Bacaan Ekaristi : 2Ptr 1:1-7; Mzm 91:1-2,14-15ab,15c-16; Mrk 12:1-12
"Nubuat, kenangan dan harapan" : tiga ciri ini membebaskan seseorang; mereka membebaskan orang-orang dan Gereja, mencegahnya dari berakhir sebagai sebuah "sistem tertutup" dari peraturan-peraturan yang menempatkan Roh Kudus dalam sebuah kerangkeng. Ini pesan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi, 30 Mei 2016, di Kapel Santa Marta, Vatikan.
"Nubuat, kenangan dan harapan" : tiga ciri ini membebaskan seseorang; mereka membebaskan orang-orang dan Gereja, mencegahnya dari berakhir sebagai sebuah "sistem tertutup" dari peraturan-peraturan yang menempatkan Roh Kudus dalam sebuah kerangkeng. Ini pesan Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Senin pagi, 30 Mei 2016, di Kapel Santa Marta, Vatikan.
"Jelaslah kepada siapa Yesus berbicara dengan perumpamaan ini : kepada imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua bangsa", Paus Fransiskus segera mencatat, mengacu pada Bacaan Injil (Mrk 12:1-12) dari liturgi hari itu. "Bagi mereka", Tuhan menggunakan "gambaran sebuah kebun anggur", yang di dalamnya Alkitab memaparkan gambaran umat Allah, gambaran Gereja dan juga gambaran jiwa kita". Dan oleh karena itu, Paus Fransiskus menjelaskan, "Tuhan merawat kebun anggur tersebut, Ia memagarinya, ia menggali sebuah lubang untuk tempat pengirikan anggur dan membangun sebuah menara".
Justru dalam pekerjaan inilah "seluruh kasih dan kelembutan Allah dalam menjadikan umat-Nya" dapat dikenali : "Tuhan selalu melakukan ini dengan begitu banyak kasih dan kelembutan". Dan "Ia selalu mengingatkan umat-Nya ketika mereka setia, ketika mereka mengikuti-Nya di padang gurun dan ketika mereka mencari wajah-Nya". Namun, "kemudian situasi berbalik dan umat memegang karunia dari Allah ini", berteriak : "Itu adalah kita, kita bebas!". Umat "tidak berpikir, mereka tidak ingat bahwa mereka dijadikan oleh tangan dan hati Allah, dan dengan cara ini mereka menjadi sebuah umat tanpa kenangan, sebuah umat tanpa nubuat dan tanpa harapan".
Oleh karena itu Yesus memberikan wejangan kepada "para pemimpin umat" dengan "perumpamaan ini : sebuah umat tanpa kenangan telah melupakan karunia tersebut, saat ini; dan mempertalikan itu pada dirinya sendiri : kami bisa"!. Alkitab berkali-kali berbicara tentang "para pertapa dan para nabi", Paus Fransiskus mengatakan, dan "Yesus sendiri menekankan pentingnya kenangan : sebuah umat yang tidak ingat bukanlah sebuah umat, mereka melupakan akar-akar mereka, dan mereka melupakan sejarah mereka".
Dalam kitab Ulangan, Musa mengulangi hal ini beberapa kali : "Kamu harus ingat, ingat!". Bahkan, itu adalah "kitab kenangan umat, umat Israel; ia adalah kitab kenangan Gereja, tetapi ia juga merupakan kitab kenangan pribadi kita". Justru "inilah dimensi kehidupan Deuteronomis - kehidupan sebuah umat atau dimensi kehidupan seseorang - yang selalu kembali ke akar-akarnya untuk mengingat dan menghindari membuat kesalahan-kesalahan sepanjang jalan". Namun, umat yang kepadanya Yesus mengalamatkan perumpamaan "telah kehilangan kenangan : mereka telah kehilangan kenangan mereka akan karunia, karunia Allah yang menjadikan mereka".
"Setelah kehilangan kenangan, mereka adalah sebuah umat yang tidak mampu untuk memberikan ruang bagi para nabi", Paus Fransiskus melanjutkan. Yesus sendiri "mengatakan kepada mereka bahwa mereka telah membunuh para nabi, karena para nabi membebani, para nabi selalu memberitahu kami apa yang kami tidak ingin dengar". Dan maka, "Daniel mengeluh di Babel : 'Kami, hari ini, tidak memiliki nabi!'". Kata-kata ini mengandung kenyataan "sebuah umat tanpa nabi", yang menunjukkan "cara kepada mereka dan mengingatkan mereka : nabi adalah orang yang membawa kenangan dan membantu kalian untuk bergerak maju". Itulah sebabnya "Yesus berkata kepada para pemimpin umat : 'Kalian telah kehilangan kenangan kalian, dan kalian tidak memiliki nabi. Atau lebih tepatnya : ketika para nabi datang, kalian membunuh mereka"!.
