Paus Fransiskus merayakan Misa pada hari Minggu pagi 29 September 2013 di Lapangan Santo Petrus, Vatikan untuk menandai Hari Internasional untuk Katekis
yang
diselenggarakan oleh Dewan Kepausan untuk Promosi
Evangelisasi Baru dalam kaitan Tahun Iman. Bahaya kepuasan akan diri sendiri dan kebutuhan akan para katekis untuk memiliki inti dan esensi Injil di
tengah-tengah kehidupan dan pekerjaan
mereka
adalah tema pernyataan Bapa Suci.
Di bawah ini adalah homili Bapa Suci dalam Misa
tersebut.
*********************************
1. “Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion, atas orang-orang yang
merasa tenteram .... yang berbaring di tempat tidur dari gading!” (Am 6:1,4). Mereka makan, mereka minum, mereka bernyanyi, mereka bermain dan mereka tidak peduli apa
pun tentang masalah orang
lain.
Ini adalah kata-kata keras yang dikatakan Nabi Amos, namun kata-kata itu memperingatkan kita tentang sebuah bahaya yang kita semua hadapi. Apa yang dicela utusan Allah
ini; apa yang dia inginkan
pada
orang-orang sezamannya, dan pada diri kita, untuk disadari? Bahaya
kepuasan akan diri sendiri, kenyamanan, keduniawian dalam gaya hidup kita dan dalam hati kita, bahaya menjadikan kesejahteraan kita hal yang paling penting dalam
hidup kita. Inilah kasus orang kaya dalam Injil
(Luk 16:19-31), yang mengenakan pakaian halus
dan setiap hari terlibat dalam
jamuan makan mewah; inilah apa yang
penting baginya. Dan orang
miskin di depan pintu rumahnya yang
tidak memiliki apapun untuk meringankan rasa laparnya? Itu
bukan urusannya, itu tidak jadi soal baginya.
Kapan
saja hal-hal
lahiriah, uang, keduniawian,
menjadi pusat kehidupan kita, mereka memegang kita,
mereka memiliki kita; kita kehilangan
jati
diri kita
yang terdalam sebagai manusia. Orang
kaya dalam Injil tidak
memiliki nama, ia hanya "seorang
orang kaya". Hal-hal lahiriah, harta miliknya, adalah
wajahnya; ia tidak
memiliki apa-apa lagi. Mari kita mencoba untuk
berpikir: Bagaimana sesuatu
seperti ini terjadi?
Bagaimana beberapa orang, mungkin termasuk diri kita, akhirnya menjadi asyik dengan
diri sendiri dan menemukan keamanan dalam hal-hal lahiriah yang akhirnya merampok kita dari wajah
kita, wajah manusiawi kita? Inilah apa yang terjadi ketika kita tidak lagi ingat Allah. Jika kita tidak berpikir tentang Allah, segala
sesuatu berakhir menjadi tentang "aku" dan
kenyamananku sendiri. Hidup, dunia, orang
lain, semua ini menjadi tidak nyata, mereka
tidak lagi peduli, segala sesuatunya bermuara pada satu hal: memiliki. Ketika kita tidak lagi ingat Allah, kita juga menjadi tidak nyata, kita
juga menjadi hampa; seperti orang kaya dalam Injil, kita tidak lagi
memiliki sebuah wajah! Mereka
yang menjalankan kesia-siaan menjadi sia-sia – sebagaimana diamati nabi besar lainnya Yeremia (bdk. Yer 2:5).
Kita dijadikan dalam gambar dan rupa Allah, bukan dari benda-benda lahiriah, bukan
dari berhala-berhala!
2. Maka, ketika saya melihat keluar pada kalian, saya berpikir: Siapakah
para katekis? Mereka adalah orang-orang yang mempertahankan kenangan akan Allah; mereka mempertahankannya dalam diri mereka dan mereka mampu menghidupkannya kembali dalam orang lain. Ini adalah sesuatu yang indah: ingat Allah, seperti Perawan Maria, yang melihat karya-karya Allah yang menakjubkan dalam hidupnya tetapi tidak berpikir tentang kehormatan, gengsi atau kekayaan; ia tidak menjadi asyik dengan dirinya. Sebaliknya, setelah menerima pesan dari malaikat dan mengandung
Putra Allah, apa yang ia lakukan? Ia berangkat, ia pergi untuk membantu kerabatnya yang lebih tua Elizabet, yang juga hamil. Dan hal pertama yang ia lakukan pada pertemuan dengan
Elizabet adalah mengingat karya Allah, kesetiaan Allah, dalam hidupnya sendiri, dalam sejarah bangsanya, dalam sejarah kita: “Jiwaku memuliakan Tuhan... sebab Ia telah memperhatikan kerendahan hamba-Nya.... dan rahmat-Nya turun-temurun”
(Luk 1:46,48,50).
