Bacaan Ekaristi : Kel. 24:3-8; Mzm.
116:12-13,15,16bc,17-18; Ibr. 9:11-15; Mrk. 14:12-16,22-26.
Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk
pergi dan mempersiapkan tempat untuk merayakan perjamuan Paskah. Merekalah yang
bertanya : "Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan
perjamuan Paskah bagi-Mu?" (Mrk 14:12). Saat kita merenungkan dan
menyembah kehadiran Tuhan dalam Roti Ekaristi, kita juga dipanggil untuk
bertanya pada diri sendiri : di "tempat" apakah kita ingin mempersiapkan
Paskah Tuhan? "Tempat-tempat" apakah dalam hidup kita Allah meminta
dijamu oleh kita? Saya ingin menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dengan berpusat
pada tiga gambaran Injil yang telah kita dengar (Mrk 14:12-16.22-26).
Gambaran pertama adalah seorang yang
membawa kendi berisi air (bdk. ayat 13). Gambaran ini merupakan rincian yang
tampaknya berlebihan. Namun orang yang benar-benar tidak dikenal itu menjadi
pemandu para murid yang sedang mencari tempat yang nantinya akan disebut Ruang
Atas. Dan kendi berisi air adalah tanda pengenalan : tanda yang membuat kita
berpikir tentang umat manusia yang kehausan, selalu mencari sumber air yang
memuaskan dan memperbaharuinya kembali. Kita semua menjalani hidup dengan kendi
di tangan : kita semua, kita masing-masing haus akan kasih, sukacita, kehidupan
yang berhasil di dunia yang semakin manusiawi. Dan terhadap kehausan ini, air
hal-hal duniawi tidak berguna, karena ada kehausan yang lebih dalam, yang hanya
dapat dipuaskan oleh Allah.
Kita masih mengikuti
"sinyal" simbolik ini. Yesus memberitahu para pengikut-Nya bahwa
ketika ada seorang dengan kendi berisi air menuntun mereka, mereka dapat
merayakan Perjamuan Paskah. Oleh karena itu, untuk merayakan Ekaristi,
pertama-tama kita harus mengenali kehausan kita akan Allah : merasa membutuhkan
Dia, menginginkan kehadiran-Nya dan kasih-Nya, menyadari bahwa kita tidak dapat
melakukannya sendiri tetapi kita membutuhkan makanan dan minuman kehidupan
kekal yang menopang kita di jalan. Drama hari ini - bisa kita katakan - yakni
kehausan sering kali telah sirna. Pertanyaan tentang Allah telah sirna,
keinginan akan Dia telah memudar, para pencari Allah menjadi semakin langka.
Allah tidak lagi menarik karena kita tidak lagi merasakan kehausan kita yang
dalam. Tetapi hanya jika ada seorang dengan kendi berisi air - kita memikirkan
perempuan Samaria, misalnya (bdk. Yoh 4:5-30) - Tuhan dapat menyatakan diri-Nya
sebagai Sosok yang memberi kehidupan baru, yang memelihara impian dan cita-cita
kita dengan harapan yang dapat diandalkan, kehadiran kasih yang memberi makna
dan arah pada peziarahan duniawi kita. Sebagaimana telah kita catat, seorang
dengan kendi itulah yang menuntun para murid ke ruangan tempat Yesus akan
menetapkan Ekaristi. Kehausan akan Allah membawa kita ke altar. Jika tidak ada
kehausan, perayaan kita menjadi kering. Kemudian, bahkan sebagai Gereja,
kelompok kecil orang-orang yang biasa berkumpul untuk merayakan Ekaristi tidak
memadai; kita harus pergi ke kota, bertemu orang-orang, belajar mengenali dan
membangkitkan kehausan akan Allah dan hasrat akan Injil.
Gambaran kedua adalah sebuah ruangan
atas yang besar (lihat ayat 15). Di sanalah Yesus dan umat-Nya akan mengadakan
perjamuan Paskah dan ruangan ini terletak di rumah seseorang yang menjamu
mereka. Don Primo Mazzolari berkata : "Di sini ada seorang tanpa nama,
seorang tuan tanah, sedang meminjamkan ruangannya yang paling indah. […] Ia
memberikan yang terbesar dari apa yang ia miliki karena segala sesuatu di
sekitar sakramen agung itu agung, ruangan dan hati, perkataan dan tingkah laku”
(La Pasqua, La Locusta 1964, 46-48).
