Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS (DIBACAKAN OLEH DOMENICO KARDINAL CALCAGNO) DALAM MISA KRISMA 17 April 2025 : DUA “KEBIASAAN” YESUS

Bacaan Ekaristi : Yes. 61:1-3a,6a,8b-9; Mzm. 89:21-22,25,27; Why. 1:5-8; Luk. 4:16-21.

 

Para uskup dan para imam terkasih,

Saudara-saudari terkasih!

 

“Alfa dan Omega, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Maha Kuasa” (Why 1:8), adalah Yesus sendiri. Yesus inilah yang diperkenalkan Lukas kepada kita di rumah ibadat Nazaret, di antara orang-orang yang telah mengenal-Nya sejak ia masih kanak-kanak, dan sekarang merasa takjub kepada-Nya. Wahyu — “apokaliptik” — terjadi dalam batasan ruang dan waktu: ia memiliki daging sebagai tumpuannya, yang menopang pengharapan kita. Daging Yesus adalah daging kita. Kitab terakhir dalam Kitab Suci berbicara tentang pengharapan ini. Ia melakukannya dengan cara yang luar biasa, dengan melenyapkan semua ketakutan akan kiamat dalam terang kasih yang tersalib. Dalam Yesus, kitab sejarah dibuka, dan dapat dibaca.

 

Kita, para imam, memiliki sejarah sendiri. Pada Hari Kamis Putih, ketika kita memperbarui janji yang dibuat pada saat tahbisan, kita mengakui bahwa kita dapat membaca sejarah itu hanya dalam terang Yesus dari Nazaret. Yesus, “yang mengasihi kita dan telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darah-Nya” (Why 1:5) membuka gulungan kitab kehidupan kita dan mengajar kita untuk menemukan bagian-bagian yang mengungkapkan makna dan perutusannya. Jika saja kita memperkenankan Ia mengajar kita, pelayanan kita menjadi salah satu pengharapan, karena dalam setiap kisah kita, Allah membuka sebuah Yubileum : masa dan oasis rahmat. Marilah kita bertanya: Apakah aku belajar bagaimana membaca kisah hidupku? Atau apakah aku takut membacanya?

 

Seluruh umat menemukan kesegaran ketika Yubileum dimulai dalam hidup kita: bukan hanya sekali setiap dua puluh lima tahun — kita berharap! — tetapi dalam kedekatan sehari-hari para imam dengan umatnya, di mana nubuat tentang keadilan dan perdamaian digenapi. Yesus telah “membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya” (Why 1:6): demikianlah umat Allah. Kerajaan imam ini tidak sama dengan klerus. “Kita” yang dibentuk Yesus adalah umat yang batas-batasnya tidak dapat kita lihat, di mana tembok dan penghalang telah runtuh. Ia yang berkata kepada kita, “Lihatlah, Aku menjadikan segala sesuatu baru” (Why 21:5), telah merobek tabir Bait Suci dan telah mempersiapkan bagi umat manusia sebuah kota taman, Yerusalem baru yang pintu gerbangnya selalu terbuka (bdk. Wahyu 21:25). Begitulah cara Yesus “membaca”, dan mengajar kita untuk membaca, imamat pelayanan: sebagai pelayanan murni kepada umat imami, yang akan segera mendiami kota yang tidak membutuhkan bait suci.

 

Bagi kita para imam, tahun Yubelium merupakan panggilan khusus untuk memulai awal baru dalam perjalanan pertobatan kita. Sebagai peziarah pengharapan, kita dipanggil untuk meninggalkan klerikalisme dan menjadi pewarta pengharapan. Tentu saja, jika Yesus adalah Alfa dan Omega dalam hidup kita, kita juga dapat menghadapi perbedaan pendapat yang Ia alami di Nazaret. Gembala yang mengasihi umat-Nya tidak mencari kesepakatan dan persetujuan dengan cara apa pun. Namun kesetiaan kasih mengubah hati. Orang miskin adalah yang pertama melihat hal ini, tetapi perlahan-lahan hal itu meresahkan dan menarik orang lain juga. “Lihatlah, setiap mata akan melihat Dia, juga mereka yang telah menikam Dia. Semua suku di bumi akan meratapi Dia. Ya. Amin” (Why 1:7).

 

Kita berkumpul di sini, saudara-saudara terkasih, untuk menyatakan pengakuan kita dan mengulangi ucapan “Amin” itu. Pengakuan iman segenap umat Allah: “Ya, memang demikian, kokoh seperti batu karang!” Sengsara, wafat, dan kebangkitan Yesus, yang akan kita hidupi kembali, adalah tanah yang dengan kokoh menopang Gereja dan, di dalamnya, pelayanan imamat kita. Dan tanah macam apakah ini? Jenis humus apakah yang memungkinkan kita tidak hanya bertahan hidup, tetapi juga berkembang? Untuk memahami hal ini, kita perlu kembali ke Nazaret, sebagaimana disadari dengan sangat cermat oleh Santo Charles de Foucauld.

