Liturgical Calendar

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA PERINGATAN 50 TAHUN BERDIRINYA DEWAN KONFERENSI WALIGEREJA EROPA DI BASILIKA SANTO PETRUS (VATIKAN) 23 September 2021 : MEMPERHATIKAN, MEMBANGUN KEMBALI DAN BERTEMU

 

Bacaan Ekaristi : Hag. 1:1-8; Mzm. 149:1-2,3-4,5-6a,9b; Luk. 9:7-9.

 

Hari ini sabda Allah memberi kita tiga kata yang menantang kita sebagai umat Kristiani dan para uskup Eropa : memperhatikan, membangun kembali, dan bertemu.

 

Memperhatikan. Jadi Tuhan memberitahu kita, melalui nabi Hagai. Dua kali Ia berkata kepada umat : "Perhatikanlah keadaanmu!" (Hag 1:5.7). “Keadaan” mana yang hendaknya diperhatikan oleh umat Allah? Marilah kita mendengar apa yang dikatakan Tuhan : "Apakah sudah tiba waktunya bagi kamu untuk mendiami rumah-rumahmu yang dipapani dengan baik, sedang Rumah ini tetap menjadi reruntuhan?” (ayat 4). Umat, setelah kembali dari pembuangan, peduli untuk membangun kembali rumah mereka; sekarang, mereka nyaman berlindung di rumah, sementara rumah Allah tetap menjadi reruntuhan, tanpa ada yang membangunnya kembali. Kata-kata tersebut – “Perhatikanlah keadaanmu!” – menantang karena dewasa ini, di Eropa, kita umat Kristiani dapat tergoda untuk tetap berlindung dengan nyaman dalam tatanan, rumah, dan gereja kita, dalam keamanan yang disediakan oleh tradisi kita, puas dengan tingkatan kesepakatan tertentu, sementara di sekitar kita gereja-gereja kosong melompong dan Yesus semakin dilupakan.

 

Pertimbangkan berapa banyak orang yang tidak lagi lapar dan haus akan Allah! Bukan karena mereka jahat, tetapi karena tidak ada seorang pun yang membangkitkan dalam diri mereka rasa lapar akan iman dan memuaskan kehausan dalam hati manusia, "kehausan bawaan dan abadi" yang dikatakan Dante (Par., II, 19) dan yang berusaha ditekan oleh kediktatoran konsumerisme dengan lembut tetapi terus-menerus. Begitu banyak orang didorong untuk merasakan hanya kebutuhan materi, dan bukan kebutuhan akan Allah. Tentu kita “diasyikkan” dengan hal ini, tetapi apakah kita benar-benar “asyik” menanggapinya? Menilai orang-orang yang tidak percaya atau membuat daftar alasan untuk sekularisasi sangatlah mudah, tetapi pada ujung-ujungnya tidak ada gunanya. Sabda Allah menantang kita untuk melihat ke dalam diri kita. Apakah kita merasa prihatin dan berbelas kasih kepada orang-orang yang tidak memiliki sukacita perjumpaan dengan Yesus atau yang telah kehilangan sukacita itu? Apakah kita nyaman karena jauh di lubuk hati kita berjalan seperti biasa, atau apakah kita terganggu ketika melihat begitu banyak saudara dan saudari kita jauh dari sukacita Yesus?

 

Melalui nabi Hagai, Tuhan meminta umat-Nya untuk memperhatikan hal lain : “Kamu makan, tetapi tidak sampai kenyang; kamu minum, tetapi tidak sampai puas; kamu berpakaian, tetapi badanmu tidak sampai panas” (ayat 6). Dengan kata lain, umat memiliki semua yang mereka inginkan, tetapi mereka tidak bahagia. Apa yang kurang dari mereka? Yesus menyarankan jawabannya dengan kata-kata yang tampaknya menggemakan Hagai : “Sebab ketika Aku lapar, kamu tidak memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu tidak memberi Aku minum; ketika Aku telanjang, kamu tidak memberi Aku pakaian” (Mat 25:42-43). Kurangnya amal kasih menyebabkan ketidakbahagiaan, karena hanya kasih yang memuaskan hati manusia. Peduli hanya dengan urusan mereka, penduduk Yerusalem telah kehilangan rasa tanpa pamrih. Hal ini juga bisa menjadi persoalan kita : berkonsentrasi pada berbagai posisi dalam Gereja, pada diskusi, agenda dan strategi, dan kehilangan pandangan akan program yang sesungguhnya, yaitu Injil : dorongan cinta kasih, semangat tanpa pamrih. Solusi untuk persoalan dan keasyikan diri selalu merupakan pemberian tanpa pamrih. Tidak ada yang lain. Ini adalah sesuatu yang harus diperhatikan.

