Empat puluh hari setelah Natal, kita merayakan Tuhan yang memasuki Bait Allah dan berjumpa umat-Nya. Di Gereja Timur, pesta ini disebut "Pesta Perjumpaan" : pesta tersebut adalah perjumpaan antara Allah, yang menjadi seorang anak untuk membawa kebaruan ke dunia kita, dan umat manusia yang penuh pengharapan, yang diwakili oleh laki-laki dan perempuan berusia lanjut di Bait Allah.
Di Bait Allah, ada juga perjumpaan antara dua pasutri : Maria dan Yosef yang masih muda, serta Simeon dan Hana yang sudah berusia lanjut. Pasutri berusia lanjut menerima dari pasutri muda, sementara pasutri muda menggugah pasutri berusia lanjut. Di dalam Bait Allah, Maria dan Yosef menemukan akar bangsa mereka. Hal ini penting karena janji Allah tidak terpenuhi hanya pada pribadi-pribadi, sekali untuk selamanya, tetapi di dalam sebuah jemaat dan sepanjang sejarah. Di sana juga, Maria dan Yosef menemukan akar iman mereka, karena iman bukanlah sesuatu yang dipelajari dari sebuah buku, tetapi seni hidup bersama Allah yang dipelajari dari pengalaman orang-orang yang telah mendahului kita. Dua orang muda, dalam pertemuan dengan dua orang lanjut usia, dengan demikian menemukan diri mereka. Dan kedua orang lanjut usia tersebut, menjelang akhir hidup mereka, menerima Yesus, makna kehidupan mereka. Peristiwa ini menggenapi nubuat Yoel : "Orang-orangmu yang tua akan mendapat mimpi, teruna-terunamu akan mendapat penglihatan-penglihatan" (2:28). Dalam perjumpaan ini, pasutri muda melihat perutusan mereka dan pasutri berusia lanjut mewujudkan impian mereka. Semua karena Yesus berada di pusat perjumpaan.
Marilah kita melihat kehidupan kita sendiri, saudara-saudari, para pelaku hidup bakti yang terkasih. Semuanya dimulai dalam sebuah perjumpaan dengan Tuhan. Perjalanan hidup bakti kita lahir dari sebuah perjumpaan dan sebuah panggilan. Kita perlu mengingat hal ini. Dan jika kita benar-benar mengingat, kita akan menyadari bahwa dalam perjumpaan itu kita bersama Yesus tidaklah sendirian; ada juga Gereja, umat Allah, yang muda dan berusia lanjut, sama seperti Injil hari ini. Yang juga menarik perhatian adalah sementara Maria dan Yosef yang masih muda dengan setia mematuhi Hukum Taurat - empat kali Injil mengatakan hal ini kepada kita - dan tidak pernah mengatakan, Simeon dan Hana yang berusia lanjut datang berlari dan bernubuat. Sepertinya seharusnya sebaliknya. Umumnya, orang mudalah yang berbicara dengan antusias tentang masa depan, sementara orang tua menjaga masa lalu. Dalam Injil, terjadi sebaliknya, karena ketika kita saling bertemu dalam Tuhan, kejutan-kejutan Allah segera menyusul.
Agar hal ini terjadi dalam hidup bakti, kita harus ingat bahwa kita tidak dapat memperbarui perjumpaan kita dengan Tuhan tanpa orang lain; kita tidak pernah bisa meninggalkan orang lain, tidak pernah melewati beberapa generasi, tetapi harus saling menyertai setiap hari, menjaga Tuhan selalu berada di pusat. Karena jika orang muda dipanggil untuk membuka pintu baru, orang tua memiliki kuncinya. Sebuah lembaga tetap awet muda dengan kembali ke akarnya, dengan mendengarkan anggota-anggotanya yang lebih tua. Tidak ada masa depan tanpa perjumpaan antara yang tua dan yang muda ini. Tidak ada pertumbuhan tanpa akar dan tidak berbunga tanpa tunas baru. Tidak pernah ada nubuat tanpa kenangan, atau kenangan tanpa nubuat. Dan perjumpaan terus menerus.
Kiprah hingar-bingar hari ini membuat kita menutup banyak pintu perjumpaan, seringkali karena takut pada orang lain. Hanya pusat perbelanjaan dan koneksi internet yang senantiasa terbuka. Tetapi bukan itu yang seharusnya dilakukan dengan hidup bakti : saudara dan saudari yang diberikan kepada saya oleh Allah adalah bagian dari sejarah saya, karunia-karunia untuk dihargai. Semoga kita tidak pernah melihat layar telepon seluler kita lebih daripada mata saudara-saudari kita ataupun lebih fokus pada perangkat lunak kita daripada pada Tuhan. Karena kapanpun kita berpusat pada rancangan, metode dan organisasi kita sendiri, hidup bakti tidak lagi menarik; hidup bakti tidak lagi berbicara kepada orang lain; hidup bakti tidak lagi berkembang karena melupakan landasan-landasannya yang sesungguhnya, akar-akarnya yang sesungguhnya.