Sebuah ruangan yang besar untuk
sepotong kecil Roti. Allah menjadikan diri-Nya sekecil sepotong roti dan karena
alasan inilah dibutuhkan hati yang besar untuk dapat mengenali, menyembah,
menyambut-Nya. Kehadiran Allah begitu rendah hati, tersembunyi, terkadang kasat
mata, sehingga membutuhkan hati yang siap, terpelihara, dan menyambut untuk
mengenalinya. Sebaliknya jika hati kita, melebihi sebuah ruangan besar,
menyerupai lemari tempat kita menyimpan barang-barang lama dengan penyesalan;
jika terlihat seperti loteng di mana kita telah lama menempatkan kegairahan dan
impian kita; jika terlihat seperti ruangan sempit, ruangan gelap karena kita
hanya hidup pada diri kita, masalah dan kepahitan kita, maka mustahil untuk mengenali
hadirat Allah yang hening dan rendah hati ini. Kita membutuhkan ruangan yang
besar. Hati harus diperbesar. Meninggalkan ruangan kecil diri kita dan memasuki
ruangan besar ketakjuban dan penyembahan diperlukan. Dan kita sangat merindukan
hal ini! Kita tidak memiliki hal ini dalam banyak gerakan yang kita lakukan
untuk bertemu, bersatu kembali, berpikir bersama tentang pelayanan pastoral …
Tetapi jika hal ini tidak ada, jika tidak ada ketakjuban dan penyembahan, tidak
ada jalan yang membawa kita kepada Allah. Bahkan tidak akan ada sinode, tidak
ada apa-apa. Inilah sikap di depan Ekaristi, inilah yang kita butuhkan :
penyembahan. Gereja juga harus menjadi aula yang besar. Bukan lingkaran kecil
dan tertutup, tetapi komunitas dengan tangan terbuka, menyambut semua orang.
Marilah kita bertanya pada diri kita sendiri : ketika seseorang yang terluka,
yang telah berbuat salah, yang memiliki jalan hidup yang berbeda, mendekat,
Gereja, Gereja ini, apakah sebuah ruangan besar untuk menyambutnya dan
menuntunnya menuju sukacita perjumpaan dengan Kristus? Ekaristi ingin memberi
makan mereka yang lelah dan lapar di sepanjang jalan, jangan lupakan hal itu!
Gereja yang sempurna dan murni adalah sebuah ruangan di mana tidak ada ruang
bagi siapa pun; Gereja dengan pintu terbuka, yang merayakan di sekitar Kristus,
adalah sebuah ruangan besar di mana setiap orang - semua orang, baik orang
benar maupun orang berdosa - dapat masuk.
Terakhir, gambaran ketiga, gambaran
Yesus memecah-mecahkan Roti. Gambaran ini, terutama, mengisyaratkan Ekaristi,
mengisyaratkan jatidiri iman kita, tempat perjumpaan kita dengan Allah yang
mempersembahkan diri-Nya untuk membuat kita dilahirkan kembali kepada kehidupan
baru. Isyarat ini juga mengejutkan : sampai saat itu domba dikorbankan dan dipersembahkan
sebagai korban kepada Allah, sekarang Yesus yang menjadikan diri-Nya Anak Domba
dan mengorbankan diri-Nya untuk memberikan kehidupan kepada kita. Dalam
Ekaristi kita merenungkan dan menyembah Allah kasih. Tuhan tidak
memecah-mecahkan siapa pun tetapi memecah-mecahkan diri-Nya. Tuhan tidak
menuntut pengorbanan tetapi mengorbankan diri-Nya. Tuhan tidak meminta apapun
selain memberikan segalanya. Merayakan dan menghayati Ekaristi, kita juga
dipanggil untuk menghayati kasih ini. Karena kamu tidak dapat memecah-mecahkan
Roti Hari Minggu jika hatimu tertutup terhadap saudara-saudaramu. Kamu tidak
bisa makan Roti ini jika kamu tidak memberikan roti kepada orang-orang yang
lapar. Kamu tidak dapat membagikan Roti ini jika kamu tidak ikut serta dalam
penderitaan orang-orang yang membutuhkan. Pada akhir segalanya, bahkan akhir
liturgi Ekaristi kita yang khusyuk, hanya kasih yang akan tetap ada. Dan mulai
sekarang, Ekaristi kita mengubah rupa dunia sejauh kita memperkenankan diri
diubahrupa dan menjadi roti bagi orang lain.
Saudara dan saudari, juga hari ini ke mana "mempersiapkan perjamuan Tuhan"? Perarakan Sakramen Mahakudus - ciri khas Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus, tetapi untuk saat ini kita belum bisa melakukannya - perarakan mengingatkan kita bahwa kita dipanggil untuk pergi membawa Yesus. Dengan kegairahan pergi keluar membawa Kristus kepada orang-orang yang kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Kita menjadi sebuah Gereja dengan kendi di tangan, yang membangkitkan kehausan dan membawa air. Marilah kita membuka hati kita dalam kasih, menjadi ruangan yang luas dan ramah di mana setiap orang dapat masuk untuk bertemu Tuhan. Marilah memecah-mecahkan hidup kita dalam kasih sayang dan kesetiakawanan, agar dunia melihat melalui kita keagungan kasih Allah. Dan kemudian Tuhan akan datang, Ia kembali akan mengejutkan kita, Ia akan menjadikan diri-Nya santapan untuk kehidupan dunia. Dan santapan itu akan memuaskan kita selamanya, sampai hari ketika, dalam perjamuan surgawi, kita akan merenungkan wajah-Nya dan bersukacita tanpa akhir.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.