Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU PASKAH VII BERSAMA UMAT MYANMAR DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN - 16 Mei 2021 : MEMELIHARA IMAN, PERSATUAN DAN KEBENARAN


Bacaan Ekaristi : Kis. 1:15-17.20a.20c-26; Mzm. 103:1-2.11-12.19-20ab; 1Yoh. 4:11-16; Yoh. 17:11b-19.

 

Pada saat-saat terakhir hidup-Nya, Yesus berdoa. Di saat-saat yang menyedihkan itu, ketika ia bersiap untuk berpamitan dengan murid-murid-Nya dan dunia ini, Yesus mendoakan sahabat-sahabat-Nya. Meskipun Ia bahkan menanggung di dalam hati-Nya dan daging-Nya seluruh dosa dunia, Yesus terus mengasihi kita dan mendoakan kita. Dari doa-Nya, kita belajar bagaimana menghadapi saat-saat dramatis dan menyakitkan dalam hidup kita. Marilah kita memikirkan satu kata khusus yang dipergunakan Yesus dalam doa-Nya kepada Bapa : kata tersebut adalah kata “memelihara”. Saudara dan saudari yang terkasih, pada hari-hari ketika negara Myanmar yang kamu cintai sedang mengalami kekerasan, pertikaian, dan penindasan, marilah kita bertanya pada diri sendiri : kita sedang dipanggil untuk memelihara apa?

 

Pertama, memelihara iman. Kita perlu memelihara iman agar tidak menyerah pada kesedihan atau jatuh ke dalam keputusasaan orang-orang yang tidak lagi melihat jalan keluar. Dalam Bacaan Injil, Yohanes memberitahu kita bahwa Yesus, sebelum mengucapkan sepatah kata pun, “menengadah ke langit” (Yoh 17:1). Di saat-saat terakhir hidup-Nya ini, Yesus terbebani oleh kesedihan akan sengsara yang akan dihadapi-Nya, sadar akan malam kelam yang akan Ia alami, merasa dikhianati dan ditinggalkan. Namun di saat yang sama, Ia menengadah ke langit. Yesus mengalihkan pandangan-Nya kepada Allah. Ia tidak pasrah pada kejahatan; Ia tidak membiarkan diri-Nya diliputi oleh kesedihan; Ia tidak menarik diri ke dalam kepahitan orang yang kalah dan kecewa; sebaliknya, Ia memandang ke surga. Ini adalah nasihat yang sama yang Ia berikan kepada murid-murid-Nya : ketika Yerusalem diduduki oleh balatentara, dan orang-orang sedang melarikan diri dengan cemas di tengah ketakutan dan kehancuran, Ia mengatakan kepada mereka, “Bangkitlah dan angkatlah mukamu, sebab penyelamatanmu sudah dekat" (Luk 21:28). Memelihara iman berarti memelihara pandangan kita tetap terangkat ke surga, seperti di bumi ini, pertempuran terjadi dan darah orang-orang yang tidak bersalah ditumpahkan. Memelihara iman berarti menolak untuk menyerah pada nalar kebencian dan balas dendam, tetapi tetap mengarahkan pandangan kita kepada Allah kasih, yang memanggil kita untuk saling bersaudara.

 

Doa menuntun kita untuk percaya kepada Allah bahkan di saat-saat sulit. Doa membantu kita untuk berharap ketika segala sesuatunya tampak tanpa harapan dan doa menopang kita dalam pergumulan kita sehari-hari. Doa bukanlah penarikan diri, pelarian, dalam menghadapi masalah. Doa justru merupakan satu-satunya senjata yang kita miliki untuk memelihara kasih dan harapan tetap hidup di tengah senjata kematian. Mengangkat pandangan kita saat kita terluka tidak mudah, tetapi iman membantu kita menahan godaan untuk menyerahkan diri. Kita mungkin ingin melakukan protes, berseru kepada Allah dalam penderitaan kita. Kita tidak perlu takut melakukannya, karena itu juga doa. Seorang nenek pernah berkata kepada cucunya : “marah kepada Allah juga bisa menjadi salah satu bentuk doa”; kebijaksanaan orang benar dan sederhana, yang tahu kapan harus mengangkat mata mereka di saat-saat sulit… Kadang kala doa itulah yang lebih didengar Allah ketimbang doa-doa lainnya, karena berasal dari hati yang terluka dan Allah selalu mendengar jeritan umat-Nya dan mengeringkan air mata mereka. Saudara dan saudari yang terkasih, tetaplah memandang ke surga. Peliharalah imanmu!

