Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XXXIII (HARI ORANG MISKIN SEDUNIA) 13 November 2022 : WASPADALAH SUPAYA KAMU JANGAN DISESATKAN DAN BERSAKSI

Bacaan Ekaristi : Mal. 4:1-2a; Mzm. 98:5-6,7-8,9a; 2Tes. 3:7-12; Luk. 21:5-19.

 

Sementara beberapa orang berbicara tentang keindahan luar Bait Allah dan mengagumi batu-batunya, Yesus memberi perhatian pada peristiwa-peristiwa dramatis dan bermasalah yang menandai sejarah manusia. Bait Allah yang dibangun oleh tangan manusia akan berlalu, seperti semua hal lain di dunia ini, tetapi mampu melakukan pembedaan roh berkenaan dengan waktu di mana kita hidup, tetap menjadi murid-murid Injil bahkan di tengah pergolakan sejarah adalah penting.

 

Untuk menunjukkan kepada kita jalan menuju pembedaan roh seperti itu, Tuhan memberi kita dua nasihat : waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan dan bersaksi.

 

Hal pertama yang dikatakan Yesus kepada orang-orang yang mendengarkan-Nya, yang prihatin tentang “bilamana” dan “bagaimana” peristiwa mengerikan yang Ia bicarakan, adalah : “Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata: Akulah Dia, dan: Saatnya sudah dekat. Janganlah kamu mengikuti mereka” (Luk 21:8). Ia kemudian menambahkan : “Dan apabila kamu mendengar tentang peperangan dan pemberontakan, janganlah kamu terkejut” (ayat 9). Ini menghibur terutama di masa sekarang. Tetapi apa yang dimaksudkan Yesus dengan tidak membiarkan diri kita disesatkan? Ia bermaksud menghindari godaan untuk menafsirkan peristiwa dramatis secara takhayul atau bencana, seolah-olah kita sekarang dekat dengan akhir dunia dan tidak ada gunanya berketetapan hati untuk berbuat baik. Jika kita berpikir seperti ini, kita membiarkan diri kita dituntun oleh rasa takut, dan kita mungkin akhirnya mencari jawaban dengan rasa ingin tahu yang tidak wajar dalam tipu daya magis atau horoskop yang selalu ada – saat ini banyak orang Kristiani pergi mengunjungi para magis; mereka berkonsultasi dengan horoskop seolah-olah itu adalah suara Tuhan. Atau kembali, kita mengandalkan beberapa "juru selamat" menit terakhir yang menjajakan teori liar, biasanya konspirasi serta penuh malapetaka dan kesuraman - teori konspirasi itu buruk, menyebabkan banyak kerugian bagi kita. Roh Tuhan tidak dapat ditemukan dalam pendekatan seperti itu : juga tidak dapat ditemukan dengan pergi ke seorang “guru” atau dalam roh persekongkolan; Tuhan tidak ada di sana. Yesus memperingatkan kita: "Waspadalah, supaya kamu jangan disesatkan". Jangan mudah tertipu atau takut, tetapi belajarlah menafsirkan peristiwa dengan mata iman, yakinlah bahwa dengan tetap dekat dengan Allah “tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang” (ayat 18).

 

Jika sejarah manusia dipenuhi dengan peristiwa dramatis, situasi penderitaan, perang, pemberintakan dan bencana, juga benar, kata Yesus, bahwa itu bukanlah kesudahan dunia (bdk. ayat 9). Membiarkan diri kita dilumpuhkan oleh rasa takut atau menyerah pada kekalahan orang-orang yang berpikir bahwa semuanya telah hilang dan tidak ada gunanya mengambil bagian aktif dalam hidup bukanlah alasan yang baik. Seorang murid Tuhan tidak boleh menyerah pada pengunduran diri atau menyerah pada keputusasaan, bahkan dalam situasi yang paling sulit, karena Allah kita adalah Allah kebangkitan dan pengharapan, yang selalu bangkit : bersama Dia kita dapat mengangkat pandangan kita dan memulai kembali. Umat ​​Kristiani, dalam menghadapi pencobaan entah pencobaan budaya, sejarah atau pribadi bertanya : Apa yang ingin dikatakan Tuhan kepada kita melalui saat krisis ini? – saya juga, saya bertanya pada diri sendiri pertanyaan yang sama hari ini : Apa yang dikatakan Tuhan kepada kita, khususnya di tengah-tengah perang dunia ketiga ini? Apa yang dikatakan Tuhan kepada kita?Dan ketika peristiwa buruk terjadi yang menimbulkan kemiskinan dan penderitaan, orang Kristiani bertanya: "Apa yang bisa kulakukan secara nyata?" Jangan lari, tanyakan pada dirimu sebuah pertanyaan : Apa yang dikatakan kepadaku dan kebaikan apa yang dapat kulakukan?

