Bacaan
Ekaristi : Mal. 3:1-4; Mzm. 24:7,8,9,10; Ibr. 2:14-18; Luk. 2:22-40.
Liturgi
hari ini menunjukkan Yesus yang pergi keluar untuk menemui umat-Nya. Liturgi
hari ini adalah hari pesta perjumpaan : kebaruan Sang Anak berjumpa dengan
tradisi bait Allah; janji tergenapi; Maria dan Yosef yang masih muda berjumpa
dengan Simeon dan Hana yang sudah tua. Oleh karena itu, segala sesuatunya
bertemu ketika Yesus datang.
Apa
artinya ini untuk kita? Terutama, berarti kita juga dipanggil untuk menyambut
Yesus yang datang untuk menemui kita. Berjumpa dengan-Nya : Sang Allah
kehidupan harus kita jumpai setiap hari dalam kehidupan kita; bukan sekarang
dan kelak, tetapi setiap hari. Mengikuti Yesus bukanlah sebuah keputusan yang
diambil sekali dan untuk semuanya, mengikuti Yesus adalah sebuah pilihan
sehari-hari. Dan kita tidak bertemu Tuhan secara maya, tetapi secara langsung,
kita berjumpa dengan-Nya dalam kehidupan kita, dalam kenyataan hidup. Kalau
tidak, Yesus hanya akan menjadi ingatan yang indah tentang masa lalu. Namun,
ketika kita menyambut-Nya sebagai Tuhan kehidupan, sebagai pusat dan detak
jantung segalanya, maka Ia tetap hidup dan hidup baru di dalam diri kita. Dan
apa yang terjadi di bait Allah juga terjadi pada diri kita : di sekeliling-Nya
segala sesuatu bertemu, dan kehidupan menjadi selaras. Bersama Yesus kita
kembali menemukan keberanian untuk melanjutkan dan kekuatan untuk tetap teguh.
Perjumpaan dengan Tuhan adalah sumbernya. Maka kembali ke sumbernya adalah
penting : menelusuri kembali dalam pikiran kita saat-saat yang menentukan
perjumpaan dengan-Nya, memperbarui cinta pertama kita, mungkin menuliskan kisah
cinta kita dengan Tuhan. Hal ini kiranya baik untuk hidup bakti kita, sehingga
hidup bakti tidak menjadi sebuah waktu yang telah lewat, melainkan sebuah waktu
perjumpaan.
Jika
kita ingat pertemuan pertama kita yang sesungguhnya dengan Tuhan, kita menjadi
sadar bahwa pertemuan tersebut tidak muncul sebagai sesuatu yang bersifat
pribadi antara diri kita dan Allah. Tidak, pertemuan itu mekar dalam konteks
orang-orang yang sedang percaya, bersamaan dengan banyak saudara dan saudari
kita, pada waktu dan tempat yang tepat. Bacaan Injil memberitahu kita tentang
hal ini, menunjukkan bagaimana perjumpaan itu terjadi di dalam umat Allah,
dalam sejarahnya yang nyata, dalam tradisi-tradisinya yang hidup : di bait
Allah, menurut hukum, dalam konteks nubuat, dalam kaum tua dan kaum muda
bersama-sama (bdk. Luk 2:25-28,34). Juga seperti inilah dalam hidup bakti :
hidup bakti mekar dan berkembang dalam Gereja; jika hidup bakti terasing, hidup
bakti akan menjadi layu. Hidup bakti mejadi matang ketika kaum muda dan kaum
tua berjalan bersama-sama, ketika kaum muda menemukan kembali akar-akar mereka
dan kaum tua menyambut buah-buahnya. Namun, ketika kita berjalan sendirian,
ketika kita tetap terpaku pada masa lalu atau melompat maju dalam upaya untuk
bertahan hidup, maka hidup bakti akan mandek. Hari ini, pada hari pesta
perjumpaan, kita memohon rahmat untuk menemukan kembali Tuhan yang hidup di
tengah-tengah orang-orang yang sedang beriman, dan memungkinkan karisma yang
telah kita terima untuk menjumpai berbagai rahmat hari ini.
Bacaan
Injil juga memberitahu kita bahwa perjumpaan Allah dengan umat-Nya memiliki
titik awal dan titik tujuan. Perjumpaan Allah dengan umat-Nya dimulai dengan
panggilan di bait Allah dan berakhir pada penglihatan di bait Allah. Perjumpaan
Allah dengan umat-Nya adalah panggilan ganda. Ada panggilan pertama, panggilan
"menurut hukum" (ayat 22). Panggilan tersebut adalah panggilan Yosef
dan Maria, yang pergi ke bait Allah untuk menggenapi apa yang ditentukan oleh
hukum Taurat. Teks menekankan hal ini mirip sebuah refren, bahkan empat kali
(bdk. ayat 22,23,24,27). Hal ini bukan sesuatu yang dipaksakan : Orang tua
Yesus tidak terpaksa untuk pergi atau hanya untuk melakukan kewajiban lahiriah.
