Bacaan Ekaristi : Yes. 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm. 89:21-22,25,27; Why. 1:5-8; Luk. 4:16-21.
Para
uskup dan para imam terkasih,
Saudara-saudari
terkasih!
“Alfa
dan Omega, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Maha Kuasa”
(Why 1:8), adalah Yesus sendiri. Yesus inilah yang diperkenalkan Lukas kepada
kita di rumah ibadat Nazaret, di antara orang-orang yang telah mengenal-Nya sejak
ia masih kanak-kanak, dan sekarang merasa takjub kepada-Nya. Wahyu —
“apokaliptik” — terjadi dalam batasan ruang dan waktu: ia memiliki daging
sebagai tumpuannya, yang menopang pengharapan kita. Daging Yesus adalah daging
kita. Kitab terakhir dalam Kitab Suci berbicara tentang pengharapan ini. Ia
melakukannya dengan cara yang luar biasa, dengan melenyapkan semua ketakutan
akan kiamat dalam terang kasih yang tersalib. Dalam Yesus, kitab sejarah
dibuka, dan dapat dibaca.
Kita,
para imam, memiliki sejarah sendiri. Pada Hari Kamis Putih, ketika kita
memperbarui janji yang dibuat pada saat tahbisan, kita mengakui bahwa kita
dapat membaca sejarah itu hanya dalam terang Yesus dari Nazaret. Yesus, “yang
mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya” (Why
1:5) membuka gulungan kitab kehidupan kita dan mengajar kita untuk menemukan
bagian-bagian yang mengungkapkan makna dan perutusannya. Jika saja kita
memperkenankan Ia mengajar kita, pelayanan kita menjadi salah satu pengharapan,
karena dalam setiap kisah kita, Allah membuka sebuah Yubileum : masa dan oasis
rahmat. Marilah kita bertanya: Apakah aku belajar bagaimana membaca kisah
hidupku? Atau apakah aku takut membacanya?
Seluruh
umat menemukan kesegaran ketika Yubileum dimulai dalam hidup kita: bukan hanya
sekali setiap dua puluh lima tahun — kita berharap! — tetapi dalam kedekatan
sehari-hari para imam dengan umatnya, di mana nubuat tentang keadilan dan
perdamaian digenapi. Yesus telah “membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi
imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya” (Why 1:6): demikianlah umat Allah. Kerajaan
imam ini tidak sama dengan klerus. “Kita” yang dibentuk Yesus adalah umat yang
batas-batasnya tidak dapat kita lihat, di mana tembok dan penghalang telah
runtuh. Ia yang berkata kepada kita, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu
baru” (Why 21:5), telah merobek tabir Bait Suci dan telah mempersiapkan bagi
umat manusia sebuah kota taman, Yerusalem baru yang pintu gerbangnya selalu
terbuka (bdk. Wahyu 21:25). Begitulah cara Yesus “membaca”, dan mengajar kita
untuk membaca, imamat pelayanan: sebagai pelayanan murni kepada umat imami,
yang akan segera mendiami kota yang tidak membutuhkan bait suci.
Bagi
kita para imam, tahun Yubelium merupakan panggilan khusus untuk memulai awal
baru dalam perjalanan pertobatan kita. Sebagai peziarah pengharapan, kita
dipanggil untuk meninggalkan klerikalisme dan menjadi pewarta pengharapan.
Tentu saja, jika Yesus adalah Alfa dan Omega dalam hidup kita, kita juga dapat
menghadapi perbedaan pendapat yang Ia alami di Nazaret. Gembala yang mengasihi
umat-Nya tidak mencari kesepakatan dan persetujuan dengan cara apa pun. Namun
kesetiaan kasih mengubah hati. Orang miskin adalah yang pertama melihat hal
ini, tetapi perlahan-lahan hal itu meresahkan dan menarik orang lain juga.
“Lihatlah, setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia.
Semua suku di bumi akan meratapi Dia. Ya. Amin” (Why 1:7).
Kita
berkumpul di sini, saudara-saudara terkasih, untuk menyatakan pengakuan kita
dan mengulangi ucapan “Amin” itu. Pengakuan iman segenap umat Allah: “Ya,
memang demikian, kokoh seperti batu karang!” Sengsara, wafat, dan kebangkitan
Yesus, yang akan kita hidupi kembali, adalah tanah yang dengan kokoh menopang
Gereja dan, di dalamnya, pelayanan imamat kita. Dan tanah macam apakah ini?
Jenis humus apakah yang memungkinkan kita tidak hanya bertahan hidup, tetapi
juga berkembang? Untuk memahami hal ini, kita perlu kembali ke Nazaret,
sebagaimana disadari dengan sangat cermat oleh Santo Charles de Foucauld.
