Bacaan Ekaristi : 2Kor 11:18.21b-30; Mat 6:19-23
Harta yang diperhitungkan adalah harta yang diakui oleh "bursa surga". Harta tersebut tidak berdasarkan logika keserakahan manusia, dan ditakdirkan untuk dimakan "ngengat dan karat", dan bahkan menghasut peperangan. Jadi rahasia yang sebenarnya adalah menyalurkan diri kita sebagai para pengurus otentik yang menempatkan semua barang "pada pelayanan orang lain". Saran praktis ini ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Jumat pagi 19 Juni 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
"Yesus kembali kepada sebuah katekese yang sangat berharga bagi-Nya : katekese tentang harta", Paus Fransiskus mengawali, ketika beliau menafsirkan ulang bacaan Injil hari itu (Mat 6:19-23). "Saran-Nya sangat jelas di sini: 'Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi'". Dan Yesus juga menjelaskan mengapa : "di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya". Dengan kata lain, Paus Fransiskus mengatakan, "Yesus mengatakan kepada kita bahwa berbahayalah bermain-main dengan sikap ini dan menyimpan harta di bumi". Memang benar, Paus Fransiskus mengakui, bahwa mungkin "sikap ini berakar pada keinginan untuk keamanan". Seolah-olah mengatakan "Aku ingin aman dan, karena alasan ini, aku memiliki tabungan ini".
Namun "kekayaan tidak seperti sebuah patung, mereka tidak diam saja : kekayaan memiliki kecenderungan untuk tumbuh, bergerak, mengambil tempat mereka dalam kehidupan dan dalam hati seseorang". Dan "ini adalah bagaimana bahwa orang yang mengumpulkan harta agar tidak menjadi budak kemiskinan, akhirnya menjadi budak harta". Oleh karena itu, ini adalah saran Yesus : 'Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi'. Terutama, Paus Fransiskus menambahkan, "kekayaan bahkan menyerang hati, mengambil alih hati dan merusak hati. Dan orang itu akhirnya rusak karena sikap mengumpulkan harta ini".
Paus Fransiskus kemudian mengingatkan bahwa "Yesus, dalam katekese lain dengan tema yang sama, dengan topik yang sama, berbicara tentang orang yang memiliki panen raya gandum dan berpikir: apa yang harus dilakukan sekarang? Aku akan merobohkan lumbungku, dan membangun yang lebih besar". Tetapi Tuhan berkata: "Hai Bodoh, malam ini kamu akan mati". Dan ini, Paus Fransiskus menjelaskan, "adalah gambaran kedua dari sikap ini: orang yang mengumpulkan harta tidak menyadari bahwa ia akan meninggalkannya".
Dalam bacaan Injil hari itu, "Yesus berbicara tentang ngengat dan karat, tetapi apakah mereka? Mereka adalah kerusakan hati, kehancuran hati, dan bahkan kehancuran keluarga-keluarga". Oleh karena itu Paus Fransiskus juga mengingatkan bahwa "ini adalah orang yang pergi kepada Yesus dan mengatakan kepada-Nya : 'Tolong, katakan kepada saudaraku untuk berbagi warisan denganku!'". Dan kembali datang nasihat Tuhan: "Berhati-hatilah untuk tidak menjadi melekat pada harta!". Tetapi "wacana ini berjalan lebih jauh", Paus Fransiskus menjelaskan. "Bagian selanjutnya dari apa yang dibacakan sangat jelas : Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain". Dengan kata-kata lain, Tuhan berkata, "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon".
Penegasan ini sangat jelas, Paus Fransiskus menyatakan. "Memang benar, jika kita mendengar orang-orang dengan sikap menyimpan harta ini, mereka akan 'menimbun' begitu banyak alasan untuk membenarkan diri mereka sendiri, begitu banyak!". Namun, "pada akhirnya, harta ini tidak memberikan keamanan selama-lamanya. Sebaliknya, harta tersebut mengurangi martabat kalian". Dan ini juga berlaku bagi keluarga-keluarga : begitu banyak keluarga terpecah karena harta.
