Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 10 Juni 2016 : PELAJARAN DARI NABI ELIA

Bacaan : 1Raj 19:9a,11-16; Mzm 27:7-8a,8b-9abc,13-14; Mat 5:27-32

Orang Kristen sedang "berdiri", agar menyambut Tuhan dalam "keheningan" yang sabar, untuk mendengarkan suara-Nya dan "pergi keluar" untuk memberitakan-Nya kepada orang lain, memahami iman tersebut selalu merupakan "sebuah perjumpaan". Paus Fransiskus mengatakan hal ini dalam homilinya selama Misa harian Jumat pagi, 10 Juni 2016, di Kapel Santa Marta, Vatikan. Ketiga sikapi in, beliau menjelaskan, mendorong dan menghidupkan kembali kehidupan semua orang yang merasa kewalahan oleh rasa takut di saat-saat yang paling sulit.

"Kita tahu bahwa iman bukanlah sebuah teori ataupun ilmu pengetahuan : ia adalah sebuah perjumpaan", Paus Fransiskus mencatat pada awal homilinya. Iman adalah "sebuah perjumpaan dengan Allah yang hidup, dengan Allah yang tetap hidup, Sang Pencipta, Tuhan Yesus, dengan Roh Kudus, ia adalah sebuah perjumpaann". Beliau menjelaskan bahwa dalam Bacaan Pertama, yang diambil dari Kitab Pertama Raja-raja (19:9a,11-16), "kita mendengar tentang perjumpaan nabi Elia dengan Allah". Nabi "Elia memiliki sejarah yang panjang, ia adalah seorang pemenang: ia begitu banyak bergumul, begitu banyak untuk iman, karena orang-orang Israel telah berpaling dari kesetiaan".

Selain itu, Paus Fransiskus menambahkan, "menggunakan sebuah kata dari Injil, dan Yesus juga mengatakannya kepada orang-orang Israel, mereka telah menjadi 'angkatan yang tidak setia' : di satu sisi mereka ingin menyembah Allah dan di sisi lain menyembah berhala-berhala". Ada "sebuah ungkapan yang dikatakan nabi Elia kepada orang-orang Israel : 'Berapa lama kamu akan berjalan pincang dengan dua kaki'". Ia menggunakan contoh "pincang dengan dua kaki : tidak berdiri teguh baik dengan Allah maupun berhala-berhala, memiliki satu kaki di satu tempat dan kaki lainnya di tempat lain, atau bisa kita katakan dalam percakapan sehari-hari, 'orang ini baik berada bersama Allah maupun bersama iblis setan'".

Paus Fransiskus menunjukkan bahwa "Elia sangat bergumul melawan situasi ini di mana orang-orang Israel berada, dan ia memenangkan : ia memenangkan pertarungan yang sengit melawan empat ratus nabi baal, ia menang atas mereka di Gunung Karmel dan ia membunuh semuanya dengan kuasa Allah : ia adalah pemenang". Tetapi kemudian Elia "turun dari gunung dan mendengar berita bahwa Ratu Izebel, seorang perempuan yang kejam dan tidak bermoral, ingin membunuhnya karena hal ini, karena ia adalah seorang penyembah berhala". Dan Elia "ketakutan". "Ia sendiri, sang pemenang, yang terbesar, takut akan perempuan itu dan menghilang : ia melarikan diri". Itu adalah sebuah ketakutan yang "membuatnya terpuruk". Sedemikian banyak, Paus Fransiskus menjelaskan, sehingga Elia bertanya kepada dirinya sendiri mengapa : "Aku telah berbuat begitu banyak namun pada akhirnya cerita selalu sama : melarikan diri dan membela diri dari para penyembah berhala". Tampak bahwa ia "tidak lagi bangun : kematian adalah lebih baik, dan ia tenggelam dalam depresi yang mendalam. Tergeletak di tanah, di bawah naungan sebuah pohon, ia ingin mati; ia masuk ke dalam tidur yang datang sebelum kematiannya, yang menekan tidurnya".

Tetapi kemudian, Paus Fransiskus mengatakan, "Tuhan mengutus seorang malaikat untuk membangunkannya : 'Bangunlah! Ambillah sedikit roti dan air'". Dan Elia menurutinya, tetapi "kemudian kembali tertidur". Malaikat "datang kembali kedua kalinya", kembali mengundangnya untuk berdiri. Setelah ia bangun, malaikat itu memberinya "kata berikut : 'Pergilah!'". Oleh karena itu, Paus Fransiskus mencatat, "untuk berjumpa Allah perlunya kembali ke posisi manusia pada saat penciptaan : berdiri dan berjalan". Karena "ini adalah bagaimana Allah menciptakan kita : di ketinggian-Nya, dalam gambar dan rupa-Nya, dan pada sebuah jalan". Bahkan, Tuhan berkata : "Berjalanlah, berjalanlah ke depan, olahlah tanah, buatlah ia tumbuh, dan berkembang biak". Ia juga mengatakan : "Pergilah keluar, serta pergilah ke gunung dan berdirilah di atasnya dalam hadirat-Ku". Dan juga, Kitab Raja-Raja mengatakan, "Elia berdiri dan, bangkit, ia pergi keluar".

