Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENAMPAKAN TUHAN 6 Januari 2025 : TIGA KARAKTERISTIK BINTANG

Bacaan Ekaristi : Yes. 60:1-6; Mzm. 72:1-2,7-8,10-11,12-13. Ef. 3:2-3a,5-6; Mat. 2:1-12.

 

“Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia” (Mat 2:2). Inilah kesaksian yang diberikan orang Majus kepada penduduk Yerusalem, yang memberitahu mereka bahwa raja orang Yahudi telah lahir.

 

Orang Majus memberikan kesaksian bahwa mereka telah berangkat ke arah yang berbeda dalam hidup mereka karena mereka telah melihat cahaya baru di langit. Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungkan gambaran ini saat kita merayakan Hari Raya Penampakan Tuhan selama Yubileum pengharapan ini. Saya ingin menyoroti tiga karakteristik bintang yang dibicarakan oleh Matius sang penginjil: bintang terang benderang, dapat dilihat oleh semua orang, dan menunjukkan jalan.

 

Pertama, bintang terang benderang. Banyak penguasa pada zaman Yesus menyebut diri mereka sebagai “bintang” karena mereka merasa penting, berkuasa, dan terkenal. Namun, terang yang menyingkapkan mukjizat Natal kepada orang Majus bukan salah satu dari “terang” ini. Kemegahan buatan mereka yang dingin, yang muncul dari rencana jahat dan permainan kekuasaan mereka, tidak dapat memuaskan kebutuhan orang Majus yang sedang mencari kebaruan dan pengharapan. Mereka justru dipuaskan oleh jenis terang yang berbeda, yang dilambangkan oleh bintang, yang menerangi dan menghangatkan orang lain dengan membiarkan dirinya bersinar terang dan dipergunakan. Bintang berbicara kepada kita tentang terang yang unik yang dapat menunjukkan kepada semua orang jalan menuju keselamatan dan kebahagiaan, yaitu kasih. Inilah satu-satunya terang yang dapat membuat kita bahagia.

 

Terang ini, terutaman, adalah kasih Allah, yang menjadi manusia dan menyerahkan diri-Nya bagi kita dengan mengorbankan hidup-Nya. Maka, saat kita merenungkan, kita dapat melihat bahwa terang ini juga memanggil kita untuk menyerahkan diri kita bagi satu sama lain, menjadi, dengan pertolongan-Nya, tanda pengharapan bersama, bahkan di malam tergelap dalam hidup kita. Marilah kita pikirkan ini: apakah kita berseri-seri dengan pengharapan? Apakah kita mampu memberikan pengharapan kepada sesama kita dengan terang iman kita?

 

Bintang menuntun orang Majus ke Betlehem dengan terang benderangnya. Kita juga, dengan kasih kita, dapat membawa orang-orang yang kita jumpai kepada Yesus, memungkinkan mereka untuk melihat dalam diri Putra Allah yang menjadi manusia keindahan wajah Bapa (lih. Yes 60:2) dan cara Dia mengasihi, yaitu melalui kedekatan, bela rasa, dan kelembutan. Janganlah kita pernah melupakan ini: Allah dekat, berbela rasa, dan lembut. Inilah kasih: kedekatan, bela rasa, dan kelembutan. Lebih dari itu, kita bisa melakukannya tanpa memerlukan cara-cara yang luar biasa atau metode yang canggih, tetapi cukup dengan menjadikan hati kita bercahaya dengan iman, pandangan kita lapang dalam menyambut, gerak-gerik dan tutur kata kita penuh dengan kelembutan dan kebaikan.

 

Maka, saat kita merenungkan orang Majus, yang menengadah untuk mencari bintang, marilah kita memohon kepada Tuhan agar kita dapat menjadi terang yang dapat menuntun satu sama lain untuk berjumpa dengan Dia (bdk. Mat 5:14-16). Alangkah menyedihkan ketika seseorang tidak menjadi terang bagi sesamanya.

 

Sekarang kita sampai pada karakteristik bintang yang kedua: bintang terlihat oleh semua orang. Orang Majus tidak mengikuti petunjuk dari sebuah kode rahasia, tetapi bintang yang mereka lihat bersinar di langit. Sementara mereka mengamatinya, orang lain – seperti Herodes dan para ahli Taurat – justru tidak menyadari kehadirannya. Namun bintang selalu ada, dapat diakses oleh orang-orang yang menengadah untuk mencari tanda pengharapan. Apakah kita menjadi tanda pengharapan bagi sesama kita?

