Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI MINGGU PASKAH VI DI BASILIKA SANTO YOHANES LATERAN 25 Mei 2025

Bacaan Ekaristi : Kis. 15:1-2,22-29; Mzm. 67:2-3,5,6,8; Why. 21:10-14.22-23; Yoh. 14:23-29.

 

Saya menyapa dengan hangat para kardinal yang hadir, dan terutama Vikaris Kardinal, para uskup auksiler, semua uskup dan para imam – para imam paroki, vikaris parokial dan semua orang yang dengan berbagai cara bekerja sama dalam pelayanan pastoral komunitas kita. Saya juga menyapa para diakon, para biarawan dan biarawati, para pejabat sipil dan kamu semua, umat awam yang terkasih.

 

Gereja Roma adalah pewaris sejarah besar, yang didasarkan pada kesaksian Petrus, Paulus dan para martir yang tak terhitung jumlahnya, dan memiliki misi yang unik, sebagaimana kita lihat dari prasasti di bagian depan katedral ini: menjadi Mater omnium Ecclesiarum, Bunda semua Gereja.

 

Paus Fransiskus sering mendorong kita untuk merenungkan dimensi keibuan Gereja (bdk. Evangelii Gaudium, 46-49, 139-141; Katekese, 13 Januari 2016) dan kualitas yang mendefinisikannya, yaitu kelembutan, pengurbanan diri, dan kemampuan untuk mendengarkan. Kualitas tersebut memampukannya tidak hanya untuk membantu sesama, tetapi juga sering kali mengantisipasi kebutuhan dan harapan mereka bahkan sebelum kebutuhan dan harapan itu diungkapkan. Kita berharap kualitas tersebut akan semakin hadir dalam diri umat Allah di mana pun, termasuk di sini, dalam keluarga besar keuskupan kita: dalam diri umat beriman, dalam diri para gembala, dan, pertama-tama, dalam diri saya sendiri. Bacaan-bacaan yang telah kita dengar dapat membantu kita untuk merenungkan kualitas ini.

 

Kisah Para Rasul (bdk. 15:1-2, 22-29) secara khusus menggambarkan bagaimana komunitas kristiani awal menghadapi tantangan untuk membuka diri terhadap dunia bukan Yahudi dalam pewartaan Injil. Ini bukan hal yang mudah; menuntut banyak kesabaran dan saling mendengarkan. Hal ini terjadi di komunitas Antiokhia, di mana saudara-saudara seiman, melalui dialog – dan bahkan perbedaan pendapat – menyelesaikan masalah bersama-sama. Paulus dan Barnabas kemudian pergi ke Yerusalem. Mereka tidak menyelesaikan masalah itu sendiri: mereka ingin bersekutu dengan Gereja Induk dan karena itu mereka pergi ke sana dengan kerendahan hati.

 

Di Yerusalem, mereka bertemu Petrus dan para Rasul, yang siap mendengarkan mereka. Ini adalah awal dialog yang akhirnya menghasilkan keputusan yang tepat. Menyadari kesulitan para petobat baru, mereka sepakat untuk tidak menanggungkan kepada mereka lebih banyak beban, tetapi hanya menekankan apa yang penting (lih. Kis 15:28-29). Dengan cara ini, apa yang mungkin tampak sebagai masalah menjadi kesempatan bagi setiap orang untuk berefleksi dan bertumbuh.

 

Akan tetapi, teks biblis memberitahu kita sesuatu yang lain, di luar dinamika manusiawi yang kaya dan menarik dari peristiwa tersebut.

 

Kita melihat hal ini dalam kata-kata yang digunakan oleh saudara-saudara di Yerusalem untuk mengomunikasikan keputusan mereka kepada komunitas yang ada di Antiokhia. Mereka menulis, “Sebab, keputusan tersebut tampaknya baik bagi Roh Kudus dan kami” (lih. Kis 15:28). Dengan kata lain, mereka menekankan bahwa bagian terpenting dari seluruh peristiwa itu adalah mendengarkan suara Allah, yang memungkinkan segala sesuatu yang lain terjadi. Dengan cara ini, mereka mengingatkan kita bahwa persekutuan dibangun terutama “di atas lutut kita,” melalui doa dan komitmen terus-menerus untuk bertobat. Karena hanya dengan cara ini kita masing-masing dapat mendengar dalam diri kita suara Roh yang berseru, “YaAbba, ya Bapa!” (Gal 4:6) dan kemudian, sebagai hasilnya, mendengarkan dan memahami sesama sebagai saudara dan saudari kita.

 

Bacaan Injil menegaskan kembali poin ini (bdk. Yoh 14:23-29). Bacaan Injil meyakinkan kita bahwa kita tidak sendirian dalam membuat keputusan hidup. Roh Kudus menopang kita dan menunjukkan jalan yang harus kita ikuti, “mengajar” kita dan “mengingatkan” kita akan semua yang telah dikatakan Yesus kepada kita (bdk. Yoh 14:26).

