Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA PENTAKOSTA 28 Mei 2023 : ROH KUDUS BERTINDAK DALAM TIGA CARA

Bacaan Ekaristi : Kis. 2:1-11; Mzm. 104:1ab,24ac,29c-30,31,34; 1Kor. 12: 3b-7.12-13; Yoh. 20:19-23

 

Hari ini sabda Allah menunjukkan kepada kita tindakan Roh Kudus. Kita melihat-Nya bertindak dalam tiga cara : di dalam dunia yang Ia ciptakan, di dalam Gereja, dan di dalam hati kita.

 

1.       Pertama, di dalam dunia yang Ia ciptakan, dalam penciptaan. Sejak awal, Roh Kudus bekerja. Kita berdoa dengan Mazmur (104:30) : "Apabila Engkau mengirim Roh-Mu, mereka tercipta". Ia sebenarnya adalah Roh Pencipta (bdk. Santo Agustinus, dalam Mzm. XXXII, 2.2), Roh Pencipta : selama berabad-abad Gereja telah memanggil-Nya seperti itu. Tetapi kita dapat bertanya pada diri kita : Apa yang dilakukan Roh dalam penciptaan dunia? Jika segala sesuatu berasal dari Bapa, dan jika segala sesuatu diciptakan melalui Putra, apa kekhasan peranan Roh? Seorang Bapa Gereja besar, Santo Basilius, menulis : “jika kamu berusaha mengenyahkan Roh dari penciptaan, segala sesuatu menjadi membingungkan serta hidup mereka tampak kacau dan tidak beraturan” (De Sancto Spiritu, XVI, 38). Itulah peranan Roh : pada awal dan setiap saat, Ia mengubah kenyataan penciptaan dari ketidakteraturan menjadi keteraturan, dari pertebaran menjadi keterpaduan, dari kebingungan menjadi keselarasan. Kita akan selalu melihat cara bertindak seperti ini dalam kehidupan Gereja. Singkatnya, Ia memberikan keselarasan kepada dunia; dengan cara ini, Ia “mengarahkan peredaran zaman dan memperbaharui muka bumi” (Gaudium et Spes, 26; Mzm 104:30). Ia memang memperbarui bumi, tetapi dengarkanlah baik-baik : Ia melakukan ini bukan dengan mengubah kenyataan, melainkan dengan menyelaraskannya. Itulah "gaya"-Nya, karena dalam diri-Nya Ia adalah keselarasan : ipse harmonia est (bdk. Santo Basilius, dalam Mzm. XXIX, 1).

 

Di dunia kita dewasa ini, ada begitu banyak perselisihan, perpecahan yang begitu besar. Kita semua “terhubung”, namun menemukan diri kita terputus satu sama lain, dibius oleh ketidakpedulian dan diliputi oleh kesendirian. Begitu banyak perang, begitu banyak pertikaian : tampaknya luar biasa kejahatan yang mampu kita lakukan! Namun pada kenyataannya, yang mengobarkan permusuhan kita adalah roh perpecahan, iblis, yang namanya berarti “pemecah belah”. Ya, mendahului dan melampaui kejahatan kita, perpecahan kita, ada roh jahat yang adalah “penyesat seluruh dunia” (Why 12:9). Ia bersukacita dalam pertikaian, ketidakadilan, fitnah; itulah sukacitanya. Untuk melawan kejahatan perselisihan, upaya kita semata untuk menciptakan keselarasan tidaklah memadai. Oleh karena itu, Tuhan, pada puncak Paskah-Nya dari kematian menuju kehidupan, pada puncak keselamatan, mencurahkan Roh-Nya yang baik ke atas dunia ciptaan : Roh Kudus, yang menentang roh perpecahan karena ia adalah keselarasan, Roh persatuan, pembawa kedamaian. Marilah setiap hari kita memohonkan Roh atas seluruh dunia kita, hidup kita dan perpecahan apa pun!

