Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA TUHAN KITA YESUS KRISTUS RAJA SEMESTA ALAM (HARI ORANG MUDA SEDUNIA KE-37) DI GEREJA KATEDRAL ASTI 20 November 2022 : HANYA MENJADI PENONTON ATAU TERLIBAT?

Bacaan Ekaristi : 2Sam. 5:1-3; Mzm. 122:1-2,4-5; Kol. 1:12-20; Luk. 23:35-43.

 

Kita telah melihat pemuda ini, Stefano, yang telah meminta untuk menerima pelayanan akolit sebagai bagian dari persiapannya untuk jenjang imamat. Kita harus mendoakannya, agar ia bertekun dalam panggilannya dan setia; tetapi kita juga harus mendoakan Gereja Asti ini, agar Tuhan sudi mengutus panggilan imamat, karena, seperti yang kamu lihat, sebagian besar adalah orang tua, seperti saya : ada kebutuhan akan imam muda, seperti beberapa orang di sini yang sangat baik. Marilah kita memohon kepada Tuhan untuk memberkati tanah ini.

 

Dari tanah ini, ayah saya berangkat sebagai seorang imigran ke Argentina, dan ke tanah ini, yang secara berharga diberikan oleh kekayaan buahnya dan terutama oleh kerajinan asli penduduknya, saya sekarang telah kembali untuk menemukan kembali dan menikmati akar saya. Hari ini juga, Injil membawa kita kembali ke akar iman kita. Akar itu ditanam di tanah Kalvari yang tandus, di mana Yesus, laksana benih yang jatuh ke bumi dan mati, menumbuhkan harapan. Ditanam di jantung bumi, Ia membuka jalan ke surga; dengan wafat-Nya, Ia memberi kita hidup yang kekal; dari kayu salib, Ia membawakan kita buah keselamatan. Marilah kita memandang-Nya, Dia yang tersalib.

 

Di kayu salib, kita melihat satu kalimat : “Inilah Raja orang Yahudi” (Luk 23:38). Itulah gelar Yesus : Ia adalah seorang raja. Namun saat kita menatap-Nya, gagasan kita tentang seorang raja terjungkir balik. Ketika kita mencoba menggambarkan seorang raja, apa yang terlintas dalam pikiran adalah seorang yang berkuasa yang duduk di atas takhta dengan lencana megah, tongkat kerajaan di tangannya dan cincin berharga di jarinya, berbicara dengan nada berwibawa kepada rakyatnya. Kurang lebih itulah yang kita bayangkan. Namun, melihat Yesus, kita melihat kebalikannya. Ia tidak bertakhta dengan nyaman, tetapi tergantung di kayu salib. Allah yang “menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya” (Luk 1:52) muncul sebagai budak yang dieksekusi oleh orang-orang yang berkuasa. Berpakaian hanya dengan paku dan duri, dilucuti dari segalanya namun kaya akan kasih, dari singgasananya di kayu salib Ia tidak lagi mengajar orang banyak dengan perkataan; Ia tidak lagi mengangkat tangan-Nya sebagai guru. Ia melakukan lebih banyak : tidak menunjuk siapa pun, Ia merentangkan tangan-Nya untuk semua orang. Begitulah cara Ia menunjukkan diri sebagai raja kita : dengan tangan terentang.

 

Hanya dengan masuk ke dalam rangkulan-Nya kita memahami : kita menjadi sadar bahwa Allah pergi ke ekstrim ini, bahkan ke paradoks salib, untuk merangkul kita masing-masing, tidak peduli seberapa jauh kita dari Dia: Ia merangkul kematian kita, penderitaan kita, kemiskinan kita, kelemahan kita. Ia merangkul semua itu. Ia menjadi budak sehingga kita masing-masing bisa menjadi anak. Dengan menjadi budak, Ia membeli status anak kita. Ia membiarkan diri-Nya dihina dan dicemooh, sehingga setiap kali kita direndahkan, kita tidak akan pernah merasa sendirian. Ia membiarkan diri-Nya dilucuti pakaian-Nya, sehingga tidak seorang pun akan merasa dilucuti dari martabatnya yang sah. Ia ditinggikan di kayu salib, sehingga Allah akan hadir dalam manusia yang disalibkan sepanjang sejarah. Ini adalah raja kita, raja semesta alam, karena Ia melakukan perjalanan ke batas terjauh dari pengalaman manusiawi kita, memasuki lubang hitam kebencian, lubang hitam pengabaian, untuk membawa terang ke setiap kehidupan dan merangkul seluruh kenyataan. Saudara-saudaraku, inilah raja yang hari ini kita hormati! Ia bukan raja yang mudah dipahami. Dan pertanyaan yang harus kita ajukan adalah : Apakah raja semesta alam ini juga raja dalam hidupku? Apakah aku percaya kepada-Nya. Bagaimana aku bisa merayakan-Nya sebagai Tuhan atas seluruh ciptaan, bahkan Ia juga menjadi Tuhan atas hidupku? Dan kamu (beralih kepada Stefano), yang sedang menempuh jalan menuju jenjang imamat, jangan lupa bahwa ini adalah modelmu : jangan berpegang teguh pada kehormatan. Jika kamu tidak berencana menjadi imam seperti raja ini, lebih baik berhenti sekarang.