Selain itu, sikap para pemimpin umat adalah jelas : "Kami tidak membutuhkan nabi, kami memiliki diri kami sendiri!". Tetapi "tanpa kenangan atau para nabi", Paus Fransiskus memperingatkan, "mereka menjadi sebuah umat tanpa harapan, sebuah umat tanpa cakrawala, sebuah umat menutup diri, yang tidak terbuka terhadap janji-janji Allah, yang tidak menantikan janji-janji Allah". Oleh karena itu "sebuah umat tanpa kenangan, tanpa nubuat dan tanpa harapan : ini adalah apa yang imam-imam kepala, ahli-ahli Taurat dan tua-tua perbuat terhadap umat Israel".
Dan "di manakah iman?", tanya Paus Fransiskus. "Dalam orang banyak", beliau menjawab, menekankan bahwa dalam Injil kita membaca : "Mereka berusaha menangkap Dia, tetapi mereka takut akan orang banyak". Orang-orang ini, pada kenyataannya, "memahami kebenaran dan, di tengah-tengah dosa-dosa mereka, mereka memiliki kenangan, mereka terbuka terhadap nubuat dan mencari harapan". Sebuah contoh, dalam hal ini, terlihat dalam "dua orang tua, Simeon dan Hana, orang-orang kenangan, nubuat dan harapan".
Namun, "para pemimpin umat" melegitimasi pikiran mereka dengan memagari diri mereka dengan "para pengacara, para ahli hukum, yang mempergunakan sebuah sistem hukum yang tertutup". "Saya yakin", Paus Fransiskus mengatakan, "bahwa mereka memiliki hampir enam ratus perintah". Dengan cara ini, pemikiran mereka "tertutup dan aman", dengan gagasan bahwa "orang-orang yang melakukan hal ini akan diselamatkan; yang lain tidak menarik minat kami, kenangan tidak menarik bagi kami". Berkenaan dengan "nubuat : lebih baik bahwa para nabi tidak datang". Dan "harapan? Yah, semua orang akan melihatnya". Ini "adalah sistem yang mereka gunakan untuk membenarkan : para ahli hukum, para teolog yang selalu memilih jalan studi kasus dan tidak mengizinkan kebebasan Roh Kudus; mereka tidak mengenali karunia Allah, karunia Roh Kudus, dan mereka menempatkan Roh Kudus dalam kerangkeng, karena mereka tidak mengizinkan nubuat dalam harapan".
Inilah justru "sistem keagamaan yang dibicarakan Yesus". Sebuah sistem "korupsi, keduniawian dan hawa nafsu", seperti yang kita lihat dalam Bacaan Pertama (2Ptr 1:2-7). Bahkan Yesus sendiri "tergoda untuk kehilangan kenangan perutusan-Nya, untuk tidak memberikan ruang bagi nubuat, dan memilih keamanan atas harapan". Dalam konteks ini Paus Fransiskus ingat "tiga godaan di padang gurun : 'Lakukanlah sebuah mukjizat dan tunjukkanlah kuasa-Mu!'; 'Jatuhkanlah diri-Mu dari Bait Allah sehingga setiap orang akan percaya!'; 'Sembahlah aku!'".
"Karena Yesus sendiri mengenal godaan" dari "sebuah sistem tertutup", Ia mencela orang-orang ini "karena berkeliling dunia setengah jalan untuk mendapatkan seorang pemeluk agama baru" dan menjadikannya "seorang budak". Dan dengan cara ini "umat yang terkelola ini, Gereja yang terkelola ini, menjadikan budak-budak". Begitu banyak sehingga "kita memahami reaksi Paulus, ketika ia berbicara tentang perbudakan hukum dan kebebasan yang memberikan kalian rahmat". Karena "sebuah umat adalah bebas, sebuah Gereja adalah bebas ketika ia mengingat, ketika ia membuat sebuah tempat untuk para nabi, ketika ia tidak kehilangan harapan".
"Tuhan mengajarkan kita pelajaran ini untuk kehidupan kita juga", Paus Fransiskus mengakhiri homilinya, menganjurkan agar kita bertanya kepada diri kita melalui pemeriksaan hati nurani yang sungguh : "Apakah aku ingat keajaiban-keajaiban yang telah Tuhan lakukan dalam hidupku? Apakah aku ingat karunia-karunia Tuhan? Apakah aku mampu membuka hatiku terhadap para nabi, terhadap apa yang mereka katakan kepadaku : 'Ini keliru, kamu harus pergi ke sana, bergerak maju, mengambil sebuah resiko', sebagaimana dilakukan para nabi? Apakah aku terbuka terhadap hal itu atau apakah aku takut, lebih memilih untuk mengunci diriku dalam kerangkeng hukum?'. Dan akhirnya : "Apakah aku berharap pada janji-janji Allah, seperti yang dilakukan bapa kita Abraham, yang meninggalkan rumahnya tanpa mengetahui ke mana ia pergi, hanya karena ia berharap pada Allah?".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.