Apa lagi: "Bahkan pada akar peperangan ada ambisi yang menghancurkan, yang merusak ini", Paus Fransiskus menunjukkan. Bahkan, "di dunia ini, pada saat ini, ada begitu banyak peperangan karena keserakahan akan kekuasaan, akan kekayaan". Tetapi "kita dapat memikirkan peperangan dalam hati kita : 'Waspadalah terhadap semua ketamakan', Tuhan berkata". Karena "keserakahan berjalan ke depan, ia berjalan terus, ia berjalan terus : ia adalah sebuah langkah, ia membuka pintu, kemudian datanglah kesombongan - mempercayai milik kalian adalah penting, mempercayai kalian adalah mujarab - dan, pada akhirnya, kebanggaan". Dan "dari sanalah semua kejahatan, semuanya : mereka adalah langkah-langkah, tetapi langkah pertama adalah keserakahan, keinginan untuk mengumpulkan harta".
Paus Fransiskus kemudian mengingatkan "sebuah pepatah yang sangat indah : setan masuk melalui dompet" atau "ia masuk melalui saku, itu hal yang sama: ini adalah pintu masuk setan, dan dari sanalah semua kejahatan, menuju jaminan-jaminan yang tidak aman ini" . Dan, Paus Fransiskus menjelaskan, "ini sebenarnya pengrusakan, ia adalah ngengat dan karat yang mengecoh kita". Terutama, "mengumpulkan adalah benar-benar sebuah kualitas manusia : menjadikan benda-benda dan menguasai dunia bahkan merupakan sebuah perutusan". Tetapi "apa yang harus aku simpan?". Jawaban Yesus dalam Injil hari itu jelas: malahan, "kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya". Ini benar-benar "perjuangan sehari-hari: bagaimana mengelola dengan baik harta di bumi sehingga mereka diarahkan ke surga dan menjadi harta surga".
"Ketika Tuhan memberkati seseorang dengan harta", Paus Fransiskus menyatakan, "Ia menjadikannya pengurus harta itu untuk kebaikan bersama dan untuk kebaikan semua", dan "bukan untuk kebaikannya sendiri". Tetapi "tidaklah mudah untuk menjadi seorang pengurus yang jujur, karena selalu ada godaan keserakahan, menjadi penting: dunia mengajarkan kita hal ini dan menurunkan kita di jalan ini".
Malahan orang seharusnya "memikirkan orang lain, mengingat bahwa apa yang aku miliki adalah untuk melayani orang lain dan bahwa aku tidak akan dapat ambil bersamaku apapun yang aku miliki". Memang, "jika aku mempergunakan untuk kebaikan bersama apa yang telah diberikan Tuhan kepadaku, sebagai seorang pengurus, ini menguduskanku, ia akan menjadikan aku kudus". Namun, "itu tidak mudah", Paus Fransiskus berkata lagi. Jadi "setiap hari kalian harus beristirahat di dalam hati kalian dengan menanyai di kalian : di manakah hartamu? Dalam kekayaan atau dalam kepengurusan ini, dalam pelayanan untuk kebaikan bersama ini?".
Inilah sebabnya mengapa "ketika seorang kaya melihat bahwa hartanya diberikan untuk kebaikan bersama, dan dalam hatinya dan dalam hidupnya ia hidup sederhana, seolah-olah ia miskin: orang itu kudus, orang itu berada di jalan kekudusan, karena hartanya adalah untuk semua orang". Tetapi "itu sulit, itu seperti bermain api", Paus Fransiskus menambahkan. Ini adalah alasan bahwa "begitu banyak orang menenangkan hati nurani mereka dengan amal dan memberikan apa yang mengembangkan mereka". Namun, "orang itu bukan seorang pengurus: seorang pengurus mendapatkan bagi dirinya sendiri melalui apa yang ia kembangkan dan memberikan kepada orang lain, segalanya, dalam pelayanan". Memang, "mengelola kekayaan adalah sebuah penanggalan terus menerus kepentingan kita sendiri dan tidak berpikir bahwa kekayaan ini akan memberi kita keselamatan". Oleh karena itu, "menyimpan : ya, oke, harta: ya, oke, tetapi harta yang memiliki nilai - dapat dikatakan - di 'bursa surga': di sana, menyimpan di sana!".
