Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU ADVEN III DI PLACE D’AUSTERLITZ (U CASONE), AJACCIO, PRANCIS 15 Desember 2024 : DUA SIKAP ROHANI UNTUK MENANTIKAN KEDATANGAN MESIAS

Bacaan Ekaristi : Zef. 3:14-18a; MT Yes. 12:2-3,4bcd,5-6; Flp. 4:4-7; Luk. 3:10-18.

 

Orang banyak bertanya kepada Yohanes Pembaptis, “Jika demikian, apakah yang harus kami perbuat?” (Luk 3:10). Apa yang harus kita perbuat? Kita harus mendengarkan pertanyaan ini dengan saksama, karena pertanyaan ini mengungkapkan keinginan untuk pembaruan rohani dan kehidupan yang lebih baik. Yohanes mewartakan kedatangan Mesias yang telah lama dinantikan, dan mereka yang mendengarkan khotbahnya ingin dipersiapkan untuk perjumpaan ini: perjumpaan dengan Mesias, perjumpaan dengan Yesus.

 

Injil Lukas memberitahu kita bahwa mereka yang mengungkapkan keinginan untuk bertobat adalah "orang luar". Mereka bukan orang yang secara umum dianggap paling dekat, orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, tetapi orang yang paling jauh, para pemungut cukai, yang dianggap sebagai orang berdosa, dan para prajurit yang bertanya, "Guru, apakah yang harus kami perbuat?" (Luk 3:14). Ini adalah pertanyaan indah yang mungkin dapat kita doakan sebelum tidur malam ini: "Tuhan, apa yang harus kuperbuat untuk mempersiapkan hatiku untuk Natal?". Mereka yang menganggap diri mereka benar tidak diperbarui. Di sisi lain, mereka yang dianggap sebagai pendosa di muka umum, ingin meninggalkan kehidupan lama mereka yang penuh ketidakjujuran dan kekerasan, serta memulai kehidupan baru. Mereka yang jauh menjadi dekat setiap kali Kristus mendekat. Yohanes menanggapi para pemungut cukai dan para prajurit itu dengan mendesak mereka untuk bersikap adil, tidak licik, dan jujur (lih. Luk 3:13-14). Pemberitaan kedatangan Tuhan menggugah hati nurani. Pemberitaan tersebut terutama menarik bagi orang miskin dan orang yang tercampakkan, karena Ia datang bukan untuk menghukum, melainkan untuk menyelamatkan mereka yang hilang (bdk. Luk 15:4-32). Cara terbaik untuk membuka hati kita terhadap keselamatan yang dibawa oleh Yesus adalah berkata jujur: "Tuhan, aku orang berdosa". Kita semua di sini hari ini adalah orang berdosa. Kita semua. "Tuhan, aku orang berdosa". Jadi, kita mendekati Yesus dalam kebenaran, bukan dengan kemewahan kebenaran palsu. Sesungguhnya, Ia datang justru untuk menyelamatkan orang berdosa.

 

Itulah sebabnya hari ini kita juga dapat mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang diajukan orang banyak kepada Yohanes Pembaptis. Di Masa Adven ini, marilah kita menemukan keberanian untuk bertanya tanpa rasa takut, "Lalu apa yang harus kuperbuat?", "Lalu apa yang harus kami perbuat?" untuk mempersiapkan hati yang sederhana, hati yang percaya untuk kedatangan Tuhan.

 

Kitab Suci yang telah kita dengar memaparkan kepada kita dua cara berbeda untuk menantikan Mesias: kita dapat menantikan dengan curiga atau dengan harapan yang penuh sukacita. Kita dapat menantikan keselamatan dengan dua sikap ini: dengan curiga atau dengan harapan yang penuh sukacita. Marilah kita merenungkan dua sikap rohani ini.

 

