"Apakah
engkau mengasihi Aku?". Inilah kata-kata pertama yang diucapkan Yesus
kepada Petrus dalam Bacaan Injil yang baru saja kita dengar (Yoh 21:15).
Kata-kata terakhir-Nya adalah : “Gembalakanlah domba-domba-Ku” (ayat 17). Pada
peringatan pembukaan Konsili Vatikan II, kita dapat merasakan bahwa kata-kata
Tuhan yang sama itu juga ditujukan kepada kita, kepada kita sebagai Gereja :
Apakah engkau mengasihi Aku? Gembalakanlah domba-domba-Ku.
Pertama
: Apakah engkau mengasihi Aku? Ini adalah sebuah pertanyaan, karena gaya Yesus
bukanlah menawarkan jawaban melainkan mengajukan pertanyaan, pertanyaan yang
menantang hidup kita. Tuhan, yang “dari kelimpahan cinta kasih-Nya menyapa
manusia sebagai sahabat-sahabat-Nya dan bergaul dengan mereka” (Dei Verbum, 2),
terus bertanya kepada Gereja, Mempelai Perempuan-Nya: “Apakah engkau mengasihi
Aku?”. Konsili Vatikan II adalah salah satu tanggapan yang bagus untuk
pertanyaan ini. Untuk mengobarkan kembali cintanya kepada Tuhan, Gereja, untuk
pertama kalinya dalam sejarahnya, mengabdikan sebuah Konsili untuk memeriksa
dirinya serta merenungkan kodrat dan perutusannya. Ia melihat dirinya sekali
lagi sebagai misteri rahmat yang dihasilkan oleh cinta; ia melihat dirinya
secara baru sebagai Umat Allah, Tubuh Kristus, bait Roh Kudus yang hidup!
Inilah
cara pertama melihat Gereja : dari atas. Memang, Gereja pertama-tama perlu
dilihat dari atas, dengan mata Allah, mata penuh cinta. Marilah kita bertanya
pada diri kita apakah kita, di dalam Gereja, memulai dengan Allah dan tatapan
kasih-Nya kepada kita. Kita selalu tergoda untuk memulai dari diri kita sendiri
dan bukan dari Allah, menempatkan agenda kita di depan Injil, membiarkan diri
kita terperangkap dalam angin keduniawian untuk mengejar mode saat ini atau
membalikkan punggung kita pada saat penyelenggaraan ilahi telah dianugerahkan
kepada kita, untuk menelusuri kembali langkah kita. Namun marilah kita
berhati-hati : baik “progresivisme” yang berbaris di belakang dunia dan
“tradisionalisme” – atau “melihat ke belakang” – yang merindukan dunia masa
lalu bukanlah bukti cinta, tetapi ketidaksetiaan. Semua itu adalah bentuk
keegoisan Pelagian yang menempatkan selera dan rencana kita di atas cinta yang
berkenan bagi Allah, cinta yang sederhana, rendah hati dan setia yang diminta
Yesus dari Petrus.