 

“Ia datang ke Nazaret tempat Ia dibesarkan, dan menurut kebiasaan-Nya pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat, lalu berdiri untuk membaca.” (Luk 4:16). Di sini kita melihat setidaknya dua “kebiasaan” Yesus: kebiasaan mengunjungi rumah ibadat dan kebiasaan membaca. Hidup kita ditopang oleh kebiasaan-kebiasaan baik. Kebiasaan-kebiasaan itu mungkin menjadi rutinitas, tetapi kebiasaan-kebiasaan itu menyingkapkan di mana hati kita berada. Hati Yesus jatuh cinta pada sabda Allah: pada usia dua belas tahun, hal itu sudah jelas, dan sekarang, sebagai orang dewasa, Kitab Suci adalah rumah-Nya. Itulah tanah yang sama, humus yang penting, yang kita temukan, begitu kita menjadi murid-murid-Nya. “Kepada-Nya diberikan gulungan kitab Nabi Yesaya. Ia membukanya dan menemukan nas.” (Luk 4:17). Yesus tahu apa yang sedang Ia cari. Ritual rumah ibadat memungkinkan hal ini: setelah membaca Taurat, setiap rabi dapat membaca kata-kata nubuat untuk menerapkan pesan itu pada kehidupan orang-orang yang mendengarkan. Namun, ada hal lain di sini: Yesus memilih untuk membaca halaman kehidupan-Nya sendiri. Itulah yang ingin disampaikan Lukas kepada kita: di antara sekian banyak nubuat, Yesus memilih satu nubuat yang harus digenapi-Nya.

 

Para imam terkasih, kita masing-masing memiliki sabda yang harus digenapi. Kita masing-masing memiliki hubungan yang sudah berjalan lama dengan sabda Allah. Kita menempatkannya untuk melayani sesama hanya jika Kitab Suci tetap menjadi rumah pertama kita. Di dalamnya, kita masing-masing memiliki beberapa halaman yang lebih menyentuh kita daripada yang lain. Itu indah dan penting! Kita juga membantu sesama untuk menemukan halaman-halaman yang menyentuh hidup mereka: seperti pasangan pengantin baru, ketika mereka memilih bacaan untuk pernikahan mereka; atau mereka yang sedang berduka dan mencari bagian-bagian untuk mempercayakan orang terkasih yang telah meninggal kepada belas kasihan Allah dan doa komunitas. Ada halaman untuk panggilan, biasanya di awal setiap perjalanan kita. Setiap kali kita membaca halaman ini, Allah masih memanggil kita, asalkan kita menghargainya dan tidak membiarkan cinta kita menjadi dingin.

 

Bagi kita masing-masing, halaman yang dipilih Yesus memiliki makna tertentu. Kita mengikuti-Nya, dan karena alasan itu, perutusan-Nya berkaitan langsung dengan kita. “Ia membuka gulungan kitab itu dan menemukan nas, di mana tertulis:

 

‘Roh Tuhan ada pada-Ku,

karena Ia telah mengurapi Aku,

untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.

Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,

dan penglihatan bagi orang-orang buta,

untuk membebaskan orang-orang yang tertindas,

untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan.’

Ia menutup gulungan itu, memberikannya kembali kepada petugas, lalu duduk” (Luk 4:17-20).

 

Mata semua orang kini tertuju pada Yesus. Ia baru saja mengumumkan yubileum. Ia melakukannya, bukan sebagai seseorang yang berbicara tentang orang lain, melainkan tentang diri-Nya sendiri. Ia berkata: “Roh Tuhan ada pada-Ku”, sebagai seseorang yang mengenal Roh yang Ia bicarakan. Bahkan, ia menambahkan: “Pada hari ini genaplah nas ini ketika kamu mendengarkannya.” Ini adalah sesuatu yang ilahi: sabda menjadi kenyataan. Fakta kini berbicara; sabda digenapi. Sesuatu yang baru dan penuh kuasa sedang terjadi. “Lihat, Aku menjadikan segala sesuatu baru.” Tidak ada kasih karunia, tidak ada Mesias, jika janji tetap tinggal janji, jika janji tidak menjadi kenyataan di bumi ini. Segala sesuatu kini telah berubah.

