Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS DI BASILIKA SANTO YOHANES LATERAN 2 Juni 2024 : UCAPAN SYUKUR, KENANGAN, DAN KEHADIRAN

Bacaan Ekaristi : Kel. 24:3-8; Mzm. 116:12-13,15,16bc,17-18; Ibr. 9:11-15; Mrk. 14:12-16,22-26.



“Yesus mengambil roti, mengucap syukur” (Mrk 14:22). Dengan cara ini, Injil Santo Markus memulai kisah tentang penetapan Ekaristi. Berangkat dari sikap Yesus yang mengucap syukur atas roti ini, kita dapat merenungkan tiga aspek misteri yang sedang kita rayakan: ucapan syukur, kenangan, dan kehadiran.

 

Pertama, ucapan syukur. Memang benar, kata “Ekaristi” berarti “syukur”: “mengucap syukur” kepada Allah atas karunia-karunia-Nya. Jadi, tanda roti itu penting, karena merupakan santapan kehidupan sehari-hari, dan dengannya kita membawa ke altar seluruh keberadaan kita dan seluruh yang kita miliki: kehidupan, pekerjaan, keberhasilan, dan juga kegagalan kita. Dalam beberapa kebudayaan hal ini dilambangkan dengan kebiasaan yang indah memungut dan mencium roti ketika roti itu jatuh ke tanah, untuk mengingatkan kita bahwa roti terlalu berharga untuk dibuang, bahkan setelah jatuh. Maka, Ekaristi mengajarkan kita untuk selalu mengucap syukur, menyambut dan menghargai karunia-karunia Allah sebagai sebuah tindakan syukur; tidak hanya dalam perayaan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari.

 

Contohnya, kita tidak menyia-nyiakan milik dan talenta yang diberikan Tuhan kepada kita. Demikian pula, kita harus mengampuni dan mendukung mereka yang melakukan kesalahan dan terjatuh oleh karena kelemahan atau kesalahan, mengakui bahwa segala sesuatu adalah sebuah karunia dan tidak ada yang boleh hilang, tidak ada seorang pun yang boleh ditinggalkan, dan setiap orang berhak mendapatkan kesempatan untuk bangkit. Kita dapat melakukan hal ini dalam kehidupan sehari-hari, melaksanakan pekerjaan kita dengan kasih, ketelitian, dan perhatian, mengakuinya sebagai karunia dan perutusan. Dan selalu membantu mereka yang telah terjatuh: jangan sekali pun kita memandang rendah seseorang: bantulah mereka bangkit kembali. Ini adalah perutuan kita.

 

Tentunya, kita bisa menambahkan banyak hal lain yang layak kita syukuri. Ini adalah sikap “Ekaristis” yang penting karena mengajarkan kita untuk menghargai nilai dari apa yang sedang kita lakukan dan persembahkan.

 

Pertama, ucapan syukur. Lalu, kedua, “mengucap syukur atas roti” artinya mengenang. Apa yang kita kenang? Bagi Israel kuno, ini berarti mengenang kembali pembebasan dari perbudakan Mesir dan awal keluaran menuju Tanah Terjanji. Bagi kita, ini berarti mengenang Paskah Kristus, sengsara dan kebangkitan-Nya, yang melaluinya Ia membebaskan kita dari dosa dan maut. Artinya mengenang kehidupan, keberhasilan, kesalahan kita, uluran tangan Tuhan yang selalu membantu kita bangkit kembali, kehadiran Tuhan dalam hidup kita.

 

Ada yang mengatakan bahwa kebebasan sejati berarti hanya memikirkan diri sendiri, menikmati hidup dengan melakukan apa pun yang kita inginkan tanpa peduli terhadap orang lain. Ini bukan kebebasan, namun suatu bentuk perbudakan yang tersembunyi, sebuah perbudakan yang semakin memperbudak kita.

 

Namun kebebasan tidak ditemukan dalam brankas milik orang-orang yang menimbun kekayaan untuk diri mereka sendiri, atau sofa orang-orang yang bermalas-malasan menikmati pelepasan diri dan individualisme. Kebebasan ditemukan di Ruang Atas di mana, hanya dimotivasi oleh kasih, kita membungkuk untuk melayani sesama, menawarkan hidup kita sebagai orang-orang yang “diselamatkan”.

 

Ketiga, roti Ekaristi adalah kehadiran nyata. Hal ini berbicara kepada kita tentang Allah yang tidak jauh, yang tidak cemburu, namun dekat dan bersetia kawan dengan umat manusia; sesosok Allah yang tidak meninggalkan kita tetapi selalu mencari, menunggu, dan menyertai kita, bahkan sampai menyerahkan diri-Nya, tak berdaya, ke dalam tangan kita. Dan kehadiran-Nya yang nyata juga mengajak kita untuk dekat dengan saudara-saudari kita di manapun kasih memanggil kita.

 

Saudara-saudari, dunia kita sangat membutuhkan roti ini, dengan keharuman dan aromanya, yang mengenal rasa syukur, kebebasan dan kedekatan! Setiap hari kita melihat terlalu banyak jalan yang dulunya dipenuhi semerbak roti yang baru dipanggang, namun kini menjadi puing-puing karena perang, keegoisan, dan ketidakpedulian! Kita perlu segera membawa kembali kepada dunia kita aroma roti kasih yang baik dan segar, terus berharap tanpa kenal lelah dan membangun kembali apa yang dihancurkan oleh kebencian.

 

Hal ini juga merupakan makna dari isyarat yang akan segera kita lakukan dalam Perarakan Ekaristi. Mulai dari altar, kita akan membawa Tuhan ke seluruh rumah di kota kita. Kita melakukan ini bukan untuk pamer, atau memamerkan iman kita, melainkan untuk mengajak semua orang ikut serta, dalam Roti Ekaristi, dalam kehidupan baru yang telah diberikan Yesus kepada kita. Marilah kita melakukan perarakan dengan semangat ini. Terima kasih.

______

(Peter Suriadi - Bogor, 3 Juni 2024)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.