Apakah
engkau mengasihi Aku? Marilah kita temukan kembali Konsili untuk memulihkan
keutamaan Allah, pada apa yang hakiki : pada Gereja yang jatuh cinta dengan
Tuhannya dan semua manusia yang Ia kasihi; pada Gereja yang kaya dalam Yesus
dan miskin dalam aset; pada Gereja yang bebas dan sedang membebaskan. Ini
adalah jalan yang ditunjukkan oleh Konsili kepada Gereja. Jalan yang
menuntunnya untuk kembali, seperti Petrus dalam Bacaan Injil, ke Galilea, ke
sumber cinta pertamanya; menemukan kembali kekudusan Allah dalam kemiskinannya
(bdk. Lumen Gentium, 8c; bab 5). Kita masing-masing kita juga memiliki Galilea,
Galilea cinta pertama kita, dan tentu saja hari ini kita semua dipanggil untuk
kembali ke Galilea kita untuk mendengarkan suara Tuhan : "Ikutlah
Aku". Dan di sana, menemukan kembali dalam tatapan Tuhan yang disalibkan
dan bangkit sukacita yang telah memudar; berfokus pada Yesus. Menemukan kembali
sukacita kita, karena telah lama kehilangan sukacitanya, Gereja telah
kehilangan cintanya. Menjelang akhir hayatnya, Paus Yohanes menulis : “Hidupku
ini, yang sekarang mendekati matahari terbenam, tidak dapat menemukan akhir
yang lebih baik daripada memusatkan segenap pikiranku di dalam Yesus, Putera
Maria… persahabatan yang besar dan terus-menerus dengan Yesus, direnungkan
sebagai seorang Kanak-kanak dan di atas kayu salib, serta disembah dalam
Sakramen Mahakudus” (Jurnal Sebuah Jiwa). Ini adalah pandangan kita dari atas;
ini adalah sumber kita yang selalu hidup : Yesus, Galilea cinta, Yesus yang
memanggil kita, Yesus yang bertanya kepada kita : "Apakah engkau mengasihi
Aku?".
Saudara
dan saudari, marilah kita kembali ke sumber cinta murni Konsili. Marilah kita
temukan kembali semangat Konsili dan memperbarui semangat kita untuk Konsili!
Tenggelam dalam misteri Gereja, Bunda dan Mempelai Perempuan, marilah kita juga
mengatakan, bersama Santo Yohanes XXIII : Gaudet Mater Ecclesia! (Wejangan pada
Pembukaan Konsili, 11 Oktober 1962). Semoga Gereja diliputi dengan sukacita.
Jika ia gagal untuk bersukacita, ia akan menyangkal dirinya sendiri, karena ia
akan melupakan cinta yang melahirkannya. Namun berapa banyak dari kita yang
tidak mampu menjalani iman dengan sukacita, tanpa mengeluh dan mengkritik?
Gereja yang mengasihi Yesus tidak punya waktu untuk dan berbantah-bantahan,
bergunjing, dan berselisih paham. Semoga Allah membebaskan kita dari sikap
kritis dan intoleran, keras dan marah! Ini bukan soal gaya tetapi soal cinta.
Bagi mereka yang mengasihi, seperti yang diajarkan Rasul Paulus, lakukan segala
sesuatu tanpa bersungut-sungut (bdk. Flp 2:14). Tuhan, ajari kami tatapanmu
yang luhur; ajarilah kami untuk melihat Gereja seperti Engkau melihatnya. Dan
ketika kita kritis dan tidak puas, marilah kita ingat bahwa menjadi Gereja
berarti menjadi saksi keindahan cinta-Mu, menjalani hidup kita sebagai jawaban
atas pertanyaan-Mu : Apakah engkau mengasihi Aku? Dan tidak bertindak
seolah-olah kita sedang berada di pemakaman.
Apakah engkau mengasihi Aku? Gembalakanlah domba-domba-Ku. Dengan kata kerja
kedua, gembalakanlah, Yesus mengungkapkan jenis kasih yang Ia inginkan dari
Petrus. Jadi marilah kita sekarang berkaca pada Petrus. Ia adalah seorang
nelayan yang dijadikan Yesus penjala manusia (bdk. Luk 5:10). Yesus memberinya
peran baru, peran sebagai gembala, sesuatu yang sama sekali baru baginya. Ini
sebenarnya merupakan titik balik dalam kehidupan Petrus, karena sementara para
nelayan sibuk mengangkut tangkapan untuk diri mereka, para gembala peduli
dengan sesama, dengan menggembalakan sesama. Gembala hidup dengan domba-domba
mereka; mereka menggembalakan domba dan datang untuk mencintai mereka. Seorang
gembala tidak “di atas” jala – seperti seorang nelayan – tetapi “di tengah”
domba-dombanya. Seorang gembala berdiri di depan orang-orang untuk menandai
jalan, di tengah-tengah orang-orang sebagai salah satu dari mereka, dan di
belakang orang-orang agar dekat dengan orang-orang yang tersesat. Seorang
gembala tidak berada di atas, seperti seorang nelayan, tetapi di tengah-tengah.
