Bacaan Ekaristi : Kis 20:17-18a,28-32,36; 2Kor 5:14-20; Yoh 17:6,14-19.
Saudara-saudari
terkasih!
Hari
ini adalah hari penuh sukacita bagi Gereja dan kamu masing-masing, para
tertahbis presbiterat, bersama keluargamu, sahabat, dan sesama peziarah selama
tahun-tahun pembinaan. Sebagaimana ditegaskan dalam beberapa bagian Ritus
Tahbisan, hubungan antara apa yang kita rayakan hari ini dan umat Allah
bersifat hakiki. Kedalaman, keluasan, dan bahkan durasi sukacita ilahi yang
kini kita nikmati berbanding lurus dengan ikatan yang ada dan akan tumbuh di
antaramu para tertahbis dan umat yang darinya kamu berasal, tetap menjadi
bagian darinya, dan kepadanya kamu diutus. Saya akan membahas aspek ini, dengan
selalu mengingat bahwa jatidiri imam bergantung pada persatuan dengan Kristus,
sang imam agung dan kekal.
Kita
adalah umat Allah. Konsili Vatikan II membuat kesadaran ini lebih hidup, hampir
mengantisipasi saat ketika keanggotaan akan menjadi lebih lemah dan rasa akan
Allah lebih murni. Kamu menjadi saksi fakta bahwa Allah tidak pernah lelah
mengumpulkan anak-anak-Nya, betapapun beragamnya, dan membentuk mereka menjadi
kesatuan yang dinamis. Ini bukan sesuatu yang tergesa-gesa, tetapi embusan yang
lembut yang memulihkan harapan Nabi Elia saat ia putus asa (lih. 1Raj 19:12).
Sukacita Allah tidak hiruk-pikuk, tetapi benar-benar mengubah sejarah dan
membawa kita lebih dekat satu sama lain. Salah satu ikonnya adalah misteri
kunjungan Maria, yang direnungkan Gereja pada hari terakhir bulan Mei. Dari
perjumpaan Perawan Maria dan sepupunya Elisabet, kita melihat terlontarnya
Magnificat, nyanyian umat yang dikunjungi oleh rahmat.
Bacaan
yang baru saja diwartakan membantu kita menafsirkan apa yang juga terjadi di
antara kita. Dalam Bacaan Injil, bagi kita, pertama-tama, Yesus tidak tampak
sebagai orang yang dihancurkan oleh kematian yang akan tiba, atau oleh
kekecewaan atas ikatan yang putus atau belum tuntas. Sebaliknya, Roh Kudus,
memperkuat ikatan yang terancam itu. Dalam doa, ikatan itu menjadi lebih kuat
daripada kematian. Alih-alih memikirkan nasib pribadi-Nya, Yesus meletakkan
ikatan yang telah dibangun-Nya di sini di tangan Bapa. Kita adalah bagian
darinya! Karena Injil telah tiba bagi kita melalui ikatan yang dapat dikikis
oleh dunia, tetapi tidak dapat dihancurkan.
Para
tertahbis yang terkasih, bayangkanlah dirimu dalam jalan Yesus! Menjadi bagian
dari Allah — hamba Allah, umat Allah — mengikat kita ke bumi: bukan ke dunia
yang ideal, tetapi ke dunia yang nyata. Seperti Yesus, mereka adalah manusia
berdarah daging yang ditempatkan Bapa di jalanmu. Bagi mereka kamu menguduskan
diri, tanpa memisahkan diri dari mereka, tanpa mengasingkan diri, tanpa
menjadikan karunia yang diterima semacam hak istimewa. Paus Fransiskus telah
memperingatkan kita berkali-kali terhadap hal ini, karena mengacu diri akan
memadamkan api semangat misioner.
Gereja
secara konstitutif bersifat ekstrovert, sebagaimana ekstrovertnya kehidupan,
sengsara, kematian, dan kebangkitan Yesus. Kamu menjadikan sabda-Nya sebagai
sabdamu setiap kali merayakan Ekaristi: Ia adalah "untukmu dan semua
orang." Tidak seorang pun pernah melihat Allah. Ia telah berpaling kepada
kita, Ia telah keluar dari diri-Nya. Sang Putra menjadi eksegesisnya, kisah
yang hidup. Dan Ia memberi kita kuasa untuk menjadi anak-anak Allah. Jangan
mencari, jangan semakin mencari kuasa!
