Bacaan Ekaristi : 2Mak. 7:1-2,9-14; Mzm. 17:1,5-6,8b,15; 2Tes. 2:16-3:5; Luk. 20:27-38
Pesan yang ingin dibawa sabda Allah kepada kita hari ini tentunya pesan harapan.
Pesan yang ingin dibawa sabda Allah kepada kita hari ini tentunya pesan harapan.
Salah satu dari tujuh bersaudara yang dihukum mati oleh Raja Antiokhus Epifanes berbicara tentang "harapan yang dianugerahkan Allah sendiri, bahwa kami akan dibangkitkan kembali oleh-Nya" (2 Mak 7:14). Kata-kata ini mempertunjukkan iman para martir tersebut yang, meskipun penderitaan dan penyiksaan, tetap teguh dalam menatap masa depan. Iman mereka adalah iman yang, dengan mengakui Allah sebagai sumber harapan mereka, mencerminkan keinginan untuk mencapai sebuah kehidupan baru.
Dalam Injil, kita telah mendengar bagaimana Yesus, dengan jawaban yang lengkap namun sederhana, meruntuhkan permainan kata-kata yang dangkal bahwa Saduki diajukan kepada-Nya. Jawaban-Nya - "Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan Dia semua orang hidup" (Luk 20:38) - mengungkapkan wajah Allah yang sesungguhnya, yang menginginkan hanya kehidupan untuk semua anak-anak-Nya. Harapan dilahirkan kepada sebuah kehidupan baru, kemudian, adalah apa yang harus kita jadikan milik kita sendiri, jika kita setia pada ajaran Yesus.
Harapan adalah karunia Allah. Ia ditempatkan jauh di lubuk hati setiap manusia untuk menjelaskan kehidupan ini, yang begitu sering diperrmasalahkan dan dikaburkan oleh begitu banyak situasi yang membawa kesedihan dan penderitaan. Kita perlu memelihara akar-akar harapan kita sehingga mereka dapat berbuah; terutama, kepastian kedekatan dan kasih sayang Allah, meskipun kejahatan apa pun yang telah kita lakukan. Tidak ada sudut hati kita yang tidak bisa dijamah oleh kasih Allah. Setiap kali seseorang membuat kesalahan, kerahiman Bapa adalah seluruhnya pertobatan, pengampunan dan pendamaian yang semakin membangkitkan, semakin hadir.
Hari ini kita merayakan Yubileum Kerahiman untuk kalian dan bersama kalian, saudara dan saudariku yang dipenjara. Kerahiman, sebagai ungkapan kasih Allah, adalah sesuatu yang perlu kita pikirkan lebih dalam. Tentu saja, melanggar hukum melibatkan harga yang harus dibayar, dan kehilangan kebebasannya adalah bagian terburuk dari waktu yang disediakan, karena ia mempengaruhi kita begitu dalam. Tak ada perbedaan, harapan tidak harus goyah. Membayar untuk kesalahan yang telah kita lakukan adalah satu hal, tetapi hal lainnya sepenuhnya adalah "nafas" harapan, yang tidak dapat ditahan oleh siapapun atau apapun. Hati kita selalu merindukan kebaikan. Kita
berhutang terhadap kerahiman yang terus ditunjukkan Allah kepada kita,
karena Ia tidak pernah meninggalkan kita (bdk. Agustinus, Khotbah
254:1).
Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, Rasul Paulus berbicara tentang Allah sebagai "Allah pengharapan" (15:13). Paulus tampaknya hampir-hampir memberitahu kita bahwa Allah juga berharap. Meskipun hal ini mungkin tampak bertolak belakang, itu benar : Allah berharap! Kerahiman-Nya tidak memberi-Nya istirahat. Ia seperti Bapa dalam perumpamaan itu, yang terus berharap untuk kepulangan putranya yang telah jatuh di pinggir jalan (Luk 15:11-32). Allah tidak beristirahat sampai Ia menemukan domba yang hilang (Luk 15:5). Maka jika Allah berharap, lalu seharusnya tak seorang pun kehilangan harapan. Karena harapan adalah kekuatan untuk terus bergerak maju. Inilah kekuatan untuk maju ke arah masa depan dan sebuah kehidupan yang diubah. Inilah pendorong untuk melihat hari esok, sehingga kasih yang telah kita kenal, untuk seluruh kegagalan kita, dapat menunjukkan kepada kita sebuah jalan yang baru. Dalam sebuah kata, harapan adalah bukti, berbaring di dalam hati kita, dari kekuatan kerahiman Allah. Kerahiman itu mengundang kita untuk terus melihat ke depan dan mengatasi keterikatan kita terhadap kejahatan dan dosa melalui iman dan ketidakterikatan dalam diri-Nya.