Inilah
cara kedua melihat Gereja yang kita pelajari dari Konsili : melihat sekeliling.
Dengan kata lain, berada di dunia bersama orang lain tanpa pernah merasa lebih
tinggi dari yang lain, menjadi hamba dari kenyataan yang lebih tinggi yaitu
Kerajaan Allah (bdk. Lumen Gentium, 5); membawa kabar baik Injil ke dalam
kehidupan dan bahasa bangsa-bangsa (bdk. Sacrosanctum Concilium, 36), ambil
bagian dalam kegembiraan dan harapan mereka (bdk. Gaudium et Spes, 1). Berada
di tengah-tengah umat, bukan di atas umat, yang merupakan dosa buruk
klerikalisme yang membunuh domba-domba daripada membimbing atau membantu mereka
bertumbuh. Alangkah tepatnya saat Konsili! Konsili membantu kita menolak godaan
untuk mengurung diri dalam batas-batas kenyamanan dan keyakinan kita. Konsili
membantu kita meneladan pendekatan Allah, yang digambarkan oleh nabi Yehezkiel
kepada kita hari ini : “Carilah domba yang hilang dan bawalah pulang ke
kandang, balutlah domba yang terluka dan kuatkanlah domba yang lemah” (bdk. Yeh
34:16).
Gembalakanlah
: Gereja tidak mengadakan Konsili untuk mengagumi dirinya sendiri, tetapi untuk
memberikan dirinya kepada orang lain. Memang, Bunda kita yang kudus dan
hierarkis, yang muncul dari hati Tritunggal, ada demi cinta. Ia adalah umat
imami (bdk. Lumen Gentium, 10 dst.), tidak dimaksudkan untuk menonjol di mata
dunia, tetapi untuk melayani dunia. Janganlah kita lupa bahwa Umat Allah
dilahirkan "ekstrovert" dan memperbarui masa mudanya dengan
penyerahan diri, karena itu adalah sakramen cinta, "tanda dan sarana
persatuan mesra dengan Allah dan kesatuan seluruh umat manusia" (Lumen
Gentium, 1). Saudara dan saudari, marilah kita kembali ke Konsili, yang
menemukan kembali sungai Tradisi yang hidup tanpa tetap terperosok dalam
tradisi. Konsili menemukan kembali sumber cinta, bukan untuk tetap berada di
ketinggian gunung, tetapi mengalir ke bawah sebagai saluran belas kasih bagi
semua orang. Marilah kita kembali ke Konsili dan bergerak melampaui diri kita,
menahan godaan untuk mementingkan diri sendiri, yang merupakan cara untuk
menjadi duniawi. Sekali lagi, Tuhan memberitahu Gereja-Nya : gembalakanlah! Dan
saat ia menggembalakan, ia meninggalkan nostalgia masa lalu, penyesalan atas
berlalunya pengaruh sebelumnya, dan keterikatan pada kekuasaan. Bagimu, Umat Allah
yang kudus, adalah umat pastoral. Kamu tidak berada di sini untuk
menggembalakan dirimu sendiri, atau mendaki, tetapi menggembalakan orang lain –
semua yang lain – dengan cinta. Dan jika tepatnya untuk menunjukkan perhatian
khusus, penggembalaan hendaknya ditujukan kepada mereka yang paling dikasihi
Allah : kaum miskin dan kaum yang terbuang (bdk. Lumen Gentium, 8; Gaudium et
Spes, 1). Gereja dimaksudkan untuk menjadi, seperti yang dikatakan Paus
Yohanes, “Gereja semua orang, dan khususnya Gereja kaum miskin” (Pesan Radio
kepada umat beriman di seluruh dunia sebulan sebelum Konsili Ekumenis Vatikan
II, 11 September 1962).
