Bacaan
Ekaristi : Kis. 6:8-10; 7:54-59; Mzm. 31:3cd-4,6,8ab,16bc,17; Mat. 10:17-22.
Saudara-saudari
terkasih, selamat pagi dan selamat Natal!
Saya
ingin membuka pintu lebar-lebar, hari ini, di sini. Saya membuka pintu yang
pertama di Basilika Santo Petrus, pintu yang kedua adalah pintumu. Membuka,
membuka: membuka pintu merupakan suatu isyarat yang indah. Namun, yang lebih
penting adalah apa artinya membuka hati. Hati yang terbuka. Dan inilah yang
dilakukan persaudaraan. Hati yang tertutup dan keras tidak membantu kehidupan
kita. Karena alasan ini, membuka, membuka dan, terutama, membuka hati terhadap
pengharapan adalah rahmat Yubelium. Pengharapan tidak mengecewakan (lih. Rm
5:5), tidak pernah! Pikirkan baik-baik hal ini. Saya pun berpikir begitu,
karena di masa sulit kita berpikir bahwa semuanya sudah berakhir, tidak ada
yang dapat diselesaikan. Namun pengharapan tidak pernah mengecewakan.
Saya
lebih suka membayangkan pengharapan sebagai jangkar yang berada di pantai dan
kita berada di sana memegang tali, aman, karena pengharapan kita seperti
jangkar di daratan kering (lih Ibr 6:17-20). Jangan kehilangan pengharapan.
Inilah pesan yang ingin saya sampaikan kepadamu; kepada semua orang, kepada
kita semua. Saya yang pertama. Setiap orang. Jangan kehilangan pengharapan.
Pengharapan tidak pernah mengecewakan. Tidak pernah. Kadang kala tali itu kasar
dan melukai tangan kita… tetapi dengan tali, selalu dengan tali di tangan,
sambil melihat ke arah pantai, jangkar membawa kita maju. Selalu ada sesuatu
yang baik, selalu ada sesuatu yang membuat kita terus maju.
Tali
di tangan dan, kedua, jendela terbuka lebar, pintu terbuka lebar. Terutama
pintu hati. Ketika hati tertutup, ia menjadi keras seperti batu; ia lupa
tentang kelembutan. Bahkan dalam situasi yang paling sulit sekalipun – kita
masing-masing mempunyai situasi sendiri, lebih mudah, lebih sulit, saya
memikirkanmu – selalu dengan hati terbuka; hati, yang justru menjadikan kita
bersaudara. Bukalah lebar-lebar pintu hatimu. Semua orang tahu cara
melakukannya. Semua orang tahu mana pintu yang tertutup atau setengah tertutup.
Semua orang tahu.
Saya
mengatakan kepadamu dua hal. Pertama: tali di tangan, dengan jangkar
pengharapan. Kedua: bukalah pintu hatimu lebar-lebar. Kita telah membuka yang
ini, tetapi ini adalah simbol pintu hati kita.
Saya
mendoakan agar kamu merayakan Yubelium dengan meriah. Saya mendoakan agar kamu
selalu damai sejahtera, damai sejahtera. Dan setiap hari saya mendoakanmu.
Sungguh. Bukan kiasan. Saya memikirkan dan mendoakanmu. Dan kamu mendoakan
saya. Terima kasih.
[Kata-kata spontan
setelah berkat penutup]
Sekarang
jangan lupakan dua hal yang harus kita lakukan dengan tangan kita. Pertama:
berpegang teguh pada tali pengharapan, berpegang teguh pada jangkar, pada tali.
Jangan pernah meninggalkannya. Kedua: bukalah hatimu lebar-lebar. Hati yang
terbuka. Semoga Tuhan membantu kita dalam semua ini. Terima kasih.
[Kata-kata spontan di
akhir Misa Kudus]
Sebelum
mengakhiri, saya mengucapkan selamat tahun baru kepada semuanya. Semoga tahun
depan lebih baik dari tahun ini. Setiap tahun harus lebih baik. Kemudian dari
sini saya ingin menyapa para narapidana yang masih berada di dalam sel, yang
tidak dapat hadir. Salam untuk kamu semua.
Dan
jangan lupa: berpegangan pada jangkar. Tangan saling bertautan. Jangan lupakan
hal tersebut. Selamat Tahun Baru untuk semuanya. Terima kasih.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 26 Desember 2024)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.