Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI MINGGU BIASA III (HARI MINGGU SABDA ALLAH) 21 Januari 2024 : KITA TIDAK BISA HIDUP TANPA SABDA ALLAH SERTA KUASANYA YANG TEDUH DAN SEDERHANA

Bacaan Ekaristi : Yun. 3:1-5,10; Mzm. 25:4bc-5ab,6-7bc,8-9; 1Kor. 7:29-31; Mrk. 1:14-20.

 

Kita baru saja mendengar Yesus berkata kepada mereka : “Mari, ikutlah Aku … Lalu mereka segera meninggalkan jala mereka dan mengikuti Dia” (Mrk 1:17-18). Sabda Allah mempunyai kuasa yang sangat besar, sebagaimana kita dengar dalam Bacaan Pertama: “Datanglah firman Tuhan kepada Yunus untuk kedua kalinya, 'Pergilah segera ke Niniwe ... dan serukanlah kepadanya ... Yunuspun segera pergi ke Niniwe, sesuai dengan firman Tuhan" (Yun 3:1-3). Sabda Allah melancarkan kuasa Roh Kudus, sebuah kuasa yang menarik manusia kepada Allah, seperti nelayan muda yang dilanda oleh perkataan Yesus itu, dan mengutus orang lain, seperti Yunus, kepada mereka yang jauh dari Tuhan. Sabda menarik kita kepada Allah dan mengutus kita kepada orang lain : sabda menarik kita kepada Allah dan mengutus kita kepada orang lain: begitulah cara Sabda bekerja. Sabda tidak membuat kita mementingkan diri sendiri, namun melapangkan hati, mengubah perjalanan, menjungkirbalikkan kebiasaan, membuka skenario baru dan menyingkapkan cakrawala yang tak terpikirkan.

 

Saudara-saudari, itulah apa yang ingin dilakukan sabda Allah dalam diri kita masing-masing. Seperti halnya murid-murid pertama yang, setelah mendengar perkataan Yesus, meninggalkan jala mereka dan memulai petualangan yang luar biasa, demikian pula, di tepi pantai kehidupan kita, di samping perahu keluarga kita dan jala pekerjaan kita sehari-hari, sabda Allah membuat kita mendengar panggilan Yesus. Sabda Allah memanggil kita untuk berangkat bersama-Nya demi kepentingan orang lain. Sabda Allah menjadikan kita misionaris, utusan dan saksi Allah bagi dunia yang tenggelam dalam kata-kata, namun haus akan sabda sejati yang seringkali terabaikan. Gereja hidup dari dinamika ini: dipanggil oleh Kristus dan tertarik kepada-Nya, Gereja diutus ke dunia untuk memberi kesaksian tentang Dia. Inilah dinamika dalam Gereja.

 

Kita tidak bisa hidup tanpa sabda Allah serta kuasanya yang teduh dan sederhana, yang seolah-olah dalam dialog pribadi, menyentuh hati, berkesan dalam jiwa dan memperbaharuinya dengan damai Yesus, yang pada gilirannya membuat kita peduli terhadap orang lain. Jika kita memandang sahabat-sahabat Allah, para saksi Injil sepanjang sejarah dan orang-orang kudus, kita melihat bahwa sabda Allah sangat menentukan bagi mereka masing-masing. Kita memikirkan tentang biarawan pertama, Santo Antonius, yang, karena terkesan dengan bacaan Injil ketika sedang merayakan Misa, meninggalkan segalanya demi Tuhan. Kita memikirkan Santo Agustinus, yang hidupnya mengalami perubahan yang menentukan ketika sabda Allah membawa kesembuhan dalam hatinya. Kita memikirkan Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus, yang menemukan panggilannya dengan membaca surat-surat Santo Paulus. Dan kita juga memikirkan santo yang namanya saya sandang, Fransiskus dari Asisi, yang, setelah berdoa, membaca Injil bahwa Yesus mengutus murid-murid-Nya untuk berkhotbah dan berseru: “Itulah apa yang Kuinginkan; itulah apa yang Kumohon, itulah apa yang ingin Kulakukan dengan segenap hati!” (Thomas dari Celano, Vita Prima, IX, 22). Hidup mereka diubah oleh sabda kehidupan, oleh sabda Tuhan.

 

Namun saya bertanya-tanya: bagaimana bisa, bagi banyak dari kita, hal yang sama tidak terjadi? Kita sering mendengar sabda Allah, namun masuk ke satu telinga dan keluar di telinga yang lain: mengapa? Mungkin karena, sebagaimana dijelaskan oleh para saksi di atas, kita perlu berhenti bersikap “tuli” terhadap sabda Allah. Ini merupakan risiko bagi kita semua: karena terbebani oleh rentetan kata-kata, kita membiarkan sabda Allah berlalu begitu saja: kita mendengarnya, namun kita gagal mendengarkannya; kita mendengarkannya, namun kita tidak menyimpannya; kita menyimpannya, namun kita tidak membiarkannya mendorong kita untuk berubah. Melebihi segalanya, kita membacanya tetapi kita tidak berdoa dengannya, padahal “doa harus menyertai pembacaan Kitab suci, supaya terwujudlah wawancara antara Allah dan manusia” (Dei Verbum, 25). Kita jangan melupakan dua aspek dasariah doa Kristiani: mendengarkan sabda dan menyembah Tuhan. Marilah kita memberikan ruang untuk membaca sabda Yesus dengan penuh doa. Kemudian kita akan mempunyai pengalaman yang sama seperti murid-murid pertama itu. Kembali ke Injil hari ini, kita melihat dua hal yang terjadi setelah Yesus berbicara: “mereka meninggalkan jala mereka dan mengikuti Dia” (Mrk 1:18). Mereka meninggalkan dan mengikuti. Marilah kita renungkan secara singkat kedua hal ini.