 

Setelah memperhatikan, ada langkah lain : membangun kembali. “Bangunlah Rumah itu", firman Tuhan melalui nabi Hagai (Hag 1:8), dan umat membangun kembali Bait Suci. Mereka berhenti merasa puas dengan pemberian penuh kedamaian dan mulai bekerja untuk masa depan. Namun karena beberapa orang menentang hal ini, Kitab Tawarikh memberitahu kita bahwa orang-orang bekerja dengan satu tangan di atas batu, untuk membangun, dan tangan lainnya di atas pedang, untuk mempertahankan proses pembangunan kembali ini. Bukan hal yang mudah untuk membangun kembali bait suci. Inilah yang diperlukan untuk membangun rumah bersama Eropa : meninggalkan kemanfaatan jangka pendek dan kembali ke visi para pendiri negara yang berpandangan jauh ke depan, apa yang saya berani sebutkan sebagai visi kenabian secara keseluruhan. Mereka tidak mencari kesepakatan singkat, tetapi memimpikan masa depan untuk semuanya. Beginilah cara dinding rumah Eropa didirikan, dan hanya dengan cara ini dinding rumah Eropa dapat dibangun. Hal yang sama berlaku untuk Gereja, rumah Allah. Untuk membuatnya indah dan ramah, kita perlu bersama-sama melihat ke masa depan, bukan mengembalikan masa lalu. Sayangnya, “restorasi” tertentu dari masa lalu saat ini sedang populer, yang membunuh kita semua. Tentu kita harus mulai dari landasan, ya benar-benar dari akar kita, karena di situlah pembangunan kembali dimulai : dari tradisi Gereja yang hidup, yang didasarkan pada apa yang paling penting, Kabar Baik, kedekatan dan kesaksian. Kita perlu membangun kembali Gereja dari landasannya di setiap waktu dan tempat, dari menyembah Allah dan mengasihi sesama, dan bukan dari selera kita, bukan dari persekutuan atau negosiasi apa pun yang mungkin kita buat untuk membela Gereja atau Kekristenan.

 

Saudara-saudara terkasih, saya ingin mengucapkan terima kasih atas pekerjaan pembangunan kembali yang sedang kamu kejar berkat rahmat Allah; ini tidak mudah. Terima kasih untuk lima puluh tahun pertama dalam pelayanan Gereja dan Eropa ini. Marilah kita saling menyemangati, tanpa pernah berputus asa atau menyerah pada kepasrahan. Tuhan memanggil kita untuk pekerjaan yang luar biasa, pekerjaan membuat rumah-Nya semakin ramah, sehingga setiap orang dapat masuk dan tinggal di sana, sehingga Gereja dapat membuka pintu bagi semua orang dan tidak seorang pun akan tergoda untuk hanya memikirka menjaga pintu dan mengganti kunci, godaan sederhana itu. Tidak, perubahan terjadi di tempat lain: perubahan berasal dari akarnya. Dari sanalah pembangunan kembali terjadi.

 

Orang Israel membangun kembali Bait Suci dengan tangan mereka sendiri. Begitu pula para pembangun besar iman di benua ini. Marilah kita lihat para kudus pelindungnya. Mereka melakukan bagian kecil mereka, percaya kepada Allah. Saya memikirkan para kudus seperti Martinus, Fransiskus, Dominikus, Pio dari Pietrelcina, yang pestanya kita rayakan hari ini; para kudus pelindung seperti Benediktus, Sirilus dan Metodius, Bridget, Katarina dari Siena dan Teresa Benedicta dari Salib. Mereka memulai dengan diri mereka, dengan mengubah hidup mereka dengan menerima rahmat Allah. Mereka tidak peduli dengan masa-masa kekelaman, kesulitan dan perpecahan yang selalu hadir. Mereka tidak membuang waktu untuk mengkritik atau menyalahkan. Mereka menghayati Injil, tanpa mengkhawatirkan sangkut-paut atau politik. Jadi, dengan kekuatan kasih Allah yang lembut, mereka mewujudkan gaya kedekatan, kasih sayang, dan kelembutan-Nya – karena itulah gaya Allah. Mereka membangun biara, mereklamasi tanah, menghidupkan semangat individu dan negara. Mereka tidak memiliki program "sosial", tetapi Injil semata. Dan mereka melaksanakan Injil.

