Berikut ini adalah homili yang diberikan oleh Paus Fransiskus dalam
Misa di Gereja Gesu, gereja induk Yesuit, di Roma pada Pesta Santo
Ignatius Loyola, pendiri Yesuit.
**********************
**********************
Dalam Ekaristi ini yang di dalamnya kita merayakan Bapa Ignatius
Loyola, dalam terang bacaan-bacaan yang telah kita dengar, saya ingin
mengajukan tiga pemikiran sederhana yang dituntun oleh tiga ungkapan:
menempatkan Kristus dan Gereja di Pusat; membiarkan diri ditaklukkan
oleh-Nya untuk melayani; merasa malu akan keterbatasan dan dosa-dosa
kita, untuk menjadi rendah hati di hadapan-Nya dan saudara-saudara kita.
1. Mantel lengan kita para Yesuit adalah sebuah monogram, singkatan
dari Iesus Hominum Salvator/Yesus Penyelamat Umat Manusia (IHS). Anda
masing-masing dapat mengatakan kepada saya: kami mengetahui hal itu
dengan sangat baik! Tetapi mantel lengan ini terus mengingatkan kita
akan suatu kenyataan bahwa kita tidak boleh lupa: sentralitas Kristus
bagi kita masing-masing dan bagi seluruh Serikat, yang diharapkan oleh
Santo Ignatius bahwa Serikat akan dipanggil Yesus untuk menunjukkan
titik acuan. Sisanya, bahkan dalam permulaan Latihan Rohani, ia
menempatkan di tempat pertama Tuhan kita Yesus Kristus, Pencipta dan
Juruselamat kita (bdk. LR 6). Dan ini menempatkan kita para Yesuit dan
seluruh Serikat menjadi tidak di pusat, selalu lebih mengedepankan
kebesaran Kristus, Deus semper maior, intimior intimo meo, yang terus
membawa kita keluar dari diri kita sendiri, membawa kita kepada suatu
kenosis tertentu, lepas dari cinta, keinginan dan kepentingan diri kita
(LR 189). Kita tidak bisa menerima begitu saja pertanyaan yng dibuat
untuk kita, untuk kita semua: Apakah Kristus merupakan pusat hidupku?
Apakah aku benar-benar menempatkan Kristus di pusat kehidupanku? Karena
selalu ada godaan untuk menganggap kita sebagai pusat. Dan ketika
seorang Yesuit menempatkan dirinya di pusat dan bukan Kristus, ia
keliru. Dalam Bacaan Pertama, Musa mengulangi dengan desakan kepada umat
mengasihi Tuhan, berjalan di jalan-Nya karena Dia adalah hidup Anda
(bdk. Ul 30:16,20).
Kristus adalah hidup kita! Sentralitas
Kristus juga bersesuai dengan sentralitas Gereja: keduanya adalah dua
api yang tidak dapat dipisahkan; saya tidak bisa mengikuti jika tidak
dalam Gereja dan bersama Gereja. Juga dalam hal ini kita para Yesuit dan
seluruh Serikat tidak berada di pusat, kita, boleh dikatakan,
digantikan, kita berada pada pelayanan Kristus dan pelayanan Gereja,
Mempelai Kristus Tuhan kita, yang adalah Bunda Kudus Gereja Hirarkis
kita (bdk. LR 353). Menjadi orang yang berakar dan bersendikan dalam
Gereja, yaitu bagaimana Yesus menghendaki kita. Tidak bisa ada jalan
sejajar atau menyekat. Ya, jalan pencarian, jalan kreatif, ya, ini
penting: pergi ke pinggiran, pinggiran yang luas. Karena kreativitas ini
diperlukan, meskipun demikian selalu dalam komunitas, dalam Gereja,
dengan pertalian ini yang memberi kita semua keberanian untuk terus
maju. Layani Kristus dan kasihi Gereja ini secara nyata, serta layani
dengan kemurahan hati dan dengan semangat ketaatan.
2. Apakah
jalan untuk menghidupi sentralitas ganda ini? Mari kita melihat
pengalaman Santo Paulus yang juga merupakan pengalaman Santo Ignatius.
Rasul Paulus, dalam Bacaan Kedua yang telah kita dengarkan, ia menulis:
Aku berusaha menuju kesempurnaan Kristus yang karenanya aku pun telah
ditangkap oleh Kristus Yesus (bdk Flp 3:12). Bagi Paulus ini terjadi di
jalan ke Damsyik, bagi Ignatius, di rumahnya di Loyola, tetapi titik
mendasarnya sama: membiarkan diri ditaklukkan oleh Kristus. Saya mencari
Kristus, saya melayani Yesus karena Dia mencari saya terlebih dulu,
karena saya telah ditaklukkan oleh-Nya: dan ini adalah jantung
pengalaman kita. Tetapi pertama-tama Dia, selalu. Dalam Bahasa Spanyol
ada sebuah kata yang sangat menjelaskan hal ini dengan baik: El nos
primerea. Dia selalu pertama-tama. Ketika kita datang, Dia datang
pertama dan menunggu kita. Dan di sini saya ingin mengingat meditasi
pada Kerajaan dalam Minggu Kedua.
