Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 15 Juni 2015 : MEMBEBASKAN HATI KITA UNTUK MENYAMBUT TUHAN

Bacaan Ekaristi : 2Kor 6:1-10; Mat 5:38-42

Untuk memahami waktu Tuhan, hati harus bebas dari pengaruh negatif, agar menerima kasih karunia dan tidak dilanda "kebisingan" duniawi. Kita harus menjaga hati kita untuk memahami kapan Allah melewatinya. Paus Fransiskus berbicara tentang hal ini dalam homilinya pada Misa harian Senin pagi 15 Juni 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.


"Pekan lalu", beliau mengawali, "kita merenungkan saran Paulus dan sikap Kristiani. Dan juga apa yang disarankan Yesus kepada murid-murid-Nya : "memberi dengan cuma-cuma apa yang kamu terima dengan cuma-cuma". Hal ini mengacu, beliau menjelaskan, kepada "kecuma-cumaan karunia Allah, kecuma-cumaan keselamatan, kecuma-cumaan pewahyuan Yesus Kristus sebagai Juruselamat". Dan "ini adalah sebuah karunia yang diberikan Allah kepada kita dan diberikan kepada kita, setiap hari".

Hari ini, Paus Fransiskus menunjukkan, "Paulus kembali ke topik ini dan dalam Surat Kedua kepada jemaat di Korintus (6:1-10) ia menulis: "kami menasihatkan kamu, supaya kamu jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah". Ini adalah "kecuma-cumaan Allah". Dengan demikian, Paus Fransiskus melanjutkan, kita seharusnya tidak "menerimanya dengan sia-sia" tetapi "menerimanya dengan baik, dengan hati yang terbuka". Paulus menambahkan: "Sebab Allah berfirman :  'Pada waktu Aku berkenan, Aku akan mendengarkan engkau,  dan pada hari Aku menyelamatkan, Aku akan menolong engkau'.  Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu; sesungguhnya, hari ini adalah hari penyelamatan itu.

"Tuhan telah mendengarkan kita dan telah memberi kita karunia, secara cuma-cuma", Paus Fransiskus menegaskan, mengulangi kata-kata Rasul Paulus : "Sesungguhnya, waktu ini adalah waktu perkenanan itu". Dengan demikian, beliau melanjutkan, "Paulus menasihati kita untuk tidak membiarkan lewat waktu perkenanan itu, yaitu saat yang di dalamnya Tuhan memberi kita kasih karunia ini, memberikan kita kecuma-cumaan, jangan melupakan ini: bahwa Ia telah memberikannya kepada kita dan memberikannya kepada kita sekarang".

Bahkan, Paus Fransiskus menjelaskan, "di setiap zaman Tuhan kembali memberi kita kasih karunia ini, Ia kembali memberi kita isyarat ini, karunia ini: karunia yang bersifat cuma-cuma". Oleh karena itu, Paulus mendorong kita "jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah". Ini adalah "karena jika kita menerimanya dengan sia-sia, kita akan menempatkan sebuah hambatan dengan jalan apapun". Memang, Rasul Paulus menulis: "Kami tidak menempatkan hambatan dengan jalan apapun". Inilah tepatnya hambatan "dari orang Kristiani yang menyebut dirinya seorang Kristiani, bahkan pergi ke Gereja, pergi ke Misa pada hari Minggu, tetapi tidak hidup sebagai seorang Kristiani : ia hidup sebagai sosialita atau sebagai seorang kafir". Dan "ketika seseorang seperti ini, hal itu menyebabkan skandal".

Lagi pula, Paus Fransiskus mengatakan, "berapa kali kita telah mendengar di sekitar kita, di toko-toko: 'Lihatlah dia, dalam Misa setiap hari Minggu dan kemudian ia melakukan ini, ini, ini, itu ... "". Inilah bagaimana "orang-orang menyebabkan skandal". Inilah yang sedang diacu Paulus ketika ia mengatakan "jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah".

Tetapi kemudian, "bagaimana seharusnya kita menerima" kasih karunia? Pertama-tama, Paus Fransiskus menjelaskan, dengan pengetahuan bahwa itu adalah "waktu perkenanan", sekali lagi mengutip Paulus. Pada dasarnya, "kita harus memperhatikan agar memahami waktu Allah, kapan Allah melewati hati kita".

