Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENTAKOSTA 23 Mei 2021 : ROH KUDUS ADALAH PARAKLETOS, SANG PENGHIBUR DAN PEMBELA


Bacaan Ekaristi : Kis. 2:1-11; Mzm. 104:1ab,24ac,29bc,-30,31,34; Gal. 5:16-25; Yoh. 15:26-27; 16:12-15.

 

“Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang …” (Yoh 15:26). Dengan kata-kata ini, Yesus berjanji untuk mengutus Roh Kudus, karunia tertinggi, karunia dari segala karunia, kepada murid-murid-Nya. Ia mempergunakan kata yang tidak biasa dan misterius untuk menggambarkan Roh Kudus : Parakletos. Hari ini marilah kita bercermin pada kata ini, yang tidak mudah diterjemahkan, karena memiliki sejumlah arti. Pada dasarnya, Parakletos berarti dua hal : Penghibur dan Pembela.

 

Parakletos adalah Penghibur. Kita semua, terutama pada saat-saat sulit seperti yang sedang kita alami saat ini akibat pandemi, mencari penghiburan. Namun, sering kali, kita hanya berpaling pada penghiburan duniawi, penghiburan yang bersifat sementara yang dengan cepat memudar. Hari ini, kepada kita Yesus menawarkan penghiburan surgawi, Roh Kudus, yang adalah "Penghibur yang ulung" (Sekuensia). Apa bedanya? Penghiburan dunia seperti pereda rasa nyeri : penghiburan dunia dapat memberikan kelegaan sesaat, tetapi tidak menyembuhkan penyakit yang bercokol di lubuk hati kita. Penghiburan dunia bisa menenangkan kita, tetapi pada intinya tidak menyembuhkan kita. Penghiburan dunia bekerja di permukaan, di tingkat indrawi, tetapi hampir tidak menyentuh hati kita. Hanya seseorang yang membuat kita merasa dikasihi apa adanya yang dapat memberikan kedamaian di hati kita. Roh Kudus, kasih Allah, melakukan hal itu dengan tepat. Ia turun di dalam diri kita; sebagai Roh, Ia bertindak dalam roh kita. Ia turun "di dalam hati", sebagai "sahabat jiwa" (Sekuensia). Ia adalah kasih Allah, yang tidak meninggalkan kita; karena kehadiran-Nya merupakan sumber penghiburan bagi orang-orang yang kesepian.

 

Saudari terkasih, saudara terkasih, jika kamu merasakan gelapnya kesepian, jika kamu merasakan rintangan di dalam dirimu menghalangi jalan untuk berharap, jika hatimu memiliki luka yang bernanah, jika kamu tidak melihat jalan keluar, bukalah hatimu kepada Roh Kudus. Santo Bonaventura memberitahu kita bahwa, “semakin besar pencobaan, Roh Kudus membawa penghiburan yang semakin besar, tidak seperti dunia, yang menghibur dan menyanjung kita ketika segala sesuatunya berjalan dengan baik, tetapi mencemooh dan mengutuk kita ketika terjadi sebaliknya” (Homili dalam Oktaf Hari Raya Kenaikan Tuhan). Itulah apa yang dilakukan dunia, terutama yang dilakukan oleh Iblis, sang roh permusuhan. Pertama, ia menyanjung kita dan membuat kita merasa tak terkalahkan (karena rayuan iblis memelihara kesombongan kita); lalu ia menjatuhkan kita dan membuat kita merasa bahwa kita gagal. Ia mempermainkan kita. Ia melakukan segalanya untuk menjatuhkan kita, sedangkan Roh Tuhan yang bangkit ingin membangkitkan kita. Lihatlah para rasul: mereka sendirian pagi itu, sendirian dan kebingungan, meringkuk di balik pintu-pintu yang tertutup, hidup dalam ketakutan dan kewalahan oleh kelemahan, kegagalan dan dosa mereka, karena mereka telah menyangkal Kristus. Tahun-tahun yang mereka habiskan bersama Yesus tidak mengubah mereka : mereka tidak berbeda dari sebelumnya. Kemudian, mereka menerima Roh Kudus dan segalanya berubah : masalah dan kegagalan tetap ada, namun mereka tidak lagi takut pada masalah dan kegagalan, atau siapa pun yang akan memusuhi mereka. Mereka merasakan penghiburan di dalam diri mereka dan mereka ingin berkelimpahan dengan penghiburan Allah. Sebelumnya, mereka takut; sekarang satu-satunya ketakutan mereka adalah tidak bersaksi tentang kasih yang telah mereka terima. Yesus telah menubuatkan hal ini : “Ia [Roh Kudus] akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi” (Yoh 15:26-27).

