Bacaan Ekaristi : Keb. 7:7-11; Mzm. 90:12-13,14-15,16-17; Ibr. 4:12-13; Mrk. 10:17-30.
Seorang kaya datang kepada Yesus
“waktu Ia berangkat untuk meneruskan perjalanan-Nya” (Mrk 10:17). Injil sering
menunjukkan kepada kita Yesus "meneruskan perjalanan-Nya"; Ia
berjalan bersama orang-orang dan mendengarkan pertanyaan dan kekhawatiran yang
mengintai dalam hati mereka. Ia menunjukkan kepada kita bahwa Allah tidak
ditemukan di tempat yang anggun dan teratur, jauh dari kenyataan, tetapi
senantiasa berjalan di samping kita. Ia menemui kita di mana pun kita berada,
di jalan kehidupan yang sering berbatu. Hari ini, saat kita memulai proses
sinode ini, marilah kita mengawali dengan bertanya pada diri kita – kita semua,
Paus, uskup, imam, kaum religius dan awam – apakah kita, komunitas Kristiani,
mewujudkan “gaya” Allah ini, yang menempuh jalan sejarah dan ambil bagian dalam
kehidupan umat manusia. Apakah kita siap untuk petualangan perjalanan ini? Atau
apakah kita takut akan hal yang tidak diketahui, biasanya lebih memilih
berlindung dengan alasan : "Tidak ada gunanya" atau "Kami selalu
melakukannya dengan cara ini"?
Merayakan Sinode berarti berjalan di
jalan yang sama, berjalan bersama. Marilah kita melihat Yesus. Pertama, Ia
berjumpa seorang kaya di jalan; Ia kemudian mendengarkan pertanyaannya, dan
akhirnya Ia membantunya membedakan apa yang harus ia lakukan untuk mewarisi
hidup kekal. Berjumpa, mendengarkan, dan membedakan. Saya ingin berkaca pada
tiga kata kerja yang menjadi ciri khas Sinode ini.
Kata kerja pertama adalah perjumpaan.
Bacaan Injil dimulai dengan berbicara tentang sebuah perjumpaan. Seseorang
datang kepada Yesus dan bertelut di hadapan-Nya, mengajukan pertanyaan penting
: "Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang
kekal?" (ayat 17). Sangatlah penting sebuah pertanyaan membutuhkan
perhatian, waktu, kesediaan untuk berjumpa dengan orang lain, dan kepekaan
terhadap apa yang menyusahkan mereka. Tuhan tidak berdiri sendiri; Ia tidak
tampak kesal atau terganggu. Sebaliknya, Ia benar-benar hadir untuk orang ini.
Ia terbuka untuk dijumpai. Tidak ada yang membuat Yesus acuh tak acuh; semua
menjadi perhatian-Nya. Berjumpa wajah, bertemu mata, ambil bagian dalam sejarah
setiap orang. Itulah kedekatan yang diwujudkan Yesus. Ia tahu bahwa hidup
seseorang dapat diubah dengan satu perjumpaan. Injil penuh perjumpaan yang
demikian dengan Kristus, perjumpaan yang mengangkat dan membawa kesembuhan.
Yesus tidak tergesa-gesa, atau terus melihat jam tangan-Nya untuk menyelesaikan
pertemuan. Ia senantiasa melayani orang yang bersama-Nya, mendengarkan apa yang
dikatakan-Nya.
