Homili Paus Fransiskus selama Misa harian Jumat pagi 15 September 2017 di Casa Santa Marta, Vatikan, berfokus pada sosok Bunda Maria Berdukacita yang dirayakan hari itu. Kita perlu merenungkan Bunda Yesus, kata Paus Fransiskus, kita perlu merenungkan "tanda perbantahan ini, karena Yesus adalah sang pemenang, tetapi di atas kayu Salib". Ini adalah sebuah pertentangan, beliau mengatakan, yang tidak bisa kita pahami. "Perlu iman untuk memahaminya, paling tidak mendekati (untuk memahami) misteri ini".
Maria memahami dan menjalani seluruh hidupnya dengan hati yang tertusuk. "Ia mengikuti Yesus dan mendengarkan komentar orang banyak terhadap Yesus, terkadang bernada positif, terkadang bernada negatif. Tetapi ia selalu berada tepat di belakang Putranya. Itulah sebabnya kita menyebutnya murid pertama". Keprihatinan Marialah, lanjut Paus Fransiskus, yang menimbulkan "tanda perbantahan" ini di dalam hatinya.
Maria ada di sana pada akhirnya, dalam keheningan, di kaki Salib, menyaksikan Putranya. Mungkin ia mendengar komentar-komentar seperti : "Lihatlah, ada ibu dari salah seorang dari tiga penjahat itu". Tetapi, kata Paus Fransiskus, ia "memperlihatkan wajahnya kepada Putranya".
Paus Fransiskus mengatakan bahwa ia sedang menawarkan beberapa kata sederhana ini untuk membantu kita merenungkan misteri ini dalam keheningan. Pada saat ini, di bawah kaki Salib, Maria melahirkan Gereja dan kita semua : "Ibu", Putranya mengatakan, 'lihatlah anak-anakmu'". Ia tidak mengatakan "Bunda", ia mengatakan "Ibu". Ibu yang kuat dan pemberani ini ada di sana untuk mengatakan : "Inilah Putraku. Aku tidak menyangkal-Nya".
Lebih dari sekadar sebuah panggilan untuk bercermin, kata Paus Fransiskus, Injil hari ini adalah sebuah panggilan untuk merenung. "Semoga Roh Kudus", beliau mengakhiri homilinya, "menjadi yang memberitahukan kita masing-masing apa yang kita butuhkan".
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.