Sikap pertama, yaitu kecurigaan, penuh dengan ketidakpercayaan dan kecemasan. Ketika kita terus-menerus memikirkan diri dan kebutuhan kita, kita kehilangan roh sukacita. Alih-alih menantikan masa depan dengan harapan, kita melihatnya dengan keraguan. Terjebak dalam kekhawatiran duniawi, kita tidak terbuka terhadap cara kerja pemeliharaan Allah. Kita tidak tahu bagaimana menanti dengan harapan yang dibawa Roh Kudus kepada kita. Perkataan Santo Paulus dapat berfungsi sebagai penawar untuk membangkitkan kita dari kelesuan: "Janganlah khawatir tentang apa pun juga" (Flp 4:6). Ketika menguasai kita, kesedihan menghancurkan kita. Penderitaan, baik penderitaan fisik maupun luka yang disebabkan oleh tragedi keluarga, adalah satu hal, tetapi kesedihan yang sangat berbeda. Sebagai orang kristiani, kita tidak boleh diliputi oleh kesedihan. Berhentilah tertekan, kecewa, atau sedih. Betapa meluasnya penyakit rohani ini saat ini, terutama di tempat-tempat di mana konsumerisme merajalela! Saya telah melihat begitu banyak orang di jalanan Roma akhir-akhir ini yang pergi berbelanja, sedang berbelanja, diliputi oleh kecemasan konsumerisme yang kemudian menghilang dan meninggalkan kehampaan dalam dirimu. Masyarakat yang hidup dengan konsumerisme menjadi tua; mereka tetap tidak puas, karena mereka tidak lagi tahu bagaimana memberi. Jika kita hidup hanya untuk diri kita sendiri, kita tidak akan pernah menemukan kebahagiaan. Jika kita hidup seperti ini (tangan terkepal) dan tidak seperti ini (tangan yang terbuka) kita tidak akan bahagia. Saya pikir jika kita hidup dengan tangan kita seperti ini (terkepal), alih-alih menggunakan tangan kita untuk memberi, membantu dan berbagi, kita tidak akan pernah bahagia. Ini adalah kejahatan yang dapat menimpa kita semua, segenap umat kristiani, bahkan para imam, para uskup dan para kardinal, kita semua, bahkan Paus.

 

Rasul Paulus mengusulkan solusi yang efektif ketika ia menulis, “Nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur” (Flp 4:6). Beriman kepada Allah memberi harapan! Kongres yang baru saja berlangsung di Ajaccio menekankan pentingnya menumbuhkan iman dan menghargai pentingnya kesalehan populer. Marilah kita mengambil contoh doa Rosario. Mengambil Rosario dan mendoakannya dengan baik melatih kita untuk menjaga hati kita terpusat pada Yesus Kristus dengan ambil bagian dalam tatapan kontemplatif Maria. Kita juga dapat memikirkan persaudaraan amal tradisional, yang mengajarkan banyak hal kepada kita tentang melayani sesama dengan murah hati melalui karya belas kasih rohani dan jasmani. Perkumpulan amal umat beriman ini, yang begitu kaya dalam sejarah, secara aktif berpartisipasi dalam liturgi dan doa Gereja, yang mereka perkaya dengan lagu dan devosi populer. Saya mendorong para anggota persaudaraan amal untuk semakin hadir, terutama bagi mereka yang sangat membutuhkan, dan dengan cara ini mempraktikkan iman mereka melalui tindakan amal. Persaudaraan amal yang mempunyai devosi khusus ini hadir bagi setiap orang, hadir untuk menolong sesama mereka.

 

Hal ini membawa kita kepada sikap kedua: harapan yang penuh sukacita. Sikap pertama adalah menunggu dengan curiga. Bagi saya ini berarti menunggu dengan tangan terkepal. Sikap kedua adalah harapan yang penuh sukacita. Tidak mudah untuk bersukacita. Sukacita kristiani bukan sukacita yang dangkal atau fana, seperti sukacita yang berasal dari kepergian ke pasar malam. Tidak, tidak seperti itu. Sebaliknya, sukacita kristiani adalah sukacita yang berakar di dalam hati dan dibangun di atas landasan yang kokoh. Dalam pengertian ini, Nabi Zefanya dapat memberitahu orang-orang yang mendengarkannya untuk bersukacita, karena "Tuhan, Allahmu ada di tengah-tengahmu. Dialah pejuang yang memberikan kemenangan" (Zef. 3:17). Percayalah kepada Tuhan yang ada di tengah-tengah kita, yang tinggal di antara kita. Kita sering melupakan hal ini: Ia ada di tengah-tengah kita ketika kita berbuat baik, ketika kita mendidik anak-anak kita, ketika kita merawat kaum tua. Namun, Ia tidak ada di tengah-tengah kita ketika kita bergosip atau ketika kita berbicara buruk tentang orang lain. Tuhan tidak hadir di sana, hanya kita yang hadir. Kedatangan Tuhan membawa keselamatan kepada kita: itulah alasan sukacita kita. Allah itu “perkasa”, Kitab Suci memberitahu kita. Ia dapat menebus hidup kita karena Ia mampu menggenapi apa yang Ia janjikan! Sukacita kita bukan penghiburan sesaat yang membantu kita melupakan kesedihan hidup. Tidak, sukacita kita bukan penghiburan sesaat. Sukacita kita adalah buah Roh Kudus, yang lahir dari iman kepada Kristus Sang Juruselamat, yang mengetuk pintu hati kita serta membebaskan kita dari kesedihan dan kelesuan. Kehadiran Tuhan di tengah-tengah kita adalah alasan untuk bersukacita; kehadiran-Nya memenuhi masa depan setiap orang dengan harapan. Dalam persekutuan dengan Yesus, kita menemukan sukacita hidup yang sejati dan kita menjadi tanda-tanda harapan yang sangat dicari oleh dunia kita.