Dalam Injil, terutama "dalam perumpamaan tentang anak yang hilang", kita melihat situasi yang sama. Kenyataan yang di dalamnya anak itu menemukan dirinya, "ketika dia tertekan, menonton babi-babi makan sementara ia kelaparan". Pada saat itu "ia berpikir tentang ayahnya dan berkata kepada dirinya sendiri : 'Aku harus bangun dan pergi' untuk mendapati ayahnya". Paus Fransiskus menyarankan "dua kata ini" : 'bangun' dan 'pergi keluar'.

Oleh karena itu, Elia, Paus Fransiskus melanjutkan, "naik gunung untuk bertemu dengan Tuhan dan, lihatlah, TUHAN lalu". Dengan cara apa "Tuhan lalu? Bagaimana Tuhan lalu? Bagaimana aku dapat menemukan Tuhan dalam rangka untuk memastikan bahwa Dialah itu?", tanya Paus Fransiskus, membaca ulang perikop Perjanjian Lama : "Angin besar dan kuat, yang membelah gunung-gunung dan memecahkan bukit-bukit batu, mendahului TUHAN. Tetapi tidak ada TUHAN dalam angin itu". Oleh karena itu "Tuhan tidak dalam kebisingan, dalam keagungan, Ia tidak ada". Dan "sesudah gempa itu datanglah api. Tetapi tidak ada TUHAN dalam api itu". Elia, Paus Fransiskus mengatakan, "berjaga-jaga dan menunggu Tuhan: ada begitu banyak kebisingan, begitu banyak keagungan, begitu banyak gerakan, dan Tuhan tidak ada di sana". Akhirnya, "dan sesudah api itu datanglah bunyi angin sepoi-sepoi basa", atau, seperti aslinya, "rangkaian keheningan yang menggema". Dan ada Tuhan".

"Untuk berjumpa Tuhan", Paus Fransiskus menunjukkan, "kita harus masuk ke dalam diri kita sendiri dan merasakan 'rangkaian keheningan yang menggema' itu", karena "Ia berbicara kepada kita di sana". "Apa yang terjadi?", Paus Fransiskus bertanya. Jawabannya adalah dalam "Pergilah!" tersebut, karena Tuhan "memberi kita sebuah perutusan" seperti yang ia lakukan kepada Elia : "Sekarang, telusurilah kembali langkah-langkahmu, janganlah takut akan ratu itu, telusurilah kembali langkah-langkahmu, ke padang gurun dan urapilah orang ini sebagai raja, orang lain sebagai raja, dan Elisa sebagai nabi dan penerusmu". Elia tahu "ini adalah perutusan yang harus ia penuhi".

Perutusan Elia menganjurkan "tiga hal yang jelas", kata Paus Fransiskus. "Dalam rangka pergi dan menemukan Tuhan, berdiri, pergi keluar dari diri kita sendiri, pada sebuah jalan", titik pertama yang jelas justru "berdiri dan pada sebuah jalan". Titik kedua adalah "memiliki keberanian untuk menunggu bisikan itu, "rangkaian keheningan yang menggema" itu, ketika Tuhan berbicara kepada hati dan kita menjumpai Dia". Titik ketiga adalah "perutusan", undangan untuk menelusuri kembali langkah-langkahnya dalam rangka untuk berjalan "maju".

Ini adalah "pesan yang diajarkan Kitab Suci kepada kita hari ini", kata Paus Fransiskus, mengingatkan : "Kita harus selalu mencari Tuhan : kita semua tahu seperti apa yang saat-saat sulit, saat-saat yang membuat kita terpuruk, saat-saat tanpa iman, kegelapan, saat-saat di mana kita tidak melihat cakrawala, di mana kita tidak dapat bangun, kita semua mengalaminya!". Tetapi "Tuhanlah yang datang, Ia memulihkan kita dengan roti dan dengan kekuatan-Nya, dan Ia mengatakan 'bangunlah, pergilah ke depan dan berjalanlah". Oleh karena itu, Paus Fransiskus melanjutkan, "untuk bertemu Tuhan kita harus berdiri dan pada jalan"; kemudian kita harus "menunggu Dia berbicara kepada kita : dengan hati yang terbuka". "Ia akan mengatakan kepada kita 'Akulah Dia'; dan di sini iman menjadi kuat". Paus Fransiskus kemudian bertanya : "bagiku apakah iman terkungkung? Tidak, ia harus diberikan kepada orang lain, mengurapi orang lain, untuk perutusan". Oleh karena itu "berdiri dan pada jalan; dalam keheningan agar berjumpa Tuhan; dan pada sebuah perutusan untuk membawa pesan ini, kehidupan ini, kepada orang lain". "Dalam perikop dari Kitab Pertama Raja-raja ini, kita melihat kehidupan nyata orang Kristen", kata Paus Fransiskus.

Sebagai penutup, Paus Fransiskus berdoa "agar Tuhan selalu sudi membantu kita : Ia selalu ada untuk membantu kita berdiri kembali di atas kaki kita". Bahkan jika kita jatuh, kita harus memiliki kekuatan untuk "berdiri" dan berada "pada jalan, tidak akan tertutup dalam keegoisan kenyamanan kita : bersabar, menunggu suara-Nya dan untuk perjumpaan dengan-Nya, serta kemudian berani dalam perutusan, membawa pesan Tuhan kepada orang lain".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.