Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA DI BANDARA ENRIQUE OLAYA HERRERA, MEDELLIN (KOLOMBIA) 9 September 2017 : KEHIDUPAN KRISTIANI SEBAGAI PEMURIDAN

Bacaan Ekaristi : 1Kor. 4:6b-15; Mzm. 145:17-18,19-20,21; Luk. 6:1-5.

Saudara dan saudari yang terkasih,

Dalam Misa pada hari Kamis (7 September 2017) di Bogotá, kita mendengar Yesus memanggil murid-murid-Nya yang pertama; bagian dari Injil Lukas yang dibuka dengan perikop ini, diakhiri dengan panggilan Kelompok Dua Belas. Apa yang sedang diingatkan para penginjil kepada kita di antara dua peristiwa ini? Bahwa perjalanan mengikuti Yesus ini melibatkan sebuah karya besar pemurnian dalam diri para pengikut-Nya yang pertama. Beberapa perintah, larangan dan mandat membuat mereka merasa aman; melaksanakan praktek dan ritus tertentu membebaskan mereka dari pertanyaan yang tidak nyaman : "Allah menginginkan kami melakukan apa?" Tuhan Yesus mengatakan kepada mereka bahwa pelaksanaan praktek dan ritus tersebut termasuk mengikuti-Nya, dan bahwa perjalanan ini akan membuat mereka berjumpa dengan orang-orang kusta, orang-orang lumpuh dan orang-orang berdosa. Kenyataan-kenyataan ini menuntut lebih dari sekedar rumusan, norma yang tak terpungkiri. Para murid mempelajari bahwa mengikuti Yesus mengandaikan prioritas-prioritas lain, pertimbangan-pertimbangan lain guna melayani Allah. Bagi Tuhan, juga bagi jemaat perdana, sangatlah penting bagi kita yang menyebut diri murid-murid tidak melekat pada sebuah gaya tertentu atau terhadap praktek-praktek tertentu yang menyebabkan kita menjadi semakin seperti orang-orang Farisi ketimbang seperti Yesus. Kebebasan Yesus berbeda dengan tidak adanya kebebasan yang terlihat dakam diri para ahli Taurat masa itu, yang dilumpuhkan oleh penafsiran dan praktek hukum yang ketat. Yesus tidak hidup berdasarkan ketaatan yang "benar-benar" dangkal; Ia membawa hukum menuju penggenapannya. Inilah yang Ia inginkan terhadap kita, mengikuti-Nya sedemikian rupa untuk mengetahui apa yang penting, diperbaharui, dan terlibat. Inilah tiga sikap yang harus membentuk kehidupan kita sebagai para murid.

Pertama, berjalanlah menuju apa yang penting. Ini tidak berarti "melanggar segala sesuatu" yang tidak sesuai dengan kita, karena Yesus tidak datang "untuk meniadakan hukum Taurat, melainkan untuk menggenapinya" (Mat 5:17); berjalanlah menuju apa yang penting berarti berjalan ke dalam, menuju apa yang penting dan memiliki nilai bagi kehidupan. Yesus mengajarkan bahwa berada dalam hubungan dengan Allah tidak bisa menjadi sebuah penyekat yang dingin terhadap norma dan hukum, ataupun juga bukan memperhatikan beberapa tindakan lahiriah yang tidak mengarah pada sebuah perubahan kehidupan yang nyata. Ataupun juga pemuridan kita tidak bisa termotivasi oleh kelaziman karena kita memiliki sebuah surat baptis. Pemuridan harus dimulai dengan sebuah pengalaman yang hidup berkenaan dengan Allah dan kasih-Nya. Pengalaman tersebut bukan sesuatu yang terpaku, tetapi pergerakan berkesinambungan menuju Kristus; pengalaman tersebut bukan hanya kesetiaan untuk membuat sebuah ajaran secara tersurat, melainkan pengalaman akan kehadiran Tuhan yang hidup, baik dan aktif, sebuah pembentukan yang sedang berlangsung dengan mendengarkan sabda-Nya. Dan sabda ini, yang telah kita dengar, menjadikannya diperkenalkan kepada kita dalam kebutuhan-kebutuhan nyata dari saudara dan saudari kita: kelaparan orang-orang terdekat kita dalam teks yang baru diwartakan, atau penyakit seperti yang diceritakan Lukas sesudahnya.