Terutama, Paus Fransiskus menjelaskan, "Tuhan dalam hidup-Nya hidup sebagai orang miskin, namun sungguh berharta!". Paulus sendiri, Paus Fransiskus melanjutkan, mengacu pada Bacaan Pertama (2 Kor 11:18,21-30), "hidup sebagai orang miskin dan apa yang ia banggakan? Kelemahannya". Dan "ia memiliki kesempatan, ia memiliki kekuatan, tetapi selalu dalam pelayanan, selalu dalam pelayanan". Dengan demikian, Paus Fransiskus menggarisbawahi, "dalam pelayanan" adalah benar-benar frasa kunci, menambahkan: "Baptisan menjadikan kita saudara satu sama lain melalui melayani, melalui penelanjangan diri kita: tidak menelanjangi satu sama lain, tetapi menelanjangi diriku sendiri dan memberikan kepada yang lain".
Mari kita berpikir, Paus Fransiskus menyarankan, "bagaimana hati kita, bagaimana cahaya hati kita, bagaimana daya pandang hati kita: sederhanakah?". Tuhan mengatakan, sekali lagi dalam Injil menurut Matius, bahwa "seluruh tubuh akan bercahaya". Namun, jika "tubuh buruk, jika tubuh melekat pada kepentingan-kepentingannya sendiri dan bukan pada kepentingan-kepentingan orang lain, ini akan menggelapkan hati". Orang ini "membuat harta melalui kejahatan dan korupsi: menggelapkan hati ketika seseorang melekat pada harta".
Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mengingatkan bahwa "dalam perayaan Ekaristi Tuhan yang begitu kaya - begitu kaya! - menjadikan diri-Nya miskin untuk memperkaya kita". Justru "dengan kemiskinan-Nya Ia mengajarkan kita jalan tidak mengumpulkan harta di bumi ini, karena mereka merusak". Dan, "ketika kita memiliki mereka, pergunakanlah, sebagai para pengurus, dalam pelayanan bagi orang lain".
Harta yang diperhitungkan adalah harta yang diakui oleh "bursa surga". Harta tersebut tidak berdasarkan logika keserakahan manusia, dan ditakdirkan untuk dimakan "ngengat dan karat", dan bahkan menghasut peperangan. Jadi rahasia yang sebenarnya adalah menyalurkan diri kita sebagai para pengurus otentik yang menempatkan semua barang "pada pelayanan orang lain". Saran praktis ini ditawarkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Jumat pagi 19 Juni 2015 di Casa Santa Marta, Vatikan.
"Yesus kembali kepada sebuah katekese yang sangat berharga bagi-Nya : katekese tentang harta", Paus Fransiskus mengawali, ketika beliau menafsirkan ulang bacaan Injil hari itu (Mat 6:19-23). "Saran-Nya sangat jelas di sini: 'Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi'". Dan Yesus juga menjelaskan mengapa : "di bumi ngengat dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya". Dengan kata lain, Paus Fransiskus mengatakan, "Yesus mengatakan kepada kita bahwa berbahayalah bermain-main dengan sikap ini dan menyimpan harta di bumi". Memang benar, Paus Fransiskus mengakui, bahwa mungkin "sikap ini berakar pada keinginan untuk keamanan". Seolah-olah mengatakan "Aku ingin aman dan, karena alasan ini, aku memiliki tabungan ini".
Namun "kekayaan tidak seperti sebuah patung, mereka tidak diam saja : kekayaan memiliki kecenderungan untuk tumbuh, bergerak, mengambil tempat mereka dalam kehidupan dan dalam hati seseorang". Dan "ini adalah bagaimana bahwa orang yang mengumpulkan harta agar tidak menjadi budak kemiskinan, akhirnya menjadi budak harta". Oleh karena itu, ini adalah saran Yesus : 'Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi'. Terutama, Paus Fransiskus menambahkan, "kekayaan bahkan menyerang hati, mengambil alih hati dan merusak hati. Dan orang itu akhirnya rusak karena sikap mengumpulkan harta ini".
