Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA TAHBISAN USKUP MGR. GUIDO MARINI DAN MGR. ANDRES GABRIEL FERRADA MOREIRA (MISA HARI MINGGU BIASA XXIX) DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN, 17 Oktober 2021 : SEORANG USKUP DIPANGGIL MENUJU HIDUP PELAYANAN

Bacaan Ekaristi : Yes. 53:10-11; Mzm. 33:4-5,18-19,20,22; Ibr. 4:14-16; Mrk. 10:35-45.

 

Saudara-saudara dan anak-anak yang terkasih, marilah kita bercermin dengan saksama pada betapa tinggi tanggung jawab gerejawi yang diemban saudara-saudara kita ini. Tuhan kita Yesus Kristus yang diutus oleh Bapa untuk menebus umat manusia pada gilirannya mengutus kedua belas Rasul, sehingga, dengan penuh kuasa Roh Kudus, mereka akan mewartakan Injil kepada semua orang dan mengumpulkan mereka di bawah satu Gembala, menguduskan dan membimbing mereka menuju keselamatan.

 

Guna melestarikan pelayanan kerasulan ini dari generasi ke generasi, kedua belas Rasul menggabungkan rekan-rekan sejawat mereka, dengan penumpangan tangan meneruskan kepada mereka karunia Roh yang diterima dari Kristus, yang menganugerahkan kepenuhan Sakramen Imamat. Jadi, melalui pergantian para uskup yang tak terputus dalam tradisi Gereja yang hidup, pelayanan yang hidup ini telah dilestarikan, pelayanan utama dan karya Sang Juruselamat ini berlanjut dan berkembang hingga zaman kita. Di dalam uskup yang dikelilingi oleh para imamnya, Tuhan kita Yesus Kristus sendiri, Sang Imam Agung untuk selama-lamanya, hadir di tengah-tengahmu.

 

Sesungguhnya, Kristuslah yang dalam pelayanan uskup terus mewartakan Injil keselamatan dan menguduskan umat beriman, melalui sakramen-sakramen iman. Kristuslah yang dalam kebapaan uskup mengembangkan tubuh-Nya, yaitu Gereja, dengan anggota-anggota baru. Kristuslah yang dalam kebijaksanaan dan kehati-hatian uskup membimbing umat Allah dalam peziarahan duniawi mereka menuju kebahagiaan abadi.

 

Oleh karena itu, sambutlah saudara-saudara kita ini dengan sukacita dan rasa syukur, yang hari ini kami para uskup sertakan ke dalam jajaran para uskup dengan penumpangan tangan.

 

Adapun kamu, yang dipilih oleh Tuhan, mencerminkan bahwa kamu telah dipilih di antara manusia dan untuk manusia, kamu telah dibentuk - bukan untuk dirimu, untuk orang lain - dalam hal-hal yang menyangkut Allah. "Keuskupan" sebenarnya adalah nama sebuah pelayanan - tidak benar keuskupan tanpa pelayanan -, bukan suatu kehormatan, seperti yang diinginkan para murid, satu di sebelah kanan, satu di sebelah kiri, karena uskup lebih banyak melayani daripada memerintah, seturut perintah Sang Guru : "Yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan" (Luk 22:26). Melayani. Dan dengan pelayanan ini kamu akan menjaga panggilanmu dan kamu akan menjadi gembala sejati dalam melayani, bukan dalam kehormatan, dalam kewenangan, dalam kekuasaan. Tidak demikian, namun untuk melayani, senantiasa untuk melayani.

 

Wartakanlah Sabda pada setiap kesempatan : baik tepat maupun tidak tepat. Memperingatkan, menegur, menasihati dengan kemurahan hati dan ajaran, terus belajar. Serta melalui doa dan persembahan kurban bagi umatmu, tariklah dari kepenuhan kekudusan Kristus kekayaan rahmat ilahi yang beraneka ragam. Kamu akan menjadi penjaga iman, pelayanan, amal kasih dalam Gereja dan untuk hal ini kita harus dekat. Pikirkan tentang kedekatan yang merupakan jejak Allah yang paling khas. Ia sendiri mengatakannya kepada umat-Nya dalam Kitab Ulangan : "Bangsa besar manakah yang mempunyai allah yang demikian dekat kepadanya seperti Tuhan, Allah kita?" (bdk. 4:7).

 

Kedekatan, dengan dua jejak yang menyertainya : sebuah kedekatan yaitu kasih sayang dan kelembutan. Tolong jangan tinggalkan kedekatan ini, senantiasa mendekati umat, senantiasa mendekati Allah, mendekati saudara para uskup, mendekati para imam. Inilah empat lingkungan uskup. Uskup adalah orang yang dekat dengan Allah dalam doa. Berkali-kali seseorang dapat berkata : "Aku memiliki begitu banyak hal yang harus kulakukan sehingga aku tidak dapat berdoa". Berhentilah. Ketika para Rasul "mengangkat" diakon, apa yang dikatakan Petrus? "Dan supaya kami sendiri - para uskup - dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan sabda" (bdk. Kis 6.4).