 

Marilah kita melangkah lagi. Kita juga dipanggil untuk bersaksi di dalam Roh Kudus, untuk menjadi parakletos, penghibur. Roh Kudus meminta kita untuk mewujudkan penghiburan yang dibawa-Nya. Bagaimana kita bisa melakukan hal ini? Bukan dengan berpidato yang bagus, tetapi dengan mendekati sesama. Bukan dengan kata-kata hambar, tetapi dengan doa dan kedekatan. Marilah kita ingat bahwa kedekatan, kasih sayang, dan kelembutan adalah “merek dagang” Allah, selalu. Parakletos memberitahu Gereja bahwa hari ini adalah masa penghiburan. Masa untuk memberitakan Injil dengan sukacita ketimbang memerangi paganisme. Masa untuk membawa sukacita Tuhan yang bangkit, bukannya meratapi drama sekularisasi. Masa untuk mencurahkan kasih kepada dunia, bukannya merangkul keduniawian. Bahkan masa untuk bersaksi tentang belas kasihan, bukannya menanamkan aturan dan regulasi. Masa Parakletos! Masa kebebasan hati, dalam Parakletos.

 

Parakletos juga merupakan Pembela. Pada zaman Yesus, para pembela tidak melakukan apa yang mereka lakukan hari ini : bukannya berbicara di tempat terdakwa, mereka hanya berdiri di samping si terdakwa dan menyarankan alasan yang dapat dipergunakannya untuk membela diri. Itulah yang dilakukan Parakletos, karena Ia adalah "Roh Kebenaran" (ayat 26). Ia tidak menggantikan kita, tetapi melindungi kita dari tipu daya kejahatan dengan mengilhami pikiran dan perasaan. Ia melakukannya secara diam-diam, tanpa memaksa kita : Ia mengusulkan tetapi tidak memaksa. Roh tipu daya, si jahat, melakukan sebaliknya : ia mencoba memaksa kita; ia ingin membuat kita berpikir bahwa kita harus selalu menyerah pada daya pikat dan bisikan kejahatan. Marilah kita mencoba menerima tiga saran yang menjadi ciri khas Parakletos, Sang Pembela kita. Ketiga saran tersebut adalah penangkal dasariah terhadap tiga godaan yang dewasa ini begitu meluas.

 

Saran pertama yang ditawarkan oleh Roh Kudus adalah, “Hiduplah di masa sekarang”. Masa sekarang, bukan masa lalu atau masa depan. Parakletos menegaskan keutamaan hari ini, menentang godaan untuk membiarkan diri kita dilumpuhkan oleh dendam atau kenangan masa lalu, atau oleh ketidakpastian atau ketakutan akan masa depan. Roh Kudus mengingatkan kita akan rahmat saat ini. Tidak ada masa yang lebih baik bagi kita : sekarang, di sini dan sekarang, adalah satu-satunya masa untuk berbuat baik, menjadikan hidup kita sebagai karunia. Marilah kita hidup di masa sekarang!

 

Roh Kudus juga memberitahu kita, “Pandanglah seluruhnya”. Keseluruhan, bukan sebagian. Roh Kudus tidak membentuk individu yang terasing, tetapi membentuk kita menjadi Gereja dalam berbagai karisma kita, menjadi satu kesatuan yang tidak pernah seragam. Parakletos menegaskan keutamaan keseluruhan. Di sanalah, secara keseluruhan, dalam komunitas, Roh Kudus lebih memilih untuk bekerja dan membawa kebaruan. Marilah kita melihat para rasul. Mereka semua sangat berbeda. Misalnya, Matius, seorang pemungut cukai yang bekerja sama dengan orang Romawi, dan Simon yang disebut orang Zelot, yang tidak sealiran dengan mereka, termasuk di antara mereka. Mereka memiliki gagasan politik yang berbeda, daya lihat dunia yang berbeda. Namun begitu mereka menerima Roh Kudus, mereka belajar untuk memberikan keutamaan bukan pada sudut pandang manusiawi tetapi pada “keseluruhan” yang merupakan rencana Allah. Hari ini, jika kita mendengarkan Roh Kudus, kita tidak akan peduli dengan kaum konservatif maupun kaum progresif, kaum tradisionalis maupun kaum pembaharu, sayap kanan maupun sayap kiri. Ketika itu menjadi kriteria kita, maka Gereja telah melupakan Roh Kudus. Parakletos mendorong kita menuju persatuan, kerukunan, keselarasan keanekaragaman. Ia membuat kita melihat diri kita sendiri sebagai bagian dari tubuh yang sama, saling bersaudara. Marilah kita melihat keseluruhan! Musuh menginginkan keanekaragaman menjadi oposisi dan karenanya ia menjadikannya sebagai ideologi. Katakan tidak untuk ideologi, ya untuk keseluruhan.

