Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA KRISMA 14 April 2022 : MATA PARA IMAM HARUS TERTUJU KEPADA YESUS SEHINGGA DAPAT MENGENYAHKAN BERHALA-BERHALA YANG TERSEMBUNYI

Bacaan Ekaristi : Yes. 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm. 89:21-22,25,27; Why. 1:5-8; Luk. 4:16-21.

 

Dalam bacaan dari Kitab Nabi Yesaya yang telah kita dengar, Tuhan membuat janji yang penuh harapan, janji yang pertama-tama menjadi perhatian kita : “Kamu akan disebut imam TUHAN dan akan dinamai pelayan Allah kita … Aku akan memberi upahmu dengan tepat, dan akan mengikat perjanjian abadi dengan kamu” (61:6.8). Menjadi imam, saudara-saudaraku yang terkasih, adalah sebuah rahmat, sebuah rahmat yang sangat besar, namun bukan terutama sebuah rahmat bagi kita, melainkan bagi umat kita.[1] Kenyataan bahwa Tuhan mengangkat, dari antara kawanan domba-Nya, beberapa orang yang mengabdikan diri mereka secara khusus untuk memelihara kawanan domba-Nya sebagai bapa dan gembala adalah karunia besar bagi umat kita. Tuhan sendiri yang memberi upah para imam : "Aku akan memberi upahmu dengan tepat" (Yes 61:8). Dan, seperti yang kita semua ketahui, Ia adalah pemberi upah yang baik, bahkan jika Ia memiliki kekhasan dalam melakukan sesuatu, seperti memberi upah orang-orang yang terakhir ketimbang yang pertama inilah cara-Nya.

 

Bacaan dari Kitab Wahyu memberitahu kita apa upah Tuhan tersebut. Upah Tuhan adalah kasih dan pengampunan-Nya yang tanpa syarat atas dosa-dosa kita dengan harga darah-Nya yang tercurah di kayu Salib : “Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya -- dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya” ( 1:5-6). Tidak ada upah yang lebih besar daripada persahabatan dengan Yesus, jangan melupakanhal ini. Tidak ada kedamaian yang lebih besar daripada pengampunan-Nya, dan kita semua tahu hal tersebut. Tidak ada harga yang lebih mahal daripada darah-Nya yang berharga, dan kita tidak boleh membiarkannya dilecehkan oleh perilaku yang tidak layak.

 

Jika kita memikirkannya, saudara para imam yang terkasih, Tuhan sedang mengundang kita untuk setia kepada-Nya, setia kepada perjanjian-Nya, dan membiarkan diri kita dikasihi dan diampuni oleh-Nya. Semuanya adalah undangan yang ditujukan kepada kita, sehingga dengan cara ini kita dapat melayani, dengan hati nurani yang bersih, umat Allah yang kudus dan setia. Umat kita layak mendapatkan hal ini dan mereka membutuhkannya. Injil Lukas memberitahu kita bahwa, setelah Yesus membaca nas dari Kitab Nabi Yesaya di hadapan penduduk kota asal-Nya dan duduk, “mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya” (4:20). Kitab Wahyu juga berbicara kepada kita tentang hari ini mata yang tertuju kepada Yesus. Kitab Wahyu berbicara tentang daya tarik yang tak tertahankan dari Tuhan yang disalibkan dan bangkit yang menuntun kita untuk mengakui dan menyembah-Nya : “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan dan setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Dan semua bangsa di bumi akan meratapi Dia. Ya, amin!" (1:7). Rahmat utama, pada saat kembalinya Tuhan yang bangkit, akan berupa pengakuan langsung. Kita akan melihat Dia dan luka-luka-Nya. Kita akan mengenali siapa Dia, dan siapa kita, sebagai orang-orang berdosa yang malang.

 

“Membuat mata kita tertuju kepada Yesus” adalah sebuah rahmat yang perlu kita, sebagai para imam, kembangkan. Pada akhir hari, kita sebaiknya menatap Tuhan, dan membiarkan Ia menatap hati kita dan hati semua orang yang telah kita jumpai. Bukan sebagai pertanggungjawaban atas dosa-dosa kita, tetapi sebagai tindakan kontemplasi yang penuh kasih, di mana kita menelaah hari kita dengan mata Yesus, melihat rahmat dan karunia hari itu, dan mengucap syukur atas semua yang telah dilakukan-Nya bagi kita. Tetapi juga untuk menghadapkan pencobaan-pencobaan kita kepada-Nya, untuk mengenali dan menolaknya. Sebagaimana dapat kita lihat, hal ini membutuhkan pemahaman apa yang berkenan bagi Tuhan dan apa yang Ia minta dari diri kita di sini dan sekarang, pada titik ini dalam hidup kita.