 

Tugas pertama uskup adalah berdoa - tidak seperti seekor burung beo - berdoa dengan hati, berdoa. "Aku tidak punya waktu". Tidak! Singkirkan hal-hal lain, justru berdoa adalah tugas pertama uskup. Kedekatan dengan Allah dalam doa. Kemudian, kedekatan kedua, kedekatan dengan para uskup lainnya. "Tidak, karena mereka dari kubu itu, aku dari kubu ini...". Jadilah uskup! Akan ada diskusi di antara kamu, tetapi sebagai saudara, sesama. Jangan pernah berbicara buruk tentang saudara uskup, jangan pernah. Kedekatan dengan para uskup : kedekatan kedua, dengan tubuh uskup. Kedekatan ketiga, kedekatan dengan para imam. Tolong jangan lupa bahwa para imam adalah sesamamu yang terdekat. Seberapa sering kamu mendengar keluhan bahwa seorang imam berkata : "Aku menelepon uskup tetapi sekretaris mengatakan kepadaku bahwa agendanya penuh, mungkin tiga puluh hari kemudian ia baru bisa menerimaku ...". Ini tidak bagus. Jika kamu mengetahui bahwa seorang imam telah meneleponmu, teleponlah dia pada hari itu juga atau keesokan harinya. Dan dengan ini ia akan tahu bahwa ia mempunyai seorang bapa. Dekatlah dengan para imam, dan jika mereka tidak datang, ia pergi mengunjungi mereka : dekatlah. Dan kedekatan keempat, kedekatan dengan umat Allah yang kudus. Apa yang dikatakan Paulus kepada Timotius : "Ingatlah ibumu, nenekmu ..." (bdk. 2 Tim 1:5). Jangan lupa bahwa kamu telah "diambil dari kawanan domba", bukan dari kalangan terkemuka yang telah belajar, memiliki banyak kecakapan dan harus menjadi seorang uskup. Tidak, dari kawanan domba.

 

Tolong jangan lupakan empat lingkungan ini : kedekatan dengan Allah dalam doa, kedekatan dengan uskup dalam tubuh uskup, kedekatan dengan imam dan kedekatan dengan kawanan domba. Semoga Tuhan membuatmu bertumbuh di jalan kedekatan ini, dengan cara ini kamu akan semakin baik meneladani Tuhan, karena Ia telah senantiasa dekat dan senantiasa dekat dengan kita, dan dengan kedekatan-Nya yang merupakan kedekatan yang penuh kasih dan kelembutan, Ia membawa kita maju. Dan semoga Bunda Maria menjagamu.

____


(Peter Suriadi - Bogor, 17 Oktober 2021)

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PEMBUKAAN SINODE PARA USKUP (HARI MINGGU BIASA XVIII) DI BASILIKA SANTO PETRUS VATIKAN 10 Oktober 2021 : MERAYAKAN SINODE BERARTI BERJALAN BERSAMA DI JALAN YANG SAMA


Bacaan Ekaristi : Keb. 7:7-11; Mzm. 90:12-13,14-15,16-17; Ibr. 4:12-13; Mrk. 10:17-30.

 

Seorang kaya datang kepada Yesus “waktu Ia berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya” (Mrk 10:17). Injil sering menunjukkan kepada kita Yesus "meneruskan perjalanan-Nya"; Ia berjalan bersama orang-orang dan mendengarkan pertanyaan dan kekhawatiran yang mengintai dalam hati mereka. Ia menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak ditemukan di tempat yang anggun dan teratur, jauh dari kenyataan, tetapi senantiasa berjalan di samping kita. Ia menemui kita di mana pun kita berada, di jalan kehidupan yang sering berbatu. Hari ini, saat kita memulai proses sinode ini, marilah kita mengawali dengan bertanya pada diri kita – kita semua, Paus, uskup, imam, kaum religius dan awam – apakah kita, komunitas Kristiani, mewujudkan “gaya” Allah ini, yang menempuh jalan sejarah dan ambil bagian dalam kehidupan umat manusia. Apakah kita siap untuk petualangan perjalanan ini? Atau apakah kita takut akan hal yang tidak diketahui, biasanya lebih memilih berlindung dengan alasan : "Tidak ada gunanya" atau "Kami selalu melakukannya dengan cara ini"?