 

Sekarang kita memohon Roh yang sama ini atas imamat kita. Kita telah menerima Roh itu, Roh Yesus, dan Ia terus menjadi tokoh utama yang tinggal dalam pelayanan kita. Umat merasakan napas-Nya ketika kata-kata kita menjadi kenyataan dalam hidup kita. Bukan hanya orang-orang miskin di hadapan semua orang, anak-anak, remaja, perempuan, tetapi juga siapa pun yang telah mengalami luka-luka dalam Gereja: semua ini memiliki "perasaan" akan kehadiran Roh Kudus; mereka dapat membedakan-Nya dari roh-roh duniawi, mereka mengenali-Nya dalam titik temu antara apa yang kita katakan dan apa yang kita lakukan. Kita dapat menjadi nubuat yang tergenapi, dan ini adalah sesuatu yang indah! Krisma suci yang kita konsekrasikan hari ini memetereikan misteri transformasi ini yang bekerja dalam berbagai tahap kehidupan kristiani. Maka, berhati-hatilah, jangan pernah berkecil hati, karena itu semua karya Allah. Jadi percayalah! Percayalah bahwa Allah tidak berbuat salah terhadap saya! Allah tidak pernah berbuat salah. Marilah kita selalu mengingat kata-kata yang diucapkan pada saat penahbisan kita: "Semoga Allah yang telah memulai pekerjaan baik di dalam dirimu, menyelesaikannya." Ya, Ia melakukannya.

 

Karya Allah, bukan karya kita, adalah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, pembebasan kepada orang-orang tawanan, penglihatan bagi orang-orang buta, dan pembebasan bagi orang-orang yang tertindas. Jika Yesus pernah menemukan nas ini dalam gulungan kitab, hari ini Ia terus membacanya dalam kisah hidup kita masing-masing. Pertama dan terutama, karena sampai hari terakhir kita, Ia terus menyampaikan kabar baik kepada kita, membebaskan kita dari penjara, membuka mata kita, dan mengangkat beban dari pundak kita. Namun juga, karena dengan memanggil kita untuk ambil bagian dalam perutusan-Nya dan secara sakramental memberi kita bagian dalam hidup-Nya, Ia membebaskan orang lain melalui kita, sering kali tanpa kita sadari. Imamat kita menjadi pelayanan yubileum, seperti imamat-Nya, yang dilaksanakan tanpa gembar-gembor tetapi melalui pengabdian yang tidak mencolok, namun radikal dan cuma-cuma. Itulah Kerajaan Allah, yang diceritakan dalam perumpamaan, efektif dan tanpa diketahui seperti ragi, diam-diam seperti benih. Seberapa sering anak-anak kecil mengenalinya dalam diri kita? Dan apakah kita mampu mengucap syukur?

 

Hanya Allah yang tahu akan betapa melimpahnya panenan. Kita para pekerja mengalami jerih payah dan sukacita panenan. Kita hidup setelah Kristus, di zaman mesianik. Keputusasaan tidak memiliki tempat, melainkan pemulihan dan pengampunan utang; pembagian kembali tanggung jawab dan sumber daya. Inilah apa yang diharapkan umat Allah. Mereka ingin ambil bagian dalam hal ini dan, berdasarkan baptisan, mereka adalah umat imami yang agung. Minyak yang kita konsekrasikan dalam perayaan khidmat ini adalah untuk penghiburan dan sukacita mesianik mereka.

 

Ladang adalah dunia. Rumah kita bersama, yang begitu terluka, dan persaudaraan manusia, yang begitu sering ditolak namun tak terhapuskan, memanggil kita untuk memihak. Panenan Allah adalah untuk semua orang: ladang yang subur yang menghasilkan seratus kali lipat daripada yang ditabur. Semoga sukacita Kerajaan, yang mengganjar semua usaha kita, memacu kita dalam perutusan kita. Setiap petani tahu musim-musim ketika tampaknya tidak ada yang tumbuh. Ada juga saat-saat seperti ini dalam hidup kita. Allahlah yang memberikan pertumbuhan dan yang mengurapi hamba-hamba-Nya dengan minyak kegembiraan.

 

Umat ​​beriman terkasih, umat yang penuh pengharapan, berdoalah hari ini untuk sukacita para imam. Semoga kamu semua mengalami pembebasan yang dijanjikan oleh Kitab Suci dan dipupuk oleh sakramen-sakramen. Banyak ketakutan dapat bersemayam dalam diri kita dan ketidakadilan yang mengerikan mengelilingi kita, tetapi dunia baru telah lahir. Allah sangaqt mengasihi dunia ini sehingga Ia memberikan kita Putra-Nya, Yesus. Ia menuangkan balsem pada luka-luka kita dan menghapus air mata kita. “Lihatlah, Ia datang dengan awan-awan” (Why 1:7). Kerajaan dan kemuliaan-Nya selama-lamanya. Amin.

____

(Peter Suriadi - Bogor, 17 April 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.