Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI LAPANGAN TERBUKA TACI TOLU, DILI, TIMOR LESTE 10 September 2024

Bacaan Ekaristi : Yes. 9:1-6; Luk 1:26-38.

 

“Seorang anak telah lahir untuk kita, seorang putra telah diberikan untuk kita” (Yes 9:5).

 

Dengan kata-kata ini, dalam Bacaan Pertama, Nabi Yesaya berbicara kepada penduduk Yerusalem. Saat itu merupakan masa yang makmur bagi kota itu, tetapi sayangnya juga ditandai oleh kemerosotan moral yang parah.

 

Kita melihat kemakmuran yang melimpah di sana, tetapi kemakmuran ini membutakan orang-orang yang berkuasa, merayu mereka untuk berpikir bahwa diri mereka berkecukupan, tidak membutuhkan Tuhan, dan kesombongan mereka menuntun mereka untuk menjadi egois dan tidak berlaku adil. Karena alasan ini, meskipun sangat makmur, orang miskin ditelantarkan dan kelaparan, perselingkuhan merajalela, dan praktik keagamaan semakin dimerosotkan menjadi formalisme belaka. Tampak luar dunia yang menipu ini yang pada pandangan pertama tampak sempurna menyembunyikan kenyataan yang jauh lebih gelap, lebih keras, dan lebih kejam. Sebuah kenyataan di mana ada banyak kebutuhan untuk pertobatan, belas kasihan, dan penyembuhan.

 

Inilah sebabnya nabi mengumumkan kepada orang-orang sebangsanya sebuah cakrawala baru, yang akan dibukakan Allah di hadapan mereka: masa depan yang penuh harapan, masa depan yang penuh sukacita, di mana penindasan dan perang akan disingkirkan selamanya (bdk. Yes 9:1-4). Ia akan membuat terang yang besar bersinar atas mereka (bdk. ayat 1), yang akan membebaskan mereka dari kegelapan dosa yang menindas mereka. Namun, Ia akan melakukannya bukan dengan kekuatan tentara, senjata, atau kekayaan, tetapi melalui pemberian seorang putra (bdk. ayat 6-7).

 

Marilah kita berhenti sejenak untuk merenungkan gambaran ini: Allah memancarkan terang keselamatan-Nya melalui pemberian seorang putra.

 

Di setiap tempat, kelahiran seorang putra adalah momen sukacita dan perayaan yang cemerlang, dan juga dapat menanamkan dalam diri kita keinginan untuk kebaikan, pembaruan kebaikan, kembali kepada kemurnian dan kesederhanaan. Di hadapan seorang bayi yang baru lahir, bahkan hati yang paling dingin pun menjadi hangat dan dipenuhi kelembutan. Kerentanan seorang bayi selalu membawa pesan yang begitu kuat sehingga menyentuh bahkan jiwa yang paling keras sekalipun, membawa serta perasaan dan keinginan untuk rukun dan tenang. Saudara-saudari, kelahiran seorang anak memang membawa keajaiban!

 

Kedekatan Allah datang melalui seorang anak. Allah menjadi seorang anak, bukan hanya untuk membuat kita takjub dan tergerak, tetapi juga untuk membuka hati kita terhadap kasih Bapa, dan agar kita dapat membiarkan diri kita dibentuk oleh-Nya, sehingga Ia dapat menyembuhkan luka-luka kita, mendamaikan perbedaan-perbedaan kita, dan menata kembali kehidupan kita.

 

Alangkah indahnya bahwa di Timor-Leste ada begitu banyak anak-anak. Sungguh, kamu adalah negara yang masih muda dan kami dapat melihat setiap sudut negerimu penuh dengan kehidupan. Sungguh anugerah yang luar biasa bahwa begitu banyak anak-anak dan kaum muda hadir, terus-menerus memperbarui energi dan kehidupan kita. Lebih jauh, ini adalah sebuah tanda, karena memberi ruang bagi orang-orang kecil, menyambut mereka, peduli terhadap mereka, dan menjadikan diri kita "kecil" di hadapan Allah dan satu sama lain, justru merupakan sikap yang membuka diri kita terhadap tindakan Tuhan. Dengan menjadi seperti anak-anak, kita membiarkan Allah bertindak dalam diri kita.

 

Hari ini, kita memuliakan Bunda Maria sebagai Ratu, yaitu ibu dari seorang Raja, Yesus, yang memilih untuk dilahirkan dalam keadaan kecil, menjadikan diri-Nya saudara kita, dan yang meminta jawaban “ya” dari seorang perawan perempuan muda (bdk. Luk 1:38).