 

Dan mungkin, jika kita memandang-Nya dengan penuh kebaikan, Ia juga akan membantu kita untuk menunjukkan kepada-Nya berhala-berhala kita. Berhala-berhala yang, seperti Rahel, kita sembunyikan di balik lipatan jubah kita (bdk. Kej 31:34-35). Membiarkan Tuhan melihat berhala-berhala yang tersembunyi itu - kita semua memilikinya; kita semua! - dan memperkuat kita menentang dan mengenyahkan kuasa berhala-berhala itu.

 

Tatapan Tuhan membuat kita melihat bahwa, melalui mereka kita benar-benar memuliakan diri kita sendiri,[2] karena di sana, di ruang-ruang yang kita tandai sebagai milik kita secara eksklusif, iblis menyelundupkan diri dengan racunnya. Ia tidak hanya membuat kita berpuas diri, membebaskan kendali terhadap satu kegairahan atau pemeliharaan lainnya, bahkan Ia juga menuntun kita untuk menggantikan dengan berhala-berhala itu kehadiran Pribadi ilahi, Bapa, Putra dan Roh yang berdiam di dalam diri kita. Hal ini terjadi. Meskipun kita mungkin mengatakan pada diri kita sendiri bahwa kita tahu betul perbedaan antara Allah dan berhala, dalam pelaksanaannya kita mengambil ruang Tritunggal untuk diberikan kepada iblis, dalam semacam penyembahan tidak langsung. Ibadah orang yang diam-diam namun terus-menerus mendengarkan pembicaraannya dan memakai produknya, sehingga pada akhirnya tidak ada sedikit pun sudut yang tersisa untuk Tuhan. Ia seperti itu, ia bekerja dengan tenang dan perlahan-lahan. Dalam konteks lain saya berbicara tentang setan-setan yang “terpelajar”, ​​yang menurut Yesus lebih buruk daripada yang diusir. Mereka "sopan", mereka membunyikan bel, mereka masuk dan secara bertahap mengambil alih rumah. Kita harus berhati-hati, inilah berhala-berhala kita.

 

Ada sesuatu tentang berhala-berhala yang bersifat pribadi. Ketika kita gagal membuka kedok mereka, ketika kita tidak membiarkan Yesus menunjukkan kepada kita bahwa di dalam berhala-berhala itu kita keliru dan tidak perlu mencari diri kita, kita memberi ruang bagi si Jahat. Kita perlu ingat bahwa iblis menuntut kita untuk melakukan kehendaknya dan melayaninya, tetapi ia tidak selalu meminta kita untuk melayani dan menyembahnya terus-menerus; tetapi hati-hati, ia adalah diplomat yang hebat. Menerima penyembahan kita dari waktu ke waktu sudah cukup baginya untuk membuktikan bahwa ia adalah tuan kita yang sebenarnya dan bahwa ia bisa merasa seperti allah dalam hidup kita dan di dalam hati kita.

 

Karena itu, dalam Misa Krisma ini, saya ingin membagikan kepadamu tiga ruang penyembahan berhala yang tersembunyi di mana Si Jahat menggunakan berhala-berhala kita untuk melemahkan panggilan kita sebagai gembala dan, sedikit demi sedikit, memisahkan kita dari kehadiran Yesus, Roh dan Bapa yang penuh kebajikan dan kasih.

 