“Ia
datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari
Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri untuk membaca.” (Luk 4:16). Di
sini kita melihat setidaknya dua “kebiasaan” Yesus: kebiasaan mengunjungi rumah
ibadat dan kebiasaan membaca. Hidup kita ditopang oleh kebiasaan-kebiasaan
baik. Kebiasaan-kebiasaan itu mungkin menjadi rutinitas, tetapi
kebiasaan-kebiasaan itu menyingkapkan di mana hati kita berada. Hati Yesus
jatuh cinta pada sabda Allah: pada usia dua belas tahun, hal itu sudah jelas,
dan sekarang, sebagai orang dewasa, Kitab Suci adalah rumah-Nya. Itulah tanah
yang sama, humus yang penting, yang kita temukan, begitu kita menjadi
murid-murid-Nya. “Kepada-Nya diberikan gulungan kitab Nabi Yesaya. Ia
membukanya dan menemukan nas.” (Luk 4:17). Yesus tahu apa yang sedang Ia cari.
Ritual rumah ibadat memungkinkan hal ini: setelah membaca Taurat, setiap rabi
dapat membaca kata-kata nubuat untuk menerapkan pesan itu pada kehidupan
orang-orang yang mendengarkan. Namun, ada hal lain di sini: Yesus memilih untuk
membaca halaman kehidupan-Nya sendiri. Itulah yang ingin disampaikan Lukas
kepada kita: di antara sekian banyak nubuat, Yesus memilih satu nubuat yang
harus digenapi-Nya.
Para
imam terkasih, kita masing-masing memiliki sabda yang harus digenapi. Kita
masing-masing memiliki hubungan yang sudah berjalan lama dengan sabda Allah.
Kita menempatkannya untuk melayani sesama hanya jika Kitab Suci tetap menjadi
rumah pertama kita. Di dalamnya, kita masing-masing memiliki beberapa halaman
yang lebih menyentuh kita daripada yang lain. Itu indah dan penting! Kita juga
membantu sesama untuk menemukan halaman-halaman yang menyentuh hidup mereka:
seperti pasangan pengantin baru, ketika mereka memilih bacaan untuk pernikahan
mereka; atau mereka yang sedang berduka dan mencari bagian-bagian untuk
mempercayakan orang terkasih yang telah meninggal kepada belas kasihan Allah
dan doa komunitas. Ada halaman untuk panggilan, biasanya di awal setiap
perjalanan kita. Setiap kali kita membaca halaman ini, Allah masih memanggil
kita, asalkan kita menghargainya dan tidak membiarkan cinta kita menjadi dingin.
Bagi
kita masing-masing, halaman yang dipilih Yesus memiliki makna tertentu. Kita
mengikuti-Nya, dan karena alasan itu, perutusan-Nya berkaitan langsung dengan
kita. “Ia membuka gulungan kitab itu dan menemukan nas, di mana tertulis:
‘Roh
Tuhan ada pada-Ku,
karena
Ia telah mengurapi Aku,
untuk
menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.
Ia
telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,
dan
penglihatan bagi orang-orang buta,
untuk
membebaskan orang-orang yang tertindas,
untuk
memberitakan tahun rahmat Tuhan.’
Ia
menutup gulungan itu, memberikannya kembali kepada petugas, lalu duduk” (Luk
4:17-20).
Mata
semua orang kini tertuju pada Yesus. Ia baru saja mengumumkan yubileum. Ia
melakukannya, bukan sebagai seseorang yang berbicara tentang orang lain,
melainkan tentang diri-Nya sendiri. Ia berkata: “Roh Tuhan ada pada-Ku”,
sebagai seseorang yang mengenal Roh yang Ia bicarakan. Bahkan, ia menambahkan:
“Pada hari ini genaplah nas ini ketika kamu mendengarkannya.” Ini adalah
sesuatu yang ilahi: sabda menjadi kenyataan. Fakta kini berbicara; sabda
digenapi. Sesuatu yang baru dan penuh kuasa sedang terjadi. “Lihat, Aku
menjadikan segala sesuatu baru.” Tidak ada kasih karunia, tidak ada Mesias,
jika janji tetap tinggal janji, jika janji tidak menjadi kenyataan di bumi ini.
Segala sesuatu kini telah berubah.
Sekarang
kita memohon Roh yang sama ini atas imamat kita. Kita telah menerima Roh itu,
Roh Yesus, dan Ia terus menjadi tokoh utama yang tinggal dalam pelayanan kita.