 

Jadi marilah sekali lagi kita memandang Yesus yang disalibkan. Marilah kita memandang-Nya. Ia tidak melihat hidup kita hanya untuk sesaat, atau sekilas memandang kita seperti yang kita sering lakukan kepada-Nya. Tidak, Ia tetap di sana, dengan tangan terentang, untuk mengatakan kepadamu dalam keheningan bahwa dirimu tidak asing bagi-Nya, Ia ingin merangkulmu, meninggikanmu dan menyelamatkanmu apa adanya, dengan sejarah masa lalumu, kegagalan dan dosa-dosamu. “Tetapi Tuhan, apakah ini benar, bahwa Engkau mengasihiku dengan segenap kekuranganku?” Sekarang, marilah kita berpikir tentang kemiskinan pribadi kita : “Tuhan, apakah Engkau mengasihiku dengan kemiskinan rohani dan segala keterbatasan ini?” Lalu Tuhan tersenyum dan membuat kita paham bahwa Ia mengasihi kita dan memberikan hidup-Nya untuk kita.

 

Marilah kita tidak hanya memikirkan keterbatasan kita, tetapi juga hal-hal yang baik. Ia mengasihi kita apa adanya, seperti kita sekarang. Ia memberi kita kesempatan untuk memerintah dalam hidup ini, jika saja kamu tunduk pada kasih-Nya yang lemah lembut yang melamar tetapi tidak pernah memaksa, kasih yang selalu mengampunimu. Begitu sering kita lelah mengampuni; kita membuat tanda salib dan membelakangi orang itu. Yesus tidak pernah lelah mengampuni, tidak pernah. Ia selalu membuatmu berdiri; Ia selalu mengembalikan martabat rajanimu. Dari mana datangnya keselamatan? Keselamatan datang dari membiarkan diri kita dikasihi oleh-Nya, karena hanya dengan cara ini kita dibebaskan dari perbudakan diri, dari rasa takut karena sendirian, dari pemikiran bahwa kita tidak bisa berhasil. Saudara-saudaraku, marilah kita sering berdiri di hadapan Tuhan yang tersalib dan membiarkan diri kita dikasihi, karena tangan terentang tersebut juga membuka surga bagi kita, seperti yang dilakukannya kepada sang penjahat yang baik. Marilah kita mendengar, ditujukan kepada kita, satu-satunya kata yang hari ini diucapkan Yesus dari kayu salib : “Sesungguhnya hari ini juga engkau akan ada bersama-sama dengan Aku di dalam Surga” (Luk 23:43). Itulah yang ingin dikatakan Allah kepada kita setiap kali kita membiarkan-Nya menatap kita. Kemudian kita menyadari bahwa Allah kita bukanlah “Allah yang tidak dikenal”, di surga sana, berkuasa dan jauh, melainkan Allah yang dekat: kedekatan adalah “gaya” Allah, kedekatan dengan kelembutan dan belas kasihan. Kelembutan dan kasih sayang; tangan-Nya yang terentang menghibur dan membelai kita. Itulah raja kita!