Satu ruang penyembahan berhala yang tersembunyi terbuka di mana pun ada keduniawian rohani, yang merupakan "tawaran kehidupan, budaya, budaya fana, penampilan, kosmetik".[3] Kriterianya adalah triumfalisme, triumfalisme tanpa salib. Yesus berdoa agar Bapa menjaga kita dari budaya keduniawian ini. Godaan kemuliaan tanpa salib ini sungguh bertentangan dengan pribadi Tuhan, bertentangan dengan Yesus, yang merendahkan diri-Nya dalam penjelmaan dan, sebagai tanda perbantahan, adalah satu-satunya obat kita melawan setiap berhala. Menjadi miskin bersama Kristus yang miskin dan “memilih menjadi miskin”: inilah pola pikir Sang Kasih; tidak ada yang lain. Dalam Bacaan Injil hari ini, kita melihat bagaimana Tuhan memilih sebuah rumah ibadat sederhana di desa kecil di mana Ia menghabiskan sebagian besar hidup-Nya, untuk mewartakan pesan yang juga akan Ia wartakan pada akhir zaman, ketika Ia akan datang dalam kemuliaan-Nya, dikelilingi oleh para malaikat. Mata kita harus tertuju kepada Kristus, kepada kenyataan sejarah-Nya yang sesungguhnya bersama saya, sekarang, bahkan sebagaimana akan terjadi kelak. Sikap duniawi mengupayakan kemuliaan kita merampas kehadiran Yesus, yang rendah hati dan hina, Tuhan yang dekat dengan semua orang, Kristus yang menderita dengan semua orang yang menderita, yang disembah oleh umat kita, yang tahu siapa para sahabat sejati-Nya. Seorang imam duniawi tidak lebih daripada seorang kafir yang menjadi klerus.

 

Ruang kedua penyembahan berhala yang tersembunyi terbuka dengan jenis pragmatisme di mana angka menjadi hal yang paling penting. Orang-orang yang menghargai berhala tersembunyi ini dapat dikenali dari kecintaan mereka pada statistik, angka-angka yang dapat mendepersonalisasi setiap diskusi dan menarik mayoritas sebagai kriteria definitif untuk membedakan; ini tidak bagus. Ini tidak bisa menjadi satu-satunya metode atau kriteria untuk Gereja Kristus. Orang tidak dapat "dihitung", dan Allah tidak "mengukur" karunia Roh-Nya (bdk. Yoh 3:34). Dalam ketertarikan dan kecintaan pada angka-angka ini, kita benar-benar mencari diri kita sendiri, senang dengan kendali yang ditawarkan kepada kita dengan cara berpikir ini, tidak peduli dengan wajah-wajah individu dan jauh dari cinta. Salah satu ciri para kudus besar adalah mereka tahu bagaimana melangkah mundur untuk meninggalkan ruang sepenuhnya bagi Allah. Langkah mundur ini, melupakan diri kita dan ingin dilupakan oleh orang lain, adalah tanda Roh, yang dalam arti tertentu "tidak berwajah", - Roh "tidak berwajah" - hanya karena Ia sepenuhnya Kasih, menerangi gambar Sang Putra dan, di dalam Dia, gambar Bapa. Pemujaan angka mencoba untuk menggantikan pribadi Roh Kudus, yang suka bersembunyi - karena Ia "tak berwajah" - mencoba membuat segalanya "jelas", meskipun dengan cara abstrak dan direduksi menjadi angka, tanpa penjelmaan nyata.

 

Ruang ketiga penyembahan berhala yang tersembunyi, terkait dengan yang kedua, berasal dari fungsionalisme. Ini bisa memikat; banyak orang “lebih antusias dengan peta jalan daripada jalan”. Pola pikir fungsionalis memiliki sedikit perhatian terhadap misteri; tujuannya demi efisiensi. Sedikit demi sedikit, berhala ini menggantikan kehadiran Bapa di dalam diri kita. Berhala pertama menggantikan kehadiran Putra, berhala kedua menggantikan kehadiran Roh, dan berhala ketiga menggantikan kehadiran Bapa. Bapa kita adalah Sang Pencipta, tetapi bukan hanya pencipta yang membuat segala sesuatu "berfungsi". Ia “menciptakan” kita, sebagai Bapa kita, dengan cinta yang lembut, merawat ciptaan-Nya dan bekerja untuk membuat manusia semakin bebas. “Para pejabat” tidak senang dengan rahmat yang dicurahkan Roh kepada umat-Nya, yang darinya mereka juga dapat “dipelihara” seperti pekerja yang mendapatkan upahnya. Para gembala dengan pola pikir fungsionalis memiliki makanan sendiri, yaitu egonya. Dalam fungsionalisme, kita mengesampingkan penyembahan Bapa dalam perkara besar dan kecil dalam hidup kita serta menikmati efisiensi program kita. Sebagaimana dilakukan Daud ketika, tergoda oleh Iblis, ia bersikeras untuk melakukan cacah jiwa (bdk. 1Taw 21:1). Inilah para pecinta rencana rute dan rencana perjalanan, serta bukan perjalanan itu sendiri.