Saat kita memulai proses ini, kita
juga dipanggil untuk menjadi pakar dalam seni perjumpaan. Bukan dengan mengorganisir
acara atau berteori tentang masalah, tetapi dengan meluangkan waktu untuk
berjumpa Tuhan dan satu sama lain. Waktu mengabdikan diri untuk berdoa dan
beradorasi – bentuk doa yang sering kita abaikan – mencurahkan waktu untuk beradorasi,
dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan Roh Kudus kepada Gereja. Saatnya
untuk menatap mata orang lain dan mendengarkan apa yang mereka katakan,
membangun hubungan baik, peka terhadap pertanyaan saudara dan saudari kita,
memperkenankan diri kita diperkaya oleh berbagai karisma, panggilan dan
pelayanan. Setiap perjumpaan – seperti yang kita ketahui – membutuhkan
keterbukaan, keberanian, dan kesediaan untuk memperkenankan diri kita ditantang
oleh kehadiran dan cerita orang lain. Jika kita kadang-kadang lebih suka
berlindung dalam formalitas atau menampilkan citra yang sesuai – semangat
klerikal dan ningrat, di mana saya lebih Monsieur l’abbé daripada Bapa –
pengalaman perjumpaan mengubah kita; sering membuka kemungkinan baru dan tak
terduga. Setelah doa Malaikat Tuhan hari ini, saya akan bertemu dengan
sekelompok orang jalanan yang berkumpul hanya karena sekelompok orang berusaha
untuk mendengarkan mereka, kadang-kadang hanya untuk mendengarkan mereka. Dan
dari mendengarkan itu mereka berhasil memulai jalan baru. Seringkali Allah
menunjukkan jalan baru dengan cara ini. Ia mengundang kita untuk meninggalkan
kebiasaan lama kita. Segalanya berubah begitu kita mampu berjumpa secara tulus
dengan-Nya dan satu sama lain, tanpa formalisme atau kepura-puraan, tetapi apa
adanya.
Kata kerja kedua adalah mendengarkan.
Perjumpaan sejati hanya muncul dari mendengarkan. Yesus mendengarkan pertanyaan
orang itu serta keprihatinan agama dan keberadaan yang ada di baliknya. Ia
tidak memberikan jawaban tanpa komitmen atau menawarkan solusi yang sudah
dikemas sebelumnya; Ia tidak berpura-pura menanggapi dengan santun, hanya
sebagai cara untuk menyudahi dan melanjutkan perjalanan-Nya. Yesus hanya
mendengarkan, berapa pun waktu yang dibutuhkan; Ia tidak tergesa-gesa. Yang
terpenting, Ia tidak takut untuk mendengarkannya dengan hati-Nya dan bukan
hanya dengan telinga-Nya. Memang, Ia melakukan lebih dari sekadar menjawab
pertanyaan orang kaya itu; Ia memperkenankannya menceritakan kisahnya,
berbicara dengan bebas tentang dirinya. Kristus mengingatkannya tentang
berbagai perintah, dan orang itu mulai berbicara tentang masa mudanya, berbagi
perjalanan rohaninya dan usahanya untuk mencari Allah. Ini terjadi setiap kali
kita mendengarkan dengan hati : orang-orang merasa bahwa mereka didengar, bukan
dihakimi; mereka merasa bebas untuk menceritakan pengalaman mereka dan
perjalanan rohani mereka.
Marilah kita bertanya pada diri kita
sendiri secara terus terang selama proses sinode ini : Apakah kita pandai
mendengarkan? Seberapa baik "pendengaran" hati kita? Apakah kita
memperkenankan orang-orang untuk mengungkapkan diri mereka, berjalan dalam iman
meskipun mengalami kesulitan dalam hidup, dan menjadi bagian dari kehidupan
masyarakat tanpa terhalang, ditolak atau dihakimi? Ikut serta dalam Sinode
berarti menempatkan diri kita di jalan yang sama dengan Sang Sabda yang menjadi
daging. Artinya mengikuti jejak-Nya, mendengarkan perkataan-Nya bersama dengan
perkataan orang lain. Ini berarti dengan heran menemukan bahwa Roh Kudus
senantiasa mengejutkan kita, menyarankan jalan baru dan cara berbicara baru.