Dalam hal ini, "Santo Agustinus mengatakan beberapa kata yang indah: 'Saya takut kapan Tuhan lewat' - 'Tetapi mengapa kamu takut jika Tuhan itu baik?' - 'Tidak, saya takut tidak menyambut-Nya, tidak memahami bahwa Tuhan sedang lewat, dalam pencobaan ini, dalam kata ini yang telah saya dengar, yang menggerakkan hati saya, dalam teladan kekudusan ini, begitu banyak hal, dalam tragedi ini'". Dengan demikian, Paus Fransiskus menekankan, "Tuhan lewat dan memberi kita karunia". Tetapi penting "untuk menjaga hati agar memperhatikan karunia Allah ini".

Jadi, "bagaimana seseorang menjaga hati?", tanya Paus Fransiskus. Beliau kemudian menjelaskan bahwa kita melakukannya dengan "mengesampingkan setiap kebisingan yang tidak datang dari Tuhan, mengesampingkan begitu banyak hal yang menarik perdamaian dari kita". Dan "ketika hal-hal ini dikesampingkan, nafsu ini milik kita, hati dipersiapkan untuk memahami bahwa Tuhan sedang lewat" dan karena itu "menerima-Nya dan kasih karunia tersebut".

Dengan demikian, penting "untuk menjaga hati, menjaga hati dari nafsu kita". Dan kita memiliki "banyak nafsu". Tetapi "bahkan Yesus, dalam Injil, berbicara kepada kita tentang nafsu kita". Saya terutama, Paus Fransiskus mengulangi kata-kata Matius dalam Injil yang ditawarkan liturgi hari itu (5:38-42): "Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. Dan kepada orang yang hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga jubahmu. Dan siapa pun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil".

Ini, Paus Fransiskus mengatakan, adalah tentang "bebas dari nafsu dan memiliki hati yang rendah hati, hati yang lemah lembut". Dan "hati dijaga oleh kerendahan hati, kelemahlembutan, tidak pernah dengan perkelahian, dengan peperangan". Sebaliknya, beliau melanjutkan, "ini adalah kebisingan: kebisingan duniawi, kebisingan orang kafir atau kebisingan setan". Hati seharusnya "damai".

Karena hal ini, Paus Fransiskus mengatakan, kembali ke kata-kata Paulus kepada jemaat di Korintus, penting "dalam hal apa pun kami tidak memberi sebab orang tersandung, supaya pelayanan kami jangan sampai dicela". Beliau kemudian menambahkan: "Paulus berbicara tentang pelayanan, tetapi juga tentang kesaksian Kristiani, sehingga tidak ada kesalahan dapat ditemukan dengannya; dan ini dalam damai dan kerendahan hati, dalam menahan dengan penuh kesabaran dalam penderitaan, kesesakan dan kesukaran, dalam menanggung dera, dalam penjara dan kerusuhan, dalam berjerih payah, dalam berjaga-jaga dan berpuasa".

Ini "adalah hal-hal yang tidak menyenangkan", Paus Fransiskus menyatakan. Dari semua ini "saya harus menjaga hati saya untuk menyambut kecuma-cumaan dan karunia Allah". Tetapi "bagaimana saya melakukannya?", beliau bertanya. Jawabannya kembali ditemukan dalam kata-kata Paulus: "dalam kemurnian hati, pengetahuan, kesabaran, dan kemurahan hati; dalam Roh Kudus". Singkatnya, dengan ruang untuk "kerendahan hati, kebajikan, kesabaran yang hanya memandang Allah dan dengan hati yang terbuka kepada Tuhan yang lewat".

Sebelum melanjutkan Misa, Paus Fransiskus memohon Tuhan supaya kita "jangan membuat menjadi sia-sia kasih karunia Allah, jangan membuat menjadi sia-sia kecuma-cumaan Allah, karena ini", supaya kita dapat "belajar bagaimana menjaga hati kita". Dan beliau memohon "Bunda Maria untuk kasih karunia kelemahlembutan, kerendahan hati dan kebaikan yang benar-benar menjaga hati kita, agar tidak membiarkan Tuhan lewat, agar jangan membuat sia-sia karunia, kasih karunia, yang diberikan Tuhan kepada kita".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.