Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI RAYA SANTA PERAWAN MARIA DIANGKAT KE SURGA DI PAROKI SANTO THOMAS DARI VILLANOVA (CASTEL GANDOLFO) 15 Agustus 2025

Bacaan Liturgi : Why. 11:19a;12:1,3-6a,10ab; Mzm. 45:10c-12,16; 1Kor. 15:20-26; Luk. 1:39-56.

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Hari ini bukan hari Minggu, namun kita merayakan secara lain misteri Paskah Yesus, yang mengubah jalannya sejarah. Dalam diri Maria dari Nazaret, kita mengenali sejarah kita: sejarah Gereja, yang terbenam dalam nasib bersama umat manusia. Dengan mengambil rupa daging dalam diri Maria, Allah kehidupan — Allah kebebasan — telah menaklukkan maut. Ya, hari ini kita merenungkan bagaimana Allah mengalahkan maut — namun tak pernah tanpa kita. Ia meraja, tetapi "ya" kita terhadap kasih-Nya dapat mengubah segalanya. Di kayu salib, Yesus dengan bebas mengucapkan "ya" yang akan melucuti kuasa maut — maut yang masih menjalar di mana pun tangan kita tersalib dan hati kita tetap terpenjara oleh rasa takut dan ketidakpercayaan. Di kayu salib, kepercayaan menang; demikian pula kasih, yang melihat apa yang akan datang; dan pengampunan menang.

 

Maria hadir di sana, bersatu dengan Putranya. Di zaman kita, kita seperti Maria setiap kali kita tidak melarikan diri, setiap kali kita menjadikan "ya" Yesus sebagai "ya" kita. "Ya" itu masih hidup dan menolak maut dalam diri para martir zaman kita, dalam kesaksian iman dan keadilan, kelembutan dan perdamaian. Maka, hari sukacita ini juga menjadi hari yang memanggil kita untuk memilih – bagaimana dan untuk siapa kita akan hidup.

 

Perayaan liturgi Hari Raya Santa Perawan Maria Diangkat ke Surga menawarkan kita Bacaan Injil tentang kunjungan Maria. Santo Lukas mencatat dalam bacaan ini sebuah momen yang menentukan dalam panggilan Maria. Sungguh indah mengenang hari itu, saat kita merayakan momen puncak kehidupannya. Setiap kisah manusia, bahkan kisah Bunda Allah, singkat di bumi ini dan akan berakhir. Namun tidak ada yang hilang. Ketika sebuah kehidupan berakhir, keunikannya bahkan bersinar lebih jelas. Magnificat, yang dalam Bacaan Injil ditempatkan di bibir Maria yang masih belia, sekarang memancarkan terang seluruh harinya. Satu hari saja — hari ia bertemu sepupunya Elisabet — mengandung benih dari setiap hari lainnya, dari setiap musim lainnya. Dan kata-kata saja tidak cukup; sebuah kidung dibutuhkan, kidung yang terus dinyanyikan dalam Gereja “turun-temurun” (Luk 1:50), di setiap penghujung hari. Kesuburan yang mengejutkan dari Elisabet yang mandul meneguhkan kepercayaan Maria; mengantisipasi kesuburan jawaban "ya"-nya, yang juga mencakup kesuburan Gereja dan seluruh umat manusia setiap kali Sabda Allah yang memperbarui disambut. Hari itu, dua perempuan bertemu dalam iman, lalu tinggal bersama selama tiga bulan untuk saling mendukung, bukan hanya dalam hal-hal praktis tetapi juga cara baru dalam membaca sejarah.

 

Maka, saudara-saudari terkasih, kebangkitan memasuki dunia kita bahkan hingga hari ini. Kata-kata dan pilihan kematian mungkin tampak menang, tetapi kehidupan Allah menerobos keputusasaan kita melalui pengalaman nyata persaudaraan dan gestur solidaritas yang baru. Sebelum menjadi takdir akhir kita, kebangkitan mengubah rupa — dalam jiwa dan raga — tempat tinggal kita di bumi. Kidung Maria, Magnificat, menguatkan pengharapan orang-orang yang rendah hati, lapar, dan hamba-hamba Allah yang setia. Mereka adalah para pria dan wanita Sabda Bahagia yang, bahkan dalam kesengsaraan, sudah melihat yang tak terlihat: orang-orang berkuasa diturunkan dari takhta mereka, orang-orang kaya diusir dengan tangan hampa, janji-janji Allah digenapi. Pengalaman-pengalaman semacam itu seharusnya ditemukan dalam setiap komunitas kristiani. Pengalaman-pengalaman itu mungkin tampak mustahil, tetapi Sabda Allah terus dinyatakan. Ketika ikatan lahir, yang dengannya kita menghadapi kejahatan dengan kebaikan dan kematian dengan kehidupan, kita melihat bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah (bdk. Luk 1:37).

 

Terkadang, sayangnya, ketika kecukupan diri manusia merajalela, ketika kenyamanan materi dan rasa puas diri menumpulkan hati nurani, iman ini dapat menjadi usang. Kemudian kematian datang dalam bentuk kepasrahan dan keluhan, nostalgia dan ketakutan. Alih-alih membiarkan dunia lama berlalu, kita masih berpegang teguh padanya, mencari pertolongan orang kaya dan berkuasa, yang seringkali disertai dengan penghinaan terhadap orang miskin dan kecil. Namun, Gereja hidup dalam anggota-anggotanya yang rapuh, dan diperbarui oleh Magnificat mereka. Bahkan di zaman kita, komunitas-komunitas kristiani yang miskin dan teraniaya, para saksi kelembutan dan pengampunan di tempat-tempat pertikaian, dan para pembawa damai serta pembangun jembatan di dunia yang hancur, adalah sukacita Gereja. Mereka adalah kesuburannya yang abadi, buah-buah sulung Kerajaan yang akan datang. Banyak dari mereka adalah perempuan, seperti Elisabet yang lanjut usia dan Maria yang masih belia — perempuan-perempuan Paskah, para rasul kebangkitan. Marilah kita ditobatkan oleh kesaksian mereka!

 

Saudara-saudari, ketika dalam kehidupan ini kita “memilih kehidupan” (Ul 30:19), kita sungguh melihat dalam diri Maria, yang diangkat ke surga, takdir kita. Ia diberikan kepada kita sebagai tanda bahwa kebangkitan Yesus bukan peristiwa yang terasing, bukan sekadar pengecualian. Di dalam Kristus, kita juga dapat “menelan maut” (bdk. 1 Kor 15:54). Memang, itu adalah karya Allah, bukan karya kita. Namun Maria adalah persatuan rahmat dan kebebasan yang menakjubkan, yang mendorong kita masing-masing untuk memiliki kepercayaan, keberanian, dan partisipasi dalam kehidupan umat Allah. “Yang Maha Kuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku” (Luk 1:49): semoga kita masing-masing mengetahui sukacita ini dan mewartakannya dengan nyanyian baru. Janganlah kita takut memilih kehidupan! Mungkin tampak berisiko dan ceroboh. Banyak suara berbisik: “Untuk apa repot-repot? Lupakan saja. Pikirkan kepentinganmu sendiri.” Ini adalah suara-suara maut. Tetapi kita adalah murid-murid Kristus. Kasih-Nyalah yang menggerakkan kita — jiwa dan raga — di zaman kita. Sebagai individu dan Gereja, kita tidak lagi hidup untuk diri kita sendiri. Inilah — dan hanya inilah — yang menyebarkan kehidupan dan memungkinkan kehidupan berjaya. Kemenangan kita atas maut dimulai di sini dan saat ini.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 15 Agustus 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.