Hidup bakti lahir dan terlahir kembali dari perjumpaan dengan Yesus sebagaimana adanya : miskin, suci dan taat. Kita menempuh jalur ganda: di satu sisi, prakarsa cinta kasih Allah, yang daripadanya segala sesuatu diawali dan kepadanya kita harus selalu kembali; di sisi lain, tanggapan kita sendiri, yang benar-benar mengasihi ketika tanggapan tersebut tidak memiliki "jika" atau "tetapi", ketika tanggapan tersebut meneladan Yesus dalam kemiskinan, kesucian, dan ketaatan-Nya. Meskipun kehidupan dunia ini mencoba untuk menguasai kita, para hidup bakti berbalik dari kekayaan sepintas lalu menjadi merangkul Dia yang menanggung derita selamanya. Kehidupan dunia ini mengejar kesenangan dan keinginan diri; hidup bakti membebaskan kasih sayang kita dari setiap kepemilikan agar sepenuhnya mengasihi Allah dan orang lain. Kehidupan duniawi bertujuan melakukan apapun yang kita inginkan; hidup bakti memilih ketaatan yang rendah hati sebagai kebebasan yang lebih agung. Dan sementara kehidupan duniawi segera mengosongkan tangan dan hati kita, kehidupan di dalam Yesus memenuhi diri kita dengan damai sampai kesudahan, seperti dalam Injil, di mana Simeon dan Hana datang dengan gembira hingga terbenamnya matahari kehidupan mereka, bersama Tuhan dalam pelukan mereka dan sukacita dalam hati mereka.
Alangkah baiknya kita "menatang" Tuhan (Luk 2:28), seperti Simeon. Tidak hanya dalam pikiran dan dalam hati kita tetapi juga "dalam tangan kita", dalam semua hal yang kita lakukan : dalam doa, di tempat kerja, saat makan, saat bertelepon, di sekolah, dengan orang miskin, di mana pun. "Menatang" Tuhan adalah penangkal mistisisme picik dan kegiatan hingar-bingar sejak perjumpaan sejati dengan Yesus membetulkan kesalehan yang dimanis-maniskan dan hiperaktif yang melelahkan. Menikmati perjumpaan dengan Yesus juga merupakan obat untuk kelumpuhan rutinitas, karena perjumpaan tersebut membukakan kita terhadap "kebinasaan" rahmat sehari-hari. Rahasia mengipasi nyala kehidupan rohani kita adalah kemauan untuk membiarkan diri kita berjumpa Yesus dan dijumpai oleh-Nya; jika tidak, kita jatuh ke dalam kehidupan yang mencekik, di mana ketidakpuasan, kepahitan dan kekecewaan yang tak terelakkan mendapatkan yang lebih baik dari diri kita. Saling berjumpa di dalam Yesus sebagai saudara-saudari, tua dan muda, dan dengan demikian meninggalkan retorika yang tandus tentang "masa lalu yang baik" dan membungkam orang-orang yang percaya bahwa "semuanya sedang berjalan keliru di sini". Jika kita berjumpa Yesus dan saudara-saudari kita dalam peristiwa-peristiwa sehari-hari kehidupan kita, hati kita tidak akan lagi tertata pada masa lalu atau masa depan tetapi akan mengalami "hari ini karena Allah" dalam kedamaian dengan semua orang.
Di akhir keempat Injil, ada perjumpaan lain dengan Yesus yang bisa mengilhami hidup bakti. Perjumpaan para perempuan di depan kubur. Mereka telah pergi untuk berjumpa orang mati; perjalanan mereka tampak sia-sia. Kalian juga sedang melakukan perjalanan melawan arus : kehidupan dunia dengan mudah menolak kemiskinan, kesucian, dan ketaatan. Tetapi seperti para perempuan itu, teruslah bergerak maju, tanpa mengkhawatirkan harus menggulingkan batu-batu besar apapun (bdk. Mrk 16:3). Dan seperti para perempuan itu, jadilah orang pertama yang bertemu dengan Tuhan, yang bangkit dan hidup. Berpeganglah pada-Nya (bdk. Mat 28:9) dan berlari cepat-cepat untuk memberitahu saudara-saudari kalian, mata kalian gemerlap karena sukacita (bdk. Mat 28:8). Dengan cara ini, kalian adalah fajar Gereja yang abadi. Saya meminta kalian untuk memperbarui hari ini perjumpaan kalian dengan Yesus, berjalan bersama-sama ke arah-Nya. Karena hal ini akan memberi terang bagi mata kalian dan kekuatan bagi langkah-langkah kalian.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.