 

2.     Seiring dengan karya-Nya dalam penciptaan, kita melihat Roh Kudus bekerja di dalam Gereja, dimulai dengan hari Pentakosta. Kita memperhatikan, bagaimanapun, bahwa Roh tidak meresmikan Gereja dengan menyediakan komunitas dengan aturan dan peraturan, tetapi dengan turun ke atas masing-masing rasul: mereka masing-masing menerima rahmat khusus dan aneka karisma. Kelimpahan aneka karunia dapat menimbulkan kebingungan, tetapi, seperti dalam penciptaan, Roh Kudus berkenan menciptakan keselarasan dari keanekaragaman. Keselarasan Roh bukanlah tatanan yang mewajibkan dan seragam; dalam Gereja memang ada tatanan, tetapi “tertata sesuai dengan keanekaragaman karunia Roh” (Santo Basilius, De Spiritu Sancto, XVI, 39). Pada Pentakosta, Roh Kudus turun dalam lidah-lidah api : Ia menganugerahkan kepada setiap orang kemampuan untuk berbicara dalam bahasa lain (bdk. Kis 2:4) dan memahami dalam bahasa mereka sendiri apa yang diucapkan orang lain (bdk. Kis 2:6.11). Singkatnya, Roh tidak menciptakan satu bahasa, bahasa yang sama untuk semua orang. Ia tidak mengenyahkan perbedaan atau budaya, tetapi menyelaraskan segala sesuatu tanpa memerosotkannya menjadi keseragaman yang hambar. Dan ini harus membuat kita berhenti dan merenung pada saat ini, ketika godaan “melangkah mundur” berusaha untuk menyeragamkan segala sesuatu menjadi ajaran semata yang tampak tanpa hakekat. Marilah kita renungkan hal ini: Roh tidak dimulai dengan program yang digariskan dengan jelas, seperti yang kita kehendaki, yang begitu sering menjebak kita dalam rencana dan rancangan kita. Tidak, Ia memulai dengan menganugerahkan karunia yang cuma-cuma dan melimpah. Memang, pada hari Pentakosta tersebut, sebagaimana ditekankan Kitab Suci, “semua orang dipenuhi dengan Roh Kudus” (Kis. 2:4). Semuanya dipenuhi : begitulah kehidupan Gereja dimulai, bukan dari rencana yang tepat dan terperinci, tetapi dari pengalaman bersama akan kasih Allah. Begitulah Roh menciptakan keselarasan; Ia mengundang kita untuk mengagumi kasih dan karunia-Nya yang ada pada orang lain. Sebagaimana dikatakan Santo Paulus kepada kita : “Ada berbagai karunia, tetapi satu Roh. … Sebab, dalam satu Roh kita semua telah dibaptis menjadi satu tubuh” (1 Kor 12:4.13). Melihat setiap saudara dan saudari kita dalam iman sebagai bagian dari tubuh yang sama di mana aku menjadi anggotanya: ini adalah pendekatan Roh yang selaras, ini adalah jalan yang Ia tunjukkan kepada kita!

 

Dan Sinode yang sedang berlangsung sekarang adalah – dan seharusnya – sebuah perjalanan yang sesuai dengan Roh, bukan sebuah dewan perwakilan rakyat untuk menuntut hak dan kebutuhan sesuai dengan agenda dunia, juga bukan sebuah kesempatan untuk mengikuti ke mana pun angin bertiup, tetapi kesempatan untuk taat pada nafas Roh. Karena di lautan sejarah, Gereja berlayar hanya bersama-Nya, karena Ia adalah “jiwa Gereja” (Santo Paulus VI, Amanat kepada Konsili Suci, 21 Juni 1976), jantung sinodalitas, kekuatan pendorong penginjilan. Tanpa Dia, Gereja tidak bernyawa, iman hanya ajaran, moralitas hanya kewajiban, karya pastoral hanya kerja keras. Kadang-kadang kita mendengar orang-orang yang disebut para pemikir atau teolog, yang menyarankan teori-teori yang tampaknya matematis yang membuat kita kedinginan karena tidak memiliki Roh di dalamnya. Sebaliknya, dengan Roh, iman adalah kehidupan, kasih Tuhan meyakinkan kita, dan harapan terlahir kembali. Marilah kita tempatkan kembali Roh Kudus di pusat Gereja; jika tidak, hati kita tidak akan dikuasai oleh kasih untuk Yesus, tetapi oleh kasih untuk diri kita sendiri. Marilah kita menempatkan Roh pada awal dan pokok karya Sinode. Karena “Dialah yang paling dibutuhkan Gereja dewasa ini! Marilah kita mengatakan kepada-Nya setiap hari : Datanglah!” (bdk. ID., Audiensi Umum, 29 November 1972). Dan marilah kita melakukan perjalanan bersama karena, seperti pada Pentakosta, Roh Kudus berkenan turun ketika “semua berkumpul” (bdk. Kis 2:1). Ya, untuk mewujudkan diri-Nya kepada dunia, Ia memilih waktu dan tempat di mana semua orang berkumpul. Umat Allah, agar dipenuhi Roh, karenanya harus melakukan perjalanan bersama, “melakukan Sinode”. Begitulah keselarasan dalam Gereja diperbaharui: dengan melakukan perjalanan bersama dengan Roh sebagai pusatnya. Saudara-saudari, marilah kita membangun keselarasan di dalam Gereja!

