Bacaan Ekaristi : Bil. 6:22-27; Mzm. 67:2-3,5,6,8; Gal. 4:4-7; Luk. 2:16-21.
Pada
awal tahun baru yang telah dianugerahkan Tuhan kepada kita ini, ada baiknya
kita mengarahkan mata dan hati kita kepada Maria. Karena, seperti seorang Ibu,
ia mengarahkan kita kepada Putranya. Ia membawa kita kembali kepada Yesus; ia
berbicara kepada kita tentang Yesus; ia menuntun kita kepada Yesus. Hari Raya Santa
Maria Bunda Allah, sekali lagi membenamkan kita ke dalam misteri Natal. Dalam
rahim Maria, Allah menjadi salah seorang dari kita, dan kita, yang telah
membuka Pintu Suci untuk meresmikan Yubileum, hari ini diingatkan bahwa “Maria
adalah pintu yang dilalui Kristus untuk memasuki dunia ini” (Santo Ambrosius,
Ep. 42, 4: PL, VII).
Rasul
Paulus merangkum misteri ini dengan mengatakan kepada kita bahwa “Allah
mengutus Anak-Nya yang lahir dari seorang perempuan” (Gal 4:4). Kata-kata itu –
“lahir dari seorang perempuan” – bergema di hati kita saat ini; kata-kata itu
mengingatkan kita bahwa Yesus, Juruselamat kita, menjadi manusia dan menyatakan
diri-Nya dalam kelemahan manusiawi.
Lahir
dari seorang perempuan. Kata-kata itu membawa kita kembali ke Natal, karena Sang
Sabda telah menjadi manusia. Rasul Paulus, ketika mengatakan bahwa Kristus
lahir dari seorang perempuan, agaknya merasakan perlunya mengingatkan kita
bahwa Allah sungguh menjadi manusia melalui rahim manusiawi. Ada godaan, yang
saat ini bukan saja menarik perhatian banyak orang, tetapi juga dapat
menyesatkan banyak orang kristiani, untuk membayangkan atau menciptakan Allah
“secara abstrak”, yang dikaitkan dengan beberapa perasaan keagamaan yang samar
atau emosi yang cepat berlalu. Tidak. Allah kasat mata, Ia manusiawi, Ia lahir
dari seorang perempuan; Ia memiliki wajah dan nama, serta memanggil kita untuk
memiliki hubungan dengan-Nya. Kristus Yesus, Juruselamat kita, lahir dari
seorang perempuan, memiliki daging dan darah. Berasal dari pangkuan Bapa, Ia
mengambil rupa manusia dalam rahim Perawan Maria. Dari surga yang tertinggi, Ia
turun ke bumi. Anak Allah, Ia menjadi Anak Manusia. Gambar Allah yang Maha
Kuasa, Kristus datang di antara kita dalam kelemahan; meskipun Ia tidak
bercela, “Ia telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita” (2 Kor 5:21). Ia lahir
dari seorang perempuan; Ia adalah salah seorang dari kita. Karena alasan
inilah, Ia mampu menyelamatkan kita.
Lahir
dari seorang perempuan. Kata-kata itu juga berbicara kepada kita tentang
kemanusiaan Kristus, memberitahu kita bahwa Ia dinyatakan dalam kelemahan
manusiawi. Lahir dari seorang perempuan, Ia datang kepada kita sebagai bayi
mungil. Itulah sebabnya para gembala yang pergi untuk melihat apa yang telah
diwartakan Malaikat tidak menemukan tanda-tanda yang luar biasa atau
pertunjukan yang hebat, tetapi “Maria dan Yusuf, serta bayi yang berbaring di
dalam palungan” (Luk 2:16). Mereka menemukan seorang bayi mungil yang tak
berdaya yang membutuhkan perawatan, pakaian dan susu, belaian dan cinta ibunya.
Santo Louis-Marie Grignion de Montfort memberitahu kita bahwa kebijaksanaan
ilahi “meskipun tentu saja mampu, tidak ingin memberikan dirinya secara
langsung kepada manusia, tetapi memilih untuk melakukannya melalui Santa
Perawan. Ia juga tidak ingin datang ke dunia sebagai orang dewasa, tanpa
membutuhkan orang lain, tetapi sebagai bayi mungil, yang membutuhkan perawatan
dan makanan dari seorang Ibu” (Risalah tentang Devosi Sejati kepada Santa
Perawan, 139). Dalam kehidupan Yesus, kita melihat bahwa inilah cara Allah
memilih untuk bertindak: melalui kekecilan dan ketersembunyian. Yesus tidak
pernah menyerah pada godaan untuk melakukan tanda-tanda besar dan memaksakan
diri-Nya kepada orang lain, sebagaimana disarankan iblis. Sebaliknya, ia
menyatakan kasih Allah dalam keindahan kemanusiaan-Nya, tinggal di
tengah-tengah kita, ambil bagian dalam kehidupan kita sehari-hari, upaya dan
impian kita, berbelas kasih kepada mereka yang mengalami penderitaan tubuh dan
jiwa, memberikan penglihatan kepada yang buta dan kekuatan kepada yang putus
asa. Tiga sikap Allah adalah belas kasihan, kedekatan dan bela rasa. Allah
datang mendekati kita dan penuh belas kasih dan berbela rasa. Janganlah kita
lupakan ini. Dengan kelemahan kemanusiaan-Nya dan kepedulian-Nya terhadap yang lemah
dan rentan, Yesus menunjukkan wajah Allah kepada kita.
