Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 14 Desember 2015 : HARAPAN DALAM KERAHIMAN ALLAH MEMBERI KITA KEBEBASAN

Bacaan Ekaristi : Bil 24:2-7,15-17a; Mat 21:23-27

"Allah mengampuni segalanya; jika sebaliknya dunia tidak akan ada" : kata-kata ini, yang diucapkan oleh seorang wanita tua berkebangsaan Portugal kepada Jorge Bergoglio pada tahun 1992, menyediakan "pelajaran" yang sesungguhnya pada awal Tahun Suci Kerahiman. Ketika Paus Fransiskus memperingatkan terhadap kejatuhan ke dalam "kekakuan klerus", beliau malahan menyarankan memilih tanpa ragu-ragu jalan harapan dan kerahiman yang membuat kita "bebas". Dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi, 14 Desember 2015, di Kapel Santa Marta, Vatikan, Paus Fransiskus kembali membuat undangan untuk membiarkan "mata kalian terbuka", sehingga berjalan melampaui untuk melihat dan berbicara kebenaran.

"Dalam Bacaan Pertama", Paus Fransiskus segera mencatat, "kita mendengar sebuah perikop dari Kitab Bilangan" (24:2-7,15-17) tentang "kisah Bileam : ia adalah seorang nabi, tetapi ia juga seorang manusia dan memiliki cacat, bahkan dosa". Paus Fransiskus mengatakan bahwa "kita semua memiliki dosa, semua orang, kita semua orang berdosa". Tetapi "jangan takut", Paus Fransiskus meyakinkan, "Allah lebih besar dari dosa-dosa kita".

Beliau menjelaskan bahwa Bileam "'disewa' oleh seorang Balak, seorang jenderal dan raja, yang ingin menghancurkan umat Allah", dan yang mengutusnya "untuk bernubuat terhadap umat Allah". Namun, "dalam perjalanan, Bileam bertemu malaikat Tuhan dan hatinya berubah, ia melihat kebenaran". Namun, "ia tidak mengubah partainya : hari ini aku milik partai politik ini dan kemudian pergi ke partai politik lainnya, tidak. Ia berubah dari kekeliruan menjadi kebenaran dan mengatakan apa yang ia lihat".

"Sangatlah indah", Paus Fransiskus menambahkan, "cara Kitab Bilangan menceritakan kisah ini : 'Tutur Bileam, tutur orang yang matanya terbuka'". Bahkan, beliau menjelaskan, "ketika hatinya berubah ia bertobat, matanya terbuka dan ia melihat jauh, ia melihat kebenaran, dengan sebuah hati yang terbuka, dengan hati - dengan kehendak baik kalian selalu melihat kebenaran - dan ia berbicara kebenaran".

"Sebuah kebenaranlah yang memberikan harapan, karena ia memiliki gurun di depannya, gurun tepat di depannya, dan ia melihat suku-suku Israel : 'Alangkah indahnya kemah-kemahmu, hai Yakub, dan tempat-tempat kediamanmu, hai Israel! Sebagai lembah yang membentang semuanya; sebagai taman di tepi sungai; sebagai pohon gaharu yang ditanam TUHAN; sebagai pohon aras di tepi air'". Dengan demikian, "melampaui gurun ia melihat kesuburan, keindahan dan kemenangan".

Tetapi "apa yang telah terjadi di dalam hati Bileam?". Faktanya, Paus Fransiskus mengatakan, yaitu "ia membuka hatinya dan Tuhan memberinya keutamaan akan pengharapan". Dan "pengharapan yaitu keutamaan Kristen yang kita miliki sebagai sebuah karunia agung dari Allah yang memungkinkan kita melihat jauh melampaui, melampaui masalah-masalah, melampaui penderitaan dan kesulitan-kesulitan, melampaui dosa-dosa kita". Ia menunjukkan kita "keindahan Allah".

"Pengharapan", oleh karena itu, adalah kata kunci. Dan "ketika saya bersama dengan seseorang yang memiliki keutamaan akan pengharapan ini dan berada dalam sebuah saat yang sulit dalam hidupnya - baik itu sebuah penyakit, atau kekhawatiran terhadap seorang putra atau putri atau seseorang dalam keluarga, atau apa pun -, namun ia memiliki keutamaan ini, di tengah-tengah penderitaan matanya telah terbuka, ia memiliki kebebasan untuk melihat melampaui, selalu melampaui". Inilah tepatnya "pengharapan, nubuat yang diberikan Gereja kepada kita hari ini : ia membutuhkan pria dan wanita pengharapan, bahkan di tengah-tengah masalah-masalah". Karena "pengharapan membuka wawasan, pengharapan adalah membebaskan, ia bukanlah perbudakan, dan ia selalu menemukan sebuah cara untuk meluruskan keadaan".

