Bacaan Ekaristi : Kej. 1:1-2:2; Kej.
22:1-18; Kel. 14:15-15:1; Yes. 54:5-14; Yes. 55:1-11; Bar. 3:9-15,32-4:4; Yeh.
36:16-17a,18-28; Rm. 6:3-11; Mzm. 118:1-2,16ab-17,22-23; Luk. 24:1-12.
Malam telah tiba, saat lilin Paskah
perlahan bergerak menuju altar. Malam telah tiba, saat madah pujian Paskah
mengundang kegembiraan yang tulus, “Bergiranglah, umat seluruh dunia:
Terhalaukan kegelapan dosa: bersinar cahaya ilahi: Yesus Kristus, Junjungan
kita.” (Exsultet). Pada jam-jam terakhir malam itulah peristiwa yang
diceritakan dalam Injil yang baru saja kita dengar terjadi (lih. Luk 24:1-12).
Cahaya ilahi kebangkitan mulai bersinar dan Paskah Tuhan dari kematian menuju
kehidupan terjadi saat matahari akan terbit. Cahaya pertama fajar menyingkapkan
bahwa batu besar yang diletakkan di depan kubur Yesus telah terguling, saat
beberapa perempuan, berpakaian duka, berjalan menuju kubur. Kebingungan dan
ketakutan para murid masih diselimuti oleh kegelapan. Semuanya terjadi di malam
hari.
Dengan demikian, Misa Malam Paskah
mengingatkan kita bahwa terang kebangkitan menerangi jalan kita selangkah demi
selangkah; terang yang meneduhkan itu menerobos kegelapan sejarah dan bersinar
dalam hati kita, menyerukan tanggapan iman yang rendah hati, tanpa segala
bentuk kemenangan. Perjalanan Tuhan dari kematian menuju kehidupan bukan
peristiwa spektakuler yang dengannya Allah menunjukkan kuasa-Nya dan memaksa
kita untuk percaya kepada-Nya. Bagi Yesus, perjalanan melewati Kalvari bukan
akhir yang mudah. Kita juga tidak boleh mengalaminya seperti itu, dengan santai
dan tanpa berpikir. Sebaliknya, kebangkitan seperti benih-benih kecil cahaya
yang perlahan-lahan dan tanpa bersuara berakar dalam hati kita, terkadang masih
menjadi mangsa kegelapan dan ketidakpercayaan.
“Gaya” Allah ini membebaskan kita dari
kesalehan tanpa tubuh yang secara keliru membayangkan kebangkitan Tuhan
menyelesaikan segalanya seolah-olah disihir. Mengatasinya: kita tidak dapat
merayakan Paskah tanpa terus menghadapi malam-malam yang bersemayam dalam hati
kita dan bayang-bayang kematian yang begitu sering membayangi dunia kita.
Kristus memang menaklukkan dosa dan menghancurkan kematian, namun dalam sejarah
duniawi kita, kuasa kebangkitan-Nya masih terus digenapi. Dan penggenapan itu,
seperti benih-benih cahaya kecil, telah dipercayakan kepada kita, perlu kita
lindungi dan jadikan bertumbuh.
Saudara-saudari, khususnya selama Tahun
Yubileum ini, kita hendaknya merasakan dengan kuat dalam diri kita panggilan
untuk membiarkan pengharapan Paskah bersemi dalam hidup kita dan dunia!
Ketika pikiran tentang kematian terasa
berat di hati kita, ketika kita melihat bayang-bayang gelap kejahatan yang
merajalela di dunia kita, ketika kita merasakan luka-luka keegoisan atau
kekerasan yang bernanah dalam tubuh dan masyarakat kita, janganlah kita putus
asa, tetapi kembalilah kepada pesan malam ini. Cahaya bersinar teduh, meskipun
kita berada dalam kegelapan; janji kehidupan baru dan dunia yang akhirnya
terbebas menanti kita; dan awal yang baru, betapapun mustahilnya, dapat
mengejutkan kita, karena Kristus telah mengatasi kematian.
