Bacaan
Ekaristi : 1Raj 2:1-4,10-12; Mrk 6:7-13
Menghayati seluruh hidup kita di dalam Gereja, sebagai orang-orang berdosa bukan sebagai para pengkhianat yang korup, dan dengan suatu sikap harapan yang memungkinkan
kita meninggalkan harta peninggalan, bukan harta kekayaan
materi, tetapi suatu kesaksian bagi
kekudusan. Paus
Fransiskus
merenungkan tentang "rahmat agung"
ini dalam homilinya pada Misa harian Kamis pagi, 6
Februari 2014, di Kapel Santa Marta, Vatikan.
Bapa Suci memusatkan homilinya pada misteri kematian,
mengacu pada Bacaan Pertama (1Raj 2:1-4,10-12) yang di dalamnya
beliau mengatakan, "kita
mendengar kisah kematian Daud". "Kita ingat permulaan hidupnya, ketika ia dipilih dan diurapi oleh
Tuhan", ketika ia hanya "seorang anak
laki-laki kecil".
"Setelah hanya beberapa tahun ia menjadi raja", tetapi ia masih hanya "seorang anak laki-laki,
sekitar usia 22 atau 23 tahun".
Seluruh hidup Daud merupakan "sebuah
jalan, sebuah perjalanan yang telah ia buat pada pelayanan rakyatnya". Dan
"itu berakhir seperti itu telah dimulai". Adalah sama dengan kehidupan
kita, kata Paus. Dalam kehidupan kita juga kita "mulai, berjalan, maju dan
berakhir". Memikirkan kematian Daud "dari hati", Paus menawarkan
tiga titik permenungan. Pertama, beliau menunjukkan bahwa "Daud meninggal
dalam pangkuan Gereja, dalam pangkuan umat-Nya. Kematian tidak mendapatinya di
luar rumat-Nya "tetapi dalam umat-Nya". Dengan cara ini ia menghayati
"kepemilikan umat Allah". Memang benar bahwa Daud "telah berdosa
: ia menyebut dirinya sendiri seorang berdosa". Tetapi "ia tidak
pernah meninggalkan umat Allah : ia adalah seorang berdosa, ya, tetapi bukan
seorang pengkhianat". Ini, Paus mengatakan, "adalah sebuah rahmat".
Rahmat untuk "tetap berada dalam Umat Allah sampai akhir" dan
"mati di pangkuan Gereja, tepat di tengah-tengah umat Allah".
Menyoroti segi ini, Paus mengundang semua orang
"untuk meminta anugerah meninggal di rumah : meninggal di rumah, di
dalam Gereja". Beliau berpendapat bahwa "ini adalah sebuah rahmat" yang Anda "tidak dapat beli" karena "merupakan sebuah karunia dari Allah". Kita "harus memohon : Tuhan, berilah aku karunia meninggal di rumah, di dalam Gereja". Bahkan andaikan kita "semua orang-orang berdosa",
kita harus jangan pernah menjadi "para pengkhianat" ataupun
"korup".
Gereja, Paus menjelaskan, "adalah seorang ibu dan menginginkannya terjadi", bahkan andaikan "pada banyak waktu kotor". Karena
ia yang
"membersihkan kita : ia adalah ibu kita, dan ia tahu bagaimana melakukannya". Tetapi itu terserah kepada kita untuk
"memohonkan rahmat meninggal di rumah ini".
Paus Fransiskus kemudian
mengusulkan pemikirannya yang
kedua tentang
kematian Daud. "Dalam kisah ini", beliau
mencatat, "Anda dapat
melihat bahwa Daud tenang, penuh kedamaian, dan tentram". Ke titik di mana ia "memanggil anaknya dan berkata: Aku ingin menjalani jalan setiap orang di bumi". Dengan
kata lain, Daud mengakui: "Sekarang giliran
saya!". Kemudian kita membaca dalam Kitab Suci bahwa "Daud mendapat perhentian bersama para nenek moyangnya". Raja, Paus
menjelaskan, "menerima kematiannya dengan
harapan, dalam damai". Dan "ini adalah rahmat lainnya : rahmat meninggal dengan harapan", dengan
"kesadaran bahwa ini hanya sebuah
langkah"
dan bahwa "kita menunggu di sisi lain". Memang, bahkan setelah
kematian akan ada "rumah, akan ada keluarga, saya tidak akan
sendirian!". Merupakan sebuah rahmat yang harus
dicari terutama "di saat-saat terakhir kehidupan, karena kita tahu bahwa
hidup adalah sebuah perjuangan dan bahwa roh jahat
mengambil keuntungan".