 

Bukanlah kebetulan bahwa nasihat Yesus yang kedua, setelah “jangan disesatkan”, bernada positif. Ia berkata: "Hal itu akan menjadi kesempatan bagimu untuk bersaksi" (ayat 13). Kesempatan untuk bersaksi. Saya ingin menekankan kata yang bagus ini : kesempatan. Kesempatan berarti memiliki kemungkinan untuk melakukan sesuatu yang baik, mulai dari situasi hidup kita, bahkan ketika situasi tidak ideal. Kesempatan adalah keterampilan yang biasanya dimiliki orang Kristiani untuk tidak menjadi korban dari segala sesuatu yang terjadi – seorang Kristiani bukan korban, dan psikologi korban tidak baik, berbahaya – bahkan mengambil kesempatan yang tersembunyi dalam segala hal yang menimpa kita, kebaikan – betapapun kecilnya – yang dapat muncul bahkan dari situasi negatif. Setiap krisis adalah kemungkinan dan menawarkan peluang untuk pertumbuhan. Setiap krisis adalah keterbukaan terhadap kehadiran Allah, keterbukaan terhadap kemanusiaan. Tetapi apa yang roh jahat inginkan untuk kita lakukan? Ia ingin kita mengubah krisis menjadi pertikaian, dan pertikaian selalu tertutup, tanpa cakrawala; jalan buntu. Tidak. Marilah kita mengalami krisis seperti pribadi manusia, seperti orang Kristiani, janganlah kita mengubahnya menjadi pertikaian, karena setiap krisis adalah kemungkinan dan menawarkan peluang untuk bertumbuh. Kita menyadari hal ini jika kita mengingat kembali sejarah kita : dalam hidup, seringkali langkah maju terpenting kita diambil di tengah krisis tertentu, dalam situasi pencobaan, kehilangan kendali atau ketidakamanan. Kemudian kita memahami kata-kata penyemangat yang hari ini langsung dibicarakan Yesus kepada saya, kepadamu, kepada kita masing-masing: ketika kamu melihat peristiwa yang mengganggu di sekitarmu, sementara perang dan pertikaian meningkat, sementara gempa bumi, kelaparan, dan wabah sedang terjadi, apa yang harus kamu lakukan; apa yang kulakukan? Apakah kamu mengalihkan perhatianmu agar tidak memikirkannya? Apakah kamu menghibur dirimu agar tidak terlibat? Apakah kamu berpaling agar tidak melihat? Apakah kamu mengambil jalan keduniawian, tidak proaktif dan tidak memperhatikan situasi dramatis ini? Apakah kamu hanya pasrah dengan apa yang terjadi? Atau apakah situasi ini menjadi kesempatan untuk bersaksi tentang Injil? Kita masing-masing harus bertanya pada diri sendiri: di tengah bencana ini, di tengah perang dunia ketiga yang mengerikan ini, di tengah kelaparan yang mempengaruhi banyak orang, terutama anak-anak: sudikah aku membelanjakan uangku, hidupku, dan artinya tanpa keberanian dan bergerak maju?

 

Saudara-saudari, pada Hari Orang Miskin Sedunia ini sabda Allah adalah peringatan yang kuat untuk menerobos tuli batin, yang kita semua derita, dan yang menghalangi kita untuk mendengar jeritan kesakitan yang tertahan dari orang-orang yang paling lemah. Dewasa ini kita juga hidup dalam masyarakat yang bermasalah dan bersaksilah, seperti dikatakan Bacaan Injil kepada kita, adegan kekerasan – kita hanya perlu memikirkan tentang kekejaman yang dialami rakyat Ukraina – ketidakadilan dan penganiayaan; selain itu, kita harus menghadapi krisis yang ditimbulkan oleh perubahan iklim dan pandemi, yang telah meninggalkan tidak hanya penyakit fisik, tetapi juga penyakit psikologis, ekonomi dan sosial. Bahkan sekarang, saudara-saudari, kita melihat bangsa akan bangkit melawan bangsa dan kita menyaksikan dengan gentar meluasnya pertikaian dan malapetaka perang, yang menyebabkan kematian begitu banyak orang tak bersalah dan melipatgandakan racun kebencian. Hari ini juga, jauh lebih banyak daripada di masa lalu, banyak saudara dan saudari kita, yang sangat dicobai dan putus asa, bermigrasi untuk mencari harapan, dan banyak orang mengalami ketidakamanan karena kurangnya pekerjaan atau kondisi kerja yang tidak adil dan tidak bermartabat. Hari ini juga, orang miskin membayar harga terberat dalam setiap krisis. Namun jika hati kita mati dan acuh tak acuh, kita tidak dapat mendengar jeritan kesakitan mereka, kita tidak dapat menangis bersama mereka dan untuk mereka, kita tidak dapat melihat betapa kesepian dan kesedihan juga tersembunyi di sudut-sudut kota kita yang terlupakan. Kita harus pergi ke sudut-sudut kota, karena di sudut-sudut tersembunyi dan gelap ini kita melihat kesengsaraan dan kesakitan yang luar biasa dan kemiskinan yang hina.