 

Ini juga mengandung pesan penting. Allah tidak menyatakan diri-Nya kepada kelompok eksklusif atau kepada segelintir orang yang memiliki hak istimewa. Allah menawarkan persahabatan dan bimbingan-Nya kepada mereka yang mencari-Nya dengan hati yang tulus (bdk. Mzm 145:18). Sungguh, Ia sering kali mengantisipasi pertanyaan-pertanyaan kita, datang mencari kita bahkan sebelum kita menanyakan (bdk. Rm 10:20; Yes 65:1). Karena alasan ini, dalam kisah kelahiran Yesus, kita menggambarkan orang Majus dengan bercirikan segala usia dan ras: seorang muda, seorang dewasa, seorang tua, yang mencerminkan berbagai bangsa di bumi. Kita melakukan ini untuk mengingatkan diri kita bahwa Allah mencari semua orang, selalu. Allah mencari semua orang, semua orang.

 

Kita sebaiknya merenungkan hal ini hari ini, pada saat individu dan bangsa dilengkapi dengan sarana komunikasi yang semakin menguasai, namun tampaknya menjadi kurang bersedia untuk memahami, menerima, dan berjumpa orang lain dalam keberagaman mereka!

 

Bintang, yang bersinar di langit dan menawarkan cahayanya kepada semua orang, mengingatkan kita bahwa Putra Allah datang ke dunia untuk menjumpai setiap orang di bumi, apa pun kelompok etnis, bahasa atau bangsa mereka (lih. Kis 10:34-35; Why 5:9), dan Ia mempercayakan kepada kita perutusan universal yang sama (lih. Yes 60:3). Dengan kata lain, Allah memanggil kita untuk menolak segala sesuatu yang mendiskriminasi, mengecualikan atau mencampakkan orang, dan sebagai gantinya, mempromosikan, di komunitas dan lingkungan kita, budaya penerimaan yang kuat, di mana tempat-tempat sempit ketakutan dan kecaman digantikan oleh ruang terbuka perjumpaan, perpaduan dan ambil bagian dalam kehidupan; ruang aman di mana setiap orang dapat menemukan kehangatan dan tempat berteduh.

 

Bintang ada di langit, bukan untuk tetap jauh dan tidak dapat diakses, tetapi agar cahayanya dapat terlihat oleh semua orang, sehingga dapat mencapai setiap rumah dan mengatasi setiap penghalang, membawa pengharapan ke sudut-sudut paling terpencil dan terlupakan di planet ini. Ia berada di langit agar dapat memberitahu semua orang, melalui cahayanya yang cuma-cuma, bahwa Allah tidak menolak atau melupakan siapa pun (bdk. Yes 49:15). Mengapa? Karena Ia adalah Bapa yang sukacita terbesar-Nya melihat anak-anak-Nya kembali ke rumah, berkumpul bersama dari seluruh penjuru dunia (bdk. Yes 60:4). Ia senang melihat anak-anak-Nya membangun jembatan, membersihkan jalan, mencari mereka yang tersesat dan menggendong mereka yang berjuang untuk berjalan, sehingga tidak seorang pun tertinggal dan semua orang dapat ambil bagian dalam sukacita di rumah Bapa.

 

Bintang berbicara kepada kita tentang impian Allah bahwa setiap manusia di mana pun, dalam segala keragaman mereka, akan bersama-sama membentuk satu keluarga yang dapat hidup rukun dalam kemakmuran dan kedamaian (lih. Yes 2:2-5).

 

Ini membawa kita kepada karakteristik bintang yang ketiga: menunjukkan jalan. Ini juga merupakan wawasan yang bermanfaat, terutama dalam konteks Tahun Suci yang sedang kita rayakan, di mana salah satu ciri utamanya adalah peziarahan.

 

Cahaya bintang mengundang kita untuk melakukan perjalanan batin yang, sebagaimana ditulis Santo Yohanes Paulus II, membebaskan hati kita dari segala hal yang bukan kasih, guna “berjumpa Kristus sepenuhnya, mengakui iman kita kepada-Nya dan menerima kelimpahan belas kasih-Nya” (Surat mengenai Peziarahan ke Tempat-Tempat yang Terkait dengan Sejarah Keselamatan, 29 Juni 1999, 12).

 

Berjalan bersama “secara tradisional dikaitkan dengan pencarian manusiawi kita akan makna hidup” (bdk. Spes Non Confundit, 5). Dengan memandang bintang, kita juga dapat memperbarui komitmen kita untuk menjadi laki-laki dan perempuan yang mengikuti Jalan Tuhan, sebutan umat kristiani pada tahun-tahun pertama Gereja (bdk. Kis 9:2).

 

Maka, semoga Tuhan menjadikan kita terang yang menuntun sesama kita kepada-Nya; semoga Ia menjadikan kita murah hati, seperti Maria, dalam memberi diri kita, ramah dan rendah hati dalam berjalan bersama, sehingga kita dapat bertemu, mengenali, dan menyembah Dia. Diperbarui oleh-Nya, semoga kita berangkat untuk membawa terang kasih-Nya ke dunia.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 6 Januari 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.