Liturgical Calendar

HOMILI PAUS LEO XIV DALAM MISA HARI MINGGU BIASA XV DI PAROKI KEPAUSAN SANTO THOMAS DARI VILLANOVA (CASTEL GANDOLFO) 13 JulI 2025

Bacaan Ekaristi : Ul. 30:10-14; Mzm. 69:14,17,30-31,33-34,36ab,37 atau Mzm. 19:8,9,10,11; Kol. 1:15-20; Luk. 10:25-37.

 

Saudara-saudari,

 

Saya bersukacita merayakan Ekaristi ini bersamamu. Saya menyapa semua yang hadir, komunitas paroki, para imam, dan yang mulia, para uskup keuskupan, serta para pejabat sipil dan militer.

 

Dalam Injil hari Minggu ini, kita telah mendengar salah satu perumpamaan Yesus yang paling indah dan menggerakkan. Kita semua tahu perumpamaan tentang Orang Samaria yang Murah Hati (Luk 10:25-37).

 

Perumpamaan itu senantiasa menantang kita untuk merenungkan hidup kita sendiri. Perumpamaan itu menyusahkan hati nurani kita yang terlena atau terganggu, dan memperingatkan kita tentang risiko iman yang berpuas diri, yang puas dengan ketaatan lahiriah terhadap Hukum Taurat tetapi tidak mampu merasakan dan bertindak dengan belas kasihan yang murah hati seperti Allah.

 

Perumpamaan itu sesungguhnya tentang belas kasihan. Memang, kisah Injil berbicara tentang belas kasihan yang menggerakkan seorang Samaria untuk bertindak, tetapi pertama-tama kisah itu berbicara tentang bagaimana orang lain memandang orang yang terluka yang tergeletak di pinggir jalan setelah diserang penyamun. Kita diberitahu bahwa ketika seorang imam dan seorang Lewi "melihat orang itu, ia melewatinya" (ayat 32). Namun, tentang orang Samaria itu, Bacaan Injil mengatakan, "Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan" (ayat 33).

 

Saudara-saudari terkasih, cara kita memandang orang lainlah yang terpenting, karena itu menunjukkan isi hati kita. Kita bisa melihat dan melewati begitu saja, atau kita bisa melihat dan tersentuh oleh belas kasihan. Ada jenis cara melihat yang dangkal, teralihkan, dan tergesa-gesa, cara melihat sambil berpura-pura tidak melihat. Kita bisa melihat tanpa tersentuh atau tertantang oleh penglihatan itu. Lalu, ada pula cara melihat dengan mata hati, melihat lebih dekat, berempati dengan orang lain, ambil bagian dalam pengalamannya, membiarkan diri kita tersentuh dan tertantang. Cara melihat ini mempertanyakan cara kita menjalani hidup dan tanggung jawab yang kita rasakan terhadap orang lain.

 

Perumpamaan ini berbicara kepada kita pertama-tama tentang cara Allah memandang kita, sehingga kita pada gilirannya dapat belajar bagaimana melihat situasi dan orang-orang dengan mata-Nya, yang penuh kasih dan belas kasihan. Orang Samaria yang murah hati sungguh merupakan gambaran Yesus, Putra kekal yang diutus Bapa ke dalam sejarah kita justru karena Ia memandang umat manusia dengan belas kasihan dan tidak melewati begitu saja. Seperti orang dalam Bacaan Injil yang turun dari Yerusalem ke Yerikho, umat manusia sedang terjerumus ke jurang kematian; di zaman kita juga, kita harus menghadapi kegelapan kejahatan, penderitaan, kemiskinan, dan teka-teki kematian. Namun, Allah telah memandang kita dengan belas kasihan; Ia ingin menapaki jalan yang sama dan turun di antara kita. Dalam diri Yesus, Orang Samaria yang murah hati, Ia datang untuk menyembuhkan luka-luka kita serta mencurahkan balsem kasih dan kemurahhatian-Nya kepada kita.

 

Paus Fransiskus, yang sering mengingatkan kita bahwa Allah adalah kemurahan hati dan belas kasihan, pernah menyebut Yesus sebagai "belas kasihan Bapa kepada kita" (Doa Malaikat Tuhan, 14 Juli 2029). Santo Agustinus memberitahu kita bahwa, sebagai Orang Samaria yang murah hati yang datang menolong kita, Yesus "ingin dikenal sebagai sesama kita. Sungguh, Tuhan Yesus Kristus menyadarkan kita bahwa Dialah yang peduli kepada orang yang hampir meninggal karena dipukuli para penyamun dan ditinggalkan di pinggir jalan (De Doctrina Christiana, I, 30.33).

 

Maka, kita dapat memahami mengapa perumpamaan ini begitu menantang bagi kita masing-masing. Jika Kristus menunjukkan kepada kita wajah Allah yang penuh belas kasihan, maka percaya kepada-Nya dan menjadi murid-Nya berarti membiarkan diri kita diubah dan memiliki perasaan yang sama seperti Dia. Itu berarti belajar memiliki hati yang tergerak, mata yang melihat dan tak berpaling, tangan yang membantu orang lain dan menyembuhkan luka mereka, bahu yang memikul beban mereka yang membutuhkan.