Kidung Maria ini juga mengandung ingatan
akan sejarah pribadinya, sejarah Allah bersamanya, pengalamannya sendiri akan iman. Dan ini juga cocok bagi kita masing-masing dan bagi setiap orang Kristiani : iman mengandung
kenangan kita sendiri akan sejarah Allah bersama kita, kenangan
akan menjumpai Allah kita yang selalu mengambil langkah pertama, yang menciptakan, menyelamatkan dan mengubah kita. Iman adalah mengingat sabda-Nya yang menghangatkan hati kita, dan mengingat karya penyelamatan-Nya yang memberi hidup, memurnikan kita, mempedulikan dan memelihara kita. Seorang katekis adalah seorang Kristiani yang menempatkan ingatan ini pada pelayanan akan pewartaan, tidak mementingkan, tidak berbicara tentang dirinya sendiri, tetapi berbicara tentang Allah, tentang kasih-Nya dan kesetiaan-Nya - berbicara dan meneruskan semua yang telah diwahyukan
Allah, yaitu ajaran Kristus dan Gereja-Nya dalam totalitasnya, tanpa menambahkan maupun mengurangi apapun.
Santo Paulus menyarankan satu hal secara khusus bagi murid dan rekan kerjanya Timotius
: Ingatlah
Yesus Kristus, yang telah bangkit dari antara orang mati, yang kuberitakan dan
karenanya aku menderita (bdk. 2 Tim 2:8-9). Rasul Paulus dapat mengatakan ini
karena ia juga ingat Kristus, yang memanggilnya ketika ia menganiaya orang-orang Kristiani, yang menjamahnya dan mengubahnya dengan belas kasih-Nya.
Katekis, kemudian, adalah seorang Kristiani yang sadar akan Allah, yang dibimbing oleh kenangan akan Allah dalam seluruh hidupnya dan yang mampu
membangkitkan kenangan itu dalam hati orang lain. Ini tidak mudah! Ini melibatkan seluruh keberadaan kita!
Apa
Katekismus itu sendiri, jika bukan kenangan
akan Allah, kenangan
akan karya-karya-Nya dalam sejarah dan penggambaran kedekatan-Nya dengan kita dalam kehadiran Kristus dalam sabda-Nya, dalam sakramen-sakramen, dalam Gereja-Nya, kasih-Nya? Para katekis terkasih, saya bertanya kepada
kalian : Apakah kita sesungguhnya
merupakan kenangan akan Allah? Apakah
kita benar-benar seperti para penjaga yang membangunkan pada orang lain kenangan akan Allah yang menghangatkan hati?
3. "Celaka atas orang-orang yang merasa aman di Sion!". Apa
yang harus kita lakukan agar tidak “merasa aman” – orang-orang yang menemukan keamanan mereka dalam diri mereka dan
dalam hal-hal lahiriah - tetapi laki-laki dan perempuan kenangan akan Allah? Dalam
bacaan kedua, Santo Paulus, sekali lagi menulis kepada Timotius, memberikan
beberapa petunjuk yang juga dapat menjadi tonggak penunjuk jalan bagi kita dalam karya kita sebagai para katekis : kejarlah
keadilan, kesalehan, iman, kasih, kesabaran dan kelembutan (bdk. 1Tim 6:11).
Para katekis adalah laki-laki dan perempuan kenangan akan Allah jika mereka memiliki sebuah ketetapan, menjalani hubungan dengan-Nya dan dengan sesama mereka; jika mereka adalah laki-laki dan perempuan yang sungguh percaya
Allah dan menempatkan keamanan mereka dalam Dia; jika mereka adalah laki-laki dan perempuan amal, kasih, yang melihat orang lain sebagai saudara dan saudari; jika mereka adalah laki-laki dan perempuan "hypomone", kesabaran dan ketekunan, mampu menghadapi kesulitan, cobaan dan kegagalan dengan ketenangan dan harapan dalam Tuhan; jika mereka lembut, mampu memahami dan berbelas kasih. Mari kita
memohon kepada Tuhan agar kita semua boleh
menjadi laki-laki dan perempuan yang mempertahankan
kenangan akan Allah dalam diri kita, dan mampu membangkitkannya dalam hati orang lain. Amin.
Sumber : Radio Vatikan
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.