 

Membangun kembali rumah-Ku. Di sini kata kerja "membangun kembali" dalam bentuk jamak. Semua pembangunan kembali terjadi bersama-sama, dalam kesatuan, dengan orang lain. Visi boleh berbeda, tetapi persatuan harus selalu dijaga. Karena jika kita memelihara rahmat secara keseluruhan, Tuhan terus membangun, bahkan ketika kita sendiri gagal. Rahmat secara keseluruhan. Inilah panggilan kita : menjadi Gereja, bersama-sama, sebagai satu Tubuh. Inilah panggilan kita sebagai para gembala : mengumpulkan kawanan domba; tidak mencerai-beraikannya atau menjaganya tetap tertutup oleh pagar halus, yang sebenarnya akan membunuhnya. Membangun kembali berarti menjadi pengrajin persekutuan, penjalin persatuan di setiap tingkatan : bukan dengan tipu muslihat tetapi dengan Injil.

 

Jika kita membangun kembali dengan cara ini, kita akan memungkinkan saudara-saudari kita untuk melihat. Inilah kata ketiga, yang muncul di akhir Bacaan Injil hari ini. Herodes berusaha supaya dapat "bertemu" dengan Yesus (bdk. Luk 9:9). Sekarang seperti dulu, banyak orang berbicara tentang Yesus. Pada masa itu, mereka mengatakan : “Yohanes telah bangkit dari antara orang mati ... Elia telah muncul kembali ... seorang dari nabi-nabi dahulu telah bangkit” (Luk 9:7-8). Semua orang itu menghormati Yesus, tetapi mereka tidak memahami kebaruan-Nya; mereka memasukkan-Nya ke dalam gagasan yang terbentuk sebelumnya : Yohanes, Elia, para nabi. Tetapi, Yesus tidak dapat dimasukkan ke dalam kotak desas-desus atau déja vu. Yesus selalu baru, selalu. Perjumpaan dengan-Nya selalu menimbulkan keheranan, dan jika kamu tidak merasakan keheranan itu dalam perjumpaan, kamu belum berjumpa dengan Yesus.

 

Begitu banyak orang di Eropa melihat iman sebagai déja vu, peninggalan masa lalu. Mengapa? Karena mereka belum melihat Yesus bekerja dalam hidup mereka. Seringkali hal ini adalah karena kita, dengan hidup kita, belum cukup menunjukkan Dia kepada mereka. Allah menjadikan diri-Nya terlihat dalam wajah dan tindakan manusia yang diubahrupa oleh kehadiran-Nya. Jika umat Kristiani, alih-alih memancarkan sukacita Injil yang menjangkit, terus berbicara dalam bahasa religius intelektual dan moralistik yang sudah usang, orang tidak akan dapat melihat Sang Gembala yang Baik. Mereka tidak akan mengenali Dia yang mengasihi setiap domba-Nya, memanggil mereka dengan namanya, dan memanggul mereka di pundak-Nya. Mereka tidak akan melihat Dia yang sengsara-Nya luar biasa yang kita beritakan : karena itu adalah sengsara yang menghanguskan, sengsara demi umat manusia. Kasih yang ilahi, penuh belas kasihan dan kuat ini dengan sendirinya merupakan kebaruan Injil yang abadi. Saudara-saudara terkasih, kita dituntut membuat keputusan yang bijaksana dan berani, yang dibuat atas nama kasih yang gila yang dengannya Kristus telah menyelamatkan kita. Yesus tidak meminta kita untuk membuat alasan untuk Allah, Ia meminta kita untuk menunjukkan kepada-Nya, sama seperti yang dilakukan para kudus, bukan dengan kata-kata tetapi dengan hidup kita. Ia memanggil kita menuju doa dan kemiskinan, kreativitas dan ketanpapamrihan. Marilah kita membantu Eropa dewasa ini – pingsan karena kelelahan yang merupakan penyakit Eropa dewasa ini – untuk menemukan kembali wajah muda Yesus dan Mempelai-Nya. Bagaimana kita bisa gagal mengabdikan diri sepenuhnya untuk membuat semua orang melihat keindahan yang tak pernah pudar ini?

_____


(Peter Suriadi - Bogor, 24 September 2021)

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.