Semoga
gerakan penumpangan tangan, yang dengannya Yesus menerima anak-anak dan
menyembuhkan orang sakit, memperbarui dalam dirimu kuasa pembebasan pelayanan
mesianik-Nya. Dalam Kisah Para Rasul, gerakan itu, yang akan segera kami
ulangi, merupakan penyaluran Roh yang kreatif. Dengan demikian, kini Kerajaan
Allah membawa ke dalam persekutuan kebebasan pribadimu, bersedia keluar dari
dirimu, mencangkokkan kecerdasan dan kekuatan mudamu ke dalam misi Yubileum
yang diteruskan Yesus kepada Gereja-Nya.
Dalam
sapaannya kepada para penatua jemaat Efesus, yang penggalannya kita mendengar
dalam Bacaan Pertama, Paulus menyampaikan kepada mereka rahasia seluruh misi:
“Kamulah yang ditetapkan Roh Kudus menjadi pengawas” (Kis 20:28). Bukan
majikan, tetapi penjaga. Misi mereka adalah misi Yesus. Ia telah bangkit, oleh
karena itu Ia hidup dan berjalan mendahului kita. Tidak seorang pun dari kita
dipanggil untuk menggantikan-Nya. Hari Kenaikan Tuhan mengajarkan kita dalam
kehadiran-Nya yang tak terlihat. Ia memercayai kita, Ia memberi ruang bagi
kita; Ia bahkan melangkah lebih jauh dengan mengatakan, “Lebih berguna bagi
kamu, jika Aku pergi” (Yoh 16:7). Kita para uskup, para calon imam yang
terkasih, hari ini dengan melibatkanmu dalam misi juga memberi ruang bagimu.
Dan kamu memberi ruang bagi umat beriman dan setiap ciptaan, yang di dalamnya
Tuhan yang bangkit dekat serta berkenan mengunjungi dan membuat kita takjub.
Umat Allah jauh melebihi apa yang kita lihat. Janganlah kita mendefinisikan
batas-batasnya.
Mengenai
Santo Paulus, mengenai pidato perpisahannya yang mengharukan itu, saya ingin
menekankan kata kedua. Kata itu, sebenarnya, mendahului semua kata lainnya. Ia
berkata, “Kamu tahu, bagaimana aku hidup senantiasa di antara kamu” (Kis
20:18). Marilah kita simpan di dalam hati dan pikiran kita, terukir dengan
baik, ungkapan ini! “Kamu tahu, bagaimana aku telah bertindak”: transparansi
kehidupan. Kehidupan yang dipahami, kehidupan yang dapat dibaca, kehidupan yang
dapat dipercaya! Kita berdiri di antara umat Allah, sehingga kita dapat berdiri
di hadapan mereka, dengan kesaksian yang dapat dipercaya.
Bersama-sama,
kita akan membangun kembali kepercayaan terhadap Gereja yang terluka, yang
diutus kepada umat manusia yang terluka, di dalam ciptaan yang terluka. Kita
belum sempurna, tetapi kita perlu menjadi dapat dipercaya.
Yesus
yang bangkit memperlihatkan luka-luka-Nya kepada kita, dan meskipun luka-luka
itu merupakan tanda penolakan umat manusia, Ia mengampuni dan mengutus kita.
Janganlah kita melupakan-Nya! Ia juga mengembusi kita hari ini (lih. Yoh.
20:22) dan menjadikan kita pelayan pengharapan. “Sebab itu, kami tidak lagi
menilai seorang pun menurut ukuran manusia” (2Kor. 5:16): segala sesuatu yang
tampak hancur dan sirna di mata kita sekarang tampak bagi kita sebagai tanda
rekonsiliasi.
“Karena
kasih Kristus memiliki kita,” saudara-saudari terkasih! Kepemilikan yang
membebaskan dan memberdayakan kita untuk tidak memiliki siapa pun. Membebaskan,
bukan memiliki. Kita adalah milik Allah: tidak ada kekayaan yang lebih besar
ketimbang menghargai dan membagikan. Hanya kekayaan yang jika dibagikan akan
berlipat ganda. Kita ingin menunjukkan kepada dunia bahwa karena begitu besar
kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Putra-Nya yang
tunggal (lih. Yoh. 3:16).
Dengan
demikian, kehidupan yang diberikan oleh saudara-saudara ini, yang akan segera
menerima tahbisan presbiterat, penuh makna. Kita berterima kasih kepada mereka
dan Allah yang telah memanggil mereka untuk melayani seluruh umat imami.
Bersama-sama, sesungguhnya, kita menyatukan surga dan bumi. Dalam diri Maria,
Bunda Gereja, bersinar imamat bersama ini yang mengangkat yang hina, mengikat
generasi-generasi, dan membuat kita disebut berbahagia (lih. Luk 1:48,52).
Semoga ia, Bunda Maria yang penuh kepercayaan dan Bunda pengharapan, menjadi
perantara kita.
_____
(Peter Suriadi - Bogor, 31 Mei 2025)
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.