 

Dalam Bacaan Pertama hari ini, kita mendengar perkataan Musa, yang memberitahu kita bahwa menaati perintah-perintah Tuhan serta mengarahkan pikiran dan hati kita kepada-Nya tidak berarti memperbanyak tindakan lahiriah, melainkan melihat ke dalam hati kita dan menemukan bahwa di sanalah Allah telah menuliskan hukum kasih-Nya. Jika kita menyadari jauh di lubuk hati bahwa Kristus, Orang Samaria yang murah hati, mengasihi kita dan peduli kepada kita, kita juga akan tergerak untuk mengasihi dengan cara yang sama dan menjadi penuh belas kasihan seperti Dia. Setelah kita disembuhkan dan dikasihi oleh Kristus, kita juga dapat menjadi saksi kasih dan belas kasihan-Nya di dunia kita.

 

Saudara-saudari, hari ini kita membutuhkan "revolusi kasih" ini. Hari ini, jalan yang membentang dari Yerusalem ke Yerikho adalah jalan yang dilalui oleh semua orang yang jatuh ke dalam dosa, penderitaan, dan kemiskinan. Jalan yang dilalui oleh semua orang yang terbebani oleh masalah atau terluka oleh kehidupan. Jalan yang dilalui oleh semua orang yang jatuh, kehilangan arah, dan mencapai titik terendah. Jalan yang dilalui oleh semua orang yang dilucuti, dirampok, dan dijarah, korban sistem politik tirani, ekonomi yang memaksa mereka jatuh miskin, dan perang yang menghancurkan impian dan kehidupan mereka.

 

Apa yang kita lakukan? Apakah kita hanya melihat dan berjalan melewati, atau apakah kita membuka hati kita kepada orang lain, seperti orang Samaria itu? Apakah kita terkadang hanya puas melakukan tugas kita, atau menganggap sebagai sesama kita hanya mereka yang merupakan bagian dari kelompok kita, yang berpikir seperti kita, yang memiliki kebangsaan atau agama yang sama dengan kita? Yesus menjungkirbalikkan cara berpikir ini dengan menyajikan dirinya kepada kita sebagai seorang Samaria, orang asing atau orang yang tidak seagama, yang bertindak sebagai sesama bagi orang yang terluka itu. Dan Ia meminta kita melakukan hal yang sama.

 

Orang Samaria, tulis Benediktus XVI, “tidak bertanya sejauh mana kewajiban solidaritasnya. Ia juga tidak bertanya tentang jasa yang dibutuhkan untuk kehidupan kekal. Sesuatu yang lain terjadi: hatinya terluka... Jika diajukan pertanyaan ‘Apakah orang Samaria juga sesamaku?’ kepadanya, ia pasti menjawab tidak, mengingat situasi saat itu. Namun Yesus kini membalikkan seluruh masalah: orang Samaria, orang asing itu, menjadikan dirinya sesama dan menunjukkan kepada saya bahwa saya harus belajar menjadi sesama di lubuk hati dan bahwa saya sudah memiliki jawabannya dalam diri saya. Saya harus menjadi seperti seseorang yang sedang jatuh cinta, seseorang yang hatinya terbuka diguncang oleh kebutuhan orang lain” (Yesus dari Nazaret, 197).

 

Memandang tanpa berjalan, menghentikan laju kehidupan kita yang sangat menggelisahkan, membiarkan kehidupan orang lain, siapa pun mereka, dengan kebutuhan dan masalah mereka, menyentuh hati kita. Itulah yang menjadikan kita sesama bagi satu sama lain, yang melahirkan persaudaraan sejati dan meruntuhkan tembok serta penghalang. Pada akhirnya, kasih menang, dan terbukti lebih berkuasa daripada kejahatan dan maut.

 

Sahabat-sahabat terkasih, marilah kita memandang Kristus, Orang Samaria yang murah hati. Marilah kita mendengarkan kembali suara-Nya hari ini. Karena Ia berkata kepada kita masing-masing, "Pergilah dan perbuatlah demikian" (ayat 37).

 

[Kata-kata Bapa Suci di akhir Misa Kudus]

 

Pada saat ini, saya ingin mempersembahkan sebuah hadiah kecil kepada pastor paroki kepausan ini, untuk mengenang perayaan kita hari ini. Patena dan sibori yang kita gunakan untuk merayakan Ekaristi adalah sarana persekutuan, dan keduanya dapat menjadi undangan bagi kita semua untuk hidup dalam persekutuan, dan sungguh-sungguh mengembangkan persaudaraan ini, persekutuan yang kita hidupi dalam Yesus Kristus ini.

_____________________

(Peter Suriadi - Bogor, 13 Juli 2025)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.