Pesan ini memenuhi hati kita dengan
pengharapan baru. Karena dalam diri Yesus yang bangkit, kita memiliki kepastian
bahwa sejarah pribadi kita dan keluarga manusiawi kita, meskipun masih terbenam
dalam kegelapan malam di mana cahaya tampak jauh dan redup, tetap berada di
tangan Allah. Dalam keagungan kasih-Nya, Ia tidak akan membiarkan kita goyah,
atau membiarkan kejahatan mengambil alih. Pada saat yang sama, pengharapan ini,
yang telah tergenapi dalam diri Kristus, tetap menjadi tujuan yang harus kita
capai. Namun, kita dipercaya supaya kita dapat memberikan kesaksian yang dapat
dipercaya, sehingga Kerajaan Allah dapat menemukan jalannya ke dalam hati
orang-orang di zaman kita.
Santo Agustinus mengingatkan kita,
“Kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus adalah hidup baru bagi mereka yang
percaya kepada-Nya; misteri sengsara dan kebangkitan-Nya ini harus kamu ketahui
dengan baik dan kamu teladani dalam hidupmu” (Khotbah 231, 2). Kita harus
merefleksikan Paskah dalam hidup kita dan menjadi pembawa pesan pengharapan,
pembangun pengharapan, bahkan saat begitu banyak angin kematian masih menerpa
kita.
Kita dapat melakukan ini melalui
perkataan kita, melalui perbuatan sederhana kita sehari-hari, melalui keputusan
yang diilhami oleh Injil. Seluruh hidup kita dapat menjadi kehadiran
pengharapan. Kita ingin menghadirkannya bagi mereka yang kurang beriman kepada
Tuhan, bagi mereka yang telah kehilangan jalan, bagi mereka yang telah menyerah
atau terbebani oleh kehidupan; bagi mereka yang sendirian atau kewalahan oleh
penderitaan mereka; bagi semua orang miskin dan tertindas di dunia kita; bagi
banyak perempuan yang dihina dan dibunuh; bagi mereka yang masih berada dalam
kandungan dan bagi anak-anak yang dianiaya; dan bagi para korban perang. Bagi
mereka semua dan masing-masing, marilah kita membawa pengharapan Paskah!
Saya suka memikirkan seorang mistikus
abad ketiga belas, Hadewijch dari Antwerp, yang, terinspirasi oleh Kidung
Agung, menggambarkan penderitaannya karena ketidakhadiran orang terkasih dan
memohon kembalinya cinta sehingga — sebagaimana dikatakannya — “memungkinkan
adanya titik balik bagi kegelapanku” (Poesie, Visioni, Lettere, Genoa 2000, 23).
Kristus yang bangkit adalah titik balik
definitif dalam sejarah umat manusia. Ia adalah pengharapan yang tidak pudar.
Ia adalah kasih yang menyertai dan menopang kita. Ia adalah masa depan sejarah,
tujuan akhir yang kita tuju, yang harus disambut ke dalam kehidupan baru di
mana Tuhan sendiri akan menghapus segala air mata kita dan “tidak akan ada lagi
maut, perkabungan, ratap tangis dan dukacita” (Why 21:4). Dan tanggung jawab
kita adalah mewartakan pengharapan Paskah ini, “titik balik” kegelapan menjadi
terang.
Saudari-saudari, masa Paskah adalah
masa pengharapan. “Masih ada ketakutan, masih ada kesadaran yang menyakitkan
akan dosa, tetapi juga ada cahaya yang bersinar... Paskah membawa kabar baik
bahwa meskipun keadaan dunia tampaknya semakin buruk, Si Jahat telah
dikalahkan. Paskah memungkinkan kita untuk menegaskan bahwa meskipun Allah
tampak sangat jauh dan meskipun kita tetap disibukkan dengan banyak hal kecil,
Tuhan kita berjalan bersama kita di jalan ... Dengan demikian ada banyak terang
pengharapan yang memancarkan cahayanya di jalan hidup kita” (H. Nouwen, Seruan
Memohon Kerahiman, Doa dari Umat Genesee).
Marilah kita memberi ruang bagi terang
Tuhan yang bangkit! Dan kita akan menjadi pembangun pengharapan bagi dunia.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 20 April 2025)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.