Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 26 JANUARI 2015 : PARA PEREMPUAN PERTAMA DAN TERUTAMA DALAM PENERUSAN IMAN

Bacaan Ekaristi : Ibr. 9:15.24-28; Mrk. 3:22-30

Peran utama dan tidak boleh tidak dari para perempuan dalam penerusan iman kepada generasi-generasi baru: inilah fokus homili Paus Fransiskus dalam Misa harian Senin pagi 26 Januari 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan, yang bertepatan dengan Pesta Santo Timotius dan Santo Titus, uskup dan murid Santo Paulus Rasul. Oleh karena itu Paus Fransiskus mengulas secara khusus surat kedua Rasul Paulus kepada Timotius.

Paulus mengingatkan Timotius dari mana "imannya yang tulus" berasal : imannya berasal dari Roh Kudus, "melalui ibu dan neneknya". Paus Fransiskus melanjutkan dengan mengatakan, "Para ibu dan para nenek adalah orang-orang yang [in primis = lebih dahulu] meneruskan iman". Bapa Suci melanjutkan dengan mengatakan: satu hal adalah menyampaikan iman, dan satu hal lagi mengajarkan perkara iman. Iman merupakan sebuah karunia : tidaklah mungkin mempelajari Iman. Kita mempelajari hal-hal iman, ya, memahaminya lebih baik, tetapi dengan mempelajari [semata] orang tidak pernah datang kepada iman. Iman adalah sebuah karunia Roh Kudus, yang melampaui segala jajaran ["akademis"].

Iman, apalagi, adalah sebuah karunia yang disampaikan dari generasi ke generasi, melalui "karya indah para ibu dan para nenek, karya bagus para perempuan yang memainkan peran-peran tersebut", dalam sebuah keluarga, "entah mereka menjadi pembantu rumah tangga atau bibi", yang meneruskan iman.

Itu terjadi pada saya: mengapa terutama perempuan, yang meneruskan iman? Hanya karena orang yang membawakan kita Yesus adalah seorang perempuan. Ini adalah jalan yang dipilih oleh Yesus. Ia ingin memiliki seorang ibu: karunia iman datang kepada kita melalui para perempuan, sebagaimana Yesus datang kepada kita melalui Maria.

"Kita perlu", kata Paus Fransiskus, "di dalam zaman kita memikirkan apakah para perempuan benar-benar menyadari tugas bahwa mereka harus meneruskan iman". Paulus mengajak Timotius untuk menjaga iman, deposit Iman, menghindari "omong kosong kafir, obrolan kosong dunia". Beliau melanjutkan dengan mengatakan, "Kita  memiliki - kita semua - menerima karunia iman. kita harus menjaganya, setidaknya agar tidak menjadi tersiram ke bawah, sehingga tetap kuat, dengan kuasa Roh Kudus yang memberikannya kepada kita". Kita menjaga iman dengan menghargai dan memeliharanya setiap hari:

Jika kita tidak memiliki kepedulian ini, setiap hari, menghidupkan kembali karunia Allah ini yang adaah iman, melainkan membiarkan iman melemah, terencerkan, Iman akhirnya menjadi sebuah budaya: 'Ya, tetapi, ya, ya, saya seorang Kristiani, ya ya'- hanya budaya belaka - atau sebuah gnosis, [sejenis] pengetahuan khusus: 'Ya, saya tahu dengan baik semua perkara Iman, saya tahu katekismus'. Tapi bagaimana Anda menghidupi iman Anda? Ini, kemudian, merupakan pentingnya menghidupkan kembali setiap hari karunia ini: membawanya kepada kehidupan.

Santo Paulus mengatakan bahwa ada dua hal khususnya, yang kontras dengan sebuah Iman yang hidup: "semangat takut-takut dan semangat malu-malu":

Allah tidak memberi kita semangat takut-takut. Semangat takut-takut bertentangan dengan karunia iman: ia tidak membiarkan iman tumbuh, maju, menjadi besar. Malu-malu, pada gilirannya, adalah dosa berikutnya, [yang mengatakan]: 'Ya, saya memiliki Iman, tetapi saya menutupinya, sehingga itu tidak terlalu banyak terlihat'. Sedikit di sini, sedikit di sana - itu adalah, sebagaimana dikatakan para leluhur kita, sebuah "air mawar" iman - karena saya malu untuk menghidupinya dengan kuat. Bukan : ini bukan Iman: [Iman tidak mengenal] takut-takut atau malu-malu. Apa itu, kemudian? Itu adalah sebuah semangat kekuasaan, kasih dan kehati-hatian: itulah apa iman itu. Ini adalah iman".

Paus Fransiskus menjelaskan bahwa semangat kehati-hatian adalah mengetahui bahwa kita tidak bisa melakukan segala sesuatu yang kita inginkan: itu berarti mencari cara, jalan, arti yang dengannya membawa Iman maju, dengan kehati-hatian. "Kita memohon anugerah Tuhan", beliau mengakhiri, "agar kita boleh memiliki Iman yang tulus, Iman yang tidak bisa ditawar, tergantung pada kesempatan-kesempatan yang datang, sebuah iman yang setiap hari saya coba hidupkan kembali atau setidaknya meminta Roh Kudus untuk menghidupkannya kembali, dan itu membuatnya berbuah banyak"

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.