 

Kedua, memelihara persatuan. Yesus memohon kepada Bapa untuk memelihara persatuan murid-murid-Nya, supaya mereka “menjadi satu” (Yoh 17:21), satu keluarga yang di dalamnya kasih dan persaudaraan berkuasa. Ia tahu apa yang ada di dalam hati murid-murid-Nya; Ia telah melihat mereka terkadang mempertengkarkan tentang siapa yang terbesar, siapa yang seharusnya bertanggung jawab. Inilah penyakit yang mematikan : penyakit perpecahan. Kita pun mengalaminya di dalam hati kita, karena hati kita terbagi-bagi; kita mengalaminya dalam keluarga dan masyarakat, di antara bangsa-bangsa, bahkan di dalam Gereja. Banyak dosa melawan persatuan : iri hati, kecemburuan, mengejar kepentingan pribadi daripada kebaikan bersama, kecenderungan untuk menghakimi orang lain. Pertikaian-pertikaian kecil kita itu tercermin dalam pertikaian-pertikaian besar, seperti pertikaian yang sedang dialami negaramu pada hari-hari ini. Begitu kepentingan pihak-pihak tertentu serta kehausan akan keuntungan dan kekuasaan mengambil alih, pertikaian dan perpecahan pasti berkobar. Seruan terakhir yang dibuat Yesus sebelum Paskah-Nya adalah seruan untuk persatuan. Karena perpecahan berasal dari iblis, sang pemecah-belah dan pendusta besar yang selalu menciptakan perpecahan.

 

Kita dipanggil untuk memelihara persatuan, menanggapi dengan sungguh-sungguh permohonan sepenuh hati Yesus kepada Bapa : supaya benar-benar menjadi satu, menjadi sebuah keluarga, menemukan keberanian hidup dalam persahabatan, kasih dan persaudaraan. Betapa besar kebutuhan kita, terutama pada hari ini, akan persaudaraan! Saya tahu bahwa sebagian situasi politik dan sosial lebih besar dari diri kita. Namun komitmen akan perdamaian dan persaudaraan selalu berasal dari bawah : setiap orang, dalam hal-hal kecil, dapat memainkan peranannya. Dalam hal-hal kecil, kamu masing-masing dapat berusaha menjadi pembangun persaudaraan, penabur persaudaraan, seseorang yang bekerja untuk membangun kembali apa yang rusak ketimbang mengobarkan kekerasan. Kita juga dipanggil untuk melakukan hal ini sebagai Gereja; marilah kita menggalakkan dialog, menghormati orang lain, peduli terhadap saudara dan saudari kita, persekutuan! Kita tidak dapat membiarkan cara berpikir pihak tertentu masuk ke dalam Gereja, cara berpikir yang memecah belah, yang mengutamakan setiap individu seraya mengesampingkan orang lain. Hal ini sangat merusak : cara berpikir tersebut menghancurkan keluarga, Gereja, masyarakat dan kita masing-masing.

 

Terakhir, yang ketiga, kita dipanggil untuk memelihara kebenaran. Yesus memohon kepada Bapa untuk menguduskan murid-murid-Nya dalam kebenaran karena mereka akan diutus ke seluruh dunia untuk melaksanakan perutusan-Nya. Memelihara kebenaran tidak berarti mempertahankan gagasan, menjadi penjaga sistem ajaran dan dogma, tetapi tetap terikat kepada Kristus dan mengabdi kepada Injil-Nya. Kebenaran, bagi rasul Yohanes, adalah Kristus sendiri, pewahyuan kasih Bapa. Yesus berdoa agar murid-murid-Nya, meskipun hidup di dunia, tidak mengikuti kriteria dunia ini. Mereka tidak boleh membiarkan diri mereka terpikat oleh berhala-berhala, tetapi memelihara persahabatan mereka dengan-Nya; mereka tidak membelokkan Injil ke cara berpikir manusiawi dan duniawi, tetapi mempertahankan pesannya secara utuh. Memelihara kebenaran berarti menjadi seorang nabi dalam setiap situasi kehidupan, dengan kata lain dikuduskan bagi Injil dan memberi kesaksian bahkan ketika hal itu berarti melawan arus. Kadang kali, kita umat Kristiani ingin berkompromi, tetapi Injil meminta kita untuk teguh dalam kebenaran dan demi kebenaran, mempersembahkan hidup kita untuk orang lain. Di tengah perang, kekerasan dan kebencian, kesetiaan pada Injil dan menjadi pembawa damai menuntut komitmen, juga melalui pilihan sosial dan politik, bahkan dengan resiko hidup kita. Hanya dengan cara inilah hal-hal bisa berubah. Tuhan tidak menginginkan kita bersikap suam-suam kuku. Ia ingin kita dikuduskan dalam kebenaran dan keindahan Injil, sehingga kita dapat memberikan kesaksian tentang sukacita kerajaan Allah bahkan di malam kelam kesedihan, bahkan ketika kejahatan tampaknya berada di atas angin.

 

Saudara dan saudari yang terkasih, hari ini saya ingin meletakkan di atas altar Tuhan, penderitaan umat-Nya dan bergabung dengan kamu sekalian dalam doa agar Allah sudi mempertobatkan segenap hati menuju perdamaian. Doa Yesus membantu kita memelihara iman, bahkan di saat-saat sulit, untuk menjadi para pembangun persatuan dan mempertaruhkan hidup kita demi kebenaran Injil. Tolong, jangan kehilangan harapan : bahkan hingga hari ini, Yesus sedang menjadi pengantara di hadapan Bapa, Ia berdiri di hadapan Bapa dalam doa-Nya. Ia menunjukkan kepada Bapa, dalam doa-Nya, luka-luka yang dengannya Ia membayar keselamatan kita. Dalam doa ini Yesus menjadi pengantara kita semua, berdoa agar Bapa menjaga kita dari si jahat dan membebaskan kita dari kuasa si jahat.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.