Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA 22 Juni 2017 : TIGA CIRI GEMBALA YANG BAIK

Bacaan Ekaristi : 2Kor. 11:1-11; Mzm. 111:1-2,3-4,7-8; Mat 6:7-15.

Seorang gembala harus bergairah, harus tahu bagaimana membedakan dan bagaimana mencela kejahatan. Kata-kata tersebut disampaikan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya selama Misa harian Kamis pagi 22 Juni 2017 di Casa Santa Marta, Vatikan. Dalam homilinya beliau memusatkan perhatian pada sosok Rasul Paulus dan kemudian mengalihkan perhatiannya pada teladan yang ditawarkan oleh Don Lorenzo Milani. Pada hari Selasa, 20 Juni 2017, Paus Fransiskus melakukan perjalanan sehari untuk berdoa di makam Don Lorenzo Milani, di Barbiana, dan Don Primo Mazzolari, di Bozzolo.Seperti Pastor Paroki Barbiana tersebut, kata Paus Fransiskus, kita seharusnya peduli akan sesama kita.

"Gembala yang Baik memberikan nyawanya untuk domba-dombanya", kata Paus Fransiskus. Dengan mengacu pada Bacaan-bacaan liturgi hari itu, beliau mengulas ciri-ciri yang seharusnya dimiliki seorang gembala. Paus Fransiskus mencatat dalam diri Santo Paulus, sosok "gembala yang sejati", yang tidak meninggalkan domba-dombanya tidak seperti "orang upahan". Ciri pertama yang dimiliki Santo Paulus adalah "bergairah", Paus Fransiskus menunjukkan. Bergairah, beliau menambahkan, "sampai-sampai mengatakan kepada umatnya, 'aku cemburu kepada kamu dengan cemburu ilahi'. Ia "cemburu ilahi", ulas Paus Fransiskus.

Oleh karena itu kegairahan tersebut menjadi hampir-hampir "kegilaan", "kebodohan" bagi bangsanya. "Dan inilah - Paus Fransiskus menambahkan - apa yang kita sebut semangat kerasulan : ia tidak bisa menjadi seorang gembala yang sejati tanpa api ini". Ciri kedua, beliau melanjutkan, gembala harus menjadi "orang yang tahu bagaimana membedakan" :

"Ia tahu apa godaan dalam kehidupan. Bapa kebohongan adalah seorang penggoda. Gembala, bukanlah penggoda. Gembala mengasihi. Sebaliknya, ular, bapa kebohongan, adalah penggoda. Ia adalah penggoda yang berusaha berpaling dari kesetiaan, karena cemburu ilahi Paulus tersebut adalah membawa umat kepada satu-satunya mempelai laki-laki, menjaga umat tetap setia kepada mempelai laki-laki mereka. Dalam sejarah keselamatan, dalam Alkitab berkali-kali kita berpaling dari Allah, ketidaksetiaan kepada Tuhan, penyembahan berhala seolah-olah adalah sebuah perselingkuhan keibuan".

Lalu, ciri pertama gembala adalah "bergairah, bersemangat, bersemangat". Ciri kedua adalah, "seseorang yang tahu bagaimana membedakan : membedakan di mana bahaya berada, di mana rahmat berada ... di mana jalan yang sebenarnya berada". Ini, kata Paus Fransiskus, "berarti ia selalu menyertai domba-dombanya : pada saat-saat yang indah dan bahkan pada saat-saat yang buruk, bahkan pada saat-saat godaan, dengan kesabaran ia membawa mereka ke kandang". Dan ciri ketiga adalah "kemampuan untuk mencela" :

"Seorang rasul tidak bisa bersahaja : 'Ah, tidak apa-apa, ayo kita jalani, eh? Tidak apa-apa ... ayo berpesta, semua orang ... semua hal bisa saja ...' karena ada kesetiaan kepada satu-satunya mempelai laki-laki, kepada Yesus Kristus, untuk dibela. Dan ia tahu bagaimana menyalahkannya : kekhasan itu, mengatakan 'tidak', seperti para orang tua mengatakan kepada bayi mereka saat ia mulai bertepuk tangan dan pergi ke stop kontak untuk memasukkan jari-jarinya ke dalamnya : 'Jangan, jangan, itu berbahaya!'. Tetapi, saya sering memikirkan 'jangan menyentuh apapun' tersebut yang dikatakan orang tua dan kakek nenek saya pada saat-saat di mana ada bahaya".

"Gembala yang baik - Paus Fransiskus berkata - dapat mencela, dengan nama dan nama keluarga" seperti yang dilakukan oleh Santo Paulus.

Bapa Suci kembali ke kunjungannya ke Bozzolo dan Barbiana, minggu ini, merujuk, "kepada kedua gembala Italia yang baik itu". Dan berbicara tentang Don Milani, beliau teringat "semboyan"-nya saat ia "mengajar anak-anaknya" :

"Saya peduli. Tetapi apa artinya? Mereka menjelaskan kepada saya bahwa ia ingin mengatakan 'saya peduli'. Ia mengajarkan bahwa berbagai hal harus diperhatikan secara sungguh-sungguh, berlawanan dengan semboyan kebiasaan pada waktu itu 'saya tidak peduli', tetapi mengatakan dalam bahasa lain, yang tidak berani saya katakan di sini. Jadi demikianlah ia mengajarkan anak-anak untuk berjalan terus. Pedulilah : pedulilah akan hidup kalian, dan ini jangan!".

Semangat kerasulan Santo Paulus, penuh gairah, bersemangat. Santo Paulus, ulas Bapa Suci, tahu bagaimana membedakan karena ia tahu kekuatan godaan dan tahu setan menggoda.

Paus Fransiskus mengakhiri homilinya dengan sebuah doa "untuk semua gembala Gereja, untuk Santo Paulus yang mengantarai di hadapan Tuhan, untuk kita semua para gembala dalam rangka melayani Tuhan".

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.