 

Saran ketiga dari Roh Kudus adalah, "Utamakan Allah”. Ini adalah langkah menentukan dalam kehidupan rohani, yang bukan merupakan penjumlahan pahala dan pencapaian kita, tetapi keterbukaan yang rendah hati kepada Allah. Roh Kudus menegaskan keutamaan rahmat. Hanya dengan mengosongkan diri, kita menyisakan ruang untuk Tuhan; hanya dengan memberikan diri kepada-Nya, kita menemukan diri kita; hanya dengan menjadi miskin dalam roh, kita menjadi kaya akan Roh Kudus. Ini juga berlaku untuk Gereja. Kita tidak menyelamatkan siapa pun, bahkan diri kita sendiri, dengan upaya kita. Jika kita memprioritaskan rancangan kita, tatanan kita, rencana kita untuk reformasi, kita hanya akan mementingkan efektivitas, efisiensi, kita hanya akan berpikir secara mendatar dan, akibatnya, kita tidak akan membuahkan hasil. Sebuah "-isme" adalah sebuah ideologi yang memecah-belah dan memisahkan. Gereja manusiawi, tetapi bukan hanya sebuah organisasi manusiawi, Gereja adalah bait Roh Kudus. Yesus membawa api Roh ke bumi dan Gereja direformasi dengan urapan rahmat, kecuma-cumaan pengurapan rahmat, kuasa doa, sukacita perutusan dan keindahan kemiskinan yang mengenyahkan amarah. Marilah kita mengutamakan Allah!

 

Roh Kudus, Roh Parakletos, penghibur hati kita. Jadikanlah kami misionaris penghiburan-Mu, parakletos belas kasihan-Mu di hadapan dunia. Pembela kami, penasihat jiwa yang manis, jadikanlah kami saksi-saksi "hari ini" Allah, para nabi persatuan Gereja dan umat manusia, dan para rasul yang berlandaskan rahmat-Mu, yang menciptakan dan memperbarui segala sesuatu. Amin.

______


(Peter Suriadi - Bogor, 23 Mei 2021)

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU PASKAH VII BERSAMA UMAT MYANMAR DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN - 16 Mei 2021 : MEMELIHARA IMAN, PERSATUAN DAN KEBENARAN


Bacaan Ekaristi : Kis. 1:15-17.20a.20c-26; Mzm. 103:1-2.11-12.19-20ab; 1Yoh. 4:11-16; Yoh. 17:11b-19.

 

Pada saat-saat terakhir hidup-Nya, Yesus berdoa. Di saat-saat yang menyedihkan itu, ketika ia bersiap untuk berpamitan dengan murid-murid-Nya dan dunia ini, Yesus mendoakan sahabat-sahabat-Nya. Meskipun Ia bahkan menanggung di dalam hati-Nya dan daging-Nya seluruh dosa dunia, Yesus terus mengasihi kita dan mendoakan kita. Dari doa-Nya, kita belajar bagaimana menghadapi saat-saat dramatis dan menyakitkan dalam hidup kita. Marilah kita memikirkan satu kata khusus yang dipergunakan Yesus dalam doa-Nya kepada Bapa : kata tersebut adalah kata “memelihara”. Saudara dan saudari yang terkasih, pada hari-hari ketika negara Myanmar yang kamu cintai sedang mengalami kekerasan, pertikaian, dan penindasan, marilah kita bertanya pada diri sendiri : kita sedang dipanggil untuk memelihara apa?