 

3.     Terakhir, Roh Kudus menciptakan keselarasan di dalam hati kita. Kita melihat hal ini dalam Bacaan Injil, di mana Yesus, pada Paskah petang, mengembusi para murid dan berkata, “Terimalah Roh Kudus” (Yoh 20:22). Ia menganugerahkan Roh untuk tujuan yang tepat : untuk mengampuni dosa, mendamaikan pikiran dan menyelaraskan hati yang terluka oleh kejahatan, dihancurkan oleh luka, disesatkan oleh perasaan bersalah. Hanya Roh yang memulihkan keselarasan di dalam hati, karena Dialah yang menciptakan “keintiman dengan Allah” (Santo Basilius, De Spiritu Sancto, XIX, 49). Jika kita menginginkan keselarasan marilah kita mencari Dia, ketimbang pengganti duniawi. Marilah kita memohonkan Roh Kudus setiap hari. Marilah kita awali hari kita dengan berdoa kepada-Nya. Marilah kita taat kepada-Nya!

 

Dan hari ini, pada hari raya-Nya, marilah kita bertanya pada diri kita : Apakah aku taat kepada keselarasan Roh? Atau apakah aku mengejar rancanganku, gagasanku, tanpa membiarkan diriku dibentuk dan diubah oleh-Nya? Apakah cara hidup imanku taat kepada Roh atau keras kepala? Apakah aku dengan keras kepala terikat pada teks atau apa yang disebut ajaran yang hanya ungkapan dingin kehidupan? Apakah aku cepat menghakimi? Apakah aku menuding dan membanting pintu di depan orang lain, menganggap diriku korban dari semua orang dan segala sesuatu? Atau apakah aku menyambut kekuatan Roh yang selaras dan kreatif, “rahmat keutuhan” yang diilhami-Nya, pengampunan-Nya yang memberi kita kedamaian? Dan pada gilirannya, apakah aku mengampuni? Pengampunan memberi ruang bagi Roh untuk datang. Apakah aku membina rekonsiliasi dan membangun persekutuan, atau apakah aku selalu menilai, mencampuri masalah dan menyebabkan luka, dendam dan perpecahan? Apakah aku mengampuni, mengembangkan rekonsiliasi dan membangun persekutuan? Jika dunia terpecah belah, jika Gereja terkutub, jika hati hancur, janganlah kita membuang waktu untuk mengkritik orang lain dan menjadi marah satu sama lain; sebaliknya, marilah kita memohonkan Roh. Ia mampu menyelesaikan semua ini.

 

Roh Kudus, Roh Yesus dan Roh Bapa, sumber keselarasan yang tiada habisnya, kepada Engkau kami mempercayakan dunia; kepada Engkau kami mempersembahkan Gereja dan hati kami. Datanglah, Roh Pencipta, keselarasan umat manusia, perbaruilah muka bumi. Datanglah, Karunia dari karunia-karunia, keselarasan Gereja, satukanlah kami di dalam Engkau. Datanglah, Roh pengampunan dan keselarasan hati, ubah rupalah kami semampu Engkau, melalui perantaraan Maria.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 28 Mei 2023)