Para sahabat yang terkasih, hari ini adalah Yubileum kalian! Hari ini, dalam pandangan Allah, semoga harapan kalian dinyalakan lagi. Sebuah Yubileum selalu membawa besertanya sebuah pewartaan kemerdekaan (Im 25:39-46). Menganugerahkan hal ini tidak tergantung pada saya, tetapi tugas Gereja, tugas yang tidak bisa ia tinggalkan, adalah untuk membangkitkan di dalam diri kalian keinginan untuk kebebasan sejati. Kadang-kadang, sebuah kemunafikan tertentu menyebabkan orang-orang mengingat kalian hanya sebagai para pelaku kejahatan, baginya penjara adalah satu-satunya jawaban. Kita tidak berpikir tentang kemungkinan bahwa orang-orang dapat mengubah hidup mereka; kita menaruh sedikit kepercayaan dalam rehabilitasi. Tetapi dengan cara ini kita lupa bahwa kita semua adalah orang-orang berdosa dan sering, tanpa menyadari hal itu, kita juga adalah para tahanan. Kadang-kadang kita terkunci dalam prasangka kita sendiri atau diperbudak pada berhala-hala sebuah perasaan kesejahteraan palsu. Kadang-kadang kita terjebak dalam ideologi-ideologi kita sendiri atau memutlakkan hukum-hukum pasar bahkan saat mereka menghancurkan orang lain. Pada saat seperti itu, kita memenjarakan diri kita di balik dinding individualisme dan kecukupan diri, menghilangkan kebenaran yang membebaskan kita. Menunjuk jari terhadap seseorang yang telah membuat kesalahan tidak bisa menjadi sebuah alibi untuk menutupi pertentangan-pertentangan kita sendiri.
Kita tahu bahwa di mata Allah tak seorang pun yang dapat memikirkan hanya dirinya sendiri (bdk. Rm 2:1-11). Tetapi tak seorang pun yang dapat hidup tanpa kepastian menemukan pengampunan! Penjahat yang bertobat, yang disalibkan di sisi Yesus, menyertai-Nya ke surga (bdk. Luk 23:43). Maka semoga tak seorang pun dari kalian membiarkan diri kalian tertawan oleh masa lalu! Benar, bahkan jika kita menginginkannya, kita tidak pernah bisa menulis ulang masa lalu. Tetapi sejarah yang dimulai hari ini, dan melihat ke masa depan, belum ditulis, oleh rahmat Allah dan tanggung jawab pribadi kalian. Dengan belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu, kalian dapat membuka sebuah babak baru dalam kehidupan kalian. Marilah kita tidak pernah menyerah pada godaan berpikir bahwa kita tidak dapat diampuni. Apapun yang mungkin dituduhkan hati kita kepada kita, besar atau kecil, "Allah adalah lebih besar dari pada hati kita" (1 Yoh 3:20). Kita perlu kendatipun demikian mempercayakan diri kita kepada kerahiman-Nya.
Iman, bahkan ketika ia sekecil biji sesawi, dapat memindahkan gunung (bdk. Mat 17:20). Berapa kali kekuatan iman telah memungkinkan kita untuk mengucapkan kata maaf dalam situasi-situasi yang tidak mungkin secara manusiawi. Orang-orang yang telah mengalami kekerasan dan pelecehan, baik diri mereka sendiri ataupun dalam pribadi orang-orang terkasih mereka, ataupun harta milik mereka ... ada beberapa orang terluka yang hanya dapat disembuhkan oleh kuasa Allah, kerahiman-Nya. Tetapi ketika kekerasan bertemu dengan pengampunan, bahkan hati orang-orang yang telah berbuat salah dapat ditaklukkan oleh kasih yang menang atas setiap bentuk kejahatan. Dengan cara ini, di antara para korban dan di antara mereka yang menmperlakukan mereka dengan tidak adil, Allah membangkitkan saksi-saksi dan pekerja-pekerja kerahiman yang sejati.
Hari ini kita menghormati Perawan Maria dalam rupa patung ini, yang mewakili dirinya sebagai seorang ibu yang mengendong Yesus, bersama-sama dengan sebuah rantai yang putus; itulah rantai perbudakan dan pemenjaraan. Semoga Bunda Maria memandang atas kita masing-masing dengan kasih seorang Ibu. Semoga ia mengantarai kalian, sehingga hati kalian dapat mengalami kekuatan harapan untuk sebuah kehidupan baru, kehidupan yang layak dijalani dalam kebebasan penuh dan dalam pelayanan kepada sesama kalian.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.