 

Pertama, memelihara iman. Kita perlu memelihara iman agar tidak menyerah pada kesedihan atau jatuh ke dalam keputusasaan orang-orang yang tidak lagi melihat jalan keluar. Dalam Bacaan Injil, Yohanes memberitahu kita bahwa Yesus, sebelum mengucapkan sepatah kata pun, “menengadah ke langit” (Yoh 17:1). Di saat-saat terakhir hidup-Nya ini, Yesus terbebani oleh kesedihan akan sengsara yang akan dihadapi-Nya, sadar akan malam kelam yang akan Ia alami, merasa dikhianati dan ditinggalkan. Namun di saat yang sama, Ia menengadah ke langit. Yesus mengalihkan pandangan-Nya kepada Allah. Ia tidak pasrah pada kejahatan; Ia tidak membiarkan diri-Nya diliputi oleh kesedihan; Ia tidak menarik diri ke dalam kepahitan orang yang kalah dan kecewa; sebaliknya, Ia memandang ke surga. Ini adalah nasihat yang sama yang Ia berikan kepada murid-murid-Nya : ketika Yerusalem diduduki oleh balatentara, dan orang-orang sedang melarikan diri dengan cemas di tengah ketakutan dan kehancuran, Ia mengatakan kepada mereka, “Bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat" (Luk 21:28). Memelihara iman berarti memelihara pandangan kita tetap terangkat ke surga, seperti di bumi ini, pertempuran terjadi dan darah orang-orang yang tidak bersalah ditumpahkan. Memelihara iman berarti menolak untuk menyerah pada nalar kebencian dan balas dendam, tetapi tetap mengarahkan pandangan kita kepada Allah kasih, yang memanggil kita untuk saling bersaudara.

 

Doa menuntun kita untuk percaya kepada Allah bahkan di saat-saat sulit. Doa membantu kita untuk berharap ketika segala sesuatunya tampak tanpa harapan dan doa menopang kita dalam pergumulan kita sehari-hari. Doa bukanlah penarikan diri, pelarian, dalam menghadapi masalah. Doa justru merupakan satu-satunya senjata yang kita miliki untuk memelihara kasih dan harapan tetap hidup di tengah senjata kematian. Mengangkat pandangan kita saat kita terluka tidak mudah, tetapi iman membantu kita menahan godaan untuk menyerahkan diri. Kita mungkin ingin melakukan protes, berseru kepada Allah dalam penderitaan kita. Kita tidak perlu takut melakukannya, karena itu juga doa. Seorang nenek pernah berkata kepada cucunya : “marah kepada Allah juga bisa menjadi salah satu bentuk doa”; kebijaksanaan orang benar dan sederhana, yang tahu kapan harus mengangkat mata mereka di saat-saat sulit… Kadang kala doa itulah yang lebih didengar Allah ketimbang doa-doa lainnya, karena berasal dari hati yang terluka dan Allah selalu mendengar jeritan umat-Nya dan mengeringkan air mata mereka. Saudara dan saudari yang terkasih, tetaplah memandang ke surga. Peliharalah imanmu!

 

Kedua, memelihara persatuan. Yesus memohon kepada Bapa untuk memelihara persatuan murid-murid-Nya, supaya mereka “menjadi satu” (Yoh 17:21), satu keluarga yang di dalamnya kasih dan persaudaraan berkuasa. Ia tahu apa yang ada di dalam hati murid-murid-Nya; Ia telah melihat mereka terkadang mempertengkarkan tentang siapa yang terbesar, siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Inilah penyakit yang mematikan : penyakit perpecahan. Kita pun mengalaminya di dalam hati kita, karena hati kita terbagi-bagi; kita mengalaminya dalam keluarga dan masyarakat, di antara bangsa-bangsa, bahkan di dalam Gereja. Banyak dosa melawan persatuan : iri hati, kecemburuan, mengejar kepentingan pribadi daripada kebaikan bersama, kecenderungan untuk menghakimi orang lain. Pertikaian-pertikaian kecil kita itu tercermin dalam pertikaian-pertikaian besar, seperti pertikaian yang sedang dialami negaramu pada hari-hari ini. Begitu kepentingan pihak-pihak tertentu serta kehausan akan keuntungan dan kekuasaan mengambil alih, pertikaian dan perpecahan pasti berkobar. Seruan terakhir yang dibuat Yesus sebelum Paskah-Nya adalah seruan untuk persatuan. Karena perpecahan berasal dari iblis, sang pemecah-belah dan pendusta besar yang selalu menciptakan perpecahan.

