Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 8 Februari 2019 : HIDUP MEMILIKI NILAI HANYA KETIKA DIBERIKAN

Bacaan Ekaristi : Ibr. 13:1-8; Mzm. 27:1,3,5,8b-9abc; Mrk. 6:14-29.

Menurut Yesus, kemartiran Yohanes, manusia terbesar yang lahir dari seorang perempuan, adalah sebuah kesaksian besar terhadap kenyataan bahwa hidup hanya memiliki nilai ketika diberikan kepada orang lain "dalam kasih, dalam kebenaran, dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga". Paus Fransiskus mengutarakan hal itu dalam homilinya pada Misa harian Jumat pagi, 8 Februari 2019, di Casa Santa Marta, Vatikan.


Paus Fransiskus merenungkan Bacaan Injil liturgi hari itu (Mrk 6:14-29) tentang kemartiran Yohanes yang mengupas tokoh Raja Herodes yang “tidak halal dan terombang-ambing”, tokoh Herodias, istri saudaranya, yang “hanya tahu bagaimana menaruh dendam”, tokoh Salome, "penari yang angkuh", dan tokoh nabi yang dipenggal kepalanya.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa Yohanes tahu bahwa ia harus mengecilkan dan meniadakan dirinya hingga wafat karena Yesus harus bertambah besar. Sang perintis jalan bagi Kristus menyangkal bahwa ia adalah Mesias, tetapi memperlihatkan Yesus kepada murid-muridnya dan secara bertahap menghilang sampai ia lenyap dan dipenggal kepalanya di dalam sel penjara yang gelap dan sepi.

Paus Fransiskus menggambarkan kemartiran sebagai sebuah pelayanan dan misteri yang memerlukan karunia kehidupan yang sangat besar. Ia menemui akhir yang keras karena "sikap manusia yang menyebabkan terenggutnya nyawa seorang Kristiani, nyawa orang yang jujur ​​dan menjadikannya seorang martir", kata Paus Fransiskus.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa, pada awalnya, Herodes "percaya bahwa Yohanes adalah seorang nabi", mendengarkannya dengan sukarela dan melindunginya sampai batas tertentu tetapi menjebloskannya ke dalam penjara. Ia terombang-ambing karena Yohanes mencelanya karena dosa perzinahan.

Raja Herodes mendengar suara Allah yang memintanya untuk mengubah hidupnya tetapi ia tidak bisa karena ia tidak halal, dan sangat sulit untuk keluar dari ketidakhalalan tersebut. Herodes tidak dapat keluar dari kerumitan tersebut ketika ia berusaha membuat "keseimbangan diplomatik" antara kehidupannya yang berzinah dan banyak ketidakadilan dengan kesadaran akan kekudusan sang nabi yang dipenggal kepalanya tersebut.

Injil mengatakan bahwa Herodias "menaruh dendam" kepada Yohanes karena ia berbicara secara terus terang. Paus Fransiskus menggambarkan kebencian tersebut sebagai “nafas Iblis”. Kebencian tersebut sangat kuat, mampu melakukan segalanya kecuali mengasihi. 'Kasih' iblis adalah kebencian dan Herodias memiliki roh kebencian yang menghancurkan yang berasal dari Iblis.

Putri Herodias adalah seorang penari yang baik dan menyukakan hati para tamu dan Herodes yang menjanjikan kepada gadis itu segala yang ia minta, sama seperti Iblis yang menggoda Yesus di padang gurun.

Paus Fransiskus menjelaskan bahwa Iblis, yang menabur kebencian pada perempuan tersebut, keangkuhan di dalam diri gadis itu dan ketidakhalalan di dalam diri sang raja, berada di balik tokoh-tokoh ini.

Sang perintis jalan bagi Kristus, "manusia terbesar yang lahir dari seorang perempuan", seperti yang digambarkan Yesus, menemui ajal sendirian, di dalam sel penjara yang gelap, korban rengekan sang penari yang angkuh, kebencian seorang perempuan yang sangat menyerupai Iblis dan ketidakhalalan seorang raja yang terombang-ambing. Yohanes, kata Paus Fransiskus, adalah seorang martir, yang membiarkan dirinya menjadi kecil untuk memberikan jalan kepada Sang Mesias.

Yohanes wafat di dalam sel, tanpa dikenal, "seperti begitu banyak martir kita", kata Bapa Suci. Inilah "kesaksian yang luar biasa, kesaksian orang yang luar biasa, kesaksian orang kudus yang luar biasa".

"Kehidupan", Paus Fransiskus menjelaskan, "memiliki nilai hanya dengan memberikannya, dengan memberikannya dalam kasih, kebenaran, dengan memberikannya kepada orang lain, dalam kehidupan sehari-hari, dalam keluarga".

Jika seseorang menyelamatkan nyawanya untuk dirinya sendiri, menjaganya seperti sang raja dalam ketidakhalalannya atau sang perempuan dengan kebenciannya, atau sang anak perempuan dengan keangkuhannya, hampir mirip dengan seorang yang belum dewasa, tanpa sadar, hidupnya akan mati dan layu, menjadi tidak berguna.

Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mendesak semua orang untuk memikirkan empat tokoh Injil tersebut dan membuka hati kita agar Tuhan sudi berbicara kepada kita tentang hal ini.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.