Pengamalan yang lambat dan mungkin melelahkan, pembelajaran untuk mendengarkan
satu sama lain - uskup, imam, kaum religius dan awam, semua orang yang dibaptis
- dan menghindari tanggapan yang dibuat-buat dan dangkal serta dikemas
sebelumnya. Roh Kudus meminta kita untuk mendengarkan pertanyaan, keprihatinan
dan harapan setiap Gereja, orang-orang dan bangsa-bangsa. Dan mendengarkan
dunia, tantangan dan perubahan yang ada di hadapan kita. Janganlah hati kita
kedap suara; janganlah kita tetap terkurung dalam kepastian kita. Begitu
seringnya kepastian kita bisa membuat kita tertutup. Marilah kita saling
mendengarkan.
Akhirnya, membedakan. Perjumpaan dan
mendengarkan dengan sendirinya bukanlah tujuan, meninggalkan segalanya seperti
sebelumnya. Sebaliknya, setiap kali kita masuk ke dalam dialog, kita
memperkenankan diri kita ditantang, maju dalam sebuah perjalanan. Dan pada
akhirnya, kita tidak lagi sama; kita diubah. Kita melihat hal ini dalam Bacaan
Injil hari ini. Yesus merasakan bahwa orang-orang di hadapan-Nya adalah
orang-orang yang baik dan religius, mematuhi perintah-perintah, tetapi Ia ingin
membimbingnya melampaui sekadar ketaatan terhadap aturan. Melalui dialog, Ia
membantunya untuk membedakan. Yesus mendorong orang itu untuk melihat ke dalam,
dalam terang kasih yang telah ditunjukkan Tuhan sendiri melalui tatapan-Nya
(bdk. ayat 21), dan membedakan dalam terang itu apa yang sungguh dihargai
hatinya. Dan dengan cara ini menemukan bahwa ia tidak dapat mencapai
kebahagiaan dengan mengisi hidupnya dengan lebih banyak ibadah, tetapi dengan
mengosongkan dirinya, menjual apa pun yang menghabiskan ruang dalam hatinya,
untuk memberi ruang bagi Allah.
Di sini juga menjadi pelajaran
berharga bagi kita. Sinode adalah suatu proses pembedaan rohani, pembedaan
gerejawi, yang terungkap dalam adorasi, dalam doa dan dalam dialog dengan sabda
Allah. Bacaan Kedua hari ini memberitahu kita bahwa firman Allah "hidup
dan kuat dan lebih tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat
dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum; ia sanggup
membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita" (Ibr 4:12). Firman Allah
memanggil kita untuk membedakan dan membawa terang pada proses itu. Firman Allah
membimbing Sinode, mencegahnya menjadi rapat Gereja, kelompok studi atau
pertemuan politik, dewan perwakilan rakyat, melainkan peristiwa yang dipenuhi
rahmat, proses penyembuhan yang dibimbing oleh Roh Kudus. Pada hari-hari ini,
Yesus memanggil kita, seperti yang dilakukan-Nya terhadap orang kaya dalam
Bacaan Injil, untuk mengosongkan diri, membebaskan diri dari semua yang
duniawi, termasuk model pastoral kita yang melihat ke dalam dan yang sudah
usang; serta bertanya pada diri kita apa yang ingin dikatakan Allah kepada kita
saat ini. Dan ke arah mana Ia ingin memimpin kita.
Saudara dan saudari yang terkasih,
marilah kita bersama melakukan perjalanan yang baik! Semoga kita menjadi para peziarah
yang mencintai Injil dan terbuka terhadap kejutan-kejutan Roh Kudus. Janganlah
kita melewatkan berbagai kesempatan penuh rahmat yang lahir dari perjumpaan,
pendengaran, dan pembedaan. Dalam keyakinan penuh sukacita bahwa, bahkan saat
kita mencari Tuhan, Ia senantiasa datang dengan kasih-Nya untuk menemui kita
terlebih dahulu.
______
(Peter Suriadi - Bogor, 10 Oktober
2021)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.