Kedua, diperbaharui. Seperti Yesus "mengejutkan" para ahli Taurat untuk membebaskan mereka dari kekakuan mereka, sekarang juga Gereja "dikejutkan" oleh Roh guna menyingkirkan kenyamanan dan keterikatan. Kita tidak perlu takut akan pembaharuan. Gereja selalu membutuhkan pembaharuan - Ecclesia semper reformanda. Gereja tidak memperbarui dirinya sendiri atas kehendaknya sendiri, tetapi lebih tepatnya "harus bertekun dalam iman, tetap teguh dan tidak bergoncang, dan jangan mau digeser dari pengharapan Injil" (Kol. 1:23). Pembaruan memerlukan pengorbanan dan keberanian, bukan agar kita bisa menganggap diri kita paling unggul atau tanpa cela, melainkan untuk menanggapi panggilan Tuhan dengan lebih baik. Tuhan hari Sabat, alasan untuk perintah-perintah dan anjuran-anjuran kita, mengundang kita untuk merenungkan peraturan-peraturan ketika tindakan kita mengikuti-Nya dipertaruhkan; ketika luka-luka-Nya menganga dan jeritan kelaparan dan kehausan-Nya akan keadilan memanggil kita dan menuntut tanggapan-tanggapan baru. Di Kolombia ada banyak situasi di mana para murid harus merangkul jalan hidup Yesus, terutama kasih berubah menjadi tindakan tanpa kekerasan, rekonsiliasi dan perdamaian.

Ketiga, terlibat. Bahkan jika kelihatannya kalian menjadi kotor atau bernoda, terlibatlah. Seperti Daud dan orang-orang yang bersamanya yang memasuki Bait Allah karena mereka lapar dan murid-murid Yesus yang memakan bulir-bulir gandum di ladang, demikian juga hari ini kita dipanggil untuk berani, memiliki keberanian injili yang muncul dari mengetahui bahwa ada banyak orang yang lapar, yang lapar akan Allah, yang lapar akan martabat, karena mereka telah dirampas. Sebagai orang-orang kristiani, bantulah mereka dikenyangkan oleh Allah; janganlah menghalangi mereka atau mencegah perjumpaan ini. Kita tidak bisa menjadi orang-orang kristiani yang terus-menerus memasang tanda-tanda "dilarang masuk", dan kita juga tidak bisa menganggap bahwa ruang ini milikku atau milikmu saja, atau kita tidak dapat menuntut kepemilikan sesuatu yang sama sekali bukan milik kita. Gereja bukan milik kita, Gereja milik Allah; Ia pemilik Bait Allah dan halamannya; setiap orang mempunyai sebuah tempat, setiap orang diundang mencari di sini, dan di antara kita, makanan kita. Kita adalah para pelayan yang sederhana (bdk. Kol 1:23) dan kita tidak bisa mencegah perjumpaan ini. Sebaliknya, Yesus mengatakan kepada kita, seperti yang Ia katakan kepada murid-murid-Nya : "Kamu harus memberi mereka makan" (Mat 14:16); inilah pelayanan kita. Santo Petrus Claver, yang kita rayakan hari ini dalam liturgi dan yang akan saya hormati besok di Cartagena, memahami hal ini dengan baik. "Hamba abadi orang-orang kulit hitam" adalah semboyan hidupnya, karena ia memahami, seperti seorang murid Yesus, sehingga ia tidak dapat tetap acuh tak acuh terhadap penderitaan orang-orang yang paling tidak berdaya dan teraniaya pada masanya, dan sehingga ia harus melakukan sesuatu untuk meringankan penderitaan mereka.

Saudara dan saudari, Gereja di Kolombia dipanggil untuk menjalankannya, dengan keberanian yang lebih besar, membentuk murid-murid misioner, sebagaimana dinyatakan para Uskup ketika mereka berkumpul di Aparecida pada tahun 2007. Murid-murid yang mengetahui bagaimana cara melihat, menilai dan bertindak, sebagaimana dinyatakan dalam dokumen Amerika Latin yang lahir di negeri ini (bdk. MedellĂ­n, 1968). Murid-murid misioner yang tahu bagaimana cara melihat, tanpa pengamatan sekilas yang turun-temurun; melihat kenyataan dengan mata dan hati Yesus, dan kemudian baru menilai. Murid-murid yang mengambil resiko, bertindak, dan menjalankannya.

Saya telah datang ke sini untuk meneguhkan kalian dalam iman dan penharapan akan Injil. Tetaplah teguh dan bebas di dalam Kristus, sedemikian rupa sehingga kalian mewujudkan-Nya dalam segala hal yang kalian lakukan; ambillah jalan Yesus dengan segenap kekuatan kalian, kenalilah Dia, biarkanlah diri kalian dipanggil dan diajar oleh-Nya, dan wartakanlah Dia dengan sukacita yang besar.

Mari kita berdoa melalui perantaraan Bunda Maria, Bunda Maria dari Candelaria, agar ia dapat menyertai kita di jalan pemuridan kita, sehingga, memberikan kehidupan kita bagi Kristus, kita sudi hanya menjadi para misionaris yang membawa terang dan sukacita Injil kepada semua orang.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.