Saudari-saudari,
sungguh alangkah baiknya kita merenungkan bagaimana Maria, perempuan belia dari
Nazaret, terus-menerus membawa kita kembali kepada misteri Yesus, Putranya. Ia
mengingatkan kita bahwa Yesus datang dalam rupa manusia, dan kita menjumpai-Nya
terutama dalam kehidupan kita sehari-hari, dalam kemanusiaan kita yang rapuh
dan kemanusiaan semua orang yang kita jumpai setiap hari. Dengan berdoa kepada
Bunda Maria sebagai Bunda Allah, kita mewartakan bahwa Kristus dilahirkan dari
Bapa, tetapi juga benar-benar lahir dari seorang perempuan. Kita mewartakan
bahwa meskipun Ia adalah pemilik waktu, Ia tinggal di dalam waktu kita, bahkan
di tahun yang baru ini, dengan kehadiran-Nya yang penuh kasih. Kita mewartakan
bahwa Ia adalah Juruselamat dunia, tetapi kita mampu menjumpai-Nya dan
dipanggil untuk mencari-Nya dalam wajah setiap manusia. Jika Ia, yang adalah
Putra, menjadi begitu kecil untuk dipeluk oleh seorang ibu, dirawat dan
disusui, ini berarti hari ini juga Ia datang di antara kita dalam diri semua
orang yang membutuhkan kepedulian serupa: dalam diri setiap saudara-saudari
yang kita jumpai, dalam diri setiap orang yang membutuhkan perhatian dan kasih
sayang kita.
Marilah
kita memercayakan tahun baru ini kepada Maria, Bunda Allah. Semoga kita
belajar, seperti dia, untuk menemukan keagungan Allah dalam hal-hal kecil
kehidupan. Semoga kita belajar untuk peduli terhadap setiap anak yang
dilahirkan dari seorang perempuan, terutama dengan melindungi, seperti Maria,
karunia kehidupan yang berharga: kehidupan dalam rahim, kehidupan anak-anak,
kehidupan orang yang sedang menderita, orang miskin, orang lanjut usia, orang
yang kesepian dan orang yang sedang menghadapi ajal. Hari ini, pada Hari
Perdamaian Sedunia ini, kita semua diundang untuk menerima panggilan yang
mengalir dari hati keibuan Maria: menghargai kehidupan, peduli terhadap
kehidupan yang terluka – ada begitu banyak kehidupan yang terluka –, memulihkan
martabat kehidupan setiap orang yang “lahir dari seorang perempuan”, karena
inilah dasar untuk membangun budaya perdamaian. Karena alasan ini, “Saya
meminta komitmen yang kuat untuk menghormati martabat kehidupan manusia sejak
pembuahan hingga kematian alami, sehingga setiap orang dapat menghargai
hidupnya dan semua orang dapat menatap masa depan dengan pengharapan” (Pesan
untuk Hari Perdamaian Sedunia Ke-58, 1 Januari 2025).
Maria,
Bunda Allah dan Bunda kita, menanti kita di sana, di palungan. Ia menunjukkan
kepada kita, seperti yang ia lakukan kepada para gembala, kehadiran Allah yang
selalu mengejutkan kita, yang tidak datang dalam keagungan surgawi, tetapi
dalam kekecilan palungan. Marilah kita mempercayakan kepadanya Tahun Yubileum
baru ini. Marilah kita memercayakan kepadanya persoalan, kekhawatiran,
penderitaan, sukacita dan seluruh keprihatinan yang kita tanggung dalam hati
kita. Ia adalah ibu kita, bunda kita! Marilah kita memercayakan kepadanya
seluruh dunia, sehingga pengharapan dapat terlahir kembali dan perdamaian
akhirnya dapat bersemi bagi semua orang di bumi.
Sejarah
memberitahu kita bahwa di Efesus, ketika para uskup memasuki gereja, umat
beriman yang hadir, dengan tongkat di tangan mereka, berseru: “Bunda Allah!”.
Tentunya tongkat itu adalah janji tentang apa yang akan terjadi jika para uskup
tidak menyatakan dogma “Bunda Allah”. Saat ini kita tidak memiliki tongkat,
tetapi kita memiliki hati dan suara anak-anak. Karena itu, marilah kita
bersama-sama, marilah kita berseru kepada Santa Bunda Allah. Marilah kita
bersama-sama, dengan tegas mengatakan: “Santa Bunda Allah!”, tiga kali.
Bersama-sama: “Santa Bunda Allah! Santa Bunda Allah! Santa Bunda Allah”!
______
(Peter Suriadi - Bogor, 1 Januari 2025)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.