 

Dalam dua ruang penyembahan berhala yang tersembunyi terakhir (pragmatisme angka dan fungsionalisme), kita mengganti harapan, yang merupakan ruang perjumpaan dengan Allah, dengan hasil empiris. Ini menunjukkan sikap keangkuhan dari pihak gembala, sikap yang melemahkan persatuan umat-Nya dengan Allah dan menempa berhala baru berdasarkan angka dan program: berhala “kuasaku, kuasa kita”,[4] program kita, angka-angka dan rencana pastoral kita. Menyembunyikan berhala-berhala ini (seperti yang dilakukan Rahel), dan tidak tahu bagaimana membuka kedoknya dalam kehidupan kita sehari-hari, mengurangi kesetiaan kita pada janji imamat kita dan membuat hubungan pribadi kita dengan Tuhan menjadi suam-suam kuku. Tetapi apa yang diinginkan Uskup ini? Alih-alih berbicara tentang Yesus, ia berbicara tentang berhala hari ini. Seseorang bisa berpikir seperti itu…

 

Saudara-saudara terkasih, Yesus adalah satu-satunya "jalan" untuk menghindari kesalahan dalam memahami apa yang kita rasakan dan ke mana hati kita membawa kita. Ia adalah satu-satunya jalan yang menuntun kepada penegasan yang tepat, saat kita mengukur diri kita terhadap Dia setiap hari. Seolah-olah, bahkan sekarang, Ia duduk di gereja paroki kita dan memberitahu kita bahwa hari ini semua yang kita dengar sekarang telah digenapi. Yesus Kristus, sebagai tanda perbantahan – yang tidak selalu sesuatu yang keras dan menyakitkan, demi belas kasihan dan, terlebih lagi, kasih yang lembut, dengan sendirinya merupakan tanda perbantahan – Yesus Kristus, saya ulangi, memaksa berhala-berhala ini untuk menunjukkan diri mereka, sehingga kita dapat melihat kehadiran mereka, akar mereka dan cara mereka beroperasi, dan membiarkan Tuhan menghancurkan mereka. Ini adalah tawaran : perkenankan Tuhan menghancurkan berhala-berhala yang tersembunyi itu. Kita harus mengingat hal-hal ini dan berhati-hati, jangan sampai lalang berhala-berhala ini yang dapat kita sembunyikan di dalam lipatan hati kita dapat tumbuh kembali.

 

Saya ingin mengakhiri dengan memohon kepada Santo Yosef, sebagai bapa yang bergegas, bebas dari berhala-berhala tersembunyi, untuk membebaskan kita dari segala bentuk kepemilikan, karena kepemilikan adalah tanah subur di mana berhala-berhala ini tumbuh. Semoga ia juga mendapatkan bagi kita rahmat untuk bertekun dalam tugas yang sulit untuk membedakan berhala-berhala yang terlalu sering kita sembunyikan atau yang menyembunyikan diri mereka. Marilah kita juga memohon, kapan pun kita bertanya-tanya apakah kita dapat melakukan hal-hal yang lebih baik, agar ia menjadi perantara kita, sehingga Roh dapat menerangi penilaian kita, sama seperti yang Ia lakukan ketika Yosef tergoda untuk menceraikan Maria "secara diam-diam" (lathra). Dengan cara ini, dengan keluhuran hati, kita mungkin dapat membuat diri kita tunduk pada cinta kasih yang telah kita pelajari melalui hukum.[5]

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 14 April 2022)



[1]Karena imamat jabatan atau hirarkis melayani imamat umum kaum beriman. Tuhan telah mengangkat orang-orang tertentu “demi nama Kristus secara resmi menunaikan tugas imamat bagi orang-orang” (Konsili Vatikan II, Dekrit tentang Pelayanan dan Kehidupan Para Imam Presbyterorum Ordinis, 2; bdk. Konstitusi Dogmatis tentang Gereja Lumen Gentium, 10). “Para pelayan, yang mempunyai kekuasaan kudus, melayani saudara-saudara mereka” (Lumen Gentium, 18).

[2]Bdk. Audiensi Umum, 1 Agustus 2018.

[3]Homili, Misa di kediaman Santa Marta, 16 Mei 2020.

[4]J.M. BERGOGLIO, Meditasi Kaum Religius, Bilbao, Mensajero, 2014, 145.

[5]Bdk. Surat Apostolik Patris Corde, 4, catatan 18.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.