 

Kita dipanggil untuk memelihara persatuan, menanggapi dengan sungguh-sungguh permohonan sepenuh hati Yesus kepada Bapa : supaya benar-benar menjadi satu, menjadi sebuah keluarga, menemukan keberanian hidup dalam persahabatan, kasih dan persaudaraan. Betapa besar kebutuhan kita, terutama pada hari ini, akan persaudaraan! Saya tahu bahwa sebagian situasi politik dan sosial lebih besar dari diri kita. Namun komitmen akan perdamaian dan persaudaraan selalu berasal dari bawah : setiap orang, dalam hal-hal kecil, dapat memainkan peranannya. Dalam hal-hal kecil, kamu masing-masing dapat berusaha menjadi pembangun persaudaraan, penabur persaudaraan, seseorang yang bekerja untuk membangun kembali apa yang rusak ketimbang mengobarkan kekerasan. Kita juga dipanggil untuk melakukan hal ini sebagai Gereja; marilah kita menggalakkan dialog, menghormati orang lain, peduli terhadap saudara dan saudari kita, persekutuan! Kita tidak dapat membiarkan cara berpikir pihak tertentu masuk ke dalam Gereja, cara berpikir yang memecah belah, yang mengutamakan setiap individu seraya mengesampingkan orang lain. Hal ini sangat merusak : cara berpikir tersebut menghancurkan keluarga, Gereja, masyarakat dan kita masing-masing.

 

Terakhir, yang ketiga, kita dipanggil untuk memelihara kebenaran. Yesus memohon kepada Bapa untuk menguduskan murid-murid-Nya dalam kebenaran karena mereka akan diutus ke seluruh dunia untuk melaksanakan perutusan-Nya. Memelihara kebenaran tidak berarti mempertahankan gagasan, menjadi penjaga sistem ajaran dan dogma, tetapi tetap terikat kepada Kristus dan mengabdi kepada Injil-Nya. Kebenaran, bagi rasul Yohanes, adalah Kristus sendiri, pewahyuan kasih Bapa. Yesus berdoa agar murid-murid-Nya, meskipun hidup di dunia, tidak mengikuti kriteria dunia ini. Mereka tidak boleh membiarkan diri mereka terpikat oleh berhala-berhala, tetapi memelihara persahabatan mereka dengan-Nya; mereka tidak membelokkan Injil ke cara berpikir manusiawi dan duniawi, tetapi mempertahankan pesannya secara utuh. Memelihara kebenaran berarti menjadi seorang nabi dalam setiap situasi kehidupan, dengan kata lain dikuduskan bagi Injil dan memberi kesaksian bahkan ketika hal itu berarti melawan arus. Kadang kali, kita umat Kristiani ingin berkompromi, tetapi Injil meminta kita untuk teguh dalam kebenaran dan demi kebenaran, mempersembahkan hidup kita untuk orang lain. Di tengah perang, kekerasan dan kebencian, kesetiaan pada Injil dan menjadi pembawa damai menuntut komitmen, juga melalui pilihan sosial dan politik, bahkan dengan resiko hidup kita. Hanya dengan cara inilah hal-hal bisa berubah. Tuhan tidak menginginkan kita bersikap suam-suam kuku. Ia ingin kita dikuduskan dalam kebenaran dan keindahan Injil, sehingga kita dapat memberikan kesaksian tentang sukacita kerajaan Allah bahkan di malam kelam kesedihan, bahkan ketika kejahatan tampaknya berada di atas angin.

 

Saudara dan saudari yang terkasih, hari ini saya ingin meletakkan di atas altar Tuhan, penderitaan umat-Nya dan bergabung dengan kamu sekalian dalam doa agar Allah sudi mempertobatkan segenap hati menuju perdamaian. Doa Yesus membantu kita memelihara iman, bahkan di saat-saat sulit, untuk menjadi para pembangun persatuan dan mempertaruhkan hidup kita demi kebenaran Injil. Tolong, jangan kehilangan harapan : bahkan hingga hari ini, Yesus sedang menjadi pengantara di hadapan Bapa, Ia berdiri di hadapan Bapa dalam doa-Nya. Ia menunjukkan kepada Bapa, dalam doa-Nya, luka-luka yang dengannya Ia membayar keselamatan kita. Dalam doa ini Yesus menjadi pengantara kita semua, berdoa agar Bapa menjaga kita dari si jahat dan membebaskan kita dari kuasa si jahat.