembala. Inilah, kata Paus Fransiskus, ketidakadilan yang tidak bisa beliau berikan toleransi. "Jika seorang gembala tidak mengikuti jalan yang rendah hati ini, ia bukan murid Yesus", kata Paus Fransiskus. "Ia adalah seorang pendaki dalam sebuah jubah". "Tidak ada kerendahan hati tanpa kehinaan".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.