 

Pertama, Roh Kudus mengajarkan kita sabda Tuhan dengan menanamkannya jauh di dalam diri kita, dituliskan, sebagaimana digambarkan dalam Kitab Suci, bukan lagi pada loh batu, tetapi di dalam hati kita (bdk. Yer 31:33). Karunia ini membantu kita bertumbuh dan menjadi “surat Kristus” (bdk. 2Kor 3:3) bagi satu sama lain. Tentu saja, semakin kita memperkenankan diri kita diyakinkan dan diubah oleh Injil — memperkenankan kuasa Roh Kudus memurnikan hati kita, membuat kata-kata kita lugas, keinginan kita jujur ​​dan jelas, dan tindakan kita murah hati semakin kita mampu mewartakan pesannya.

 

Di sini, kata kerja yang lain berperan: kita mengingat, yaitu, kita merenungkan dalam hati kita tentang apa yang telah kita alami dan pelajari, untuk memahami maknanya lebih dalam dan menikmati keindahannya.

 

Saya pikir dalam hal ini proses mendengarkan yang menantang yang telah dilakukan Keuskupan Roma selama bertahun-tahun, sebuah proses yang dilakukan di berbagai tingkatan: mendengarkan dunia di sekitar kita untuk menanggapi tantangannya, dan mendengarkan dalam komunitas kita untuk memahami kebutuhan dan mengusulkan prakarsa penginjilan dan amal yang bijaksana dan profetik. Ini telah menjadi perjalanan yang menantang dan berkelanjutan yang dimaksudkan untuk merangkul kenyataan yang sangat kaya dan rumit. Namun, layak untuk sejarah Gereja lokal ini, yang telah menunjukkan, berulang kali, bahwa ia mampu "berpikir besar", tidak takut untuk memulai rencana yang berani serta menghadapi skenario yang baru dan menantang.

 

Hal ini terbukti dari berbagai upaya besar dan prakarsa yang telah dilakukan Keuskupan untuk menyambut dan memenuhi kebutuhan para peziarah selama Yubileum ini. Terima kasih! Semua ini telah membuat kota Roma tampak bagi para pengunjung, yang sebagian dari mereka telah menempuh perjalanan jauh, sebagai rumah yang luas, terbuka, dan ramah, dan terutama sebagai tempat yang penuh dengan iman yang mendalam.

 

Dari pihak saya, saya ingin menyampaikan keinginan kuat saya untuk berkontribusi pada proses besar yang sedang berlangsung ini dengan mendengarkan sebanyak mungkin orang, belajar, memahami, dan memutuskan berbagai hal bersama-sama, sebagaimana dikatakan Santo Agustinus, “sebagai seorang kristiani bersamamu dan seorang uskup bagimu” (bdk. Khotbah. 340, 1). Saya juga memintamu mendukung saya dalam doa dan amal, mengingat kata-kata Santo Leo Agung: "Semua kebaikan yang kita lakukan dalam menjalankan pelayanan kita adalah karya Kristus dan bukan karya kita, karena kita tidak dapat melakukan apa pun tanpa Dia. Namun, kita bermegah di dalam Dia, asal seluruh efektivitas karya kita" (Khotbah, 5, De Natali Ipsius, 4).

 

Perkenankan saya mengakhiri dengan menambahkan kata-kata yang diucapkan Beato Yohanes Paulus I, yang wajah gembira dan tenangnya telah membuatnya mendapat julukan "Paus yang tersenyum," saat menyapa keluarga keuskupan barunya pada tanggal 23 September 1978. "Santo Pius X," katanya, "ketika memasuki Venesia sebagai patriark, berseru di Gereja Santo Markus: 'Apa jadinya aku, umat Venesia yang terkasih, jika aku tidak mengasihimu?' Saya akan mengatakan sesuatu yang serupa kepada mu umat Roma: Saya meyakinkanmu bahwa saya mengasihimu, saya hanya ingin masuk ke dalam pelayananmu dan menempatkan kemampuan saya yang terbatas, sedikit yang saya miliki dan saya miliki, untuk melayani semua orang" (Khotbah pada Kepemilikian Takhta Uskup Roma).

 

Saya juga mengungkapkan kasih sayang saya kepadamu dan keinginan saya untuk berbagi denganmu, dalam perjalanan kita bersama, suka duka kita, perjuangan dan harapan kita. Saya juga mempersembahkan kepadamu "sedikit yang saya miliki dan apa adanya," dan mempercayakannya kepada perantaraan Santo Petrus dan Paulus serta semua saudara-saudari kita yang kekudusannya telah menerangi sejarah Gereja ini dan jalan-jalan kota ini. Semoga Perawan Maria menyertai kita dan menjadi perantara kita.

_____

(Peter Suriadi - Bogor, 26 Mei 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.