Apakah
engkau mengasihi Aku? Tuhan kemudian berkata : “Gembalakanlah domba-domba-Ku”.
Ia tidak bermaksud hanya beberapa domba, tetapi semuanya, karena Ia mencintai
mereka semua, dengan penuh kasih menyebut mereka sebagai
"domba-domba-Ku". Gembala yang baik melihat keluar dan ingin
domba-dombanya bersatu, di bawah bimbingan para gembala yang telah
diberikan-Nya kepada mereka. Ia ingin kita – dan ini adalah cara ketiga dalam
memandang Gereja – melihat keseluruhan, kita semua bersama-sama. Konsili
mengingatkan kita bahwa Gereja adalah persekutuan menurut gambar Tritunggal
(bdk. Lumen Gentium, 4.13). Iblis, di sisi lain, ingin menabur benih
perpecahan. Janganlah kita menyerah pada bujukan atau godaan pengutuban.
Seberapa sering, setelah Konsili, umat Kristiani lebih memilih untuk memihak
Gereja, tanpa menyadari bahwa mereka telah menghancurkan hati Bunda mereka!
Berapa kali mereka lebih suka menyemangati pesta mereka sendiri daripada
menjadi pelayan semua orang? Menjadi progresif atau konservatif daripada
menjadi saudara dan saudari? Berada di “kanan” atau “kiri”, bukannya bersama
Yesus? Menampilkan diri mereka sebagai "penjaga kebenaran" atau
"pelopor inovasi" daripada melihat diri mereka sebagai anak-anak
Gereja Bunda yang kudus yang rendah hati dan penuh syukur. Kita semua adalah
anak-anak Allah, semua saudara dan saudari di Gereja, kita semua yang membentuk
Gereja, kita semua. Menjadi seperti itulah Tuhan menginginkan kita. Kita adalah
domba-domba-Nya, kawanan-Nya, dan kita hanya bisa bersama dan sebagai satu
kesatuan. Marilah kita atasi semua pengutuban dan melestarikan persekutuan
kita. Semoga kita semua semakin “menjadi satu”, seperti yang didoakan Yesus
sebelum mengorbankan nyawa-Nya untuk kita (bdk. Yoh 17:21). Dan semoga Maria,
Bunda Gereja, membantu kita dalam hal ini. Semoga kerinduan akan persatuan
bertumbuh di dalam diri kita, keinginan untuk berkomitmen dalam persekutuan
penuh di antara semua orang yang percaya kepada Kristus. Marilah kita
menyingkirkan “isme”, karena umat Allah tidak menyukai pengutuban. Umat Allah adalah umat
Allah yang setia dan kudus : inilah Gereja. Ada baiknya hari ini, seperti
selama Konsili, perwakilan dari komunitas Kristiani lainnya hadir bersama kita.
Terima kasih! Terima kasih telah berada di sini, terima kasih atas kehadiranmu!
Kami
berterima kasih, Tuhan, atas karunia Konsili. Engkau yang mencintai kami,
bebaskan kami dari anggapan kecukupan diri dan dari semangat kritik duniawi.
Halangilah kami untuk tidak mengecualikan diri dari persatuan. Engkau yang
dengan penuh kasih menggembalakan kami, tuntunlah kami keluar dari
bayang-bayang keasyikan diri. Engkau yang menginginkan kami menjadi satu kawanan
yang bersatu padu, selamatkan kami dari bentuk-bentuk pengutuban dan “isme”
yang merupakan hasil karya iblis. Dan kami, Gereja-Mu, bersama Petrus dan
seperti Petrus, sekarang berkata kepada-Nya : “Tuhan, Engkau tahu segala
sesuatu, Engkau tahu, bahwa aku mengasihi Engkau" (bdk. Yoh 21:17).
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 12 Oktober 2022)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.