 

Maria memahami hal ini, hingga titik memilih untuk tetap kecil sepanjang hidupnya, menjadikan dirinya semakin kecil, melayani, berdoa, menarik diri untuk memberi ruang bagi Yesus, bahkan ketika hal ini mengorbankan banyak hal.

 

Jadi, saudara-saudari terkasih, janganlah kita takut untuk membuat diri kita kecil di hadapan Allah, dan di hadapan satu sama lain, janganlah kita takut kehilangan hidup kita, mengorbankan waktu kita, merevisi jadwal kita dan mengurangi rencana kita bila perlu, bukan untuk meremehkannya tetapi untuk membuatnya lebih indah melalui pemberian diri kita dan penerimaan orang lain.

 

Semua ini dilambangkan dengan baik oleh dua harta tradisional yang indah dari negeri ini: Kaibauk dan Belak. Keduanya terbuat dari logam mulia, yang menunjukkan betapa pentingnya keduanya!

 

Kaibauk melambangkan tanduk kerbau dan cahaya matahari, dan dapat digunakan sebagai hiasan kepala yang dikenakan di atas dahi, atau diletakkan di atas rumah. Kaibauk berbicara tentang kekuatan, energi, dan kehangatan, dan dapat melambangkan kuasa Allah yang memberi kehidupan. Terlebih lagi, melalui posisinya yang di atas dahi dan di atas atap rumah, Kaibauk mengingatkan kita bahwa dengan terang sabda Tuhan dan kuasa kasih karunia-Nya, kita juga dapat bekerja sama, melalui pilihan dan tindakan kita, dalam rencana penebusan yang agung.

 

Sebagai pelengkap Kaibauk adalah Belak, yang dikenakan di dada. Belak mengingatkan pada lembutnya cahaya bulan, yang dengan rendah hati memantulkan cahaya matahari di malam hari, menyelimuti segala sesuatu dalam cahaya fluoresensi. Belak berbicara tentang kedamaian, kesuburan, dan kemanisan, serta melambangkan kelembutan seorang ibu, yang dengan sikap kasih sayangnya yang lembut membuat apa pun yang disentuhnya bersinar dengan cahaya yang sama yang diterimanya dari Allah.

 

Kaibauk dan Belak memperlihatkan kekuatan dan kelembutan ayah dan ibu. Sesungguhnya, begitulah cara Tuhan menyingkapkan kekuasaan-Nya, yang berupa amal dan belas kasihan.

 

Akhirnya, marilah kita bersama-sama memohon dalam Ekaristi ini, sebagai perempuan dan laki-laki, sebagai Gereja dan sebagai masyarakat, agar kita dapat memantulkan di dunia terang kasih Allah yang kuat dan lembut, terang Allah yang, sebagaimana kita doakan dalam Mazmur Tanggapan, “menegakkan orang yang hina dari dalam debu dan mengangkat orang yang miskin dari lumpur, untuk mendudukkan dia bersama para bangsawan” (Mzm 113:7-8).


* * *


Saudara-saudari terkasih,

 

Saya sedang berpikir keras tentang apa hal terbaik yang dimiliki Timor-Leste? Kayu cendana? Buah persik? Itu semua bukanlah hal terbaik. Hal terbaik adalah rakyatnya. Saya tidak bisa melupakan rakyat yang berada di pinggir jalan, bersama anak-anak. Betapa banyaknya anak-anakmu! Rakyat, hal terbaik yang mereka miliki adalah senyuman anak-anak mereka. Dan sebuah bangsa yang mengajarkan anak-anaknya untuk tersenyum adalah sebuah bangsa yang memiliki masa depan.

 

Namun berhati-hatilah! Karena saya pernah mendengar bahwa buaya datang ke beberapa pantai; buaya datang berenang dan memiliki gigitan yang lebih kuat daripada yang dapat kita hindari. Berhati-hatilah! Berhati-hatilah terhadap "buaya" yang ingin mengubah budayamu, yang ingin mengubah sejarahmu. Tetaplah setia. Dan jangan mendekati "buaya-buaya" tersebut karena mereka menggigit, dan mereka menggigit dengan keras.

 

Saya mengharapkan kedamaian bagi kamu semua. Saya mendoakan banyak anak bagimu: semoga senyuman bangsa ini adalah anak-anaknya! Jagalah anak-anakmu; tetapi juga jagalah orang tuamu, yang merupakan kenangan negeri ini.

 

Terima kasih; terima kasih banyak atas amalmu, atas imanmu. Bergerak dengan harapan!


Dan sekarang marilah kita memohon kepada Tuhan untuk memberkati kita semua, dan kemudian kita akan menyanyikan sebuah madah untuk Perawan Maria.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 10 September 2024)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.