Dalam Bacaan Injil hari itu (Mat 21:23-27), Paus Fransiskus melanjutkan, "kita malahan melihat manusia yang tidak memiliki kebebasan ini, yang tidak memiliki wawasan, manusia yang tertutup dalam perhitungan-perhitungan mereka". Seperti imam-imam kepala dan tua-tua umat yang bertanya kepada Tuhan : "Dengan kuasa manakah Engkau melakukan hal-hal itu?". Ketika Yesus mengajukan pertanyaan berikutnya, sebelum mereka menjawab "kami tidak tahu", mereka membuat perhitungan-perhitungan mereka. "Jika aku mengatakan ini aku memiliki bahaya ini, dan jika aku mengatakan itu ...". Namun, Paus Fransiskus mengatakan, "perhitungan-perhitungan manusia menutup hati, mereka menghalangi kebebasan". "Pengharapan"-lah yang "mencerahkan" beban kita. Oleh karena itu, "kemunafikan para ahli Taurat ini, yang ada di dalam Injil dan yang menutup hati : ia memperbudak kita. Orang-orang ini adalah para budak".

Dari pihaknya, "Bileam memiliki kebebasan untuk mengatakan kepada orang yang telah 'menyewanya' : 'Aku melihat ini, jika kamu tidak menyukainya, itu masalahmu; tetapi aku memberitahu kamu apa yang kulihat'". Sebaliknya, "mereka tidak memiliki kebebasan, mereka adalah budak-budak dari kekakuan mereka". Paus Fransiskus menegaskan bahwa kita dapat mengatakan "bahwa keduanya, tidak secara teknis, dekat dengan Gereja, mereka adalah orang-orang Gereja : Bileam, seorang nabi; dan para ahli Taurat ini".

"Betapa indahnya kebebasan, keluhuran budi dan pengharapan seorang pria dan seorang wanita Gereja", Paus Fransiskus menegaskan. Dan "betapa mengerikan dan betapa banyaknya kerugian yang dilakukan oleh kekakuan seorang wanita dan pria Gereja  kekakuan klerus, yang tidak memiliki pengharapan.

"Dalam Tahun Kerahiman ini", Paus Fransiskus mengatakan, "ada dua jalan ini". Di satu sisi ada "orang-orang yang memiliki pengharapan dalam kerahiman Allah dan tahu bahwa Allah adalah Bapa", bahwa "Allah selalu mengampuni", dan bahwa Ia mengampuni "segalanya". Bahwa "melampaui gurun ada pelukan Bapa, pengampunan". Namun, di sisi lain "ada juga orang-orang yang berlindung dalam perbudakan, dalam kekakuannya yang sesungguhnya, dan mereka tidak tahu apa-apa tentang kerahiman Allah". Mereka yang disebutkan dalam Injil Matius "adalah para ahli Taurat, mereka telah belajar, tetapi pengetahuan mereka tidak menyelamatkan mereka".

"Saya ingin mengakhiri", Paus Fransiskus mengatakan, "dengan sebuah cerita yang terjadi pada saya pada tahun 1992. Sebuah gambar Bunda Maria dari Fatima telah tiba di keuskupan. Dalam sebuah misa agung untuk orang sakit - sangat banyak, diadakan di sebuah lapangan yang besar, dengan begitu banyak orang - saya melayani pengakuan dosa di sana. Saya mendengarkan pengakuan dari menjelang siang hingga pukul enam sore, ketika Misa telah berakhir. Ada banyak orang yang mengaku dosa".

Benar "ketika saya bangkit untuk pergi merayakan penerimaan Krisma di tempat lain", Paus Fransiskus mengatakan, "saya didekati oleh seorang wanita tua; ia berusia 80 tahun, dengan mata menerawang, mata penuh pengharapan". Dan "saya berkata kepadanya: 'Nenek, apakah Anda telah datang untuk mengaku dosa? Tetapi Anda tidak memiliki dosa! '". Wanita itu menjawab: "Bapa, kita semua memiliki dosa!". Pastor Bergoglio melanjutkan percakapan : "Apakah Tuhan, mungkin, tidak akan mengampuni mereka?". Wanita tersebut, yang kuat dalam pengharapannya, mengatakan: "Allah mengampuni segalanya, karena jika Allah tidak mengampuni segalanya, dunia tidak akan ada".

Dalam mempertimbangkan "dua jenis orang ini" - mereka yang "bebas" dalam "pengharapan mereka, yang membawakan kalian kerahiman Allah"; dan mereka yang "tertutup, orang-orang yang legalistik, orang-orang yang benar-benar egois, budak-budak dari kekakuan mereka" - Paus Fransiskus menganjurkan kita mengambil pelajaran yang ia terima dari wanita tua berkebangsaan Portugal itu : "Allah mengampuni segalanya, Ia hanya mengharapkan kalian mendekat kepada-Nya".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.