Bapa Suci juga ingat kesaksian
Santa Theresia dari Kanak-kanak Yesus, yang
"mengatakan bahwa, di akhir hidupnya, ada sebuah perjuangan dalam jiwanya, dan ketika ia berpikir tentang masa depan, tentang apa yang menantinya setelah kematian, di surga, ia merasa seolah-olah sebuah suara berkata:
tapi tidak, jangan konyol, kegelapan menanti Anda, hanya kegelapan kehampaan sedang menunggu Anda". Itu, Paus mengatakan, "adalah iblis yang tidak menginginkannya percaya pada Allah".
Oleh karena itu pentinglah "memohon rahmat meninggal dengan harapan, percaya pada Allah". Tetapi
"percaya pada Allah", Paus mengatakan, "harus
mulai sekarang, dalam hal-hal kecil kehidupan, dan juga dalam masalah-masalah besar
: kita harus
selalu bergantung pada Tuhan. Dengan cara ini, mempercayai Tuhan menjadi sebuah kebiasaan dan harapan
meloncat maju". Oleh
karena itu "meninggal di rumah dan meninggal dengan harapan" merupakan "dua hal
yang dapat kita pelajari dari kematian Daud".
Permenungan ketiga yang dibagikan Paus Fransiskus yaitu tentang "masalah harta peninggalan". Dalam hal ini, "Kitab Suci", beliau menjelaskan, "mengatakan kepada kita bahwa ketika Daud meninggal, semua cucu dan cicit datang untuk meminta harta peninggalan mereka!". Seringkali ada "banyak skandal menyangkut harta peninggalan, skandal-skandal yang memporak-porandakan keluarga-keluarga". Tetapi harta peninggalan yang ditinggalkan Daud bukan harta kekayaan. Kita membaca dalam Kitab Suci : "Dan kerajaannya sangat kokoh". Daud telah "meninggalkan harta peninggalan 40 tahun pemerintahan bagi rakyatnya dan rakyat dikuatkan".
Bapa Suci mengingat "pepatah
terkenal" yang mengatakan bahwa "setiap orang harus memiliki seorang anak, menanam
sebuah
pohon dan menulis sebuah
buku, sehingga meninggalkan
harta
peninggalan terbaik". Paus mengundang semua
orang untuk bertanya pada diri
mereka sendiri
: "Apa harta
peninggalan yang akan saya tinggalkan bagi orang-orang yang
datang setelah saya? Apakah saya akan meninggalkan suatu harta peninggalan bersama hidup saya? Apakah saya melakukan begitu banyak kebaikan sehingga orang-orang menginginkan saya sebagai seorang ayah atau ibu?". Mungkin saya belum "menanam sebuah pohon" atau "menulis
sebuah
buku", "tetapi apakah saya memberikan kebijaksanaan dalam hidup?".
"Harta peninggalan sesungguhnya adalah harta
peninggalan Daud" yang di ambang kematian yang mengatakan kepada Salomo,
anak laki-lakinya : "Kamu adalah
orang yang kuat dan mampu.
Patuhilah hukum Tuhan, Allahmu, dengan mengikuti
ketetapan-ketetapan-Nya dan melaksanakan hukum-hukum-Nya
".
Kata-kata Daud membantu
kita untuk memahami bahwa sesungguhnya
"harta peninggalan adalah kesaksian yang
kita tinggalkan bagi kepada orang
lain sebagai orang-orang Kristiani". Memang ada beberapa orang
yang "meninggalkan harta
peninggalan yang besar: kita berpikir tentang orang-orang
kudus yang menghayati Injil dengan kekuatan demikian... meninggalkan
kita
sebuah cara hidup, sebuah
cara menjalani
hidup sebagai sebuah harta
peninggalan".
Sebagai kesimpulan Paus meringkas tiga pokok pemikirannya dan mengubahnya menjadi sebuah doa kepada Santo Daud, agar Ia "memberikan kita tiga rahmat ini : memohon rahmat meninggal di rumah, di dalam Gereja; memohon rahmat meninggal dengan harapan , dengan harapan; dan memohon rahmat meninggalkan sebuah harta peninggalan yang indah, sebuah harta peninggalan yang manusiawi, sebuah harta peninggalan yang terdiri kesaksian kehidupan Kristiani kita".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.