Liturgical Calendar

HOMILI PIETRO KARDINAL PAROLIN DALAM MISA HARI MINGGU PASKAH II (HARI MINGGU KERAHIMAN ILAHI) 27 April 2025

Bacaan Ekaristi : Kis. 5:12-16; Mzm. 118:2-4,22-24,25-27a; Why. 1:9-11a,12-13,17-19; Yoh. 20:19-31.

 

Saudara-saudari terkasih,

 

Yesus yang bangkit menampakkan diri kepada para murid-Nya ketika mereka berada di Ruang Atas, tempat mereka mengurung diri dengan penuh ketakutan, dengan pintu-pintu terkunci (Yoh 20:19). Pikiran mereka dalam keadaan kacau dan hati mereka dipenuhi kesedihan, karena Sang Guru dan Gembala yang mereka ikuti, meninggalkan segalanya, telah dipaku di kayu salib. Mereka mengalami hal-hal yang mengerikan dan merasa yatim piatu, sendirian, tersesat, terancam, dan tidak berdaya.

 

Gambaran pembuka yang dipaparkan Bacaan Injil kepada kita pada hari Minggu ini juga dapat menggambarkan dengan baik keadaan pikiran kita semua, Gereja, dan seluruh dunia. Gembala yang diberikan Tuhan kepada umat-Nya, Paus Fransiskus, telah mengakhiri hidup duniawinya dan telah meninggalkan kita. Kesedihan atas kepergiannya, rasa sedih yang melanda kita, gejolak yang kita rasakan di dalam hati kita, perasaan bingung: kita mengalami semua ini, seperti para rasul yang berduka atas kematian Yesus.

 

Namun, Bacaan Injil memberitahu kita bahwa justru pada saat kegelapan inilah Tuhan datang kepada kita dengan terang kebangkitan, untuk menerangi hati kita. Paus Fransiskus mengingatkan kita tentang hal ini sejak ia terpilih dan sering mengulanginya kepada kita, memusatkan pontifikasinya pada sukacita Injil yang, sebagaimana ditulisnya dalam Evangelii Gaudium, “memenuhi hati dan hidup semua orang yang menjumpai Yesus. Mereka yang menerima tawaran penyelamatan-Nya dibebaskan dari dosa, penderitaan, kehampaan batin dan kesepian. Bersama Kristus sukacita senantiasa dilahirkan kembali.” (no. 1).

 

Sukacita Paskah, yang menopang kita di masa pencobaan dan kesedihan ini, adalah sesuatu yang hampir dapat disentuh di lapangan ini hari ini; kamu dapat melihatnya tergurat terutama di wajahmu, anak-anak dan kaum muda terkasih yang datang dari seluruh dunia untuk merayakan Yubileum. Kamu datang dari begitu banyak tempat: dari seluruh keuskupan di Italia, dari Eropa, dari Amerika Serikat hingga Amerika Latin, dari Afrika hingga Asia, dari Uni Emirat Arab... bersamamu di sini, seluruh dunia benar-benar hadir!

 

Secara khusus saya menyapamu, dengan keinginan agar kamu merasakan pelukan Gereja dan kasih sayang Paus Fransiskus, yang ingin bertemumu, menatap matamu, dan berjalan di antaramu untuk menyapamu.

 

Mengingat banyaknya tantangan yang harus kamu hadapi - misalnya, saya memikirkan teknologi dan kecerdasan buatan yang menjadi ciri khas zaman kita - jangan pernah lupa untuk memelihara hidupmu dengan pengharapan sejati yang berwajah Yesus Kristus. Tidak ada yang terlalu besar atau terlalu menantang bersama-Nya! Bersama-Nya kamu tidak akan pernah sendirian atau ditinggalkan, bahkan di saat-saat terburuk sekalipun! Ia datang untuk menemuimu di mana pun kamu berada, memberimu keberanian untuk hidup, ambil bagian dalam pengalaman, pikiran, karunia, dan impianmu. Ia datang kepadamu dalam wajah orang-orang yang dekat atau jauh, sebagai saudara-saudari untuk dikasihi, yang kepada mereka kamu memiliki begitu banyak hal untuk diberikan dan dari mereka kamu akan menerima begitu banyak hal, untuk membantumu bermurah hati, setia, dan bertanggung jawab saat kamu melangkah maju dalam hidup. Ia ingin membantumu memahami apa yang paling berharga dalam hidup: kasih yang meliputi segala sesuatu dan mengharapkan segala sesuatu (lihat 1 Kor 13:7).

 

Hari ini, pada Hari Minggu Paskah II, Dominica in Albis, kita merayakan Pesta Kerahiman Ilahi.

