Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI RAYA SANTO PETRUS DAN SANTO PAULUS DI BASILIKA SANTO PETRUS, VATIKAN - 29 Juni 2016

Bacaan Ekaristi : Kis 12:1-12; Mzm 34; 2Tim 4:6-8, 17-18; Mat 16:13-19

Sabda Allah dalam liturgi hari ini menyajikan kontras pokok yang jelas antara menutup dan membuka. Bersama dengan gambaran ini kita dapat memikirkan lambang kunci yang dijanjikan Yesus kepada Simon Petrus sehingga ia bisa membuka pintu masuk ke kerajaan surga, dan tidak menutupnya di hadapan orang-orang, seperti beberapa ahli Taurat dan orang Farisi yang munafik yang dicela Yesus (bdk. Mat 23:13).

Bacaan dari Kisah Para Rasul (12:1-11) memperlihatkan kita tiga contoh "menutup" : Petrus dijebloskan ke dalam penjara; jemaat berkumpul di balik pintu-pintu yang tertutup dalam doa; dan - dalam kelanjutan bacaan kita - Petrus mengetuk pintu yang tertutup rumah Maria, ibu Yohanes yang disebut Markus, setelah dibebaskan.

Dalam tiga contoh "menutup" ini, doa muncul sebagai jalan keluar utama. Ia adalah sebuah jalan keluar bagi jemaat, yang beresiko menutup dirinya keluar dari penindasan dan ketakutan. Ia adalah sebuah jalan keluar bagi Petrus yang, pada awal mula perutusan yang diberikan kepadanya oleh Tuhan, dijebloskan ke dalam penjara oleh Herodes dan beresiko dihukum mati. Sementara Petrus berada dalam penjara, "jemaat dengan tekun mendoakannya kepada Allah" (Kis 12:5). Tuhan menjawab doa itu dan mengutus malaikat-Nya untuk membebaskan Petrus, "menyelamatkannya dari tangan Herodes" (bdk. ayat 11). Doa, sebagai pemercayaan yang rendah hati kepada Allah dan kehendak-Nya yang kudus, selalu merupakan jalan keluar dari jadi "tertutup"-nya kita, sebagai individu-individu dan sebagai sebuah jemaat.

Paulus juga, menulis kepada Timotius, berbicara tentang pengalaman pembebasannya, tentang menemukan sebuah jalan keluar dari hukuman mati yang akan segera terjadi pada dirinya. Ia mengatakan kepada kita bahwa Tuhan siap siaga dan memberinya kekuatan untuk melaksanakan karya penginjilan bangsa-bangsa (bdk. 2Tim 4:17). Tetapi Paulus berbicara juga tentang "membuka" yang jauh lebih besar, menuju sebuah cakrawala yang jauh lebih luas. Ia adalah cakrawala kehidupan kekal, yang menantinya di akhir "perlombaan" duniawinya. Kita bisa melihat seluruh kehidupan Sang Rasul dalam hal "pergi keluar" dalam pelayanan bagi Injil. Kehidupan Paulus benar-benar diproyeksikan ke depan, dengan membawa Kristus kepada orang-orang yang tidak mengenal-Nya, dan kemudian dalam ketergegasan, seolah-olah, ke dalam pelukan Kristus, untuk "diselamatkan masuk ke dalam Kerajaan-Nya di surga" (ayat 18).

Marilah kita kembali ke Petrus. Kisah Injil (Mat 16:13-19) tentang pengakuan imannya dan perutusan yang dipercayakan kepadanya oleh Yesus memperlihatkan kita bahwa kehidupan Simon, para nelayan Galilea - seperti kehidupan kita masing-masing - membuka, membuka sepenuhnya, ketika kehidupan itu menerima dari Allah Bapa anugerah iman. Simon berangkat pada perjalanan - sebuah perjalanan yang panjang dan sulit - yang akan membawanya pergi keluar dari dirinya, meninggalkan semua dukungan manusiawinya, terutama harga dirinya yang diwarnai dengan peninggalan diri yang berani dan murah hati. Dalam hal ini, proses pembebasannya, doa Yesus bersifat menentukan : "Aku telah berdoa untuk engkau [Simon], supaya imanmu jangan gugur" (Luk 22:32). Demikian bersifat menentukan juga tatapan Tuhan yang penuh kasih setelah Petrus menyangkal-Nya tiga kali : sebuah tatapan yang menembus jantung dan membawa air mata pertobatan (bdk. Luk 22:61-62). Pada saat itu, Simon Petrus dibebaskan dari penjara kebanggaan diri dan ketakutannya, serta mengatasi godaan menutup hatinya terhadap panggilan Yesus untuk mengikuti-Nya di sepanjang jalan salib.

Saya menyebutkan bahwa, dalam kelanjutan perikop dari Kisah Para Rasul, ada sebuah rincian yang patut dipertimbangkan (bdk. 12:12-17). Ketika Petrus mendapati dirinya secara ajaib dibebaskan dari penjara Herodes, ia pergi ke rumah ibu Yohanes yang disebut Markus. Ia mengetuk pintu yang tertutup dan seorang hamba perempuan yang bernama Rode datang. Mengenali suara Petrus, dalam ketidakpercayaan dan sukacita, bukannya membukakan pintu, ia berlari memberitahu majikannya. Kisah, yang bisa tampak jenaka, membuat kita merasakan suasana ketakutan yang menuntun jemaat Kristen tinggal di belakang pintu-pintu yang tertutup, tetapi juga tertutup terhadap kejutan-kejutan Allah. Rincian ini berbicara kepada kita tentang sebuah godaan terus menerus bagi Gereja, yang menutup dirinya dalam menghadapi bahaya. Tetapi kita juga melihat pembukaan-pembukaan kecil yang melaluinya Allah dapat berkarya. Santo Lukas memberitahu kita bahwa di rumah itu "banyak orang berkumpul dan berdoa" (ayat 12). Doa memungkinkan kasih karunia membuka sebuah jalan keluar dari ketertutupan menuju keterbukaan, dari ketakutan menuju keberanian, dari kesedihan menuju sukacita. Dan kita dapat menambahkan : dari perpecahan menuju kesatuan. Ya, kita mengatakan hari ini dengan keyakinan, bersama-sama dengan saudara-saudara kita dari Delegasi yang diutus oleh Patriark Ekumenis Bartolomeus yang tercinta yang ambil bagian dalam perayaan para Santo Pelindung Roma. Hari ini juga merupakan sebuah perayaan persekutuan bagi seluruh Gereja, sebagaimana terlihat oleh kehadiran para uskup agung metropolitan yang telah datang untuk pemberkatan pallium, yang akan mereka terima dari para perwakilan saya di takhta mereka masing-masing.

Semoga Santo Petrus dan Santo Paulus mengantarai kita, sehingga kita dengan sukacita dapat maju pada perjalanan ini, tindakan Allah yang membebaskan, dan bersaksi baginya di hadapan dunia.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.