 

Merayakan Sinode berarti berjalan di jalan yang sama, berjalan bersama. Marilah kita melihat Yesus. Pertama, Ia berjumpa seorang kaya di jalan; Ia kemudian mendengarkan pertanyaannya, dan akhirnya Ia membantunya membedakan apa yang harus ia lakukan untuk mewarisi hidup kekal. Berjumpa, mendengarkan, dan membedakan. Saya ingin berkaca pada tiga kata kerja yang menjadi ciri khas Sinode ini.

 

Kata kerja pertama adalah perjumpaan. Bacaan Injil dimulai dengan berbicara tentang sebuah perjumpaan. Seseorang datang kepada Yesus dan bertelut di hadapan-Nya, mengajukan pertanyaan penting : "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (ayat 17). Sangatlah penting sebuah pertanyaan membutuhkan perhatian, waktu, kesediaan untuk berjumpa dengan orang lain, dan kepekaan terhadap apa yang menyusahkan mereka. Tuhan tidak berdiri sendiri; Ia tidak tampak kesal atau terganggu. Sebaliknya, Ia benar-benar hadir untuk orang ini. Ia terbuka untuk dijumpai. Tidak ada yang membuat Yesus acuh tak acuh; semua menjadi perhatian-Nya. Berjumpa wajah, bertemu mata, ambil bagian dalam sejarah setiap orang. Itulah kedekatan yang diwujudkan Yesus. Ia tahu bahwa hidup seseorang dapat diubah dengan satu perjumpaan. Injil penuh perjumpaan yang demikian dengan Kristus, perjumpaan yang mengangkat dan membawa kesembuhan. Yesus tidak tergesa-gesa, atau terus melihat jam tangan-Nya untuk menyelesaikan pertemuan. Ia senantiasa melayani orang yang bersama-Nya, mendengarkan apa yang dikatakan-Nya.

 

Saat kita memulai proses ini, kita juga dipanggil untuk menjadi pakar dalam seni perjumpaan. Bukan dengan mengorganisir acara atau berteori tentang masalah, tetapi dengan meluangkan waktu untuk berjumpa Tuhan dan satu sama lain. Waktu mengabdikan diri untuk berdoa dan beradorasi – bentuk doa yang sering kita abaikan – mencurahkan waktu untuk beradorasi, dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan Roh Kudus kepada Gereja. Saatnya untuk menatap mata orang lain dan mendengarkan apa yang mereka katakan, membangun hubungan baik, peka terhadap pertanyaan saudara dan saudari kita, memperkenankan diri kita diperkaya oleh berbagai karisma, panggilan dan pelayanan. Setiap perjumpaan – seperti yang kita ketahui – membutuhkan keterbukaan, keberanian, dan kesediaan untuk memperkenankan diri kita ditantang oleh kehadiran dan cerita orang lain. Jika kita kadang-kadang lebih suka berlindung dalam formalitas atau menampilkan citra yang sesuai – semangat klerikal dan ningrat, di mana saya lebih Monsieur l’abbĂ© daripada Bapa – pengalaman perjumpaan mengubah kita; sering membuka kemungkinan baru dan tak terduga. Setelah doa Malaikat Tuhan hari ini, saya akan bertemu dengan sekelompok orang jalanan yang berkumpul hanya karena sekelompok orang berusaha untuk mendengarkan mereka, kadang-kadang hanya untuk mendengarkan mereka. Dan dari mendengarkan itu mereka berhasil memulai jalan baru. Seringkali Allah menunjukkan jalan baru dengan cara ini. Ia mengundang kita untuk meninggalkan kebiasaan lama kita. Segalanya berubah begitu kita mampu berjumpa secara tulus dengan-Nya dan satu sama lain, tanpa formalisme atau kepura-puraan, tetapi apa adanya.

 

Kata kerja kedua adalah mendengarkan. Perjumpaan sejati hanya muncul dari mendengarkan. Yesus mendengarkan pertanyaan orang itu serta keprihatinan agama dan keberadaan yang ada di baliknya. Ia tidak memberikan jawaban tanpa komitmen atau menawarkan solusi yang sudah dikemas sebelumnya; Ia tidak berpura-pura menanggapi dengan santun, hanya sebagai cara untuk menyudahi dan melanjutkan perjalanan-Nya. Yesus hanya mendengarkan, berapa pun waktu yang dibutuhkan; Ia tidak tergesa-gesa. Yang terpenting, Ia tidak takut untuk mendengarkannya dengan hati-Nya dan bukan hanya dengan telinga-Nya. Memang, Ia melakukan lebih dari sekadar menjawab pertanyaan orang kaya itu; Ia memperkenankannya menceritakan kisahnya, berbicara dengan bebas tentang dirinya. Kristus mengingatkannya tentang berbagai perintah, dan orang itu mulai berbicara tentang masa mudanya, berbagi perjalanan rohaninya dan usahanya untuk mencari Allah. Ini terjadi setiap kali kita mendengarkan dengan hati : orang-orang merasa bahwa mereka didengar, bukan dihakimi; mereka merasa bebas untuk menceritakan pengalaman mereka dan perjalanan rohani mereka.

