Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA MALAM NATAL 24 Desember 2024 : PENGHARAPAN TIDAK MENGECEWAKAN

Bacaan Ekaristi : Yes. 9:1-6; Mzm. 96:1-2a,2b-3,11-12,13; Tit. 2:11-14; Luk. 2:1-14.

 

Malaikat Tuhan, bermandikan cahaya, menerangi malam dan membawa kabar baik bagi para gembala: "Sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk segala bangsa: Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Mesias, Tuhan, di kota Daud" (Luk 2:10-11). Surga bersinar di bumi di tengah-tengah keheranan orang miskin dan nyanyian para malaikat. Allah telah menjadi salah seorang dari kita untuk menjadikan kita seperti diri-Nya; Ia telah turun kepada kita untuk mengangkat dan mengembalikan kita ke pelukan Bapa.

 

Saudara-saudari, inilah pengharapan kita. Allah adalah Imanuel, Allah beserta kita. Yang Maha Besar telah menjadikan diri-Nya kecil; cahaya ilahi telah bersinar di tengah kegelapan dunia kita; kemuliaan surga telah muncul di bumi. Dan bagaimana? Sebagai seorang anak kecil. Jika Allah dapat mengunjungi kita, bahkan ketika hati kita tampak seperti palungan yang hina, kita dapat benar-benar berkata: Pengharapan tidak mati; pengharapan hidup dan merangkul hidup kita selamanya. Pengharapan tidak mengecewakan!

 

Saudara-saudari, dengan dibukanya Pintu Suci, kita telah meresmikan Yubileum baru, dan kita masing-masing dapat memasuki misteri peristiwa yang luar biasa ini. Malam ini, pintu pengharapan telah terbuka lebar bagi dunia. Malam ini, Allah berbicara kepada kita masing-masing dan berkata: ada pengharapan juga bagimu! Ada pengharapan bagi kita masing-masing. Dan jangan lupa, saudara-saudari, Allah mengampuni segalanya, Allah senantiasa mengampuni. Jangan lupakan ini, yang merupakan cara memahami pengharapan di dalam Tuhan.

 

Guna menerima karunia ini, kita dipanggil untuk berangkat bersama keheranan para gembala di padang Betlehem. Bacaan Injil memberitahu kita bahwa, setelah mendengar pesan malaikat, mereka “cepat-cepat berangkat” (Luk 2:16). Dengan cara yang sama, “cepat-cepat”, kita juga dipanggil untuk mengembalikan pengharapan yang hilang, memperbarui pengharapan itu di dalam hati kita, serta menabur benih pengharapan di tengah kesuraman zaman dan dunia kita. Dan ada begitu banyak kehancuran saat ini. Kita memikirkan perang, anak-anak yang ditembaki, pemboman di sekolah dan rumah sakit. Jangan menunda, jangan ragu, tetapi perkenankanlah dirimu ditarik oleh Kabar Baik.

 

Maka, marilah kita cepat-cepat berangkat memandang Tuhan yang lahir untuk kita, hati kita penuh sukacita dan perhatian, siap untuk bertemu dengan-Nya dan kemudian membawa pengharapan bagi cara kita menjalani kehidupan sehari-hari. Dan inilah tugas kita: membawa pengharapan ke dalam berbagai situasi kehidupan. Sebab, pengharapan kristiani bukan sebuah "akhir bahagia" sinematik yang kita nantikan secara pasif, melainkan sebuah janji, janji Tuhan, untuk disambut di sini dan saat ini di dunia kita yang penuh penderitaan dan keluh kesah. Pengharapan adalah panggilan untuk tidak menunda, tertahan oleh kebiasaan lama kita, atau berkubang dalam keadaan biasa-biasa saja atau kemalasan. Pengharapan memanggil kita – sebagaimana dikatakan Santo Agustinus – untuk terganggu dengan hal-hal yang salah dan menemukan keberanian untuk mengubahnya. Pengharapan memanggil kita untuk menjadi peziarah yang mengupayakan kebenaran, pemimpi yang tidak pernah lelah, manusia yang terbuka untuk ditantang oleh impian Allah, yaitu sebuah dunia baru di mana kedamaian dan keadilan berkuasa.