Mereka menjawab panggilan Allah. Kemudian ada panggilan kedua, menurut Roh.
Panggilan itu adalah panggilan Simeon dan Hana. Hal ini juga ditekankan dengan
kuat : tiga kali, berkenaan dengan Simeon, panggilan ini mengacu pada Roh Kudus
(bdk. ayat 25, 26, 27) dan panggilan diakhiri dengan Hana sang nabiah, yang
terilhami untuk bersyukur kepada Allah (bdk. ayat 38). Dua orang muda bergegas
ke bait Allah, terpanggil oleh hukum; dua orang lanjut usia tergerak oleh Roh.
Apa arti panggilan ganda ini, menurut hukum dan menurut Roh, bagi kehidupan rohani
kita dan hidup bakti kita? Panggilan tersebut berarti bahwa kita semua
dipanggil untuk kepatuhan ganda : kepada hukum - dalam arti apa yang memberi
keteraturan terhadap kehidupan kita - dan kepada Roh, yang melakukan hal-hal
baru dalam kehidupan kita. Dan maka lahirlah perjumpaan dengan Tuhan : Roh
mewahyukan Tuhan, tetapi untuk menyambut-Nya kita perlu bertekun setiap hari.
Bahkan karisma-karisma terbesar, jika tidak memiliki kehidupan yang teratur,
tidak dapat berbuah. Di sisi lain, bahkan peraturan-peraturan terbaik pun tidak
memadai tanpa kesegaran Roh : hukum dan Roh berjalan bersama-sama.
Untuk
lebih memahami panggilan ini, terlihat hari ini di bait Allah pada hari-hari
pertama kehidupan Yesus, kita seharusnya bergerak menuju hari-hari pertama
pelayanan-Nya di muka umum, di Kana, di mana Ia mengubah air menjadi anggur. Di
sana ada juga panggilan untuk kepatuhan, bersama Maria, yang mengatakan :
"Apa yang dikatakan kepadamu, buatlah itu!" (Yoh 2:5). Buatlah itu.
Dan Yesus meminta sesuatu yang khusus; Ia tidak tiba-tiba melakukan sesuatu
yang baru, tidak menghasilkan anggur yang habis dari ketiadaan - Ia bisa
melakukannya - tetapi Ia meminta sesuatu yang nyata dan menuntut. Ia meminta
mereka untuk mengisi enam tempayan yang disediakan untuk pembasuhan menurut
adat orang Yahudi, yang mengingatkan pada hukum Taurat. Hal itu berarti
menuangkan sekitar enam ratus liter air dari sumur : waktu dan usaha, yang
tampaknya sia-sia, karena yang habis bukanlah air melainkan anggur! Namun,
tepatnya dari tempayan-tempayan yang diisi "sampai penuh" (ayat 7)
ini, Yesus mengeluarkan anggur yang baru. Demikian juga bagi kita : Allah
memanggil kita untuk berjumpa dengan-Nya melalui kesetiaan pada hal-hal nyata -
Allah selalu dijumpai dalam hal-hal nyata : doa sehari-hari, Misa Kudus,
pengakuan dosa, amal kasih yang nyata, sabda Allah setiap hari, kedekatan,
terutama kepada orang-orang yang paling membutuhkan secara rohani atau jasmani.
Hal-hal nyata, seperti kepatuhan pada atasan kita dan pada peraturan hidup
bakti. Jika kita menerapkan hukum ini dengan kasih - dengan kasih! - maka Roh
akan datang dan membawa kejutan Allah, sama seperti di bait Allah dan di Kana.
Dengan demikian air kehidupan sehari-hari diubah menjadi anggur kebaruan, dan
kehidupan kita, yang tampaknya lebih terkekang, pada kenyataannya menjadi lebih
bebas. Hal ini mengingatkan saya pada seorang biarawati yang rendah hati yang
benar-benar memiliki karisma dekat dengan para imam dan para seminaris. belum
lama berselang alasan beatifikasinya digelar di sini di Keuskupan [Roma]. Ia
adalah seorang biarawati yang sederhana, tidak terkenal, tetapi ia memiliki
keutamaan ketaatan, kesetiaan dan tidak takut akan hal-hal baru. Kita memohon
kepada Tuhan, melalui perantaraan Suster Bernardetta, untuk memberi kita semua
rahmat untuk berjalan di jalan ini.