Kristus Tuhan kita, Raja
Kekal, memanggil masing-masing dan setiap orang dari kita, mengatakan
seseorang yang ingin datang bersama-Ku harus bekerja bersama-Ku, karena
mengikuti-Ku dalam penderitaan, akan mengikuti-Ku juga dalam kemuliaan
(LR 95): Ditaklukkan oleh Kristus memberikan kepada Raja ini seluruh
diri kita dan seluruh usaha kita (bdk. LR 96), mengatakan kepada Tuhan
bahwa kamu ingin melakukan segalanya bagi pelayanan dan pujian yang
lebih besar, malahan menyerupai Dia dalam menanggung penghinaan,
penolakan, kepapaan (bdk. LR 98). Saya memikirkan saudara kita di Suriah
pada saat ini. Membiarkan diri ditaklukkan oleh Kristus berarti selalu
menjangkau mereka yang berada di hadapanku, mengarah kepada separuh
lainnya dari Kristus (bdk. Flp 3:14), bertanya pada diri sendiri dengan
kebenaran dan ketulusan: Apa yang telah kulakukan bagi Kristus? Apa yang
harus kulakukan bagi Kristus? (bdk. LR 53)
3. Dan saya tiba
ke titik akhir. Dalam Injil, Yesus mengatakan kepada kita. Karena
barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya;
tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan
menyelamatkannya... barangsiapa malu karena Aku... (Luk 9:24). Dan
seterusnya. Rasa malu Yesuit. Undangan yang Yesus buat adalah tidak malu
akan Dia, tetapi mengikuti-Nya dengan pengabdian, percaya dan
pengandalan penuh dalam Dia. Tetapi memandang Yesus, sebagaimana
diajarkan oleh Santo Ignatius kepada kita dalam Minggu Pertama, terutama
memandang Kristus yang disalibkan, kita merasakan perasaan yang sangat
manusiawi dan sangat mulia itu yang merupakan rasa malu tidak berada di
ketinggian itu; kita memandang kebijaksanaan Kristus dan kebodohan kita,
kemahakuasaan-Nya dan kelemahan kita, kepada keadilan-Nya dan kesalahan
kita, kepada kebaikan-Nya dan kejahatan kita (bdk. LR 59). Mohonlah
rahmat akan rasa malu, rasa malu yang berasal dari pembicaraan terus
menerus akan rahmat bersama Dia; rasa malu yang membuat kita
tersipu-sipu di hadapan Yesus Kristus; rasa malu yang menempatkan kita
dalam kesesuaian dengan hati Kristus yang telah menjadikan diri-Nya
berdosa karena aku; rasa malu yang menempatkan dalam keselarasan hati
kita dalam air mata dan menemani kita dalam rangkaian keseharian
Tuhanku. Dan ini membawa kita, secara pribadi dan sebagai Serikat,
menuju kerendahan hati, menghidupi kebajikan yang besar ini. Kerendahan
hati yang membuat kita menyadari setiap hari bahwa bukan kita yang
membangun Kerajaan Allah, tetapi selalu kasih karunia Tuhan yang
bertindak dalam diri kita; kerendahan hati yang mendorong kita
menempatkan seluruh diri kita bukan pada pelayanan diri kita atau
gagasan kita, tetapi untuk pelayanan Kristus dan untuk Gereja, seperti
bejana tanah liat, rapuh, tidak memadai, tidak cukup, tetapi di dalamnya
ada harta melimpah-limpah yang kita bawa dan membuat dikenal (2 Kor
4:7).
Selalu menyenangkan bagi saya untuk berpikir tentang
terbenamnya matahari Yesuit, ketika seorang Yesuit menyelesaikan
hidupnya, ketika matahari terbenam. Ada dua ikon terbenamnya matahari
Yesuit ini yang datang ke pikiran: yang pertama bersifat klasik, ikon
Santo Fransiskus Xaverius, memandang ke arah Cina. Seni selalu
menggambarkan berkali-kali terbenamnya matahari ini, akhir Fransiskus
Xaverius ini. Bahkan dalam kesusastraan, dalam kutipan indah karya Pemán
itu. Pada akhirnya, dengan tanpa apa-apa, tetapi di hadapan Tuhan; hal
ini bekerja dengan baik untuk saya, memikirkan tentang hal ini.
Terbenamnya matahari lain, ikon lain yang datang ke pikiran sebagai
contoh, adalah ikon Bapa Arrupo dalam perbincangan terakhir di kamp
pengungsi, ketika ia mengatakan kepada kita - ini adalah bagaimana ia
sendiri akan mengatakan hal itu - ini saya katakan seolah-olah karya
seni terakhir saya: berdoa. Doa, persatuan dengan Yesus. Dan, setelah
mengatakan hal itu, ia naik pesawatnya, dan datang ke Roma dengan
stroke, yang memulai terbenamnya matahari yang lama dan patut diteladani
itu. Dua terbenamnya matahari, dua ikon yang akan bekerja pada kita
dengan baik untuk memandang, dan kembali kepada kedua ikon ini. Dan
mohonkanlah kasih karunia terbenamnya matahari supaya kita akan menjadi
seperti itu.
Saudara-saudara terkasih, mari kita berpaling
kepada Bunda Kita. Ia yang membawa Kristus dalam rahimnya dan menyertai
langkah-langkah awal Gereja, semoga ia membantu kita untuk menempatkan
Kristus dan Gereja-Nya selalu pada pusat hidup kita dan pelayanan kita;
Ia yang adalah murid yang pertama dan paling sempurna dari Putranya,
semoga membantu kita membiarkan diri kita ditaklukkan oleh Kristus untuk
mengikuti dan melayani Dia dalam setiap situasi. Ia yang menanggapi
pemberitahuan Malaikat dengan kerendahan hati yang paling mendalam: aku
ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu (Luk 1:38),
semoga ia membuat kita merasakan rasa malu akan ketidakcukupan kita di
hadapan harta yang telah dipercayakan kepada kita, hidup dengan rendah
hati di hadapan Allah. Semoga pengantaraan kebapaan dari Santo Ignatius
dan semua para kudus Yesuit menemani kita di jalan ini, semoga mereka
terus mengajarkan kita untuk melakukan semuanya dengan kerendahan hati,
ad maiorem Dei gloriam.
Sumber : Radio Vatikan
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.