 

Saudara-saudari, setelah kita menatap-Nya, apa yang dapat kita lakukan? Bacaan Injil hari ini menghadapkan kita pada dua jalan : berhadapan dengan Yesus, ada yang menjadi penonton dan ada yang terlibat. Kebanyakan adalah penonton, sebagian besar. Melihat seseorang yang wafat di kayu salib adalah sebuah tontonan. Bacaan Injil memberitahu kita hal ini : "Orang banyak berdiri di situ dan melihat semuanya" (ayat 35). Mereka bukan orang jahat: banyak dari mereka adalah orang percaya, tetapi saat melihat Tuhan yang disalibkan, mereka tetap menjadi penonton: mereka tidak melangkah maju ke arah Yesus, tetapi memandang-Nya dari jauh, penasaran namun acuh tak acuh, tanpa benar-benar tertarik, tanpa bertanya pada diri sendiri apa yang bisa mereka lakukan. Mereka akan berujar, mengungkapkan penilaian dan pendapat mereka; beberapa dari mereka akan berduka, lainnya menganggap-Nya tidak bersalah, tetapi mereka semua berdiri dan memandang, bergandengan tangan, bergandengan tangan. Namun semakin dekat salib ada penonton lain : para pemimpin rakyat, berada di sana untuk menyaksikan tontonan suram kesudahan Kristus yang memalukan; para prajurit, yang berharap agar eksekusi cepat selesai sehingga mereka bisa pulang; dan salah seorang penjahat, yang melontarkan seluruh amarahnya. Mereka mengejek, mereka mencemooh, mereka melampiaskan kemarahan mereka.

Semua penonton ini membagikan sebuah refren yang diulangi tiga kali dalam Bacaan Injil : "Jika Engkau adalah raja orang Yahudi, selamatkanlah diri-Mu!" (bdk. ayat 35, 37, 39). Selamatkanlah diri-Mu! Begitulah cara mereka menghina-Nya; mereka menantang-Nya! Yesus justru melakukan sebaliknya : Ia tidak berpikir untuk menyelamatkan diri-Nya, tetapi menyelamatkan mereka. Namun kata-kata hinaan itu – “selamatkanlah diri-Mu!” - menular; kata-kata itu menyebar dari para pemimpin kepada para prajurit dan kemudian kepada orang banyak; riak kejahatan mencapai hampir semua orang di sana. Pikirkanlah : kejahatan itu menular. Ibarat penyakit menular, kita langsung tertular. Semua orang itu berbicara tentang Yesus, tetapi tidak sedetik pun mereka berempati dengan-Nya. Mereka berdiri terpisah dan berbicara.

 

Begitulah penularan mematikan dari ketidakpedulian. "Ini tidak ada sangkut-pautnya denganku". Ketidakpedulian terhadap Yesus, ketidakpedulian terhadap orang sakit, orang miskin, orang papa di tanah ini. Saya suka bertanya kepada orang-orang, dan sekarang saya akan bertanya kepadamu masing-masing : ketika kamu memberi uang kepada orang miskin, apakah kamu menatap matanya. Apakah kamu melakukan hal itu? Apakah kamu hanya melempar mata uang logam kepada mereka, atau kamu menjamah tangan mereka yang terulur? Apakah kamu mampu menjamah penderitaan manusia? Hari ini marilah kita masing-masing menjawab pertanyaan itu.

 

Orang-orang itu acuh tak acuh. Mereka berbicara tentang Yesus, tetapi mereka tidak berempati terhadap-Nya. Ini adalah penularan yang mematikan dari ketidakpedulian; berdiri jauh dari kesengsaraan orang lain. Gelombang kejahatan selalu mengembang seperti ini : dimulai dengan berdiri terpisah, menonton tanpa melakukan apa pun, tidak peduli; kemudian kita hanya memikirkan apa yang hendaknya dilakukan dengan diri kita dan kita menjadi terbiasa untuk berpaling. Ini juga berbahaya bagi iman kita, yang layu jika hanya menjadi teori dan tidak diamalkan, jika kita tetap terpisah, menyendiri dan tidak terlibat. Kemudian kita menjadi “orang Kristiani air mawar”, seperti biasanya kita katakan di rumah. Mereka mengatakan bahwa mereka percaya kepada Allah dan menginginkan kedamaian, tetapi tidak berdoa atau peduli kepada sesama mereka. Orang Kristiani hanya nama, dangkal!