 

Marilah kita belajar dari para gembala. Pengharapan yang lahir malam ini tidak menoleransi ketidakpedulian orang-orang yang berpuas diri atau kelesuan orang-orang yang merasa cukup dengan kenyamanan mereka – dan banyak dari kita yang berada dalam bahaya menjadi terlalu nyaman; pengharapan tidak menerima kehati-hatian palsu dari orang-orang yang menolak untuk terlibat karena takut membuat kesalahan, atau dari orang-orang yang hanya memikirkan diri mereka sendiri. Pengharapan tidak sesuai dengan sikap acuh tak acuh orang-orang yang menolak untuk menentang kejahatan dan ketidakadilan yang dilakukan dengan mengorbankan orang miskin. Di sisi lain, pengharapan kristiani, seraya mengundang kita untuk menunggu dengan sabar agar Kerajaan Allah tumbuh dan menyebar, juga menuntut kita, bahkan sekarang, berani, bertanggung jawab, dan tidak hanya itu, bahkan juga berbela rasa, dalam mengantisipasi penggenapan janji Tuhan. Dan di sini mungkin ada baiknya kita bertanya pada diri kita sendiri tentang bela rasa: apakah aku memiliki bela rasa? Apakah aku mampu untuk menderita bersama? Marilah kita merenungkan hal ini.

 

Saat merenungkan seberapa sering kita menyesuaikan diri dengan dunia dan mengikuti cara berpikirnya, seorang imam dan penulis yang baik mendoakan Natal yang penuh berkat dengan kata-kata ini: “Tuhan, aku memohonkan kepada-Mu sedikit kekesalan, sedikit kegelisahan, sedikit penyesalan. Di hari Natal, aku ingin mendapati diriku tidak puas. Bahagia, tetapi tidak puas. Bahagia karena apa yang Engkau lakukan, tidak puas dengan kurangnya tanggapanku. Tolong, singkirkanlah rasa puas diri kami dan sembunyikan beberapa duri di bawah jerami ‘palungan’ kami yang terlalu penuh. Penuhilah kami dengan keinginan untuk sesuatu yang lebih besar” (a. pronzato, La novena di Natale). Keinginan untuk sesuatu yang lebih besar. Jangan diam saja. Janganlah kita lupa bahwa air yang tenang adalah yang pertama menjadi tersendat.

 

Pengharapan kristiani justru merupakan “sesuatu yang lebih besar”, yang seharusnya memacu kita untuk "cepat-cepat" berangkat. Sebagai murid Tuhan, kita dipanggil untuk menemukan pengharapan kita yang lebih besar di dalam Dia, dan kemudian, tanpa menunda, membawa pengharapan itu bersama kita, sebagai peziarah terang di tengah kegelapan dunia ini.

 

Saudara-saudari, inilah Yubileum. Inilah masa pengharapan di mana kita diundang untuk menemukan kembali sukacita bertemu Tuhan. Yubileum memanggil kita untuk memperbarui rohani dan komitmen kita akan transformasi dunia kita, sehingga tahun ini benar-benar menjadi saat yubileum. Sebuah yubileum untuk ibu Bumi kita, yang dirusak oleh eksploitasi; saat yubileum untuk negara-negara miskin yang terbebani utang yang tidak adil; saat yubelium untuk semua orang yang terbelenggu oleh berbagai bentuk perbudakan lama dan baru.

 

Kita semua telah menerima karunia dan tugas untuk membawa pengharapan di mana pun pengharapan telah hilang, kehidupan telah hancur, janji tidak ditepati, mimpi telah musnah dan hati telah diliputi oleh kesulitan. Kita dipanggil untuk membawa pengharapan kepada mereka yang lelah yang tidak memiliki kekuatan untuk terus maju, mereka yang kesepian yang tertekan oleh kepahitan kegagalan, dan semua orang yang patah hati. Membawa pengharapan kepada hari-hari yang tak berujung dan suram para narapidana, tempat tinggal yang dingin dan suram orang-orang miskin, dan semua tempat yang dinodai oleh perang dan kekerasan. Membawa harapan di sana, menabur pengharapan di sana.

 

Kini Yubileum telah dibuka, agar semua orang dapat menerima pengharapan, pengharapan Injil, pengharapan kasih dan pengharapan pengampunan.

 

Saat kita merenungkan palungan, saat kita menatapnya dan melihat kasih Allah yang lembut dalam wajah Kanak Yesus, marilah kita bertanya kepada diri kita sendiri: “Apakah hati kita penuh dengan pengharapan? Apakah pengharapan ini menemukan tempatnya di sana? ... Saat kita merenungkan kebaikan kasih Allah yang mengatasi keraguan dan ketakutan kita, marilah kita juga merenungkan keagungan pengharapan yang menanti kita. ... Semoga visi pengharapan ini menerangi jalan kita setiap hari” (C.M. Martini, Homili Natal, 1980).

 

Saudara-saudari terkasih, pada malam ini "pintu suci" hati Allah terbuka di hadapanmu. Yesus, Allah beserta kita, lahir untukmu, untuk saya, untuk kita, untuk setiap manusia. Dan ingatlah bahwa bersama Dia, sukacita tumbuh subur; bersama Dia, hidup berubah; bersama-Nya, pengharapan tidak mengecewakan.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 25 Desember 2024)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.