Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 18 Februari 2020 : INGATAN ADALAH PENANGKAL KETEGARAN HATI


Bacaan Ekaristi : Yak. 1:12-18; Mzm. 94:12-13a,14-15,18-19; Mrk. 8:14-21.

"Penangkal ketegaran hati adalah ingatan". Hal tersebut disampaikan Paus Fransiskus dalam homilinya pada Misa harian Selasa pagi, 18 Februari 2020, di Casa Santa Marta, Vatikan. Beliau mengajak umat yang hadir untuk tidak melupakan rahmat keselamatan yang menjadikan hati tulus dan mampu berbelas kasihan.


Paus Fransiskus berkaca pada Bacaan Injil hari itu (Mrk. 8:14-21) yang menceritakan para murid khawatir kekurangan roti dalam perahu yang mereka tumpangi bersama Yesus. Paus Fransiskus menunjukkan bahwa kepedulian terhadap benda jasmani menjadikan mereka merasa lebih baik. Yesus menegur mereka karena hati mereka yang tegar dan mereka tidak dapat mengerti. "Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat dan kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar?", Ia bertanya kepada mereka, mengingatkan mereka tentang penggandaan lima roti untuk memberi makan lima ribu orang, dengan banyak bakul yang penuh dengan potongan-potongan roti. Dalam perikop tersebut, Paus Fransiskus menunjuk pada perbedaan antara "hati yang tegar", seperti hati para murid dan "hati yang berbelas kasihan", seperti hati Tuhan.

Belas kasihan adalah apa yang dikehendaki Tuhan di dalam diri kita, kata Paus Fransiskus. "Aku menghendaki belas kasihan, bukan korban bakaran". Hati tanpa belas kasihan adalah hati yang menyembah berhala. Hati yang cukup diri yang terus ditopang oleh keegoisannya, menjadi kuat hanya dengan berbagai ideologi.

Berbicara tentang empat kelompok ideologi pada zaman Yesus - kaum Farisi, kaum Saduki, kaum Eseni dan kaum Zelot - Paus Fransiskus mengatakan bahwa mereka telah menegarkan hati mereka untuk melaksanakan rancangan yang bukan rancangan Allah, karena tidak ada tempat untuk belas kasihan. Namun, untuk menentang ketegaran hati ini, Paus Fransiskus mengatakan, ada sebuah "penangkal", dan penangkal tersebut adalah ingatan. Inilah sebabnya, kata Paus Fransiskus, dalam Injil hari ini dan dalam banyak perikop Kitab Suci lainnya, di sana tergemakan kebutuhan akan daya ingat yang menyelamatkan, "rahmat" yang dimohon karena daya ingat "menjaga hati tetap terbuka dan setia".

"Ketika hati menjadi tegar", kata Paus Fransiskus, "kita melupakan" rahmat keselamatan dan kecuma-cumaan. Hati yang tegar mengarah pada pertengkaran, peperangan, keegoisan dan kehancuran saudara-saudari kita karena tidak ada belas kasihan. Pesan keselamatan yang paling agung yaitu Allah telah berbelas kasihan kepada kita. Dan Injil kerap kali mengulangi bahwa Yesus berbelas kasihan melihat seseorang atau situasi yang menyakitkan. "Yesus adalah belas kasihan Bapa", kata Paus Fransiskus. "Yesus adalah tamparan terhadap setiap ketegaran hati".

Maka Paus Fransiskus menggarisbawahi perlunya memohon rahmat memiliki hati yang tidak tegar dan penuh berbagai ideologi, tetapi “terbuka dan berbelas kasihan” dalam menghadapi apa yang sedang terjadi di dunia. Mengenai hal ini, beliau mengatakan, kita akan dihakimi pada Penghakiman Terakhir, dan bukan oleh "gagasan-gagasan" atau "ideologi-ideologi" kita.

"Ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku dalam penjara, kamu datang mengunjungi Aku; ketika Aku sedang menderita, kamu menghibur Aku", kata Paus Fransiskus, adalah apa yang tertulis dalam Injil dan "ini adalah belas kasihan, ini bukan ketegaran hati". Dan kerendahan hati, ingatan akan akar kita dan keselamatan kita akan membantu kita untuk tetap seperti itu.

Kita masing-masing, kata Paus Fransiskus, memiliki sesuatu yang telah menegar di dalam hati kita. “Marilah kita ingat dan memperkenankan Tuhan yang memberi kita hati yang saleh dan tulus bersemayam”. “Tuhan tidak dapat memasuki hati yang menegar dan ideologis. Ia memasuki hati yang seperti hati-Nya : terbuka dan berbelas kasihan”, kata Paus Fransiskus.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.