Umat merasakan napas-Nya ketika kata-kata kita menjadi kenyataan dalam hidup
kita. Bukan hanya orang-orang miskin di hadapan semua orang, anak-anak, remaja,
perempuan, tetapi juga siapa pun yang telah mengalami luka-luka dalam Gereja:
semua ini memiliki "perasaan" akan kehadiran Roh Kudus; mereka dapat
membedakan-Nya dari roh-roh duniawi, mereka mengenali-Nya dalam titik temu
antara apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan. Kita dapat menjadi
nubuat yang tergenapi, dan ini adalah sesuatu yang indah! Krisma suci yang kita
konsekrasikan hari ini memetereikan misteri transformasi ini yang bekerja dalam
berbagai tahap kehidupan kristiani. Maka, berhati-hatilah, jangan pernah
berkecil hati, karena itu semua karya Allah. Jadi percayalah! Percayalah bahwa
Allah tidak berbuat salah terhadap saya! Allah tidak pernah berbuat salah.
Marilah kita selalu mengingat kata-kata yang diucapkan pada saat penahbisan
kita: "Semoga Allah yang telah memulai pekerjaan baik di dalam dirimu,
menyelesaikannya." Ya, Ia melakukannya.
Karya
Allah, bukan karya kita, adalah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang
miskin, pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta,
dan pembebasan bagi orang-orang yang tertindas. Jika Yesus pernah menemukan nas
ini dalam gulungan kitab, hari ini Ia terus membacanya dalam kisah hidup kita
masing-masing. Pertama dan terutama, karena sampai hari terakhir kita, Ia terus
menyampaikan kabar baik kepada kita, membebaskan kita dari penjara, membuka
mata kita, dan mengangkat beban dari pundak kita. Namun juga, karena dengan
memanggil kita untuk ambil bagian dalam perutusan-Nya dan secara sakramental
memberi kita bagian dalam hidup-Nya, Ia membebaskan orang lain melalui kita,
sering kali tanpa kita sadari. Imamat kita menjadi pelayanan yubileum, seperti
imamat-Nya, yang dilaksanakan tanpa gembar-gembor tetapi melalui pengabdian
yang tidak mencolok, namun radikal dan cuma-cuma. Itulah Kerajaan Allah, yang
diceritakan dalam perumpamaan, efektif dan tanpa diketahui seperti ragi,
diam-diam seperti benih. Seberapa sering anak-anak kecil mengenalinya dalam
diri kita? Dan apakah kita mampu mengucap syukur?
Hanya
Allah yang tahu akan betapa melimpahnya panenan. Kita para pekerja mengalami
jerih payah dan sukacita panenan. Kita hidup setelah Kristus, di zaman
mesianik. Keputusasaan tidak memiliki tempat, melainkan pemulihan dan
pengampunan utang; pembagian kembali tanggung jawab dan sumber daya. Inilah apa
yang diharapkan umat Allah. Mereka ingin ambil bagian dalam hal ini dan,
berdasarkan baptisan, mereka adalah umat imami yang agung. Minyak yang kita
konsekrasikan dalam perayaan khidmat ini adalah untuk penghiburan dan sukacita
mesianik mereka.
Ladang
adalah dunia. Rumah kita bersama, yang begitu terluka, dan persaudaraan
manusia, yang begitu sering ditolak namun tak terhapuskan, memanggil kita untuk
memihak. Panenan Allah adalah untuk semua orang: ladang yang subur yang
menghasilkan seratus kali lipat daripada yang ditabur. Semoga sukacita
Kerajaan, yang mengganjar semua usaha kita, memacu kita dalam perutusan kita.
Setiap petani tahu musim-musim ketika tampaknya tidak ada yang tumbuh. Ada juga
saat-saat seperti ini dalam hidup kita. Allahlah yang memberikan pertumbuhan
dan yang mengurapi hamba-hamba-Nya dengan minyak kegembiraan.
Umat
beriman terkasih,
umat yang penuh pengharapan, berdoalah hari ini untuk sukacita para imam.
Semoga kamu semua mengalami pembebasan yang dijanjikan oleh Kitab Suci dan
dipupuk oleh sakramen-sakramen. Banyak ketakutan dapat bersemayam dalam diri
kita dan ketidakadilan yang mengerikan mengelilingi kita, tetapi dunia baru
telah lahir. Allah sangaqt mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan kita
Putra-Nya, Yesus. Ia menuangkan balsem pada luka-luka kita dan menghapus air
mata kita. “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan” (Why 1:7). Kerajaan dan
kemuliaan-Nya selama-lamanya. Amin.
____
(Peter Suriadi - Bogor, 17 April 2025)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.