 

Kerahiman Bapa, yang lebih besar daripada keterbatasan dan perhitungan kita, justru menjadi ciri Magisterium Paus Fransiskus dan kegiatan apostoliknya yang intens. Demikian pula keinginan untuk mewartakan dan berbagi kerahiman Allah dengan semua orang - pewartaan Kabar Baik, evangelisasi - merupakan tema utama pontifikasinya. Ia mengingatkan kita bahwa "kerahiman" adalah nama Allah sendiri, dan, oleh karena itu, tidak seorang pun dapat membatasi kasih-Nya yang penuh kerahiman yang dengannya Ia ingin membangkitkan dan menjadikan kita umat baru.

 

Menerima prinsip yang sangat ditekankan oleh Paus Fransiskus sebagai khazanah yang berharga ini penting. Dan - izinkan saya mengatakan - kasih sayang kita kepadanya, yang sedang diwujudkan pada saat ini, tidak boleh hanya sekadar emosi sesaat; kita harus menyambut warisannya dan menjadikannya bagian dari kehidupan kita, membuka diri terhadap kerahiman Allah dan juga penuh kerahiman satu sama lain.

 

Kerahiman membawa kita kembali ke pokok iman. Kerahiman mengingatkan kita bahwa kita tidak perlu menafsirkan hubungan kita dengan Allah dan keberadaan kita sebagai Gereja menurut kategori manusiawi atau duniawi. Kabar baik Injil pertama-tama dan terutama adalah penemuan dikasihi oleh Allah yang memiliki perasaan penuh kerahiman dan kelembutan bagi kita masing-masing, terlepas dari kebaikan kita. Kerahiman juga mengingatkan kita bahwa hidup kita dijalin dengan kerahiman: kita hanya dapat bangkit kembali setelah jatuh dan menatap masa depan jika kita memiliki seseorang yang mengasihi kita tanpa batas dan mengampuni kita. Oleh karena itu, kita dipanggil untuk berkomitmen menjalani hubungan kita tidak lagi menurut kriteria perhitungan atau dibutakan oleh keegoisan, tetapi dengan membuka diri untuk berdialog dengan orang lain, menyapa mereka yang kita temui di sepanjang jalan dan memaafkan kelemahan dan kesalahan mereka. Hanya kerahiman yang menyembuhkan dan menciptakan dunia baru, memadamkan api ketidakpercayaan, kebencian, dan kekerasan: inilah ajaran agung Paus Fransiskus.

 

Yesus menunjukkan kepada kita wajah Allah yang penuh kerahiman ini dalam khotbah-Nya dan dalam perbuatan yang Ia lakukan. Lebih jauh, seperti yang telah kita dengar, ketika Ia hadir di Ruang Atas setelah kebangkitan-Nya, Ia menawarkan karunia damai dan berkata, “Jikalau kamu mengampuni dosa orang, dosanya diampuni, dan jikalau kamu menyatakan dosa orang tetap ada, dosanya tetap ada” (Yoh 20:23). Karena itu, Tuhan yang bangkit mengarahkan para murid-Nya, Gereja-Nya, untuk menjadi sarana kerahiman bagi umat manusia, bagi mereka yang bersedia menerima kasih dan pengampunan Allah. Paus Fransiskus adalah saksi Gereja yang cemerlang yang membungkuk dengan kelembutan terhadap mereka yang terluka dan menyembuhkan dengan balsem kerahiman. Ia mengingatkan kita bahwa tidak akan ada perdamaian tanpa pengakuan terhadap orang lain, tanpa memerhatikan mereka yang lebih lemah dan, terutama, tidak akan pernah ada perdamaian jika kita tidak belajar untuk saling mengampuni, saling menunjukkan kerahiman sebagaimana ditunjukkan Allah kepada kita.

 

Saudara-saudari, tepat pada Hari Minggu Kerahiman Ilahi dengan kasih sayang kita mengenang Paus Fransiskus kita yang terkasih. Sungguh, kenangan seperti itu sangat jelas di antara para pegawai dan umat Kota Vatikan, banyak di antaranya yang hadir di sini, dan saya ingin mengucapkan terima kasih atas pelayanan yang mereka lakukan setiap hari. Kepadamu, kepada kita semua, kepada seluruh dunia, Paus Fransiskus mengulurkan pelukannya dari surga.

 

Kita mempercayakan diri kita kepada Santa Perawan Maria, yang kepadanya ia sangat berdevosi sehingga ia memilih untuk dimakamkan di Basilika Santa Maria Maggiore. Semoga ia melindungi kita, menjadi perantara kita, menjaga Gereja, dan mendukung perjalanan umat manusia dalam damai dan persaudaraan. Amin.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 27 April 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.