 

Mereka meninggalkan. Apa yang mereka tinggalkan? Perahu dan jala mereka, mau dikatakan itulah kehidupan yang mereka jalani selama ini. Betapa seringnya kita berjuang untuk meninggalkan rasa aman, rutinitas kita, karena hal ini menjerat kita seperti ikan dalam jala. Namun mereka yang menanggapi sabda akan mengalami kesembuhan dari jerat masa lalu, karena sabda yang hidup memberikan makna baru dalam kehidupan mereka dan memulihkan ingatan mereka yang terluka dengan mencangkokkan ke dalamnya ingatan akan Allah dan karya-karya-Nya bagi kita. Kitab Suci meneguhkan kita dalam kebaikan dan mengingatkan kita siapa diri kita sebenarnya: anak-anak Allah, yang diselamatkan dan dikasihi. “Sabda Tuhan yang harum” (Santo Fransiskus dari Asisi, Surat kepada Umat Beriman) ibarat madu, memberi rasa pada hidup kita dan membuat kita merasakan manisnya Allah. Sabda Tuhan menyehatkan jiwa, menyingkirkan rasa takut dan mengatasi kesepian. Sebagaimana sabda Tuhan menuntun para murid untuk meninggalkan kehidupan monoton yang berpusat pada perahu dan jala, sabda Tuhan juga memperbarui iman kita, memurnikannya, membebaskannya dari sampah dan membawanya kembali ke asal-usulnya, sumber Injil yang murni. Ketika menceritakan hal-hal menakjubkan yang telah dilakukan Allah bagi kita, Kitab Suci melancarkan iman yang lumpuh dan membuat kita menikmati kembali kehidupan Kristiani sebagaimana adanya: kisah cinta dengan Tuhan.

 

Para murid meninggalkan dan kemudian mengikuti. Mengikuti jejak sang Guru, mereka bergerak maju. Karena sabda Kristus tidak hanya membebaskan kita dari beban yang kita tanggung, dulu dan sekarang; sabda Kristus juga membuat kita dewasa dalam kebenaran dan amal kasih. Sabda Kristus menghidupkan hati, menantangnya, memurnikannya dari kemunafikan dan memenuhinya dengan harapan. Kitab Suci juga membuktikan bahwa sabda nyata dan efektif : “seperti hujan dan salju” bagi tanah (bdk. Yes 55:10-11), seperti pedang bermata dua yang “menilai pikiran dan niat hati” (Ibr 4:12), dan benih yang tidak fana (1Ptr 1:23), yang kecil dan tersembunyi, namun bertunas dan menghasilkan buah (bdk. Mat 13). “Demikian besarlah daya dan kekuatan sabda Allah, sehingga bagi putra-putri Gereja menjadi kekuatan iman” (Dei Verbum, 21).

 

Saudara-saudara, semoga Hari Minggu Sabda Allah menolong kita untuk kembali dengan sukacita kepada sumber iman kita, yang lahir dari mendengarkan Yesus, Sabda Allah yang hidup. Semoga kita, yang dihujani oleh kata-kata tentang Gereja, terbantu untuk menemukan kembali sabda kehidupan yang bergema dalam Gereja! Jika tidak, kita akhirnya lebih banyak berbicara tentang diri kita daripada tentang Dia, dan sering kali kita berkonsentrasi pada pikiran dan masalah kita dibandingkan pada Kristus dan sabda-Nya. Marilah kita kembali ke sumber, untuk menawarkan kepada dunia air kehidupan yang dirindukan dan tidak dapat ditemukan, dan sementara masyarakat dan media sosial mencerminkan kekerasan kata-kata, marilah kita mendekat kepada, dan memupuk, sabda Allah yang teduh yang membawa keselamatan, lemah lembut, tidak bersuara lantang dan masuk ke dalam hati kita.

 

Terakhir, marilah kita mengajukan pada diri kita beberapa pertanyaan. Ruang apa yang kubuat untuk sabda Allah di tempat tinggalku? Di tengah banyaknya buku, majalah, televisi dan telepon, di manakah Kitab Suci? Di kamarku, apakah Injil mudah dijangkau? Apakah aku membacanya setiap hari agar setia pada jalan hidupku? Apakah aku membawa salinan kecil Injil agar aku dapat membacanya? Saya sering berbicara tentang Injil yang selalu kita bawa, di saku dan tas kita, di telepon genggam kita. Jika Kristus lebih kusayangi daripada apa pun, bagaimana aku bisa meninggalkan Dia di rumah dan tidak membawa sabda-Nya bersamaku? Dan satu pertanyaan terakhir: Sudahkah aku membaca setidaknya salah satu dari keempat Injil? Injil adalah kitab kehidupan. Sederhana dan singkat, namun banyak orang percaya bahkan belum pernah membaca satu pun Injil dari awal sampai akhir.

 

Saudara-saudari, Allah, menurut Kitab Suci, adalah “sumber keindahan” (Keb 13:3). Marilah kita memperkenankan diri kita ditaklukkan oleh keindahan yang dihadirkan sabda Allah ke dalam hidup kita.

_____

 

(Peter Suriadi - Bogor, 21 Januari 2024)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.