Paus Fransiskus kemudian mengingatkan bahwa "Yesus, dalam katekese lain dengan tema yang sama, dengan topik yang sama, berbicara tentang orang yang memiliki panen raya gandum dan berpikir: apa yang harus dilakukan sekarang? Aku akan merobohkan lumbungku, dan membangun yang lebih besar". Tetapi Tuhan berkata: "Hai Bodoh, malam ini kamu akan mati". Dan ini, Paus Fransiskus menjelaskan, "adalah gambaran kedua dari sikap ini: orang yang mengumpulkan harta tidak menyadari bahwa ia akan meninggalkannya".
Dalam bacaan Injil hari itu, "Yesus berbicara tentang ngengat dan karat, tetapi apakah mereka? Mereka adalah kerusakan hati, kehancuran hati, dan bahkan kehancuran keluarga-keluarga". Oleh karena itu Paus Fransiskus juga mengingatkan bahwa "ini adalah orang yang pergi kepada Yesus dan mengatakan kepada-Nya : 'Tolong, katakan kepada saudaraku untuk berbagi warisan denganku!'". Dan kembali datang nasihat Tuhan: "Berhati-hatilah untuk tidak menjadi melekat pada harta!". Tetapi "wacana ini berjalan lebih jauh", Paus Fransiskus menjelaskan. "Bagian selanjutnya dari apa yang dibacakan sangat jelas : Tak seorang pun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain". Dengan kata-kata lain, Tuhan berkata, "Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon".
Penegasan ini sangat jelas, Paus Fransiskus menyatakan. "Memang benar, jika kita mendengar orang-orang dengan sikap menyimpan harta ini, mereka akan 'menimbun' begitu banyak alasan untuk membenarkan diri mereka sendiri, begitu banyak!". Namun, "pada akhirnya, harta ini tidak memberikan keamanan selama-lamanya. Sebaliknya, harta tersebut mengurangi martabat kalian". Dan ini juga berlaku bagi keluarga-keluarga : begitu banyak keluarga terpecah karena harta.
Apa lagi: "Bahkan pada akar peperangan ada ambisi yang menghancurkan, yang merusak ini", Paus Fransiskus menunjukkan. Bahkan, "di dunia ini, pada saat ini, ada begitu banyak peperangan karena keserakahan akan kekuasaan, akan kekayaan". Tetapi "kita dapat memikirkan peperangan dalam hati kita : 'Waspadalah terhadap semua ketamakan', Tuhan berkata". Karena "keserakahan berjalan ke depan, ia berjalan terus, ia berjalan terus : ia adalah sebuah langkah, ia membuka pintu, kemudian datanglah kesombongan - mempercayai milik kalian adalah penting, mempercayai kalian adalah mujarab - dan, pada akhirnya, kebanggaan". Dan "dari sanalah semua kejahatan, semuanya : mereka adalah langkah-langkah, tetapi langkah pertama adalah keserakahan, keinginan untuk mengumpulkan harta".
Paus Fransiskus kemudian mengingatkan "sebuah pepatah yang sangat indah : setan masuk melalui dompet" atau "ia masuk melalui saku, itu hal yang sama: ini adalah pintu masuk setan, dan dari sanalah semua kejahatan, menuju jaminan-jaminan yang tidak aman ini" . Dan, Paus Fransiskus menjelaskan, "ini sebenarnya pengrusakan, ia adalah ngengat dan karat yang mengecoh kita". Terutama, "mengumpulkan adalah benar-benar sebuah kualitas manusia : menjadikan benda-benda dan menguasai dunia bahkan merupakan sebuah perutusan". Tetapi "apa yang harus aku simpan?". Jawaban Yesus dalam Injil hari itu jelas: malahan, "kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya". Ini benar-benar "perjuangan sehari-hari: bagaimana mengelola dengan baik harta di bumi sehingga mereka diarahkan ke surga dan menjadi harta surga".
"Ketika Tuhan memberkati seseorang dengan harta", Paus Fransiskus menyatakan, "Ia menjadikannya pengurus harta itu untuk kebaikan bersama dan untuk kebaikan semua", dan "bukan untuk kebaikannya sendiri". Tetapi "tidaklah mudah untuk menjadi seorang pengurus yang jujur, karena selalu ada godaan keserakahan, menjadi penting: dunia mengajarkan kita hal ini dan menurunkan kita di jalan ini".
