Bacaan
Ekaristi : 1Raj. 11:4-13; Mzm. 106:3-4,35-36,37,40; Mrk. 7:24-30.
Seringkali
kita melupakan Tuhan sehingga hati kita tanpa sadar berkeliaran ke dalam
kemurtadan dan tergelincir ke dalam keduniawian. Itulah pokok homili Paus
Fransiskus dalam Misa harian Kamis pagi, 13 Februari 2020, di Casa Santa Marta,
Vatikan. Beliau mengacu pada Bacaan Pertama liturgi hari itu (1Raj. 11:4-13),
yang menceritakan tentang "kemurtadan Salomo" ketika ia berpaling
dari Tuhan di masa tuanya : "Sebab pada waktu Salomo sudah tua,
isteri-isterinya itu mencondongkan hatinya kepada allah-allah lain".
Paus
Fransiskus mengatakan bahwa pada awalnya Raja Salomo adalah "seorang anak
yang baik", yang memohon hikmat kepada Tuhan dan menerimanya. Para hakim,
dan bahkan ratu negeri Syeba di Afrika, datang dengan berbagai bawaan karena
mereka telah mendengar segala hikmatnya. Kala itu, memiliki lebih dari satu
istri adalah memungkinkan, kendati secara hukum tidak dibenarkan menjadi
“seorang lelaki mata keranjang”.
Tetapi
hati Salomo menjadi lemah bukan karena ia menikahi beberapa perempuan, tetapi
karena mereka berasal dari bangsa-bangsa lain yang mengabdi pada allah-allah
lain. Ia jatuh ke dalam "sebuah jebakan" dengan membiarkan para
istrinya meyakinkannya untuk menyembah berhala-berhala mereka, "masuk ke dalam
paganisme".
"Kemurtadannya
bukan dari satu hari hingga hari berikutnya", kata Paus Fransiskus.
"Sebuah kemurtadan yang lambat". Raja Salomo tidak hanya berdosa satu
kali saja tetapi “tergelincir” ke dalam dosa.
“Para
perempuan menyesatkan hatinya, dan Tuhan menegurnya : 'Engkau memalingkan
hatimu'”. Hal ini terjadi juga dalam kehidupan kita. Tak seorang pun dari kita
adalah penjahat; tak seorang pun dari kita melakukan dosa besar seperti yang
dilakukan Daud dengan istri Uria. Tetapi di manakah letak bahayanya? Membiarkan
diri kita perlahan-lahan tergelincir, karena merupakan kejatuhan yang membius.
Kamu bahkan tidak menyadarinya, tetapi perlahan-lahan kamu tergelincir. Segala
sesuatunya menjadi nisbi, dan kesetiaan kepada Allah lenyap. Para perempuan ini
berasal dari bangsa-bangsa lain - mereka memiliki allah-allah sendiri - dan
seberapa sering kita melupakan Tuhan dan mulai berurusan dengan allah-allah
lain : uang, kesombongan, kebanggaan. Tetapi hal ini dilakukan perlahan-lahan,
dan tanpa rahmat Allah segalanya akan lenyap".
Paus
Fransiskus kemudian mengingat Mazmur 106, untuk menggarisbawahi bagaimana
"bergaul dengan berbagai bangsa" dan mengabdi kepada berhala-berhala
mereka berarti menjadi bersifat duniawi dan kafir.
“Bagi
kita luncuran yang licin dalam kehidupan ini terarah menuju keduniawian. Inilah
dosa berat : ‘Setiap orang melakukannya. Jangan khawatir tentang hal itu; jelas
tidak ideal, tetapi ... 'kita membenarkan diri dengan kata-kata ini, dengan
harga kehilangan kesetiaan kita kepada Allah yang tunggal. Berhala-berhala
modern. Marilah kita memikirkan dosa keduniawian ini, kehilangan keotentikan
Injil, keotentikan Sabda Allah, dan kasih Allah yang memberikan nyawa-Nya bagi
kita. Tidak ada cara untuk mempertahankan hubungan yang baik dengan Tuhan dan
sekaligus iblis”.
Mengakhiri
homilinya, Paus Fransiskus mengundang kita untuk memohon rahmat kepada Tuhan
agar menghentikan diri ketika kita menyadari bahwa hati kita mulai menjauh
daripada-Nya. “Marilah kita memohonkan rahmat kepada Tuhan agar dapat memahami
kapan hati kita mulai melemah dan tergelincir, sehingga kita bisa berhenti.
Rahmat dan kasih-Nya akan menghentikan luncuran itu jika kita memohon dalam
doa”.
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.