 

Itulah jalan kejahatan, di Kalvari. Namun ada jalan lain : jalan kebaikan. Di antara semua penonton itu, satu orang terlibat : penjahat yang baik. Ketika orang banyak mengolok-olok Tuhan, ia justru berbalik kepada-Nya dan memanggil nama-Nya : "Yesus". Hanya itu yang ia minta dari Tuhan. Doa yang baik yang dapat kita daraskan setiap hari sebagai jalan menuju kekudusan. "Yesus, ingatlah akan aku!" Orang banyak mengolok-olok Yesus, tetapi ia mengakukan kesalahannya kepada Yesus. Orang banyak meneriakkan : “Selamatkanlah dirimu!”, tetapi ia memohon : “Yesus, ingatlah akan aku” (ayat 42). Dengan cara ini, seorang penjahat menjadi orang kudus pertama : ia mendekat kepada Yesus untuk sesaat dan Tuhan menjaganya di sampingnya untuk selamanya. Bacaan Injil berbicara tentang penjahat yang baik untuk keuntungan kita : mengundang kita untuk mengalahkan kejahatan dengan menolak untuk tetap sebagai penonton. Tolong, ketidakpedulian lebih buruk daripada kejahatan. Jadi di mana kita mulai? Dengan kepercayaan, dengan menyebut nama Allah, persis seperti yang dilakukan si penjahat yang baik itu. Di akhir hayatnya, ia menemukan kembali kepercayaan diri anak-anak yang tak mengenal rasa takut, yang percaya, dan memohon, dan terus memohon. Dalam keyakinan dan kepercayaan, Ia mengakui kesalahan-Nya; ia menangis bukan untuk dirinya, tetapi dalam hadirat Allah. Bagaimana dengan kita? Apakah kita memiliki kepercayaan yang sama? Apakah kita membawa kepada Yesus apa yang kita pegang di lubuk hati kita, atau apakah kita menutupi diri kita di hadapan Allah, bahkan mungkin dengan sedikit ritual dan pendupaan? Tolong, spiritualitas "kosmetik" semacam ini menjemukan. Di hadapan Allah, jiwa kita harus sederhana dan tanpa hiasan, sebagaimana adanya; keselamatan berasal dari hal itu. Orang-orang yang mengamalkan keyakinan dengan penuh percaya diri, seperti penjahat yang baik, belajar untuk menjadi pengantara; mereka belajar untuk membawa kepada Allah apa yang mereka lihat di sekitar mereka, penderitaan dunia, orang-orang yang mereka jumpai, dan mengatakan kepada-Nya, seperti penjahat yang baik : "Tuhan, ingatlah akan aku!". Kita tidak berada di dunia ini hanya untuk menyelamatkan diri sendiri, tetapi membawa saudara-saudara kita ke dalam rangkulan sang raja kita. Pengantaraan, memohon kepada Allah untuk mengingat, membuka gerbang surga. Ketika kita berdoa, apakah kita menjadi pengantara? “Tuhan, ingatlah akan aku, ingatlah akan keluargaku, ingatlah akan masalah ini…”. Raihlah perhatian Tuhan.

 

Saudara, saudari, hari ini, dari salib, raja kita memandang kita sebagai sang tangan terentang. Terserah kita untuk memilih apakah kita akan menjadi penonton atau terlibat. Aku akan jadi apa? Kita melihat krisis saat ini, kemerosotan iman, kurangnya keikutsertaan … Apa yang hendaknya kita lakukan? Apakah kita puas dengan berteori dan mengkritik, atau apakah kita menyingsingkan lengan baju kita, menggenggam kehidupan, dan beralih dari berlindung dengan alasan menuju komitmen doa dan pelayanan? Kita semua berpikir kita tahu apa yang salah dengan masyarakat, dengan dunia, dan dengan Gereja. Kita membicarakannya sepanjang hari, tetapi lalu apa yang hendaknya kita lakukan? Apakah kita mengotori tangan kita seperti Tuhan kita, dipaku di kayu salib? Atau apakah kita berdiri dengan tangan di saku, hanya sebagai penonton? Hari ini, ketika Yesus, telanjang di kayu salib, menyingkapkan Allah dan menghancurkan setiap citra palsu dari kerajaan-Nya, marilah kita memandang kepada-Nya dan dengan demikian menemukan keberanian untuk melihat diri kita, mengikuti jalan kepercayaan dan menjadi pengantara yang penuh keyakinan, serta menjadikan hamba diri kita sendiri, memerintah bersama-Nya. “Tuhan, ingatlah akan aku! Ingatlah!" Marilah kita memperbanyak doa ini. Terima kasih.
______

(Peter Suriadi - Bogor, 21 November 2022)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.