Malahan orang seharusnya "memikirkan orang lain, mengingat bahwa apa yang aku miliki adalah untuk melayani orang lain dan bahwa aku tidak akan dapat ambil bersamaku apapun yang aku miliki". Memang, "jika aku mempergunakan untuk kebaikan bersama apa yang telah diberikan Tuhan kepadaku, sebagai seorang pengurus, ini menguduskanku, ia akan menjadikan aku kudus". Namun, "itu tidak mudah", Paus Fransiskus berkata lagi. Jadi "setiap hari kalian harus beristirahat di dalam hati kalian dengan menanyai di kalian : di manakah hartamu? Dalam kekayaan atau dalam kepengurusan ini, dalam pelayanan untuk kebaikan bersama ini?".
Inilah sebabnya mengapa "ketika seorang kaya melihat bahwa hartanya diberikan untuk kebaikan bersama, dan dalam hatinya dan dalam hidupnya ia hidup sederhana, seolah-olah ia miskin: orang itu kudus, orang itu berada di jalan kekudusan, karena hartanya adalah untuk semua orang". Tetapi "itu sulit, itu seperti bermain api", Paus Fransiskus menambahkan. Ini adalah alasan bahwa "begitu banyak orang menenangkan hati nurani mereka dengan amal dan memberikan apa yang mengembangkan mereka". Namun, "orang itu bukan seorang pengurus: seorang pengurus mendapatkan bagi dirinya sendiri melalui apa yang ia kembangkan dan memberikan kepada orang lain, segalanya, dalam pelayanan". Memang, "mengelola kekayaan adalah sebuah penanggalan terus menerus kepentingan kita sendiri dan tidak berpikir bahwa kekayaan ini akan memberi kita keselamatan". Oleh karena itu, "menyimpan : ya, oke, harta: ya, oke, tetapi harta yang memiliki nilai - dapat dikatakan - di 'bursa surga': di sana, menyimpan di sana!".
Terutama, Paus Fransiskus menjelaskan, "Tuhan dalam hidup-Nya hidup sebagai orang miskin, namun sungguh berharta!". Paulus sendiri, Paus Fransiskus melanjutkan, mengacu pada Bacaan Pertama (2 Kor 11:18,21-30), "hidup sebagai orang miskin dan apa yang ia banggakan? Kelemahannya". Dan "ia memiliki kesempatan, ia memiliki kekuatan, tetapi selalu dalam pelayanan, selalu dalam pelayanan". Dengan demikian, Paus Fransiskus menggarisbawahi, "dalam pelayanan" adalah benar-benar frasa kunci, menambahkan: "Baptisan menjadikan kita saudara satu sama lain melalui melayani, melalui penelanjangan diri kita: tidak menelanjangi satu sama lain, tetapi menelanjangi diriku sendiri dan memberikan kepada yang lain".
Mari kita berpikir, Paus Fransiskus menyarankan, "bagaimana hati kita, bagaimana cahaya hati kita, bagaimana daya pandang hati kita: sederhanakah?". Tuhan mengatakan, sekali lagi dalam Injil menurut Matius, bahwa "seluruh tubuh akan bercahaya". Namun, jika "tubuh buruk, jika tubuh melekat pada kepentingan-kepentingannya sendiri dan bukan pada kepentingan-kepentingan orang lain, ini akan menggelapkan hati". Orang ini "membuat harta melalui kejahatan dan korupsi: menggelapkan hati ketika seseorang melekat pada harta".
Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan mengingatkan bahwa "dalam perayaan Ekaristi Tuhan yang begitu kaya - begitu kaya! - menjadikan diri-Nya miskin untuk memperkaya kita". Justru "dengan kemiskinan-Nya Ia mengajarkan kita jalan tidak mengumpulkan harta di bumi ini, karena mereka merusak". Dan, "ketika kita memiliki mereka, pergunakanlah, sebagai para pengurus, dalam pelayanan bagi orang lain".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.