 

Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri secara terus terang selama proses sinode ini : Apakah kita pandai mendengarkan? Seberapa baik "pendengaran" hati kita? Apakah kita memperkenankan orang-orang untuk mengungkapkan diri mereka, berjalan dalam iman meskipun mengalami kesulitan dalam hidup, dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat tanpa terhalang, ditolak atau dihakimi? Ikut serta dalam Sinode berarti menempatkan diri kita di jalan yang sama dengan Sang Sabda yang menjadi daging. Artinya mengikuti jejak-Nya, mendengarkan perkataan-Nya bersama dengan perkataan orang lain. Ini berarti dengan heran menemukan bahwa Roh Kudus senantiasa mengejutkan kita, menyarankan jalan baru dan cara berbicara baru. Pengamalan yang lambat dan mungkin melelahkan, pembelajaran untuk mendengarkan satu sama lain - uskup, imam, kaum religius dan awam, semua orang yang dibaptis - dan menghindari tanggapan yang dibuat-buat dan dangkal serta dikemas sebelumnya. Roh Kudus meminta kita untuk mendengarkan pertanyaan, keprihatinan dan harapan setiap Gereja, orang-orang dan bangsa-bangsa. Dan mendengarkan dunia, tantangan dan perubahan yang ada di hadapan kita. Janganlah hati kita kedap suara; janganlah kita tetap terkurung dalam kepastian kita. Begitu seringnya kepastian kita bisa membuat kita tertutup. Marilah kita saling mendengarkan.

 

Akhirnya, membedakan. Perjumpaan dan mendengarkan dengan sendirinya bukanlah tujuan, meninggalkan segalanya seperti sebelumnya. Sebaliknya, setiap kali kita masuk ke dalam dialog, kita memperkenankan diri kita ditantang, maju dalam sebuah perjalanan. Dan pada akhirnya, kita tidak lagi sama; kita diubah. Kita melihat hal ini dalam Bacaan Injil hari ini. Yesus merasakan bahwa orang-orang di hadapan-Nya adalah orang-orang yang baik dan religius, mematuhi perintah-perintah, tetapi Ia ingin membimbingnya melampaui sekadar ketaatan terhadap aturan. Melalui dialog, Ia membantunya untuk membedakan. Yesus mendorong orang itu untuk melihat ke dalam, dalam terang kasih yang telah ditunjukkan Tuhan sendiri melalui tatapan-Nya (bdk. ayat 21), dan membedakan dalam terang itu apa yang sungguh dihargai hatinya. Dan dengan cara ini menemukan bahwa ia tidak dapat mencapai kebahagiaan dengan mengisi hidupnya dengan lebih banyak ibadah, tetapi dengan mengosongkan dirinya, menjual apa pun yang menghabiskan ruang dalam hatinya, untuk memberi ruang bagi Allah.

 

Di sini juga menjadi pelajaran berharga bagi kita. Sinode adalah suatu proses pembedaan rohani, pembedaan gerejawi, yang terungkap dalam adorasi, dalam doa dan dalam dialog dengan sabda Allah. Bacaan Kedua hari ini memberitahu kita bahwa firman Allah "hidup dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita" (Ibr 4:12). Firman Allah memanggil kita untuk membedakan dan membawa terang pada proses itu. Firman Allah membimbing Sinode, mencegahnya menjadi rapat Gereja, kelompok studi atau pertemuan politik, dewan perwakilan rakyat, melainkan peristiwa yang dipenuhi rahmat, proses penyembuhan yang dibimbing oleh Roh Kudus. Pada hari-hari ini, Yesus memanggil kita, seperti yang dilakukan-Nya terhadap orang kaya dalam Bacaan Injil, untuk mengosongkan diri, membebaskan diri dari semua yang duniawi, termasuk model pastoral kita yang melihat ke dalam dan yang sudah usang; serta bertanya pada diri kita apa yang ingin dikatakan Allah kepada kita saat ini. Dan ke arah mana Ia ingin memimpin kita.

 

Saudara dan saudari yang terkasih, marilah kita bersama melakukan perjalanan yang baik! Semoga kita menjadi para peziarah yang mencintai Injil dan terbuka terhadap kejutan-kejutan Roh Kudus. Janganlah kita melewatkan berbagai kesempatan penuh rahmat yang lahir dari perjumpaan, pendengaran, dan pembedaan. Dalam keyakinan penuh sukacita bahwa, bahkan saat kita mencari Tuhan, Ia senantiasa datang dengan kasih-Nya untuk menemui kita terlebih dahulu.

______

 

(Peter Suriadi - Bogor, 10 Oktober 2021)