 

Marilah kita mencamkan seruan dalam Bacaan Injil yang jelas dan tak diragukan lagi agar tidak disesatkan. Kita jangan mendengarkan para nabi malapetaka. Kita jangan sampai tersihir oleh sirene populisme yang mengeksploitasi kebutuhan nyata rakyat dengan solusi yang gegabah dan terburu-buru. Kita jangan mengikuti "mesias" palsu yang, atas nama keuntungan, menyatakan resep yang hanya berguna untuk meningkatkan kekayaan segelintir orang, sementara mengutuk orang miskin ke pinggiran masyarakat. Sebaliknya, marilah kita bersaksi. Marilah kita menyalakan lilin harapan di tengah kegelapan. Di tengah situasi yang dramatis, marilah kita memanfaatkan kesempatan untuk menjadi saksi Injil sukacita dan membangun dunia persaudaraan, atau setidaknya sedikit semakin bersaudara. Marilah kita berani berketetapan hati terhadap keadilan, supremasi hukum dan perdamaian, serta selalu berpihak pada yang paling lemah. Janganlah kita mundur untuk melindungi diri kita dari sejarah, tetapi berusaha untuk memberikan momen sejarah yang kita alami ini dengan wajah yang berbeda.

 

Bagaimana kita menemukan kekuatan untuk semua ini? Di dalam Tuhan. Dengan percaya kepada Allah Bapa kita, yang menjaga kita. Jika kita membuka hati kita kepada-Nya, Ia akan memperkuat dalam diri kita kemampuan untuk mengasihi. Inilah caranya : bertumbuh dalam kasih. Memang, setelah menggambarkan skenario kekerasan dan teror, Yesus menyimpulkan dengan mengatakan, “Tetapi tidak sehelaipun dari rambut kepalamu akan hilang” (ayat 18). Tetapi apa artinya ini? Artinya, Ia bersama kita; Ia berjalan bersama kita untuk membimbing kita. Apakah aku memiliki keyakinan ini? Apakah kamu yakin bahwa Tuhan berjalan bersamamu? Kita harus selalu mengulangi ini untuk diri kita, terutama pada saat-saat kesulitan terbesar : Allah adalah Bapa, dan Ia ada di sampingku. Ia tahu dan mengasihiku; Ia tidak tidur, tetapi menjaga dan merawatku. Jika aku tetap dekat dengan-Nya, tidak sehelaipun dari rambut kepalaku akan hilang. Dan bagaimana aku menanggapi hal ini? Dengan melihat saudara-saudara kita yang membutuhkan; dengan melihat budaya membuang yang mencampakkan orang miskin dan orang dengan sedikit kemungkinan; budaya yang mencampakkan orang tua dan bayi yang belum lahir… dengan melihat mereka semua; sebagai seorang Kristiani, apa yang harus kulakukan saat ini?

 

Karena Ia mengasihi kita, marilah kita putuskan untuk mengasihi-Nya di tempat yang paling ditinggalkan anak-anak-Nya. Tuhan ada di sana. Ada tradisi lama, bahkan di beberapa wilayah Italia, dan saya yakin sebagian orang masih mengikutinya: meninggalkan kursi kosong untuk Tuhan pada makan malam Natal, dan percaya bahwa Ia pasti akan datang mengetuk pintu dalam wujud seorang miskin yang membutuhkan. Apakah hatimu memiliki ruang untuk orang-orang seperti itu? Apakah ada tempat di hatiku untuk orang-orang seperti itu? Atau apakah kita terlalu sibuk menghadiri teman-teman kita, menghadiri acara-acara sosial dan pertunangan lain yang tidak akan pernah memberi kita ruang untuk orang-orang seperti itu. Marilah kita merawat orang miskin, yang di dalam dirinya kita menemukan Yesus, yang menjadi miskin karena kita (bdk. 2 Kor 8:9). Ia mengidentifikasikan diri dengan orang miskin. Marilah kita merasa tertantang untuk merawat mereka, jangan sampai sehelai rambut pun binasa. Janganlah kita puas, seperti orang-orang dalam Injil, untuk mengagumi batu-batu indah Bait Allah, seraya gagal mengenali Bait Allah yang sejati, sesama kita, terutama orang miskin, yang dalam wajahnya, dalam sejarahnya, dalam luka-lukanya, kita berjumpa Yesus. Ia mengatakan demikian. Jangan pernah kita melupakannya.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 14 November 2022)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.