Perjumpaan
yang lahir dari panggilan tersebut memuncak dalam penglihatan. Simeon berkata,
"Mataku telah melihat keselamatan yang dari pada-Mu" (Luk 2:30). Ia
melihat Anak itu dan ia melihat keselamatan. Ia tidak melihat Mesias yang
melakukan berbagai mukjizat, tetapi seorang Anak kecil. Ia tidak melihat
sesuatu yang luar biasa, tetapi Yesus bersama kedua orangtua-Nya, yang membawa
sepasang burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati ke bait Allah, yang
merupakan persembahan yang paling sederhana (bdk. ayat 24). Simeon melihat
kesederhanaan Tuhan dan menyambut kehadiran-Nya. Ia tidak sedang mencari hal
lain, tidak sedang meminta atau menginginkan sesuatu yang lain; cukup memandang
Anak tersebut dan menatang-Nya : “nunc dimittis, sekarang biarkanlah hamba-Mu
ini pergi” (bdk. ayat 29). Allah, sebagaimana adanya, sudah cukup baginya. Di
dalam Allah ia menemukan makna tertinggi dari hidupnya. Inilah daya pandang
hidup bakti, sebuah daya pandang yang sederhana dan bersifat kenabian dalam
kesederhanaannya, di mana kita menjaga Tuhan di depan mata kita dan di antara
tangan kita, serta bukan melayani sesuatu yang lain. Dialah hidup kita, Dialah
harapan kita, Dialah masa depan kita. Hidup bakti berupa daya pandang kenabian dalam
Gereja : hidup bakti adalah sebuah pandangan yang melihat Allah hadir di dunia,
bahkan jika banyak orang yang tidak memperhatikan-Nya; hidup bakti adalah suara
yang mengatakan : "Allah sudah memadai, lainnya berlalu"; hidup bakti
adalah pujian yang menyembur ke luar terlepas dari segalanya, seperti yang
ditunjukkan oleh Hana sang nabiah. Ia adalah seorang perempuan yang sudah
berusia lanjut, yang telah hidup bertahun-tahun sebagai seorang janda, tetapi
tidak bermuram diri, bernostalgia atau menarik diri; sebaliknya, ia bangkit, ia
memuji Allah dan hanya berbicara tentang Dia (bdk. ayat 38). Saya ingin
berpikir bahwa perempuan ini tahu bagaimana "cara berbicara yang
baik", dan ia bisa menjadi seorang pelindung yang baik yang memanggil kita
untuk bertobat dari kejahatan pergunjingan, karena ia pergi dari satu tempat ke
tempat lain hanya berkata : "Itulah Dia! Itulah Sang Bayi! Pergi dan
lihatlah Dia!”. Saya membayangkannya seperti ini, perempuan di pintu sebelah.
Lalu
inilah hidup bakti : pujian yang memberikan sukacita bagi umat Allah, daya
pandang kenabian yang mengungkapkan apa yang diperhitungkan. Ketika hidup bakti
seperti ini, maka hidup bakti berkembang dan menjadi sebuah panggilan untuk
kita semua guna melawan sifat biasa-biasa saja : melawan kemerosotan kehidupan
rohani kita, melawan godaan untuk meremehkan pentingnya Allah, melawan
penyediaan kehidupan yang nyaman dan duniawi, melawan berbagai keluh kesah! -
ketidakpuasan dan mengasihani diri sendiri, melawan mentalitas pengunduran diri
dan "kita selalu melakukannya dengan cara ini" : ini bukan cara
Allah. Hidup bakti bukan tentang bertahan hidup, hidup bakti bukan tentang
mempersiapkan diri kita untuk ars bene moriendi (seni sekarat dengan baik) :
inilah godaan zaman kita, dalam menghadapi panggilan yang sedang menurun.
Tidak, hidup bakti bukan tentang bertahan hidup, tetapi kehidupan baru.
"Tetapi ... hanya ada beberapa dari kita ..." - hidup bakti tentang
kehidupan baru. Hidup bakti adalah perjumpaan yang hidup dengan Tuhan di dalam
umat-Nya. Hidup bakti adalah panggilan untuk kepatuhan yang setia dalam
kehidupan sehari-hari dan berbagai kejutan Roh yang tak terduga. Hidup bakti
adalah daya pandang tentang apa yang perlu kita rangkul guna mengalami sukacita
: Yesus.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.