 

Dan tanda pertama dari harapan itu adalah kedamaian. Dia yang datang adalah Imanuel, Allah beserta kita, yang menganugerahkan kedamaian kepada mereka yang berkenan kepada Tuhan (lih. Luk 2:14). Dan saat kita bersiap menyambut Yesus selama Masa Adven ini, semoga komunitas kita bertumbuh dalam kemampuan mereka untuk mendampingi setiap orang, khususnya kaum muda yang mempersiapkan diri untuk Sakramen Baptis dan sakramen-sakramen lainnya. Dan khususnya, kaum tua juga. Kaum tua adalah kebijaksanaan suatu umat. Jangan pernah melupakan hal itu! Dan kita masing-masing dapat bertanya kepada diri kita: bagaimana reaksiku terhadap kaum tua? Apakah aku berusaha merawat mereka? Apakah aku meluangkan waktu bersama mereka? Apakah aku mendengarkan mereka? "Oh tidak, cerita-cerita mereka sangat membosankan!". Apakah aku menelantarkan mereka? Berapa banyak anak yang menelantarkan kedua orang tua mereka di panti jompo! Saya ingat suatu kali, di keuskupan lain, saya pergi mengunjungi panti jompo. Dan ada seorang wanita di sana yang memiliki tiga atau empat anak. Saya bertanya kepadanya: "Bagaimana kabar anak-anakmu?" - "Mereka baik-baik saja! Saya punya banyak cucu" - "Dan apakah mereka datang untuk menjengukmu?" – “Ya, mereka selalu datang”. Ketika saya meninggalkan ruangan, perawat berkata, “Mereka datang setahun sekali”. Namun sang ibu menutupi kekurangan anak-anaknya. Begitu banyak orang menelantarkan kaum tua. Mereka mengucapkan Selamat Natal atau Paskah melalui telepon! Rawatlah kaum tua; mereka adalah kebijaksanaan suatu umat.

 

Marilah kita memikirkan kaum muda yang sedang mempersiapkan diri untuk Sakramen Baptis dan sakramen-sakramen lainnya. Di Corsica, syukurlah, mereka banyak! Dan selamat! Saya belum pernah melihat begitu banyak anak-anak seperti di sini! Karunia Allah! Dan saya hanya melihat dua ekor anjing kecil. Saudara-saudari terkasih, milikilah anak! Milikilah anak! Mereka akan menjadi sukacitamu, penghiburanmu di masa depan. Saya mengatakan yang sebenarnya: Saya belum pernah melihat begitu banyak anak. Saya hanya melihat sebanyak ini di Timor-Leste, tetapi tidak di tempat lain. Inilah sukacita dan kemuliaanmu.

 

Sabda Tuhan tidak pernah gagal untuk menyemangati kita. Meskipun penderitaan yang menimpa bangsa-bangsa dan negara-negara, Gereja mewartakan harapan yang tak tergoyahkan yang tidak mengecewakan, karena Tuhan telah datang dan tinggal di tengah-tengah kita. Dan dalam kedatangan-Nya, upaya kita untuk bekerja demi perdamaian dan keadilan menemukan kekuatan yang tak ada habisnya.

 

Saudara-saudari, di setiap waktu dan di tengah setiap penderitaan, Kristus tetap hadir; Kristus adalah sumber sukacita kita. Ia bersama kita dalam setiap kesengsaraan untuk menolong kita melewatinya dan memberi kita sukacita. Marilah kita selalu menumbuhkan sukacita ini di dalam hati kita, keyakinan bahwa Kristus menyertai kita, berjalan bersama kita. Janganlah kita lupakan ini! Maka, dengan sukacita ini, dengan keyakinan bahwa Yesus menyertai kita, kita akan berbahagia dan membuat orang lain berbahagia. Inilah yang harus menjadi kesaksian kita.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Desember 2024)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.